A.PENDAHULUAN
Menarik untuk dibicarakan dan kita mengkaji kembali salah satu tokoh ekonomi islam yang sangat brillian dimasanya, yaitu Abu Yusuf yang sangat terkenal dengan salah satu karyanya “Al Kharaj”. Beliau hidup pada masa daulah Abassiyah yaitu masa khalifah Harun Al-Rasyid.
Kita tahu bahwa Ekonomi Islam yang telah hadir kembali saat ini, bukanlah suatu hal yang tiba-tiba datang begitu saja. Ekonomi islam sebagai sebuah cetusan konsep pemikiran dan praktek tentunya telah hadir secara bertahap dalam feriode dan fase tertentu. Memang ekonomi sebagai sebuah ilmu maupun aktivitas dari manusia untuk memnuhi kebutuhan hidupnya adalah sesuatu hal yang sebenarnya memang ada begitu saja. Karena upaya memenuhi kebutuhan hidup bagi seorang manusia adalah fitrah. bahwa terdapat tokoh-tokoh ekonomi Islam yang memberikan prinsip-prinsip dasar, yang mana konsep ekonomi mereka berakar pada hukum Islam yang bersumber dari Nash yaitu Al Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana tokoh yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu Abu Yusuf, beliau telah memberikan kontribusi pemikiran ekonomi. Beliau merupakan seorang tokoh muslim pertama yang menyinggung masalah mekanisme pasar. Dalam makalah ini akan coba berusaha mengangkat tentang bagaimanakah pemikiran ekonomi beliau.
Pembahasan dalam makalah ini akan penulis diawali dengan Sekilas tentang Abu Yusuf, kemudian sedikit menyinggung kitab beliau yaitu Al-Kharaj, Sistem Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf, Mekanisme pasar.
Kita tahu bahwa Ekonomi Islam yang telah hadir kembali saat ini, bukanlah suatu hal yang tiba-tiba datang begitu saja. Ekonomi islam sebagai sebuah cetusan konsep pemikiran dan praktek tentunya telah hadir secara bertahap dalam feriode dan fase tertentu. Memang ekonomi sebagai sebuah ilmu maupun aktivitas dari manusia untuk memnuhi kebutuhan hidupnya adalah sesuatu hal yang sebenarnya memang ada begitu saja. Karena upaya memenuhi kebutuhan hidup bagi seorang manusia adalah fitrah. bahwa terdapat tokoh-tokoh ekonomi Islam yang memberikan prinsip-prinsip dasar, yang mana konsep ekonomi mereka berakar pada hukum Islam yang bersumber dari Nash yaitu Al Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana tokoh yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu Abu Yusuf, beliau telah memberikan kontribusi pemikiran ekonomi. Beliau merupakan seorang tokoh muslim pertama yang menyinggung masalah mekanisme pasar. Dalam makalah ini akan coba berusaha mengangkat tentang bagaimanakah pemikiran ekonomi beliau.
Pembahasan dalam makalah ini akan penulis diawali dengan Sekilas tentang Abu Yusuf, kemudian sedikit menyinggung kitab beliau yaitu Al-Kharaj, Sistem Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf, Mekanisme pasar.
B.PEMBAHASAN
1.Sekilas Riwayat Abu Yusuf
Ya`qub bin Ibrahim bin Habib bin khunais bin Sa`ad Al-Anshari, atau yang sering dikenal Abu Yusuf, lahir di Kufah pada tahun 113 H (731 M) dan meninggal dunia tahun 182 H (789 M).1 Ibunya masih mempunyai hubungan darah dengan salah satu sahabat nabi yaitu Sa`ad Al Anshori. Sejak kecil beliau Abu Yusuf sangat mempunyai minat terhadap ilmu pengetahuan. Kota Kufah merupakan Salah satu pusat peradaban pemerintahan islam, yang tampak pada suasana kota kufah adalah tempat para cendikiawan muslim dari seluruh penjuru dunia islam datang untuk saling bertukar pikiran tentang berbagai pikiran Ilmu pengetahuan.
Dalam belajar, beliau sangat gigih dan menunjukkan kemampuan yang tinggi sebagai ahlul hadis dan ahlurra’yi yang dapat menghafal sejumlah hadist. Hingga kemudian beliau mendalami ilmu fiqh yang dipelajarinya pada Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila atau Ibnu Abi Laila. Kemudian beliau belajar pada Imam Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi. Karena melihat bakat dan semangat serta ketekunan Abu Yusuf dalam belajar, Imam Abu Hanifah menyanggupi untuk membiayai semua keperluan pendidikannya, bahkan biaya hidup keluarganya. Imam Abu Hanifah sangat mengharapkan agar Abu Yusuf kelak dapat melanjutkan dan menyebarluaskan Mazhab Hanafi ke berbagai dunia Islam.
Atas bimbingan para gurunya dan berkat ketekunan dan kecerdasan seorang Abu Yusuf tumbuh dan berkembang menjadi seorang yang alim yang sangat dihormati dan disegani banyak kalangan, baik ulama, penguasa dan masyarakat umum. Tidak jarang pendapatnya dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan masyarakat. Bahkan sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan pemerintah atas keluasan dan kedalaman ilmunya, Khalifah Dinasti Abbasiyah, Harun ar Rasyid, mengangkat Abu Yusuf sebagai ketua Mahkamah Agung (Qadhi al Qudhah).
Meskipun disibukkan dengan berbagai aktivitas mengajar dan birokrasi, Abu Yusuf masih meluangkan waktu untuk menulis. Beberapa karyanya yang terpenting adalah: al Jawami`, ar Radd `ala Siyar al Auza`i, al Atsar, Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibn Abi Laila, Adab al Qadhi dan al Kharaj.2
2.Kitab Al Kharaj
Sebagian besar pemikiran ekonomi Abu Yusuf tertuang pada karangan terbesarnya yakni kitab al Kharaj. Kitab Al Kharaj ditulis Abu Yusuf sebagai jawaban atas persoalan kenegaraan yang dihadapi oleh Khalifah Harun Al Rasyid yang sangat menginginkan terciptanya kebaikan umum atas dasar syariat dan keadilan social.3 Kitab ini ditulis untuk merespon permintaan Khalifah Harun Al Rasyid tentang ketentuan-ketentuan agama Islam yang membahas masalah perpajakan, pengelolaan pendapatan dan pembelanjaan publik. Abu Yusuf menuliskan bahwa Amir al-Mu’minin telah memintanya untuk mempersiapkan sebuah buku yang komprehensif yang dapat digunakan sebagai petunjuk pengumpulan pajak yang sah, untuk menghindari penindasan terhadap rakyat. Al Kharaj adalah merupakan kitab pertama yang menghimpun semua pemasukan dan pengeluaran Negara berdasarkan dalil Al Qur`an dan sunnah Rasul SAW.
Kitab ini dapat digolongkan sebagai fublic finance dalam pengertian ekonomi modern. Pendekatan yang dipakai dalam kitab al-Kharaj sangat pragmatis dan bercorak fiqh. Kitab ini berupaya membangun sebuah system keuangan publik yang mudah dilaksanakan yang sesuai dengan hukum islam yang sesuai dengan persyaratan-persyaratan ekonomi. Dengan pengamatan (observasi) yang tinggi dan analisisnya yang tinggi, Abu Yusuf dalam kitab ini sering menggunakan ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta praktek dari para penguasa saleh terdahulu sebagai acuannya sehingga membuat gagasan-gagasannya relevan dan mantap.4
Prinsip-prinsip yang ditekankan oleh Abu Yusuf dalam perekonomian, dapat disimpulkkan bahwa pemikiran ekonomi Abu Yusuf sebenarnya tersimpul dalam al-Kharaj yang dapat disebut sebagai bentuk pemikiran ekonomi kenegaraan, mengupas tentang kebijakan fiskal, pendapatan negara dan pengeluaran.5
Penamaan al Kharaj terhadap kitab ini, dikarenakan memuat beberapa persoalan pajak, jiz'ah kaum non muslim wajib membayar jizyah, namun jika mereka meninggal maka jizyah tersebut tidak boleh dibayar oleh ahli warisnya. Jizyah dalam terminology konvensional disebut dengan pajak perlindungan, yakni jasa keamanan yang diberikan negara islam kepada kaum non muslim. Bagi kaum non muslim yang ikut berperang, maka bagi mereka tidak dibebankan untuk membayar jizyah. Berdasarkan klasifikasi strata masyarakat maka jizyah bagi golongan kaya sebesar 4 dinar, golongan menengah 2 dinar dan kelas miskin 1 dinar. Tentang mereka yang enggan membayar jizyah, beliau menyatakan bahwa dalam menarik jizyah dari orang-orang non muslim tidak perlu dengan cara kekerasan tetapi dengan cara yang kekeluargaan yakni memberlakukan mereka layaknya teman, karena hal ini dapat memberikan pengaruh positif yaitu bertambah simpatinya kaum non muslim terhadap Islam., serta masalah-masalah pemerintahan.
Suatu studi yang komparatif mengenai buku itu menunjukkan bahwa berabad-abad sebelum adanya suatu kajian yang sistematis mengenai keuangan publik dibarat, Abu Yusuf telah berbicara tentang kemampuan dan kemudahan para pembayar pajak dalam pemungutan pajak. Ia menolak dengan tegas penanaman pajak dan menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap para pemungut pajak untuk menghindari korup dan penindasan. Ia dengan tulus menganggap penghapusan penindasan dan jaminan kesejahteraan rakyat sebagai tugas utama penguasa. Ia juga menekankan pembangunan infrastruktur dan menyarankan berbagai proyek kesejahteraan. Sumbangan utamanya terletak pada bidang keuangan publik. Namun, ada juga beberapa refleksi dalam bukunya tentang pasar dan penetapan harga, seperti bagaimana haarga itu ditentukan dan apa dampak pelbagai pajak. Disamping itu, buku tersebut mengkaji status non-muslim dinegara Islam, tempat ibadah mereka dan hukum kriminal.6
Kitab Al Kharaj mencakup berbagai bidang, antara lain :
1.Tentang pemerintahan, seorang khalifah adalah wakil Allah di bumi untuk melaksanakan perintah-Nya. Dalam hubungan hak dan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat. Kaidah yang terkenal adalah Tasharaf al-imam manuthum bi al Maslahah.
2.Tentang keuangan; uang negara bukan milik khalifah tetapi amanat Allah dan rakyatnya yang harus dijaga dan penuh tanggung jawab.
3.Tentang pertanahan; tanah yang diperoleh dari pemberian dapat ditarik kembali jika tidak digarap selama tiga tahun dan diberikan kepada yang lain.
4.Tentang perpajakan; pajak hanya ditetapkan pada harta yang melebihi kebutuhan rakyat yang ditetapkan berdasarkan pada kerelaan mereka.
5.Tentang peradilan; hukum tidak dibenarkan berdasarkan hal yang yang subhat. Kesalahan dalam mengampuni lebih baik dari pada kesalahan dalam menghukum. Jabatan tidak boleh menjadi bahan pertimbangan dalam persoalan keadilan.7
3.Sistem Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf
Sebagai seorang fuqaha dengan latar belakang beraliran ahl ar-Ra’yu, Abu Yusuf cenderung memaparkan berbagai pemikiran Ekonominya dengan menggunakan perangkat analisis qiyas yang didahului dengan melakukan kajian yang mendalam terhadap Al Qur’an, Hadist Nabi, atsar Shahabi, serta praktik para penguasa yang shalih. Landasan pemikirannya, seperti yang telah disinggung, adalah mewujudkan kemaslahatan umum. Pendekatan ini membuat berbagai gagasannya lebih relevan dan mantap.8
Selain itu, Latar belakang pemikirannya tentang ekonomi, setidaknya dipengaruhi beberapa faktor, baik intern maupun ekstern. Faktor intern muncul dari latar belakang pendidikannya yang dipengaruhi dari beberapa gurunya. Hal ini nampak dari, setting social dalam penetapan kebijakan yang dikeluarkannya, tidak keluar dari konteksnya. Ia berupaya melepaskan belenggu pemikiran yang telah digariskan para pendahulu, dengan cara mengedepankan rasionalitas dengan tidak bertaqlid. Faktor ekstern, adanya system pemerintahan yang absolute dan terjadinya pemberontakan masyarakat terhadap kebijakan khalifah yang sering menindas rakyat. Ia tumbuh dalam keadaan politik dan ekonomi kenegaraan yang tidak stabil, karena antara penguasa dan tokoh agama sulit untuk dipertemukan. Dengan setting social seperti itulah Abu Yusuf tampil dengan pemikiran ekonomi al-Kharaj.9 Penekanan terhadap tanggung jawab penguasa merupakan tema pemikiran ekonomi Islam yang selalu dikaji sejak awal. Tema ini pula yang ditekankan Abu Yusuf dalam surat panjang yang dikirimkannya kepada penguasa Dinasti Abbasiyah, Khalifah Harun Al-Rasyid. Di kemudian hari, surat yang membahas tentang pertanian dan perpajakan tersebut dikenal sebagai kitab al-Kharaj.
Seperti yang sudah penulis katakan bahwa kekuatan utama pemikiran Abu Yusuf adalah dalam masalah keuangan public. Dengan daya observasi dan analisisnya yang tinggi, Abu Yusuf menguraikan masalah keuangan dan menunjukkan beberapa kebijakan yang harus diadobsi bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Terlepas dari berbagai prinsip perpajakan dan pertanggung jawaban negara terhadap kesejahteraan rakyatnya, Ia memberikan beberapa saran tentang cara-cara memperoleh sumber pembelanjaan untuk pembangunan jangka panjang seperti membangun jembatan dan bendungan serta menggali saluran-saluran besar dan kecil.10
Sistem ekonomi yang dikehendaki oleh Abu Yusuf adalah salah satu upaya untuk mencapai kemaslahatan ummat. Kemaslahatan ini didasarkan pada al Qur’an, al Hadits, maupun landasan-landasan lainnya. Hal inilah yang nampak dalam pembahasannya kitab Al Kharaj. Kemaslahatan yang dimaksud oleh Abu Yusuf adalah, yang dalam termiologi fiqh disebut dengan Maslahah/kesejahteraan, baik sifatnya individu (mikro) maupun (makro) kelompok. Secara mikro juga diharapkan bahwa manusia dapat menikmati hidup dalam kedamaian dan ketenangan dalam hubungan interaksi sosial antar sesama, dan diatur dengan tatanan masyarakat yang saling menghargai antar masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Ukuran maslahah, menurut Abu Yusuf dapat diukur dari beberapa aspek, yaitu keseimbangan, (tawazun), kehendak bebas (al-Ikhtiar), tanggung jawab/keadilan (al-‘adalah/accountability), dan berbuat baik (al-Ikhsan).11
Dalam hal yang berhubungan pemerintahan Abu Yusuf menyusun sebuah kaidah fiqh yang sangat populer, yaitu Tasrruf al-Imam `ala Ra`iyyah Manutun bi al-Mashlaha (setiap tindakan pemerintah yang berkaitan dengan rakyat senantiasa terkait dengan kemaslahatan mereka). Ia menekankan pentingnya sifat amanah dalam mengelola uang negara, uang negara bukan milik khalifah, tetapi amanat Allah dan rakyatnya yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.12
Dengan melihat dari bagaimana kebijakan Abu Yusuf dalam hal ekonomi, menunjukkan bahwa perkembangan pemikiran ekonomi dalam islam telah memberikan suatu pencerahan dan kontribusi positif. Melihat dari bagaimana pendapat Abu Yusuf tentang fluktuasi harga memberikan kesimpulan bahwa system ekonomi yang ada belum tentu bisa diterima, tergantung pada keadaan dan situasi yang terjadi pada suatu tempat.
Dengan pemikiran ekonomi Abu Yusuf ini hendaklah dapat mendorong kita untuk menjadi umat yang menghubungkan antara agama dan ekonomi, karena hal yang berhubungan dengan kegiatan manusia tersebut telah di jelaskan hukumnya didalam Al-Qur`an dan Hadis. Selain mendapat kesejahteraan di dunia, kita juga akan mendapat kesejahteraan di akhirat juga. Kesejahteraan (mashlahah itu terbagi dalam dua komponen yaitu manfaat dan berkah. Yang mana berkah tersebut dapat diperoleh dengan menerapkan prinsip dan nilai Islam dalam kegiataan ekonominya.
1.Sekilas Riwayat Abu Yusuf
Ya`qub bin Ibrahim bin Habib bin khunais bin Sa`ad Al-Anshari, atau yang sering dikenal Abu Yusuf, lahir di Kufah pada tahun 113 H (731 M) dan meninggal dunia tahun 182 H (789 M).1 Ibunya masih mempunyai hubungan darah dengan salah satu sahabat nabi yaitu Sa`ad Al Anshori. Sejak kecil beliau Abu Yusuf sangat mempunyai minat terhadap ilmu pengetahuan. Kota Kufah merupakan Salah satu pusat peradaban pemerintahan islam, yang tampak pada suasana kota kufah adalah tempat para cendikiawan muslim dari seluruh penjuru dunia islam datang untuk saling bertukar pikiran tentang berbagai pikiran Ilmu pengetahuan.
Dalam belajar, beliau sangat gigih dan menunjukkan kemampuan yang tinggi sebagai ahlul hadis dan ahlurra’yi yang dapat menghafal sejumlah hadist. Hingga kemudian beliau mendalami ilmu fiqh yang dipelajarinya pada Muhammad bin Abdurrahman bin Abi Laila atau Ibnu Abi Laila. Kemudian beliau belajar pada Imam Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi. Karena melihat bakat dan semangat serta ketekunan Abu Yusuf dalam belajar, Imam Abu Hanifah menyanggupi untuk membiayai semua keperluan pendidikannya, bahkan biaya hidup keluarganya. Imam Abu Hanifah sangat mengharapkan agar Abu Yusuf kelak dapat melanjutkan dan menyebarluaskan Mazhab Hanafi ke berbagai dunia Islam.
Atas bimbingan para gurunya dan berkat ketekunan dan kecerdasan seorang Abu Yusuf tumbuh dan berkembang menjadi seorang yang alim yang sangat dihormati dan disegani banyak kalangan, baik ulama, penguasa dan masyarakat umum. Tidak jarang pendapatnya dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan masyarakat. Bahkan sebagai bentuk penghormatan dan pengakuan pemerintah atas keluasan dan kedalaman ilmunya, Khalifah Dinasti Abbasiyah, Harun ar Rasyid, mengangkat Abu Yusuf sebagai ketua Mahkamah Agung (Qadhi al Qudhah).
Meskipun disibukkan dengan berbagai aktivitas mengajar dan birokrasi, Abu Yusuf masih meluangkan waktu untuk menulis. Beberapa karyanya yang terpenting adalah: al Jawami`, ar Radd `ala Siyar al Auza`i, al Atsar, Ikhtilaf Abi Hanifah wa Ibn Abi Laila, Adab al Qadhi dan al Kharaj.2
2.Kitab Al Kharaj
Sebagian besar pemikiran ekonomi Abu Yusuf tertuang pada karangan terbesarnya yakni kitab al Kharaj. Kitab Al Kharaj ditulis Abu Yusuf sebagai jawaban atas persoalan kenegaraan yang dihadapi oleh Khalifah Harun Al Rasyid yang sangat menginginkan terciptanya kebaikan umum atas dasar syariat dan keadilan social.3 Kitab ini ditulis untuk merespon permintaan Khalifah Harun Al Rasyid tentang ketentuan-ketentuan agama Islam yang membahas masalah perpajakan, pengelolaan pendapatan dan pembelanjaan publik. Abu Yusuf menuliskan bahwa Amir al-Mu’minin telah memintanya untuk mempersiapkan sebuah buku yang komprehensif yang dapat digunakan sebagai petunjuk pengumpulan pajak yang sah, untuk menghindari penindasan terhadap rakyat. Al Kharaj adalah merupakan kitab pertama yang menghimpun semua pemasukan dan pengeluaran Negara berdasarkan dalil Al Qur`an dan sunnah Rasul SAW.
Kitab ini dapat digolongkan sebagai fublic finance dalam pengertian ekonomi modern. Pendekatan yang dipakai dalam kitab al-Kharaj sangat pragmatis dan bercorak fiqh. Kitab ini berupaya membangun sebuah system keuangan publik yang mudah dilaksanakan yang sesuai dengan hukum islam yang sesuai dengan persyaratan-persyaratan ekonomi. Dengan pengamatan (observasi) yang tinggi dan analisisnya yang tinggi, Abu Yusuf dalam kitab ini sering menggunakan ayat-ayat Al Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta praktek dari para penguasa saleh terdahulu sebagai acuannya sehingga membuat gagasan-gagasannya relevan dan mantap.4
Prinsip-prinsip yang ditekankan oleh Abu Yusuf dalam perekonomian, dapat disimpulkkan bahwa pemikiran ekonomi Abu Yusuf sebenarnya tersimpul dalam al-Kharaj yang dapat disebut sebagai bentuk pemikiran ekonomi kenegaraan, mengupas tentang kebijakan fiskal, pendapatan negara dan pengeluaran.5
Penamaan al Kharaj terhadap kitab ini, dikarenakan memuat beberapa persoalan pajak, jiz'ah kaum non muslim wajib membayar jizyah, namun jika mereka meninggal maka jizyah tersebut tidak boleh dibayar oleh ahli warisnya. Jizyah dalam terminology konvensional disebut dengan pajak perlindungan, yakni jasa keamanan yang diberikan negara islam kepada kaum non muslim. Bagi kaum non muslim yang ikut berperang, maka bagi mereka tidak dibebankan untuk membayar jizyah. Berdasarkan klasifikasi strata masyarakat maka jizyah bagi golongan kaya sebesar 4 dinar, golongan menengah 2 dinar dan kelas miskin 1 dinar. Tentang mereka yang enggan membayar jizyah, beliau menyatakan bahwa dalam menarik jizyah dari orang-orang non muslim tidak perlu dengan cara kekerasan tetapi dengan cara yang kekeluargaan yakni memberlakukan mereka layaknya teman, karena hal ini dapat memberikan pengaruh positif yaitu bertambah simpatinya kaum non muslim terhadap Islam., serta masalah-masalah pemerintahan.
Suatu studi yang komparatif mengenai buku itu menunjukkan bahwa berabad-abad sebelum adanya suatu kajian yang sistematis mengenai keuangan publik dibarat, Abu Yusuf telah berbicara tentang kemampuan dan kemudahan para pembayar pajak dalam pemungutan pajak. Ia menolak dengan tegas penanaman pajak dan menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap para pemungut pajak untuk menghindari korup dan penindasan. Ia dengan tulus menganggap penghapusan penindasan dan jaminan kesejahteraan rakyat sebagai tugas utama penguasa. Ia juga menekankan pembangunan infrastruktur dan menyarankan berbagai proyek kesejahteraan. Sumbangan utamanya terletak pada bidang keuangan publik. Namun, ada juga beberapa refleksi dalam bukunya tentang pasar dan penetapan harga, seperti bagaimana haarga itu ditentukan dan apa dampak pelbagai pajak. Disamping itu, buku tersebut mengkaji status non-muslim dinegara Islam, tempat ibadah mereka dan hukum kriminal.6
Kitab Al Kharaj mencakup berbagai bidang, antara lain :
1.Tentang pemerintahan, seorang khalifah adalah wakil Allah di bumi untuk melaksanakan perintah-Nya. Dalam hubungan hak dan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat. Kaidah yang terkenal adalah Tasharaf al-imam manuthum bi al Maslahah.
2.Tentang keuangan; uang negara bukan milik khalifah tetapi amanat Allah dan rakyatnya yang harus dijaga dan penuh tanggung jawab.
3.Tentang pertanahan; tanah yang diperoleh dari pemberian dapat ditarik kembali jika tidak digarap selama tiga tahun dan diberikan kepada yang lain.
4.Tentang perpajakan; pajak hanya ditetapkan pada harta yang melebihi kebutuhan rakyat yang ditetapkan berdasarkan pada kerelaan mereka.
5.Tentang peradilan; hukum tidak dibenarkan berdasarkan hal yang yang subhat. Kesalahan dalam mengampuni lebih baik dari pada kesalahan dalam menghukum. Jabatan tidak boleh menjadi bahan pertimbangan dalam persoalan keadilan.7
3.Sistem Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf
Sebagai seorang fuqaha dengan latar belakang beraliran ahl ar-Ra’yu, Abu Yusuf cenderung memaparkan berbagai pemikiran Ekonominya dengan menggunakan perangkat analisis qiyas yang didahului dengan melakukan kajian yang mendalam terhadap Al Qur’an, Hadist Nabi, atsar Shahabi, serta praktik para penguasa yang shalih. Landasan pemikirannya, seperti yang telah disinggung, adalah mewujudkan kemaslahatan umum. Pendekatan ini membuat berbagai gagasannya lebih relevan dan mantap.8
Selain itu, Latar belakang pemikirannya tentang ekonomi, setidaknya dipengaruhi beberapa faktor, baik intern maupun ekstern. Faktor intern muncul dari latar belakang pendidikannya yang dipengaruhi dari beberapa gurunya. Hal ini nampak dari, setting social dalam penetapan kebijakan yang dikeluarkannya, tidak keluar dari konteksnya. Ia berupaya melepaskan belenggu pemikiran yang telah digariskan para pendahulu, dengan cara mengedepankan rasionalitas dengan tidak bertaqlid. Faktor ekstern, adanya system pemerintahan yang absolute dan terjadinya pemberontakan masyarakat terhadap kebijakan khalifah yang sering menindas rakyat. Ia tumbuh dalam keadaan politik dan ekonomi kenegaraan yang tidak stabil, karena antara penguasa dan tokoh agama sulit untuk dipertemukan. Dengan setting social seperti itulah Abu Yusuf tampil dengan pemikiran ekonomi al-Kharaj.9 Penekanan terhadap tanggung jawab penguasa merupakan tema pemikiran ekonomi Islam yang selalu dikaji sejak awal. Tema ini pula yang ditekankan Abu Yusuf dalam surat panjang yang dikirimkannya kepada penguasa Dinasti Abbasiyah, Khalifah Harun Al-Rasyid. Di kemudian hari, surat yang membahas tentang pertanian dan perpajakan tersebut dikenal sebagai kitab al-Kharaj.
Seperti yang sudah penulis katakan bahwa kekuatan utama pemikiran Abu Yusuf adalah dalam masalah keuangan public. Dengan daya observasi dan analisisnya yang tinggi, Abu Yusuf menguraikan masalah keuangan dan menunjukkan beberapa kebijakan yang harus diadobsi bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Terlepas dari berbagai prinsip perpajakan dan pertanggung jawaban negara terhadap kesejahteraan rakyatnya, Ia memberikan beberapa saran tentang cara-cara memperoleh sumber pembelanjaan untuk pembangunan jangka panjang seperti membangun jembatan dan bendungan serta menggali saluran-saluran besar dan kecil.10
Sistem ekonomi yang dikehendaki oleh Abu Yusuf adalah salah satu upaya untuk mencapai kemaslahatan ummat. Kemaslahatan ini didasarkan pada al Qur’an, al Hadits, maupun landasan-landasan lainnya. Hal inilah yang nampak dalam pembahasannya kitab Al Kharaj. Kemaslahatan yang dimaksud oleh Abu Yusuf adalah, yang dalam termiologi fiqh disebut dengan Maslahah/kesejahteraan, baik sifatnya individu (mikro) maupun (makro) kelompok. Secara mikro juga diharapkan bahwa manusia dapat menikmati hidup dalam kedamaian dan ketenangan dalam hubungan interaksi sosial antar sesama, dan diatur dengan tatanan masyarakat yang saling menghargai antar masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya. Ukuran maslahah, menurut Abu Yusuf dapat diukur dari beberapa aspek, yaitu keseimbangan, (tawazun), kehendak bebas (al-Ikhtiar), tanggung jawab/keadilan (al-‘adalah/accountability), dan berbuat baik (al-Ikhsan).11
Dalam hal yang berhubungan pemerintahan Abu Yusuf menyusun sebuah kaidah fiqh yang sangat populer, yaitu Tasrruf al-Imam `ala Ra`iyyah Manutun bi al-Mashlaha (setiap tindakan pemerintah yang berkaitan dengan rakyat senantiasa terkait dengan kemaslahatan mereka). Ia menekankan pentingnya sifat amanah dalam mengelola uang negara, uang negara bukan milik khalifah, tetapi amanat Allah dan rakyatnya yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.12
Dengan melihat dari bagaimana kebijakan Abu Yusuf dalam hal ekonomi, menunjukkan bahwa perkembangan pemikiran ekonomi dalam islam telah memberikan suatu pencerahan dan kontribusi positif. Melihat dari bagaimana pendapat Abu Yusuf tentang fluktuasi harga memberikan kesimpulan bahwa system ekonomi yang ada belum tentu bisa diterima, tergantung pada keadaan dan situasi yang terjadi pada suatu tempat.
Dengan pemikiran ekonomi Abu Yusuf ini hendaklah dapat mendorong kita untuk menjadi umat yang menghubungkan antara agama dan ekonomi, karena hal yang berhubungan dengan kegiatan manusia tersebut telah di jelaskan hukumnya didalam Al-Qur`an dan Hadis. Selain mendapat kesejahteraan di dunia, kita juga akan mendapat kesejahteraan di akhirat juga. Kesejahteraan (mashlahah itu terbagi dalam dua komponen yaitu manfaat dan berkah. Yang mana berkah tersebut dapat diperoleh dengan menerapkan prinsip dan nilai Islam dalam kegiataan ekonominya.
a.Negara dan Aktivitas Ekonomi
Dalam pandangan Abu Yusuf, tugas utama penguasa adalah mewujudkan serta menjamin kesejahteraan rakyatnya. Ia selalu menekankan pentingnya memenuhi kebutuan rakyat dan mengembangkan berbagai proyek yang berorientasi kepada kesejahteraan umum. Dengan mengutip pernyataan Umar bin Khattab, Ia mengungkapkan bahwa sebaik-baik penguasa adalah mereka yang memerintah demi kemakmuran rakyatnya dan seburuk-buruk penguasa adalah mereka yang memerintah tetapi rakyatnya malah menemui kesulitan.
Abu Yusuf menyatakan bahwa Negara bertanggung jawab untuk memenuhi pengadaan fasilitas infrastruktur agar dapat meningkatkan produktifitas tanah, kemakmuran rakyat serta pertumbuhan ekonomi. Ia berpendapat bahwa semua biaya yang dibutuhkan bagi pengadaan proyek public, seperti pembangunan tembok dan bendungan, harus ditanggung oleh Negara. Namun demikian, Abu Yusuf managaskan bahwa jika proyek tersebut hanya menguntungkan suatu kelompok tertentu, biaya proyek akan dibebankan kepada mereka sepantasnya. Pernyataan ini tampak telihat ketika ia mengomentari proyek pembersihan kanal-kanal pribadi.
Lebih jauh beliau berbendapat dalam buku kharajnya:
”Jika proyek seperti itu menghasilkan perkembangan dan peningkatan dalam kharaj, anda harus memerintahkan penggalian kanal-kanal ini. Semua biaya harus ditanggung oleh keuangan negara. Jangan menarik biaya itu dari rakyat diwilayah tersebut karena mereka seharusnya ditingkatkan, bukan dihancurkan. Setiap permintaan masyarakat pembayar kharaj untuk perbaikan dan sebagainya, termasuk peningkatan dan perbaikan tanah dan kanal mereka, harus dipenuhi selama hal itu tidak merusak yang lain.”13
Kemudian pendapatnya juga tampak ketika Ia mengomentari proyek pembersihan kenal pribadi yaitu:
“Keseluruhan kanal harus dibersihkan terlebih dahulu dan pembiayaanya harus dibebankan kepada pemiliknya, sesuai dengan bagian kepemilikan mereka atas kenal tersebut”.14
Menarik dicatat Persepsi Abu Yusuf tentang pengadaan barang-barang public muncul dalam teori konvensional tentang keuangan public. Teori konvensional mengilustrasikan bahwa barang-barang social yang bersifat umum harus disediakan secara umum oleh Negara dan dibiayai oleh kebijakan anggaran. Akan tetapi, jika manfaat barang-barang public tersebut diinternalisasikan dan mengonsumsinya berlawanan dan mungkin menghalangi pihak yang lain dalam memanfaatkan proyek tersebut, maka biaya akan dibebankan secara langsung.15
Dalam menganalisis gagasan Abu Yusuf yang berkaitan dengan pengadaan barang-barang publik atau umum, bahwa proyek-proyek irigasi di sungai-sungai besar yang manfaatnya digunakan untuk umum maka harus dibiayai oleh keuangan negara. Karena manfaatnya secara umum, pelarangan atas seseorang untuk memanfaatkannya tidak mungkin dan tidak dapat dilakukan. Sebaliknya dalam kasus kenal milik pribadi, dimana manfaatnya diinternalisasikan dan pelarangan bagi umum dapat dilakukan, maka pembiayaannya akan dibebankan pada orang-orang yang memperoleh langsung manfaat dari fasilitas seperti itu.16
Siddiqi membahas hal-hal ini bersamaan dengan penekanan Abu Yusuf atas pekerjaan umum terutama sarana irigasi dan jalan-jalan raya. Ia juga mendesak penguasa untuk mengambil tindakan-tindakan lain guna menjamin kemajuan pertanian. Siddiqi mencatat bahwa komentar singkat Abu Yusuf mengenai hubungan antara penyediaan barang dan harganya tidak membahasnya cukup mendalam, dan nasehatnya kepada penguasa yang menentang pengawasan harga, tidak diiringi dengan pembahasan menyeluruh mengenai permasalahan tersebut.
Dalam hal pertanian, lebih jauh Abu Yusuf cenderung menyetujui bila negara mengambil bagian dari hasil yang dilakukan oleh para penggarap daripada menarik sewa dari lahan pertanian yang digarap. Prinsip-prinsip yang jelas tentang pajak yang berabad-abad kemudian dikenal oleh para ahli ekonomi sebagai ‘canons of taxation’. Banyak sudut dalam perpajakan yang menurut beliau akhirnya dijadikan sebagai prinsip yang harus dijalankan. Akan tetapi, Abu Yusuf menentang keras pajak pertanian. Ia menyarankan supaya petugas pajak diberi gaji. Tindakan mereka harus selalu diawasi untuk mencegah terjadinya penyelewengan-penyelewengan seperti korupsi dan praktek penindasan.
Farid mengemukakan, bahwa Abu Yusuf adalah seorang yang tulus dan baik hati dan sungguh-sungguh menginginkan terhapusnya penindasan, tegaknya keadilan dan terwujudnya kesejahteraan rakyat. Inilah bentuk simpati Abu Yusuf dan keinginan yang tulus yang beliau coba sampaikan kepada para penguasa. Pemenuhan pelayanan publik, dalam cakupan inilah beliau mendesak para penguasa yang merupakan bagian dari titik tekan pemikirannya yaitu tanggung jawab negara. Jelasnya, kontribusi besar dalam menetukan kewajiban-kewajiban penguasa, status Baitul Maal, prinsip-prinsip perpajakan dan hubungan pertanian kondusif untuk kemajuan sosial.
Dalam pandangan Abu Yusuf, tugas utama penguasa adalah mewujudkan serta menjamin kesejahteraan rakyatnya. Ia selalu menekankan pentingnya memenuhi kebutuan rakyat dan mengembangkan berbagai proyek yang berorientasi kepada kesejahteraan umum. Dengan mengutip pernyataan Umar bin Khattab, Ia mengungkapkan bahwa sebaik-baik penguasa adalah mereka yang memerintah demi kemakmuran rakyatnya dan seburuk-buruk penguasa adalah mereka yang memerintah tetapi rakyatnya malah menemui kesulitan.
Abu Yusuf menyatakan bahwa Negara bertanggung jawab untuk memenuhi pengadaan fasilitas infrastruktur agar dapat meningkatkan produktifitas tanah, kemakmuran rakyat serta pertumbuhan ekonomi. Ia berpendapat bahwa semua biaya yang dibutuhkan bagi pengadaan proyek public, seperti pembangunan tembok dan bendungan, harus ditanggung oleh Negara. Namun demikian, Abu Yusuf managaskan bahwa jika proyek tersebut hanya menguntungkan suatu kelompok tertentu, biaya proyek akan dibebankan kepada mereka sepantasnya. Pernyataan ini tampak telihat ketika ia mengomentari proyek pembersihan kanal-kanal pribadi.
Lebih jauh beliau berbendapat dalam buku kharajnya:
”Jika proyek seperti itu menghasilkan perkembangan dan peningkatan dalam kharaj, anda harus memerintahkan penggalian kanal-kanal ini. Semua biaya harus ditanggung oleh keuangan negara. Jangan menarik biaya itu dari rakyat diwilayah tersebut karena mereka seharusnya ditingkatkan, bukan dihancurkan. Setiap permintaan masyarakat pembayar kharaj untuk perbaikan dan sebagainya, termasuk peningkatan dan perbaikan tanah dan kanal mereka, harus dipenuhi selama hal itu tidak merusak yang lain.”13
Kemudian pendapatnya juga tampak ketika Ia mengomentari proyek pembersihan kenal pribadi yaitu:
“Keseluruhan kanal harus dibersihkan terlebih dahulu dan pembiayaanya harus dibebankan kepada pemiliknya, sesuai dengan bagian kepemilikan mereka atas kenal tersebut”.14
Menarik dicatat Persepsi Abu Yusuf tentang pengadaan barang-barang public muncul dalam teori konvensional tentang keuangan public. Teori konvensional mengilustrasikan bahwa barang-barang social yang bersifat umum harus disediakan secara umum oleh Negara dan dibiayai oleh kebijakan anggaran. Akan tetapi, jika manfaat barang-barang public tersebut diinternalisasikan dan mengonsumsinya berlawanan dan mungkin menghalangi pihak yang lain dalam memanfaatkan proyek tersebut, maka biaya akan dibebankan secara langsung.15
Dalam menganalisis gagasan Abu Yusuf yang berkaitan dengan pengadaan barang-barang publik atau umum, bahwa proyek-proyek irigasi di sungai-sungai besar yang manfaatnya digunakan untuk umum maka harus dibiayai oleh keuangan negara. Karena manfaatnya secara umum, pelarangan atas seseorang untuk memanfaatkannya tidak mungkin dan tidak dapat dilakukan. Sebaliknya dalam kasus kenal milik pribadi, dimana manfaatnya diinternalisasikan dan pelarangan bagi umum dapat dilakukan, maka pembiayaannya akan dibebankan pada orang-orang yang memperoleh langsung manfaat dari fasilitas seperti itu.16
Siddiqi membahas hal-hal ini bersamaan dengan penekanan Abu Yusuf atas pekerjaan umum terutama sarana irigasi dan jalan-jalan raya. Ia juga mendesak penguasa untuk mengambil tindakan-tindakan lain guna menjamin kemajuan pertanian. Siddiqi mencatat bahwa komentar singkat Abu Yusuf mengenai hubungan antara penyediaan barang dan harganya tidak membahasnya cukup mendalam, dan nasehatnya kepada penguasa yang menentang pengawasan harga, tidak diiringi dengan pembahasan menyeluruh mengenai permasalahan tersebut.
Dalam hal pertanian, lebih jauh Abu Yusuf cenderung menyetujui bila negara mengambil bagian dari hasil yang dilakukan oleh para penggarap daripada menarik sewa dari lahan pertanian yang digarap. Prinsip-prinsip yang jelas tentang pajak yang berabad-abad kemudian dikenal oleh para ahli ekonomi sebagai ‘canons of taxation’. Banyak sudut dalam perpajakan yang menurut beliau akhirnya dijadikan sebagai prinsip yang harus dijalankan. Akan tetapi, Abu Yusuf menentang keras pajak pertanian. Ia menyarankan supaya petugas pajak diberi gaji. Tindakan mereka harus selalu diawasi untuk mencegah terjadinya penyelewengan-penyelewengan seperti korupsi dan praktek penindasan.
Farid mengemukakan, bahwa Abu Yusuf adalah seorang yang tulus dan baik hati dan sungguh-sungguh menginginkan terhapusnya penindasan, tegaknya keadilan dan terwujudnya kesejahteraan rakyat. Inilah bentuk simpati Abu Yusuf dan keinginan yang tulus yang beliau coba sampaikan kepada para penguasa. Pemenuhan pelayanan publik, dalam cakupan inilah beliau mendesak para penguasa yang merupakan bagian dari titik tekan pemikirannya yaitu tanggung jawab negara. Jelasnya, kontribusi besar dalam menetukan kewajiban-kewajiban penguasa, status Baitul Maal, prinsip-prinsip perpajakan dan hubungan pertanian kondusif untuk kemajuan sosial.
b.Perpajakan menurut Abu Yusuf
Abu Yusuf cenderung menyetujui negara mengambil bagian dari hasil pertanian dari para penggarap daripada menarik sewa dari lahan pertanian. Dalam pandangannya, cara ini lebih adil dan tampaknya akan memberikan hasil produksi yang lebih besar dengan memberikan kemudahan dalam memperluas tanah garapan. Dalam hal pajak, Ia telah meletakan prinsip-prinsip yang jelas yang berabad-abad kemudian dikenal oleh para ahli ekonomi sebagai canons of taxation. Kesanggupan membayar, pemberian waktu yang longgar bagi pembayar pajak dan sentralisasi pembuatan keputusan dalam administrasi pajak adalah beberapa prinsip yang ditekankannya.17 Misalnya Abu Yusuf juga mengangkat kisah khalifah Umar bin Khattab yang menghadapi kaum nasrani bani Tlaghlab. Mereka adalah orang arab yang anti pajak. Maka jangan sekali-kali kamu engkau jadikan mereka sebagai musuh (karena tidak mau membayar pajak), maka ambillah dari mereka pajak dengan atas nama sedekah. Karena mereka sejak dulu mau membayar sedekah dengan berlipat ganda asal tidak bernama pajak. Mendengar hal itu pada mulanya khalifah Umar menolak usulan ini, tetapi kemudian hari justru menyetujuinya, sebab di dalamnya terdapat unsur mengais manfaat dan mencegah mudharat.18 Sebagai contoh dalam sentralisasi pembuatan keputusan dalam administrasi pajak.
Dalam bukunya kitab al-Kharaj, Abu Yusuf menguraikan kondisi-kondisi untuk perpajakan, yaitu:
1.charging a justifiable minimum (harga minimum yang dapat dibenarkan)
2.no oppression of tax-payers (tidak menindas para pembayar pajak)
3.maintenance of a healthy treasury, (pemeliharaan harta benda yang sehat)
4.benefiting both government and tax-payers (manfaat yang diperoleh bagi pemerintah dan para pembayar pajak)
5.in choosing between alternative policies having the same effects on treasury, preferring the one that benefits tax-payers (pada pilihan antara beberapa alternatif peraturan yang memeliki dampak yang sama pada harta benda, yang melebihi salah satu manfaat bagi para pembayar pajak.19
Abu Yusuf dengan keras menentang pajak pertanian. Ia menyarankan agar petugas pajak diberi gaji dan perilaku mereka harus diawasi untuk mencegah korupsi dan praktek penindasan. Dan mengusulkan penggantian system pajak tetap (lump sum system) atas tanah menjadi pajak proporsional atas hasil pertanian. Sistem proporsional ini lebih mencerminkan rasa keadilan serta mampu menjadi automatic stabilizer bagi perekonomian sehingga dalam jangka panjang perekonomian tidak akan berfluktuasi terlalu tajam.20 Bagi Abu Yusuf metode pajak secara proporsional dapat meningkatkan pemasukan negara dari pajak tanah dari sisi lain mendorong para penanam untuk meningkatkan produksinya. Sebagaimana pernyataan Abu Yusuf dalam kitab al Kharaj yaitu:
Dalam pandangan saya, system perpajakan terbaik untuk menghasilkan pemasukan lebih banyak bagi keuangan negara dan yang paling tepat untuk menghindari kezaliman terhadap pembayar pajak oleh para pengumpul pajak adalah pajak pertanian yang proporsional. System ini akan menghalau kezaliman terhadap para pembayar pajak dan menguntungkan keuangan negara.21
Sistem pajak ini didasarkan pada hasil pertanian yang sudah diketahui dan dinilai, system tersebut mensyaratkan penetapan pajak berdasarkan produksi keseluruhan, sehingga system ini akan mendorong para petani untuk memanfaatkan tanah tandus dan mati agar memperoleh bagian tambahan. Dalam menetapkan angka, Abu Yusuf menganggap system irigasi sebagai landasannya, perbedaan angka yang diajukannya adalah sebagai berikut:
1.40 % dari produksi yang diairi oleh hujan alamiah
2.30 % dari produksi yang diairi secara artificial
3.1/3 dari produksi tanaman (pohon palm, kebun buah-buahan dan sebagainya)
4.¼ dari produksi tanaman musim panas.
Tingkatan angka di atas menunjukkan bahwa Abu Yusuf menggunakan sistem irigasi sebagai kriteria untuk menentukan kemampuan tanah membayar pajak, karena itu Abu Yusuf menganjurkan menetapkan angka berdasarkan kerja dan modal yang digunakan dalam menanam tanaman.22
Abu Yusuf wrote too that all persons had the right to use water from the great rivers. But if the canal excavated passed through land belonging to others, then those who benefited from this canal might have to pay compensation like a monthly charge (Abu Yusuf juga menjeaskan bahwa semua manusia memiliki hak untuk menggunakan air dari sungai besar tetapi jika kanal (parit kecil) digali yang melalui lahan milik orang lain, kemudian ini dimanfaat dari kanal tersebut harus membayar kopensasi seperti membayar iuran setiap bulan).23
Abu Yusuf cenderung menyetujui negara mengambil bagian dari hasil pertanian dari para penggarap daripada menarik sewa dari lahan pertanian. Dalam pandangannya, cara ini lebih adil dan tampaknya akan memberikan hasil produksi yang lebih besar dengan memberikan kemudahan dalam memperluas tanah garapan. Dalam hal pajak, Ia telah meletakan prinsip-prinsip yang jelas yang berabad-abad kemudian dikenal oleh para ahli ekonomi sebagai canons of taxation. Kesanggupan membayar, pemberian waktu yang longgar bagi pembayar pajak dan sentralisasi pembuatan keputusan dalam administrasi pajak adalah beberapa prinsip yang ditekankannya.17 Misalnya Abu Yusuf juga mengangkat kisah khalifah Umar bin Khattab yang menghadapi kaum nasrani bani Tlaghlab. Mereka adalah orang arab yang anti pajak. Maka jangan sekali-kali kamu engkau jadikan mereka sebagai musuh (karena tidak mau membayar pajak), maka ambillah dari mereka pajak dengan atas nama sedekah. Karena mereka sejak dulu mau membayar sedekah dengan berlipat ganda asal tidak bernama pajak. Mendengar hal itu pada mulanya khalifah Umar menolak usulan ini, tetapi kemudian hari justru menyetujuinya, sebab di dalamnya terdapat unsur mengais manfaat dan mencegah mudharat.18 Sebagai contoh dalam sentralisasi pembuatan keputusan dalam administrasi pajak.
Dalam bukunya kitab al-Kharaj, Abu Yusuf menguraikan kondisi-kondisi untuk perpajakan, yaitu:
1.charging a justifiable minimum (harga minimum yang dapat dibenarkan)
2.no oppression of tax-payers (tidak menindas para pembayar pajak)
3.maintenance of a healthy treasury, (pemeliharaan harta benda yang sehat)
4.benefiting both government and tax-payers (manfaat yang diperoleh bagi pemerintah dan para pembayar pajak)
5.in choosing between alternative policies having the same effects on treasury, preferring the one that benefits tax-payers (pada pilihan antara beberapa alternatif peraturan yang memeliki dampak yang sama pada harta benda, yang melebihi salah satu manfaat bagi para pembayar pajak.19
Abu Yusuf dengan keras menentang pajak pertanian. Ia menyarankan agar petugas pajak diberi gaji dan perilaku mereka harus diawasi untuk mencegah korupsi dan praktek penindasan. Dan mengusulkan penggantian system pajak tetap (lump sum system) atas tanah menjadi pajak proporsional atas hasil pertanian. Sistem proporsional ini lebih mencerminkan rasa keadilan serta mampu menjadi automatic stabilizer bagi perekonomian sehingga dalam jangka panjang perekonomian tidak akan berfluktuasi terlalu tajam.20 Bagi Abu Yusuf metode pajak secara proporsional dapat meningkatkan pemasukan negara dari pajak tanah dari sisi lain mendorong para penanam untuk meningkatkan produksinya. Sebagaimana pernyataan Abu Yusuf dalam kitab al Kharaj yaitu:
Dalam pandangan saya, system perpajakan terbaik untuk menghasilkan pemasukan lebih banyak bagi keuangan negara dan yang paling tepat untuk menghindari kezaliman terhadap pembayar pajak oleh para pengumpul pajak adalah pajak pertanian yang proporsional. System ini akan menghalau kezaliman terhadap para pembayar pajak dan menguntungkan keuangan negara.21
Sistem pajak ini didasarkan pada hasil pertanian yang sudah diketahui dan dinilai, system tersebut mensyaratkan penetapan pajak berdasarkan produksi keseluruhan, sehingga system ini akan mendorong para petani untuk memanfaatkan tanah tandus dan mati agar memperoleh bagian tambahan. Dalam menetapkan angka, Abu Yusuf menganggap system irigasi sebagai landasannya, perbedaan angka yang diajukannya adalah sebagai berikut:
1.40 % dari produksi yang diairi oleh hujan alamiah
2.30 % dari produksi yang diairi secara artificial
3.1/3 dari produksi tanaman (pohon palm, kebun buah-buahan dan sebagainya)
4.¼ dari produksi tanaman musim panas.
Tingkatan angka di atas menunjukkan bahwa Abu Yusuf menggunakan sistem irigasi sebagai kriteria untuk menentukan kemampuan tanah membayar pajak, karena itu Abu Yusuf menganjurkan menetapkan angka berdasarkan kerja dan modal yang digunakan dalam menanam tanaman.22
Abu Yusuf wrote too that all persons had the right to use water from the great rivers. But if the canal excavated passed through land belonging to others, then those who benefited from this canal might have to pay compensation like a monthly charge (Abu Yusuf juga menjeaskan bahwa semua manusia memiliki hak untuk menggunakan air dari sungai besar tetapi jika kanal (parit kecil) digali yang melalui lahan milik orang lain, kemudian ini dimanfaat dari kanal tersebut harus membayar kopensasi seperti membayar iuran setiap bulan).23
c.Makamisme Harga/Penentuan Harga
Abu Yusuf tercatat sebagi ulama terawal yang mulai menyinggung mekanisme pasar. Ia misalnya memerhatikan peningkatan dan penurunan produksi dalam kaitannya dengan perubahan harga.24
Berbeda dengan pemahaman saat itu yang berangapan bila tersedia sedikit barang maka harga akan mahal dan sebaliknya, Abu Yusuf menyatakan, tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Abu Yusuf menyatakan:
“Kadang-kadang makanan berlimpah, tetapi tetap mahal dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah”25.
Hal kontroversial dalam analisis ekonomi Abu Yusuf ialah pada masalah pengendalian harga (tas`ir). Ia menentang penguasa yang menetapkan harga. Argumennya didasarkan pada sunnah Rasul. Dalam hal ini beliau mengutip hadis-hadis Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa “Tinggi dan rendahnya barang merupakan bagian dari keterkaitan dengan keberadaan allah, dan kita tidak bisa mencampuri terlalu jauh bagian dari ketetapan tersebut ” (Riwayat Abdu a-Rahman bin Abi Laila dari Hikam bin ‘Utaibah)26. Abu Yusuf menyatakan bahwa hasil panen yang berlimpah bukan alasan Untuk menurunkan harga panen dan sebaliknya, kelangkaan tidak mengakibatkan harganya melambung. Pendapat Abu Yusuf ini merupakan hasil observasi. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa ada kemungkinan kelebihan hasil dapat berdampingan dengan harga yang tinggi dan kelangkaan dengan harga yang rendah. Namun disisi lain, Abu Yusuf juga tidak menolak peranan permintaan dan penawaran dalam penentuan harga.27 Tapi kelihatannya Abu Yusuf ingin mengatakan bahwa kenyataannya harga tidak hanya bergantung pada kekuatan penawaran tetapi juga permintaan. Karena itu peningkatan atau penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan penurunan atau peningkatan dalam produksi. Secara tegas Ia mengatakan ada beberapa variabel-variabel lain yang mempengaruhi, namun beliau tidak menjelaskan secara rinci, variabel-variabel apa saja itu.28
Tapi bias dari variabel itu adalah pergeseran dalam permintaan atau jumlah uang yang beredar di suatu negara, atau penimbunan dan penahanan barang, atau semua hal tersebut. Menurut Siddiqi sebagaimana yang telah dikutip oleh Adiwarman, bahwa ucapan Abu Yusuf harus diterima sebagai pernyataan dari hasil pengamatan pada saat itu, yakni keberadaan yang bersamaan antara melimpahnya barang dan tingginya harga serta kelangkaan barang dan harga rendah.29
Penting diketahui, para penguasa pada periode itu umumnya memecahkan masalah kenaikan harga dengan menambah suplay bahan makanan dan mereka menghindari kntrol harga. Kecendrungan yang ada dalam pemikiran ekonomi adalah membersihkan pasar dari praktek penimbunan, monopoli, dan pratek korup lainnya dan kemudian membiarkan penentuan harga kepada kekuatan permintaan dan penawaran. Abu Yusuf tidak dikecualikan dalam hal kecenderungan ini.30
Abu Yusuf tercatat sebagi ulama terawal yang mulai menyinggung mekanisme pasar. Ia misalnya memerhatikan peningkatan dan penurunan produksi dalam kaitannya dengan perubahan harga.24
Berbeda dengan pemahaman saat itu yang berangapan bila tersedia sedikit barang maka harga akan mahal dan sebaliknya, Abu Yusuf menyatakan, tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan, demikian juga mahal tidak disebabkan kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Abu Yusuf menyatakan:
“Kadang-kadang makanan berlimpah, tetapi tetap mahal dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah”25.
Hal kontroversial dalam analisis ekonomi Abu Yusuf ialah pada masalah pengendalian harga (tas`ir). Ia menentang penguasa yang menetapkan harga. Argumennya didasarkan pada sunnah Rasul. Dalam hal ini beliau mengutip hadis-hadis Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa “Tinggi dan rendahnya barang merupakan bagian dari keterkaitan dengan keberadaan allah, dan kita tidak bisa mencampuri terlalu jauh bagian dari ketetapan tersebut ” (Riwayat Abdu a-Rahman bin Abi Laila dari Hikam bin ‘Utaibah)26. Abu Yusuf menyatakan bahwa hasil panen yang berlimpah bukan alasan Untuk menurunkan harga panen dan sebaliknya, kelangkaan tidak mengakibatkan harganya melambung. Pendapat Abu Yusuf ini merupakan hasil observasi. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa ada kemungkinan kelebihan hasil dapat berdampingan dengan harga yang tinggi dan kelangkaan dengan harga yang rendah. Namun disisi lain, Abu Yusuf juga tidak menolak peranan permintaan dan penawaran dalam penentuan harga.27 Tapi kelihatannya Abu Yusuf ingin mengatakan bahwa kenyataannya harga tidak hanya bergantung pada kekuatan penawaran tetapi juga permintaan. Karena itu peningkatan atau penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan penurunan atau peningkatan dalam produksi. Secara tegas Ia mengatakan ada beberapa variabel-variabel lain yang mempengaruhi, namun beliau tidak menjelaskan secara rinci, variabel-variabel apa saja itu.28
Tapi bias dari variabel itu adalah pergeseran dalam permintaan atau jumlah uang yang beredar di suatu negara, atau penimbunan dan penahanan barang, atau semua hal tersebut. Menurut Siddiqi sebagaimana yang telah dikutip oleh Adiwarman, bahwa ucapan Abu Yusuf harus diterima sebagai pernyataan dari hasil pengamatan pada saat itu, yakni keberadaan yang bersamaan antara melimpahnya barang dan tingginya harga serta kelangkaan barang dan harga rendah.29
Penting diketahui, para penguasa pada periode itu umumnya memecahkan masalah kenaikan harga dengan menambah suplay bahan makanan dan mereka menghindari kntrol harga. Kecendrungan yang ada dalam pemikiran ekonomi adalah membersihkan pasar dari praktek penimbunan, monopoli, dan pratek korup lainnya dan kemudian membiarkan penentuan harga kepada kekuatan permintaan dan penawaran. Abu Yusuf tidak dikecualikan dalam hal kecenderungan ini.30
C.KESIMPULAN
Dengan demikian yang dapat penulis simpulkan ialah bahwa Ekonomi Islam telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan ekonomi dunia ini. Kenyataan bahwa ekonomi Islam pernah mengalami masa kejayaannya. Jauh sebelum adanya pemikiran ekonomi kapitalis, sejumlah pemikir Islam telah memberikan sumbangan pemikirannnya yang sangat besar terhadap ekonomi dunia.
Pemikiran Abu Yusuf dalam konsep-konsep ekonomi terfokus pada bidang perpajakan dan pengolahan lahan pertanian, yang banyak dituangkannya dalam Kitab al-Kharaj. Selain itu, beliau juga memberikan pendapatnya dalam hal mekanisme pasar terhadap permintaan dan penawaran harga.
Masalah perpajakan, Abu Yusuf menganjurkan sistem pajak yang proporsional, seimbang dan berdasarkan prinsip keadilan.
Dalam masalah pertanian, untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih besar dengan cara penyediaan fasilitas dalam perluasan lahan pertanian,dan pembebanan biaya ditanggung negara. Abu Yusuf lebih cenderung menyetujui negara mengambil bagian dari hasil produksi pertanian para penggarap daripada penarikan sewa dari lahan pertanian.
Dalam hal mekanisme pasar, Abu Yusuf memberikan pandangan yang berbeda dengan pendapat umum, dimana harga yang mahal bukan berarti terdapat kelangkaan barang dan harga yang murah bukan berarti jumlah barang melimpah, tetapi ada variabel-variabel lain yang menentukan pembentukan harga. Abu Yusuf juga menentang penguasa menentukan harga.
Dengan demikian yang dapat penulis simpulkan ialah bahwa Ekonomi Islam telah memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap perkembangan ekonomi dunia ini. Kenyataan bahwa ekonomi Islam pernah mengalami masa kejayaannya. Jauh sebelum adanya pemikiran ekonomi kapitalis, sejumlah pemikir Islam telah memberikan sumbangan pemikirannnya yang sangat besar terhadap ekonomi dunia.
Pemikiran Abu Yusuf dalam konsep-konsep ekonomi terfokus pada bidang perpajakan dan pengolahan lahan pertanian, yang banyak dituangkannya dalam Kitab al-Kharaj. Selain itu, beliau juga memberikan pendapatnya dalam hal mekanisme pasar terhadap permintaan dan penawaran harga.
Masalah perpajakan, Abu Yusuf menganjurkan sistem pajak yang proporsional, seimbang dan berdasarkan prinsip keadilan.
Dalam masalah pertanian, untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih besar dengan cara penyediaan fasilitas dalam perluasan lahan pertanian,dan pembebanan biaya ditanggung negara. Abu Yusuf lebih cenderung menyetujui negara mengambil bagian dari hasil produksi pertanian para penggarap daripada penarikan sewa dari lahan pertanian.
Dalam hal mekanisme pasar, Abu Yusuf memberikan pandangan yang berbeda dengan pendapat umum, dimana harga yang mahal bukan berarti terdapat kelangkaan barang dan harga yang murah bukan berarti jumlah barang melimpah, tetapi ada variabel-variabel lain yang menentukan pembentukan harga. Abu Yusuf juga menentang penguasa menentukan harga.
reprensinya:
1.Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta: Grafindo Persada, 2004), h. 231
2. Adiwarman Azwar Karim, Ibid, h. 232
3. Arif Hoetoro, Ekonomi Islam, Pengantar Analisis Kesejarahan dan Metodologi, (Malang: BPFE UNIBRAW, 2007), h. 67
4. Sabahuddin Azmi, Menimbang Ekonomi Islam, Keuangan Publik, Kosep Perpajakan dan Peran Bait al-Mal, (Bandung: Nuansa, 2005) h. 47
5. Akmal Azhar, Dasar-Dasar Ekonomi Islam (Bandung: cipta Pustaka Media:2006), h. 223
6. Sabahuddin Azmi, Op Cit. h. 47
7. Naili Rahmawati, Sebuah Makalah, Pemikiran Ekonomi Islami Abu Yusuf, h. 4
8. Adiwarman, Op Cit. h. 235
9. Naili Rahmawati. Op Cit. h. 2
10.Adiwarman Azwar Karim, Op Cit. h. 235
11.Laili Rahmawati, Op Cit. h. 3
12.Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, Jakarta PT. Rajagrafindo Persada), h. 107
13Abu Yusuf, Kitab Al Kharaj, (Beirut : Dar al Ma`arif, 1979), h. 109-110
14.Abu Yusuf, Ibid. h. 110
15.Sabahuddin Azmi. Op Cit. h. 66
16.Sahabudin Azmi. Ibid. h. 67
17.Adiwarman Azwar Karim, Op Cit. h. 15
18. Yusuf Qordawi, Karakteristik Islam (Jakarta: Robbani press: 1997), h. 296
19.http://www.islamic-world.net/2010/16/economics/al_kharaj.htm
20.Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Op Cit h. 107
21.Abu Yusuf. Op Cit h. 49-50
22.Sabahuddin Azmi, Op Cit. h. 154.
23.http://www.islamic-world.net/2010/16/economics/al_kharaj.htm
24.Adiwarman Azwar Karim, Op Cit. h. 249
25.Abu Yusuf. Op Cit. hlm. 49
26.Abu Yusuf, Ibid
27.Adiwarman Azwar Karim, Op Cit. h. 15
28.Mustafa Edwin, pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: KPMG, 2007), hlm. 186
29.Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta : Gema Insani Pres) h. 156
30.Adiwarman Azwar Karim, Op cit. H. 16
2. Adiwarman Azwar Karim, Ibid, h. 232
3. Arif Hoetoro, Ekonomi Islam, Pengantar Analisis Kesejarahan dan Metodologi, (Malang: BPFE UNIBRAW, 2007), h. 67
4. Sabahuddin Azmi, Menimbang Ekonomi Islam, Keuangan Publik, Kosep Perpajakan dan Peran Bait al-Mal, (Bandung: Nuansa, 2005) h. 47
5. Akmal Azhar, Dasar-Dasar Ekonomi Islam (Bandung: cipta Pustaka Media:2006), h. 223
6. Sabahuddin Azmi, Op Cit. h. 47
7. Naili Rahmawati, Sebuah Makalah, Pemikiran Ekonomi Islami Abu Yusuf, h. 4
8. Adiwarman, Op Cit. h. 235
9. Naili Rahmawati. Op Cit. h. 2
10.Adiwarman Azwar Karim, Op Cit. h. 235
11.Laili Rahmawati, Op Cit. h. 3
12.Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi Islam, Jakarta PT. Rajagrafindo Persada), h. 107
13Abu Yusuf, Kitab Al Kharaj, (Beirut : Dar al Ma`arif, 1979), h. 109-110
14.Abu Yusuf, Ibid. h. 110
15.Sabahuddin Azmi. Op Cit. h. 66
16.Sahabudin Azmi. Ibid. h. 67
17.Adiwarman Azwar Karim, Op Cit. h. 15
18. Yusuf Qordawi, Karakteristik Islam (Jakarta: Robbani press: 1997), h. 296
19.http://www.islamic-world.net/2010/16/economics/al_kharaj.htm
20.Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Op Cit h. 107
21.Abu Yusuf. Op Cit h. 49-50
22.Sabahuddin Azmi, Op Cit. h. 154.
23.http://www.islamic-world.net/2010/16/economics/al_kharaj.htm
24.Adiwarman Azwar Karim, Op Cit. h. 249
25.Abu Yusuf. Op Cit. hlm. 49
26.Abu Yusuf, Ibid
27.Adiwarman Azwar Karim, Op Cit. h. 15
28.Mustafa Edwin, pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: KPMG, 2007), hlm. 186
29.Adiwarman Azwar Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, (Jakarta : Gema Insani Pres) h. 156
30.Adiwarman Azwar Karim, Op cit. H. 16
Daftar Pustaka
Azmi Sabahuddin, Menimbang Ekonomi Islam, Keuangan Publik, Kosep Perpajakan dan Peran Bait al-Mal, (Bandung: Nuansa, 2005)
Al-Qardhawi, Yusuf. Karakteristik Islam. (Jakarta : Rabbani Press, 1997)
Azmi Sabahuddin, Islamic Ekonomics, Public Finance in Early Islamic Thought, New Delhi: Goodword Books, 2004.
Hasan Abul, Readings in Islamic Ekonomic Thought, Longman Malaysia Sdn. Bhd, 1992
Karim, Adiwarman Azhar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Ed. Ketiga. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2004.
Karim Adiwarman Azhar, Ekonomi Islam Suatu kajian Kontemporer, Jakarta. Gema Insani 2001.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008.
Yusuf Abu, kitab al-kharaj, Beirut: Dar al-Ma’rifah,1979
http://www.islamic-world.net/2010/16/economics/al_kharaj.htm
Siddiqi, Muhammad. 1986. Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: LIPPM.
Naili Rahmawati, Sebuah Makalah, Pemikiran Ekonomi Islami Abu Yusuf
Azmi Sabahuddin, Menimbang Ekonomi Islam, Keuangan Publik, Kosep Perpajakan dan Peran Bait al-Mal, (Bandung: Nuansa, 2005)
Al-Qardhawi, Yusuf. Karakteristik Islam. (Jakarta : Rabbani Press, 1997)
Azmi Sabahuddin, Islamic Ekonomics, Public Finance in Early Islamic Thought, New Delhi: Goodword Books, 2004.
Hasan Abul, Readings in Islamic Ekonomic Thought, Longman Malaysia Sdn. Bhd, 1992
Karim, Adiwarman Azhar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, Ed. Ketiga. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2004.
Karim Adiwarman Azhar, Ekonomi Islam Suatu kajian Kontemporer, Jakarta. Gema Insani 2001.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII Yogyakarta. Ekonomi Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008.
Yusuf Abu, kitab al-kharaj, Beirut: Dar al-Ma’rifah,1979
http://www.islamic-world.net/2010/16/economics/al_kharaj.htm
Siddiqi, Muhammad. 1986. Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: LIPPM.
Naili Rahmawati, Sebuah Makalah, Pemikiran Ekonomi Islami Abu Yusuf