Masyarakat Desa dan Masyarakat Kota
Menurut Soerjono Soekamto, masyarakat kota dan desa memiliki perhatian yang
berbeda, khususnya terhadap perhatian keperluan hidup. Di desa, yang diutamakan
adalah perhatian khusus terhadap keperluan pokok, fungsi-fungsi yang lain
diabaikan. Lain dengan pandangan orang kota, mereka melihat selain kebutuhan
pokok, mereka melihat selain kebutuhan pokok, pandangan sekitarnya sangat
mereka perhatikan. Cara masyarakat kota dan masyarakat desa dalam memandang
makanan pun juga berbeda.
Masyarakat
Kota.
Kalau menghidangkan makanan
misalnya, diusahakan dengan memberikan kesan bahwa yang menghidangkannya
mempunyai kedudukan social yang tinggi. Bila ada tamu misalnya, diusahakan
untuk menghidangkan makanan dalam kemasan yang kesannya makanan itu dibeli dari
toko makanan, selain enak juga mahal. Ini tentu sangat berpengaruh terhadap
kedudukan social mereka dalam masyarakat. Selain itu, pilihan makanan ketika
menjamu tamu ataupun untuk dikonsumsi sendiri pun, masyarakat kota sangat memperhatikan
segi kualitas, mulai dari kandungan gizi dalam makanan, rasa makanan hingga
harga makanan. Perabotan yang digunakan untuk makan, menjamu tamu maupun
menghidangkan makan untuk tamu pun dipilih dari yang terbaik dari sisi kualitas
dan harga. Ini untuk semakin meningkatkan kedudukan social dan pandangan
positif mereka dalam masyarakat, khususnya kalangannya. Karena dengan
menyajikan makanan yang dikemas dengan perabot yang mewah, secara tidak
langsung mereka akan mempertegas tingginya kedudukan dan prestise mereka di
masyarakat.
Masyarakat Desa
Berbeda dengan masyarakat kota,
masyarakat desa cenderung apa adanya. Mereka berpandangan bahwa makan adalah
suatu hal yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup dari sisi biologis. Masyarakat
desa kebanyakan mendapatkan bahan makanan untuk di konsumsi dari hasil cocok
tanam mereka sendiri, baik yang ditanam pada pekarangan rumah masing-masing
maupun dari ladang persawahan. Hal ini didorong oleh karena mayoritas mata
pencaharian mereka adalah bertani dan bercocok tanam. Selain itu, tingkat
pendidikan, pengetahuan yang mereka miliki sangat terbatas sehingga keahlian
dasar yang mereka miliki hanyalah mengolah lahan pertanian.
Masyarakat pedesaan tidak memiliki
kebiasaan makan pada waktu yang rutin, misalnya sarapan, makan siang, dan makan
malam di waktu yang teratur dan bersama sama dengan keluarga. Untuk tempat
makannya sendiri, mereka tidak memiliki ruang khusus seperti ruang makan
sehingga tempat makan mereka menjadi fleksibel atau bisa dimana saja, seperti teras
rumah, ruang keluarga, ataupun di pawon (dapur). Dari segi menu makanan, untuk
makanan sehari-hari masyarakat desa makan dengan menu yang sederhana seperti
sayur, tempe, tahu, ikan asin, selain itu terkadang mereka juga makan dengan
sambal terasi. untuk makanan yang mengandung karbohidratnya mereka tidak bisa
setiap hari menikmati makan dengan beras, terkadang mereka mencampur beras
dengan jagung untuk ditanak, atau tidak jarang mereka makan dengan ketela yang
diolah menjadi gaplek.
Dalam menghidangkan makanan terhadap
para tamu sekalipun, masyarakat desa tidak akan memaksakan diri untuk memiliki
tujuan meningkatkan prestise atau kedudukan sosial mereka. Namun karakteristik
masyarakat desa yang tulus dan cenderung selalu ingin berbagi membuat mereka
selalu memberikan apapun yang mereka miliki secara total untuk dihidangkan
kepada para tamu, tanpa memaksakan diri untuk melampaui kemampuan ekonomi
mereka tentunya.