RISALAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH SYEIKH HASYIM ASY’ARI

MUKADDIMAH
(teks arab terjadi kesalahan; diabaikan saja)
ْ٤حطُا ٖٔحطُا لا ْؽث
Segala Puji dan Keagungan senantiasa kita curahkan kepada Dzat yang telah
berfirman di dalam kitabnya Al - Qur‟an yang berfungsi sebagai pemberi penjelasan,
ialah Dzat yang paling benar Qoulnya.

ًٕٞطفُٔا ٙطًُٞٝ ًِٚ ٖ٣سُا ٠ِػ ٙطٜظ٤ُ ّنحُا ٖ٣زٝ ٟسُٜبث ُٚٞؼض َؼضا ٟصُا ٞٛ .

“Dialah Dzat yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang
haq, agar dimenangkannya terhadap semua agama, sekalipun orang-orang musyrik
membencinya”

Rahmad ta‟dzim dan keselamatan mudah-mudahan tetap terlimpah curahkan
kepada  junjungan kita, nabi yang menjanjikan syafa‟at-nya kepada kita, Rasul yang
menjadi wasilah kita untuk menuju Tuhan, ialah Nabi Muhammad Saw yang telah
bersabda :
 ًَٝ ,خُاو خػسث ًَٝ ,خػسث خصسحٓ ًَٝ .بٜربص سحٓ ضٞٓااطـٝ سّٔحٓ ١سٛ ١سُٜا ط٤ذٝ لا ةبزً ش٣سحُا مسلا ّٕا
ضبُ٘ا ٠ك خُاو.

“Sungguh sebenar-benarnya hadits  / ucapan adalah kitabullah  “Al-Qur‟an”. Sebaik-
baiknya petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Muhammad Saw, dan seburuk-
buruknya perkara adalah perkara baru yang tidak berdasar agama, setiap perkara
yang baru adalah bid‟ah, segala bid‟ah adalah penyimpangan, dan setiap
penyimpangan adalah bermuara pada Neraka”.

Risalah ini adalah merupakan karya besar yang memuat beberapa doktrin ajaran
yang sangat berfaidah, juga beberapa pembahasan yang sangat dibutuhkan oleh
kaum Muslim dalam rangka mengokohkan Aqidah agamanya, agar mereka masuk
dalam bingkai “Firqah al-Najiyah”, golongan yang selamat yakni “Ahlu al-Sunnah wa
al-Jama‟ah”. Dalam kitab ini penulis melakukan counter terhadap para ahli Dlolalah /
para pembuat bid‟ah yang merupakan sumber dari segala sumber kebohongan. 
Dari itulah kitab ini merupakan “Hujjah”, argumentasi dan dalil, serta penjelasan
yang sangat mendasar bagi kemuliaan kaum muslimin, untuk kemudian dapat
mengantarkan keselamatan dan kebahagiaan mereka, dengan ini pula penulis
melakukan indoktrinasi melalui beberapa aqidah yang benar „Ala thariqati Ahli
Sunnah Wal Jama‟ah.

Saat  ini, kaum muslimin sangat membutuhkan doktrin-doktrin ajaran yang benar,
karena sungguh telah terjadi pencampuradukan ajaran dikalangan orang-orang yang
mulia (para pemegang otoritas keagamaan) dengan orang-orang awam yang
merendahkan martabat keagamaan,  hingga tampak terjadi pembiasan, kesamaran
antara yang “Haq” dan yang “Bathil”. Banyak orang yang bodoh mulai berani maju
berfatwa, padahal wawasan dan pemahaman mereka terhadap kitabullah dan
sunnah Rasulillah SAW. sangat cupet dan kerdil.

Al-Qur‟an telah datang untuk memberi penjelasan segala permasalahan secara
detail dan terhindar dari segala pencampuradukan dan penyimpangan. Dengan
demikian sangatlah memungkinkan dan seharusnya kaum Muslimin dapat
terselamatkan dari kebodohan dan kesesatan, hingga apa  yang mereka ucapkan
“Muwafiq”/selaras dengan apa yang mereka perbuat.

Penulis kitab ini Hadratus Syaikh al –  „Allamah Muhammad Hasyim Asy‟ari, adalah
salah seorang ulama terkemuka Indonesia dan termasuk pencetus berdirinya
jam‟iyah Nahdlotul Ulama yakni sebuah Organisasi kemasyarakatan yang telah
dengan konsisten memegangi “Sunnata Khatamin Nabiyyiin”, menjaga dan
membentengi thariqah atau jalan hidup yang telah dibangun oleh Salafuna al  –
Sholih.

Mudah-mudahan Allah Swt. melimpahkan segala kebaikan dan ampunan-Nya
kepada beliau, semua orang tua beliau dan seluruh keturunan beliau. Engkaulah
Dzat yang Maha Pengampun. Mudah-mudahan Allah SWT. memberikan
kemanfaatan atas kitab dan keilmuwan beliau bagi seluruh kaum Muslimin dan
menjadikannya sebagai cahaya yang menghidupkan sunnah Rasulillah Saw. Demikian, Rahmad Keagungan Allah Swt mudah-mudahan terlimpah curahkan pada
baginda nabi besar Muhammad Saw, seluruh keluarganya, dan Sahabat-
Sahabatnya, wa Alhamdulillah „Alamin.

Tebuireng, 1 Rajab 1418 H
Pengantar dari cucu penulis

Muhammad Ishom Hadziq

























 MUKADDIMAH
Bismillahi al - Rahman al - Rahiem
Segala puji bagi Allah, “Al  –  Hamdulillah”  sebagai  sebuah  ungkapan  rasa  syukur
atas segala anugerah  –  Nya,  Rahmat  ta‟dzim  dan  keselamatan mudah-mudahan
terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW dan seluruh keluarganya. Apa
yang akan hadir dalam kitab ini, saya tuturkan beberapa hal antara lain : Hadits  –
hadits tentang kematian dan tanda-tanda  hari  Qiamat,  penjelasan  tentang  “Al  –
Sunnah” dan “Al Bid‟ah” dan beberapa hadits yang berisi nasehat-nasehat agama
Kepada Allah Dzat Yang Maha Mulia kutengadahkan jari  –  jemari dengan penuh
kekhusyu‟an, kumohonkan agar kitab ini memberikan manfaat untuk diri kami dan
orang-orang bodoh semisal kami. Mudah-mudahan Allah menjadikan amal kami
sebagai amal shalihah Liwajhillah al  –  Kariem, karena Ia-lah Dzat yang Maha
dermawan penuh kasih sayang. Dengan segala pertolongan Allah Dzat yang
disembah, penyusunan kitab ini dimulai.

SEBUAH PASAL
PENJELASAN TENTANG “AL – SUNNAH DAN AL – BID’AH

Lafadz “Al – Sunnah” dengan dibaca dlammah sinnya dan diiringi dengan  tasydid,
sebagaimana dituturkan oleh Imam Al  –  Baqi‟  dalam  kitab  „Kulliyat‟-nya secara
etimologi adalah Al – Thariqah, jalan, sekalipun yang tidak diridloi.
Menurut terminologi syara‟  :  “Al  – Sunnah” merupakan  “Al  – Thoriqoh”,  jalan  atau
cara yang diridloi dalam menempuh agama sebagaimana yang telah ditempuh oleh
Rosulillah Saw atau selain beliau, yakni mereka yang memiliki otoritas sebagai
panutan di dalam masalah agama seperti pada para sahabat R.A.
Hal ini didasarkan pada sabda nabi :
ٟسؼث ٖٓ ٖ٣ســـاطُا ء بلــِرُا خ٘ــؼٝ ٠ز٘ؽث ٌْ٤ِػ 

“Tetaplah kalian untuk berpegang teguh pada Sunnahku dan Sunnahnya Al  –
Khulafaur Rasyidin, setelahku”.

Sedangkan menurut terminologi Urf adalah pengetahuan yang menjadi jalan atau
pandangan hidup yang dipegangi secara konsisten oleh tokoh yang menjadi panutan, apakah ia sebagai nabi ataupun wali. Adapun istilah “Al  –  Sunny”
merupakan bentuk penisbatan dari lafadz “Al  –  Sunnah”  dengan  membuang  ta‟
marbuthah.

Lafadz “Al  – Bid‟ah”  sebagaimana  dikatakan  oleh Al  – Syekh Zaruq di dilam kitab
“Iddati al – Murid” menurut terminologi syara‟ adalah : “Menciptakan hal perkara baru
dalam agama seolah-olah ia merupakan bagian dari urusan agama, padahal
sebenarnya  bukan, baik dalam tataran wacana, penggambaran maupun dalam
hakikatnya. Hal ini didasarkan pada sabda nabi SAW :
زض ٜٞك ٚ٘ـــــٓ ػ٤ُ بٓ اصٛ بٗطٓا ٠ك سسحا ٖٓ

“Barang siapa menciptakan perkara baru didalam urusanku {yakni masalah agama},
padahal bukan merupakan bagian daripadanya, maka hal itu ditolak”
Dan sabda Rasul :
 خػسث خصســـــحٓ ًَٝ

“Dan segala bentuk perkara yang baru adalah bid‟ah”
Para ulama menjelaskan tentang esensi dari makna dua hadits tersebut di atas
yakni, perkara baru yang menjadi  bid‟ah adalah segala sesuatu yang dijadikan
rujukan bagi perubahan suatu hukum dengan mengukuhkan sesuatu yang
sebenarnya bukan merupakan ibadah tetapi diyakini sebagai konsepsi ibadah. Jadi
bukanlah segala bentuk pembaharuan yang bersifat umum karena kadang-kadang
bisa jadi perkara baru itu berlandaskan dasar-dasar syari‟ah secara asal sehingga ia
menjadi bagian dari syari‟at itu sendiri, atau berlandaskan Furu‟ al  –  Syari‟ah
sehingga ia dapat dikiaskan atau dianalogkan kepada syari‟at.

Al – Syekh Zaruq lantas membuat tiga ukuran (mizan) dalam hal ini yakni : pertama ;
harus dilihat keberadaan perkara baru tersebut, jika didalamnya didapati termasuk
dalam koridor hukum syari‟at dengan dukungan dalil atau dasar yang
mengukuhkannya, maka bukanlah dinamakan bid‟ah. Namun bila didalamnya
terdapat beberapa dalil yang tampaknya kontradiktif sehingga terjadi kesamaran,
dan muncul beberapa interpretasi dalam beberapa pandangannya, maka beberapa pandangan itu harus ditelaah ulang, mana yang paling unggul untuk dijadikan
rujukan dasar.

Pertimbangan kedua adalah dengan melihat beberapa kaidah-kaidah perundangan
yang telah dibakukan oleh para imam mujtahid dan pengamalan para Salafuna al –
Sholih sebagai tuntunan “Thariqah al  –  Sunnah”, jika ternyata perkara itu
bertentangan dengan dasar-dasar di atas melalui beberapa pertimbangan, maka
jelas tidak dapat diterima. Namun bila terjadi kecocokan dalam pandangan kaidah-
kaidah perundang-undangan maka dapatlah diterima, sekalipun dikalangan para
Imam Mujtahid sendiri terjadi perbedaan  pendapat  baik  secara  far‟ maupun  asal.
“Segala sesuatu itu mengikuti pada asalnya berikut dalilnya”, sehingga apapun yang
diamalkan oleh para Salafuna al – Sholih dengan berlandaskan pada kaidah-kaidah
para Imam dan diikuti oleh kelompok Khalaf, maka tidaklah sah bila hal itu dianggap
sebagai “bid‟ah madzumah”, dan segala bentuk prilaku yang tidak dilakukan atau
ditinggalkan oleh para Salafuna al – Shalih dengan kerangka pandangan yang jelas
maka tidaklah sah pula hal itu dianggap sebagai tuntunan atau sunnah, dan bukan
pula harus dianggap sebagai perkara yang terpuji.

Berkaitan dengan suatu dasar yang telah ditetapkan oleh Salafuna al –Shalih tetapi
tidak menjadi prilaku hidup mereka, maka Imam Malik berpendapat bahwa hal itu
dianggap sebagai bid‟ah  dengan dalih bahwa mereka tidak akan meninggalkan
segala sesuatu perbuatan apapun kecuali didalamnya ada perintah untuk
meninggalkan perkara tersebut. Imam Al – Syafi‟i berpandangan  lain, bahwa hal  itu
tidaklah dianggap sebagai bid‟ah, walaupun Salafuna al  –  Shalih tidak
mengerjakannya, karena bisa jadi mereka meninggalkan perbuatan tersebut
dikarenakan ada udzur yang menimpa mereka untuk melakukan hal itu pada suatu
waktu, atau mereka meninggalkannya karena ia memilih untuk melakukan sesuatu
yang lebih utama dari ketetapan tersebut. Dan karena segala bentuk hukum itu bisa
jadi diambil atas dasar dzatiah persoalan terkait, atau dipengaruhi oleh kondisi
psikologi dan sosio historis orang yang mensyari‟atkannya.

Para ulama juga berbeda pendapat dalam menyikapi persoalan yang tidak termasuk
dalam kerangka sunnah, namun tidak ada dalil yang menentangnya bahkan juga
tidak ada kesamaran di dalamnya.  Imam Malik menganggap hal  itu sebagai bid‟ah, dan Imam Syafi‟i menyatakan hal itu bukanlah bid‟ah. Dalam hal ini Imam  Syafi‟i
berlandaskan pada sebuah hadits :
ٞلػ ٜٞك ٌُْ ٚزًطر بٓ

“Segala sesuatu yang aku tinggalkan karena belas kasihan terhadap kalian semua
adalah diampuni”

Syekh Zaruq berpandangan bahwa : berkaitan dengan mizan yang kedua ini, beliau
mencontohkannya  dengan terjadinya perbedaan pandangan diantara para ulama
tentang hukumnya membuat kepengurusan jamiyyah, membaca dzikir dengan
keras, dan melangsungkan do‟a bersama. Karena didalam hadits ada semacam
support atau al  –  Targhib di dalam hal ini, sekalipun  Salafuna al  –  Sholih tidak
melakukannya sehingga dengan hal ini tidaklah setiap orang yang menyepakati hal
itu dianggap sebagai pembuat bid‟ah dalam pandangan orang yang berpendapat
lain, jika ternyata pendapat tersebut bertolak belakang dengan dalil-dalil hukum yang
diambil sebagai hasil ijtihadnya, selagi tidak melampui batas wilayah yang
diperkenankan baginya. Dan tidaklah sah pula perkataan seseorang yang memiliki
pendapat berbeda itu dipergunakan untuk membatalkan pendapat lain yang bertolak
belakang karena adanya kesamaran dalam memproses kesimpulan hukumnya. Bila
dalam persoalan ini dilegalkan segala bentuk upaya pembatalan pendapat orang
lain, maka yang terjadi adalah klaim pembid‟ahan terhadap seluruh prilaku umat.
Sebagaimana telah diketahui bahwa  sesungguhnya hukum Allah Ta‟ala dalam
kerangka yang bersifat ijtihadiyah dan pada wilayah furu‟iyah, bagi seorang mujtahid
akan sangat memungkinkan untuk dimunculkan ijtihad baru, baik hasil ijtihad baru itu
mendapatkan pembenaran dari hanya seorang saja atau lebih.

Rasulullah Saw bersabda :
 ٍبهٝ ن٣طـُا ٠ك اِٞلٝ خِجؼُبث بٗطٓا ْٜىؼث ٍبوك, ن٣طـطُا ٠كطمؼُا ًْٜضزبك خظ٤ثطه ٠٘ث ٠ك اا طمؼُا سحا ٖ٤ِم٣ا
ْٜ٘ٓ سحاٝ ٠ِػ ِّْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل تؼ٣ ُْٝ اٝطذبك ىب٘ٛ حامُبث بٗطٓا : ٕٝطذأ.
“Sungguh seseorang tidak akan dapat  melaksanakan sholat fardu Ashar kecuali
diperkampungan Bani Quradloh, lantas para sahabat mendapati masuknya waktu
sholat Ashar ketika masih diperjalanan, sebagian dari mereka berkata : kita
diperintahkan untuk bergegas (dalam melakukan / mendirikan sholat) dan mereka
melakukan sholat diperjalanan. Sebagian dari sahabat yang lain berkata : kita diperintahkan untuk melakukan sholat di sana (perkampungan Bani Quraidloh),
lantas mereka mengakhirkan sholat, dan Rasulullah Saw. tidak mencaci maki
kepada salah seorangpun diantara mereka”.

Sikap Rasululah yang sedemikian begitu menyejukkan, dan menunjukkan
keabsahan untuk melakukan sesuatu amal sesuai dengan apa yang dapat mereka
pahami dari sabda Nabi sebagai Al  –  Syari‟, sumber persyari‟atan, karena
pemahaman tersebut tidaklah dilandasi oleh hawa nafsu.

Mizan yang ketiga adalah pertimbangan yang bersifat membedakan yang
didasarkan pada beberapa kriteria hukum yang otentik, hal ini akan bersifat tafsili,
atau terperinci. Dengan mizan ini sebuah persoalan akan dapat diklasifikasikan
dalam enam bentuk hukum syari‟at yakni : wajib, sunnah, haram, makruh, khilaful
aula dan mubah. Segala bentuk persoalan itu diilhaqkan dengan dalil tersebut, dan
jika tidak memiliki dalil maka dapatlah dikatakan sebagai bid‟ah. Melalui mizan ini,
banyak dari hukum yang kemudian mengistilahkan identitas hukum dari sebuah
persoalan tersebut dengan bid‟ah wajibah, nadbiah, tahrimah, karohah, khilafal aula
dan bid‟ah ibadah tetapi hanya dalam istilah kebahasaan saja untuk memberikan
kemudahan.
ِْػا لاٝ” ”

Lebih spesifik lagi Syekh Zaruq membagi bid‟ah kedalam tiga kelompok yakni Bid‟ah
Shorihah yaitu suatu persoalan yang ditetapkan  tanpa berlandaskan dalil syari‟ dan
tidak mencocoki pada sebuah masalah yang telah mendapatkan ketetapan hukum
syara‟ apakah wajib, sunnah, mandub atau yang lainnya. Bid‟ah ini pada akhirnya
membunuh potensi sunnah dan membatalkan perkara yang haq, bentuk ini adalah
seburuk-buruknya bid‟ah, meskipun daripadanya dikemukakan sejumlah alasan
pada kerangka usul maupun  furu‟  tetaplah  tidak  dapat mempengaruhi  keshorihan
bid‟ah-nya. Kedua “Al  –  bid‟ah  al  –  Idlofiyah”  yaitu  bid‟ah  yang  disandarkan  pada
sebuah perintah dimana bila perintah itu diterima sebagai sandaran bid‟ah tersebut
maka tidaklah sah terjadinya saling mempertentangkan keberadaan perkara
tersebut, apakah sebagai sunnah ataupun bid‟ah tanpa perselisihan sebagaimana
tersebut di muka.
 Ketiga, Al  – Bid‟ah  al – Khilafiyah,  yaitu  bid‟ah  yang  dilandasi  oleh  dua  dalil  yang
saling tarik menarik diantara keduanya, disatu sisi dia berkata : ini didasarkan pada
sumber ini, dan pendapat yang  lain menyatakan bid‟ah, dan  ia menyangkal dengan
dalil yang bertolak belakang, dan ia menyatakan sunnah, sebagaimana contoh
kasus di atas yakni tentang membuat kepengurusan jam‟iyyah atau majlis dzikir dan
do‟a bersama.
Al – „Allamah Imam Muhammad Waliyuddin al – Syibtsiri dalam Syarah Al – Arba‟in
al – Nawawiyah memberikan komentar atas sebuah hadits nabi :

لا خ٘ــؼُ ٚ٤ــِؼك بصســــحٓ ٟٝآ ٝا بصسح سسحا ٖٓ

“Barang siapa membuat persoalan baru atau mengayomi atau setidaknya
mendukung seseorang yang membuat pembaharuan, maka ditimpakan kepadanya
laknat Allah”.

Masuk dalam kerangka interpretasi hadits ini yaitu berbagai bentuk transaksi/akad-
akad fasidah, menghukumi dengan kebodohan, berbagai bentuk penyimpangan
terhadap ketentuan syara‟ dan lain-lain. Keluar dari bingkai pemahaman terhadap
hadits ini yakni segala hal yang tidak keluar dari dalil syara‟ terutama yang berkaitan
dengan masalah-masalah ijtihadiyah dimana tidak terdapat korelasi yang tegas
antara masalah-masalah tersebut dengan dalil-dalilnya kecuali sebatas dhon,
persangkaan mujtahid. Seperti menulis Mushaf, meluruskan pendapat-pendapat
Imam madzhab, menyusun kitab Nahwu, ilmu hisab dan lain-lain. Karena itulah
Imam Ibnu Abdi al - Salam membagi perkara-perkara yang baru itu ke dalam hukum-
hukum yang lima. Beliau lantas membuat batasan ; “Bid‟ah adalah melakukan
sesuatu yang tidak disaksikan dizaman Rasulullah Saw, apakah beridentitas wajib
seperti mengajar ilmu Nahwu, dan mempelajari lafadz-lafadz  yang  „gharib‟  (jarang
ditemui dan maknanya sulit dipahami), baik yang terdapat didalam Al-Qur‟an
ataupun Al- Sunnah dimana pemahaman  terhadap syari‟ah menjadi  tertangguhkan
pada sejauhmana seseorang dapat memahami maknanya,. ataupun  berstatus
haram seperti paham madzhab Qodariah, Jabariah dan Majusiah, atau juga
berstatus mandlubah seperti memperbaharui sistem pendidikan pondok pesantren
dan madrasah-madrasah, juga segala bentuk kebaikan yang tidak disaksikan pada
zaman generasi pertama Islam. Dan bid‟ah yang berstatus makruhah seperti menghiasi Masjid dan memperindah Mushaf, bid‟ah yang beridentitas Mubahah
seperti bersalam-salaman atau mushofahah setelah sholat Shubuh dan Ashar,
berlebih-lebihan dalam menyajikan menu-menu makanan dan minuman yang serba
nikmat, bernecis-necis dalam berpakaian , dan lain-lain.

Setelah kita mengetahui apa yang telah dituturkan di muka kita tahu bahwa adanya
klaim bahwa ini adalah bid‟ah, seperti memakai tasbih, melapatkan niat, tahlilan
ketika kirim do‟a  dan sedeqah setelah kematian karena tidak ada larangan untuk
bersedeqah, menziarahi makam dan lain–lain, maka kesemuanya bukanlah
merupakan bid‟ah. Dan sesungguhnya perkara-perkara baru seperti penghasilan
manusia yang diperoleh dari pasar – pasar malam, bermain undian pertunjukan tinju,
gulat dan lain-lain adalah termasuk seburuk- buruknya bid‟ah.





















 PASAL
MENJELASKAN TENTANG :
 BAGAIMANA MASYARAKAT JAWA BERPEGANG TEGUH PADA MADZHAB
“AHLI AL – SUNNAH WA AL – JAMA’AH”
 TENTANG KAPAN LAHIRNYA BID’AH DAN PENYEBARANNYA DITANAH
JAWA
 TENTANG MACAM-MACAM PERILAKU AHLI BID’AH YANG TERJADI DI
ZAMAN INI.
Masyarakat Muslim di pulau Jawa tempo dulu memiliki pandangan dan madzhab
yang sama, memiliki satu reverensi dan kecenderungan yang sama. Semua
masyarakat Jawa ketika itu menganut dan mengidolakan satu madzhab yakni Imam
Muhammad bin Idris Al-  Syafi‟i dan didalam masalah teologi atau aqidahnya
mengikuti madzhab Imam Abu Hasan al – Asy‟ari dan di bidang Tasawuf mengikuti
madzhab  Imam al  –  Ghazali dan Imam Abi al  –  Hasan al  –  Syadili, Rodiallahu
„Anhum „Ajma‟in.

Pada perkembangan selanjutnya di tahun 1330 H. muncul beberapa golongan yang
bermacam-macam, dan mulai timbul berbagai pendapat yang saling bertentangan,
isu yang bertebaran, dan pertikaian dikalangan para pemimpin. Diantara mereka ada
yang beraviliasi pada kelompok Salafiyyin, golongan Tradisional yang tetap eksis
berpegang teguh pada doktrin ajaran yang diinginkan Salafuna al  –  Shalih ,
bermadzhab kepada satu madzhab tertentu, berpegang kepada kitab-kitab
mu‟tabarah yang beredar, mencintai ahlul bait, para wali dan orang-orang yang
sholih, mengharap berkah mereka baik yang masih hidup maupun yang telah wafat,
melakukan ritus ibadah berupa ziarah kubur, mentalqin mayit, shadaqah untuk mayit
dan menyakini adanya syafaat atau pertolongan, kemanfaatan doa, mengerjakan
tawassul dan lain-lain.

Sebagian dari masyarakat kita terdapat kelompok yang mengikuti pendapat
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridlo, yang menyepakati pendapat yang menyatakan
bidahnya beberapa hal diatas sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahab al  –
Nadji dan Ahmad bin Taimiyah dan dua muridnya yakni Ibnu al-Qoyyim dan Ibnu
Abdi al  –  Hadi, kelompok kedua ini secara tegas mengharamkan apa yang telah menjadi kesepakatan  kaum muslimin sebagai bentuk ibadah sunnah, yakni pergi
untuk menziarahi makam Rasulullah SAW. Firqoh ini secara terus menerus
melakukan penentangan keras terhadap kaum muslimin atas rutinitas yang mereka
jalankan.

Imam Ibnu Taimiyah berkata di dalam kitab  Fatawinya  :  “Ketika  seseorang  itu
bepergian untuk ziarah, dan ia menyakini bahwasanya menziarahi makam Rasulillah
Saw itu adalah merupakan perbuatan taat, maka hal itu diharamkan menurut Ijma
atau konsensus para ulama‟. Konsekwensi dari pengharaman ini diharapkan
menjadi sesuatu yang mampu memutuskan aktifitas tersebut. Al –  „Allamah Syaikh
Muhammad Bakhit al  –  Hanafi al  – Mut‟i  di  dalam  kitab  risalahnya  yang  berjudul
“Thahiru al  –  Fuad min Danasi al  –  „I  tiqod” mengatakan  :  Kehadiran  firqoh  atau
sekte-sekte pemecah belah ini memberikan cobaan tersendiri pada mayoritas kaum
muslimin baik mereka yang salaf, kelompok tradisionalis maupun generasi khalaf,
atau kelompok modernis, sehingga kaum muslimin ketika itu semacam tertimpa
musibah keretakan dan perpecahan dikalangan mereka. Ibarat anggota tubuh
terkena penyakit yang menular, kemudian ia harus memotongnya agar tidak
menjalar atau menular pada anggota tubuh yang lain. Firqoh ini seolah-olah seperti
penyakit lepra yang harus kita hindari sejauh mungkin.

Sungguh sekte ini merupakan segolongan kaum Muslim yang mempermainkan
agama mereka sendiri, mereka mencaci maki para ulama salaf dan Khalaf,
kelompok agama yang mempermainkan agama ini berkata : “Mereka semua para
ulama adalah bukanlah orang-orang yang ma‟sum,  tersucikan, terhindar dari
kesalahan dan dosa, maka tidaklah selayaknya untuk taqlid kepadanya, sama saja
apakah mereka saat ini masih hidup ataukah sudah wafat”. Selalu saja mereka
mencaci maki para ulama dan mengobarkan shubhat, mereka sebarluaskan
kesamaran tersebut dihadapan dhu‟afa, dan mereka berupaya untuk membutakan
pandangan orang-orang yang lemah agamanya tersebut atas diri mereka.
Kesemuanya itu dimaksudkan untuk mengobarkan permusuhan dan saling
membenci, mereka berusaha mencari simpati dan popularitas sehingga dengan
leluasa mereka dapat berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka berkata :
“Kebohongan harus dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT”, padahal
mereka semua mengetahui, bahwa apa yang mereka katakan adalah untuk mengelabuhi masyarakat  awam, agar orang  –  orang awam ini menyangka bahwa
merekalah orang  –  orang yang mengemban tugas Amar Ma‟ruf Nahi Mungkar,
merekalah orang  –  orang yang senantiasa memotivasi dan meyakinkan kepada
manusia untuk tetap mengikuti syara‟ dan menjauhi bid‟ah”. Berkaitan dengan ini
Allahlah Dzat yang menjadi saksi bahwa sesungguhnya sekte inilah yang pada
hakikatnya merupakan komplotan orang-orang  yang  menempuh  jalan  bid‟ah  dan
menuruti hawa nafsu.

Al-Qodli „Iyad di dalam kitab Al  – Syifa‟  berkata  : Kerusakan  yang  terbesar akibat
ulah firqah ini adalah terjadinya distorsi pemahaman agama, dan kerusakan itupun
merambah ke dalam persoalan-persoalan dunia sebagai akibat dari provokasi
mereka terhadap kaum muslimin untuk bersengketa di dalam masalah agama yang
kemudian merambat ke dalam urusan-urusan dunia.

Imam Al–„Allamah Mulla‟uddin‟Aly al–Qariy mengisyaratkan problematika ini di
dalam kitab syarahnya :
 طٔرُا ٠ك ءبىجُاٝ حٝاسؼُا ٌْ٘٤ث غهٞ٣ ٕا ٕبط٤فُا س٣ط٣ بٔٗا : ٠ُبؼر ٍبه خِؼُا ٙصــُٜ ط٤ؽ٤ُٔاٝ طٔرُا ٠ُبؼر لا ّطح سهٝ
طؽ٤ُٔاٝ

“Sungguh Allah Ta‟ala mengharamkan khomer dan perjudian karena alasan ini,
sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah : Sesungguhnya Syaitan bermaksud
untuk mendatangkan sikap permusuhan dan saling membenci diantara kalian semua
melalui khomer dan perjudian.”

Termasuk dalam katagori gerakan baru yang muncul di pulau Jawa adalah sekte
Syi‟ah Rafidloh, yakni golongan yang mencela sahabat Abu Bakar al – Shiddiq dan
Sayyidina Umar Bin Khattab RA, golongan ini juga membenci para sabahat RA, dan
berlebih-lebihan dalam mencintai dan fanatik terhadap Sayyidina Ali RA dan Ahli
bait. Sayyid Muhammad Di dalam syarah Al – Qomus al – Munith berkata : sebagian
dari mereka telah beridentitas sebagai kafir Zindiq, mudah-mudahan Allah menjaga
kita dan kaum Muslimin semuanya.

Al  – Qodli „Iyad di dalam kitab Al  –  Syifa‟  juga meriwayatkan  sebuah  hadits  dari
Abdullah bin Mughoffah RA ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda : ْٛاشا ٖٓٝ ,ْٜىـثا ٠ىـججك ْٜىـ٣ا ٖٓٝ ,ْٜجحأ ٠جحجك ْٜجحا ٖٔك , ٟسؼث بوطؿ ْٛٝصرزر ا ٠ثبحلا ٠ك لا لا    سوك
ٙصـذؤ٣ ٕا يـٞ٣ لا ٟشا ٖٓٝ لا ٟشا سوك ٠ٗاشا ٖٓٝ ,٠ٗآشا

“Takutlah kalian semua kepada Allah SWT, takutlah kalian semua kepada Allah
SWT dan berhati – hatilah kalian semua dalam menyikapi para sahabatku, mudah-
mudahan Allah memberikan penjagaan kepada para sahabatku, janganlah kalian
semua bermaksud buruk dan menganiaya mereka setelah kematianku. Barang
siapa mencintai mereka maka dengan sepenuh hati aku mencintainya, Barang siapa
membenci mereka maka dengan segala kebencianku pula aku membencinya.
Barang siapa membenci dan menyakiti mereka berarti ia menyakitiku, barang siapa
menyakitiku maka berarti menyakiti Allah, dan barang siapa menyakiti Allah maka
bersiaplah untuk menerima adzhab Allah”.
Dan Rasulullah Saw bersabda :
ه ئج٣ ٚٗبك ٠ثبحلا اٞجـؽرا ٠ثبـحلا ٕٞجـؽ٣ ٕبٓعُاطذأ ٠ك ّٞ .
ْٛٞؽُبجر اٝ ْٛٞحًب٘راٝ ْٜؼٓ اِٞمر اٝ ْٜ٤ِػ اِٞمر اك,
ْٛٝزٞؼراك اٞوض ٕبك
“Janganlah kalian semua mencaci maki para sahabatku, karena sesungguhnya akan
datang di akhir zaman nanti, sekelompok kaum yang mencela sahabat-sahabat ku,
maka janganlah kalian semua mensholati janazah mereka, janganlah kalian semua
sholat bersama mereka, janganlah kalian semua menjalin pernikahan dengan
mereka. Jangan pula kalian berdiskusi bersama mereka, jika mereka sakit, maka
jangan jenguk mereka”.

Dan dari Rasulullah Saw. Beliau bersabda :
ٙٞـثطوبك ٠ـثبحلا تؼ ٖٓ

“Barang siapa mencela sahabat-sahabatku maka bunuhlah dia”
Pernyataan keras nabi ini menjelaskan kepada kita bahwa siapa saja yang menyakiti
para sahabatnya maka berarti ia menyakiti  nabi, dan menyakiti nabi Saw adalah
haram”.

Rasulullah Saw bersabda :
 ٠٘ٓ خؼىث بٜ٘ػ لا ٠وض خٔطبك ٠ك ٍبهٝ ,خفئبؼُا ٠ك ٠ٗٝشئرا ٍبهٝ ,٠ٗاشا سوك ْٛاشا ٖٓٝ ٠ثبحلا ٠ك ٠ٗٝشئرا
بٛاشابٓ ٠٘٣شئ٣ 
“Janganlah kalian semua menyakitiku melalui para sahabatku, barang  siapa
menyakiti sahabat-sahabatku berarti ia menyakitiku, dan nabi juga bersabda,
jangalah kalian menyakitiku dengan cara menyakiti Aisyah dan nabi bersabda pula ;
janganlah pula dengan cara menyakiti diri Fatimah RA karena ia adalah keratan
darah dagingku, menyakitiku segala yang menyakitkan dirinya”

Muncul juga sekelompok kaum yang lantas disebut sebagai sekte “Abahiyyun” yakni
golongan yang memperkenankan untuk melakukan apa saja yang disukai, mereka
berkata : “Sesungguhnya seorang hamba, ketika ia telah  sampai kepada puncak
rasa cintanya, dan hatinya telah suci dan terbersihkan dari sifat lupa, dan dia telah
memilih iman daripada kufur dan kekufuran, maka gugur dan terbebaskanlah ia dari
tuntutan perintah dan larangan. Dan tidaklah Allah akan memasukkannya ke neraka
sebab melakukan dosa-dosa besar”.

Sebagian dari mereka juga berkata : “Bagi seorang hamba yang telah sampai pada
puncak posisi mahabbah, maka gugurlah baginya kewajiban untuk melaksanakan
ibadah-ibadah yang dlohir, maka yang menjadi substansi  ibadahnya adalah
bertafakkur dan mempercantik akhlaq batiniahnya”. Syayid Muhammad di dalam
syarah ihya‟ – nya berkata : Pernyataan ini adalah kufur zindik dan kesesatan, tetapi
golongan Abahiyyun ini memang sudah ada sejak zaman dulu, penganutnya adalah
orang-orang bodoh dan sesat mereka tidak memiliki pemimpin yang mengerti
tentang ilmu syari‟at sebaagimana layaknya.

Muncul pula aliran yang lantas memproklamirkan diri sebagai “Tanasukhil al  –
Arwah” kelompok yang mengaku sebagai titisan ruh-ruh yang selalu berpindah-
pindah selama-lamanya dari satu jasad seseorang ke jasad yang lain baik sejenis
maupun berlainan jenis. Mereka menyangka bahwa siksaan dan kenikmatan yang
dirasakan oleh Arwah tersebut didasarkan atas pertimbangan bersih dan kotornya
arwah tersebut. Imam al-Syihab al-Khofaji di dalam syarahnya kitab Al-Syifa‟ berkata
: “Sungguh ahli syari‟ telah mengkafirkan mereka karena muatan pendapat-
pendapatnya ternyata melakukan pembohongan terhadap Allah, Rasul nya, dan
kitab suci - Nya”. Sebagian lagi ada yang menganut ajaran Hulul dan Ittihad, mereka adalah orang-
orang yang menjalankan tasawufnya dengan kebodohan, mereka berkeyakinan
bahwa Allah swt. adalah wujud yang mutlak. Sesungguhnya selain dari pada Allah
tidaklah ia memiliki sifat Al-Wujud sama sekali,  sehingga bila dikatakan  “Al-Insanu
Maujudun” maka makna yang dikehendaki adalah bahwa manusia itu memiliki
hubungan dengan Al – Wujud al – Mutlaq yakni Allah Ta‟ala. Al – „Allamah al – Amir
di dalam kitab Hasyiyah-nya Imam Abdi al-Salam, beliau berkata : Ucapan dengan
interpretasi di atas, merupakan kufur yang shorih, karena tidaklah mungkin terjadi
yang namanya hulul dan ittihad. Bila hal tersebut benar terjadi pada diri para
pembesar wali maka kejadian itu harus dita‟wili dengan sesuatu yang cocok dengan
kondisi dan derajat kewalian mereka. Sebagai mana faham Wahdati al  – Wujud
yang mereka anut. Seperti ucapan mereka

لا ا ا خججُا ٠ك بٓ  “(Tidak ada di dalam jubah ini kecuali Allah )” Mereka
menghendakinya dengan makna bahwa apa saja yang ada di dalam jubah bahkan
apapun yang wujud di dalam seluruh alam ini, tidaklah ia terwujud kecuali atas
kehendak Allah, Syaikh Muhammad al – Safarini berkata di dalam kitab “Lawaaihu al
–  Anwar” : “Sebagian dari tanda sempurnanya kema‟rifatan adalah kemampuan
seorang hamba untuk menyaksikan Tuhannya”.

Setiap „Arif (orang yang ma‟rifat) selama ia masih menafikan pengetahuan atas
Tuhannya pada waktu apapun maka bukanlah ia dinamakan sebagai „Arif tetapi
hanya disebut sebagai „Shohibul haali‟ dimana „Syuhudihi Robbahu‟-  nya,
(penyaksiannya terhadap realitas tuhannya) hanya terjadi pada waktu-waktu tertentu
saja. Nah, keberadaan Shohibul haali ini sama dengan orang yang mabuk, dimana
pengetahuan spiritualnya belumlah cukup mengukuhkan eksistensinya sebagai
seorang „Arif.

Menjadi jelaslah bahwa apa yang dimaksud dengan Wahdati al  – Wujud dan Al –
Ittihad dalam madzhab tasawuf adalah bukanlah hanya sekedar menggunakan
parameter apa yang dhohir saja atau atas dasar persangkaan belaka. Dengan
demikian pernyataan/statemen para penyembah berhala yang mengatakan bahwa :
“Kita tidak menyembah berhala ini kecuali hanya menjadikannya sebagai lantaran
agar kita dapat mendekatkan diri kepada Dzat Allah”. Bagaimana mungkin pelaku sedemikian (Wahdati Al-Wujud) dianggap sebagai orang-orang yang ma‟rifat
(„Arifin). Padahal makna yang subtansial dari  ittihad  itu sendiri adalah sebagaimana
dikatakan oleh Al-„Aarif :
ٟ طٓا طٓأ ًَ ٕأ ئِػٝ  زبـحر ابث ٠ـٔؽُٔا ٠٘ؼُٔا ٞٛ
“Pengetahuan anda atas segala sesuatu adalah urusan saya, inilah makna yang
sesungguhnya dinamakan sebagai Al-Ittihad.”
Untuk itu jelaslah bahwa setiap umat Islam memiliki kemampuan dan kesempatan
untuk meraih maqom ini walaupun pada tingkat yang berbeda-beda.

Sengaja saya membahas secara panjang lebar terhadap sekte/golongan ini, karena
saya menyaksikan bahwa golongan inilah yang sesungguhnya paling
membahayakan terhadap kaum Muslimin dibandingkan bahaya yang dimunculkan
oleh kaum kafir dan mubtadi‟in, para ahli bid‟ah. Karena mayoritas manusia
mengagungkan golongan ini dan begitu antusiasnya ia mendengarkan fatwa-fatwa
mereka dengan ketidak mengertiannya terhadap uslub-uslub atau gramatika bahasa
arab.

Imam Asmu‟i meriwayatkan sebuah hadits dari Imam Kholil dari Abi „Amrin bin A„la‟,
beliau berkata :
 ِٜٚجُ ماطؼُبث مسٗعر ٖٓطضًا حطلً زبحٗااٝ ٍِٞحُا ٙزبوزػبث ْٛٝ خ٤ث طؼُبث 

“Kebanyakan orang yang kafir zindik dari penduduk Irak adalah disebabkan oleh
ketidakmengertian mereka terhadap literatur Arab mayoritas dari mereka menjadi
kufur karena keyakinan mereka yang salah terhadap pemahaman Hulul dan Ittihad”.
Qodli „Iyadh didalam kitabnya Al  –  Syifa‟  mewanti-wanti : Sesungguhnya setiap
bentuk perkataan yang secara sharih, terang-terangan menafikan atau
menghilangkan sifat ketuhanan dan ke Maha Esaannya, melakukan penyembahan
terhadap selain Allah atau mempersekutukan Allah pada sesembahannya adalah
merupakan bentuk kekufuran yang nyata. Seperti juga ucapan-ucapan yang
dikeluarkan oleh Kaum Duhriyah, Nasrani, Majusi, dan orang-orang yang
mempersekutukan Allah dengan menyembah berhala, Malaikat, Syetan, Matahari,
bintang-bintang, dan menyembah api ataupun selain daripada Allah. Demikian juga
kekufuran itu terjadi pada orang-orang yang menyakini adanya “hulul” (menempatnya Dzat Allah pada diri makhluk) dan terjadinya “Al  - Tanasukh”  (Ruh
Allah SWT menitis pada diri seorang hamba).

Kekufuran itu dapat pula terjadi pada orang yang mengakui ketuhanan Allah dan ke-
Maha Esaannya tetapi ia menyakini bahwa Allah tidaklah hidup atau bukanlah Dzat
yang Qadim (terdahulu), atau sesungguhnya Allah adalah dzat yang hadits (baru
datang) dan memiliki bentuk, atau menyangka bahwa Allah memiliki anak istri, dan
bahkan ia terlahirkan dari sesuatu yang maujud sebelum-Nya, atau sesungguhnya
ada sesuatu selain Allah yang menyertai-Nya di zaman Azali, atau menyakini bahwa
ada Dzat lain selain Allah yang menciptakan dan mengatur alam ini. Semua
keyakinan dan anggapan sebagaimana disebut di atas merupakan bentuk kekufuran
menurut ijma‟ kaum muslimin.

Demikian juga kekufuran itu terjadi pada seseorang yang menganggap dirinya dapat
duduk bersama Allah, menyertai-Nya naik ke Arasy, berbincang-bincang dengan-
Nya dan meyakini dapat menyatunya Dzat Allah pada diri seseorang sebagaimana
yang difahami oleh sebagian kaum Tasawuf, aliran kebatinan dan orang-orang
Nasrani.

Termasuk bentuk kekufuran yang lain adalah : seseorang yang menyakini sifat
ketuhanan dan ke Maha Esaan Allah tetapi ia menentang pokok-pokok kenabian
secara umum atau konsepsi-konsepsi kenabian kita Muhammad Saw secara
khusus. Atau salah satu dari para nabi, dimana hal itu terjadi setelah ia mengetahui
konsepsi – konsepsi nash – Nya, maka tanpa keraguan ia dihukumi kafir. Demikian
pula menjadi kafir seseorang yang menyatakan bahwa Nabi kita Muhammad Saw
adalah bukanlah ia yang berdomisili di Makkah dan Hijaz.

Kekufuran itu juga akan terjadi sebab beberapa hal berikut ini, antara lain :
Seseorang yang mengakui terutusnya nabi yang lain bersamaan dengan kenabian
nabi Muhammad SAW atau masih akan ada nabi lagi setelah kenabian nabi
Muhammad SAW juga seorang yang mengklaim bahwa kenabian Muhammad Saw
adalah hanya dikhususkan untuk kalangan atau golongannya sendiri (bukan Nabi
yang Rahmatan lil „alamin). Demikian juga terjadi kekufuran apa bila ada seorang
yang kondang sebagai ahli tasawwuf, tetapi hingga kebablasan ia menyatakan diri bahwa ia menerima wahyu dari Allah Ta‟ala walaupun ia tidak sampai mengaku-aku
menjadi Nabi. Imam Yusuf al – Ardhabili di dalam kitab “Al – Anwarnya” memberikan
pernyataan yang tegas bahwa : Dapatlah dipastikan kekafiran itu terjadi pada setiap
orang yang mengucapkan suatu perkataan yang sebab ucapan itu umat menjadi
terjerumus pada lembah kesesatan, apalagi bila sampai meng-kafirkan sahabat,
termasuk juga setiap orang yang melakukan perbuatan dimana pekerjaan itu
tidaklah muncul atau bersumber kecuali dari orang-orang kafir seperti sujud pada
salib atau menyembah api, atau pergi menuju ke gereja-gereja bersama pengikut-
pengikut gereja dengan mengenakan atribut-atribut yang juga dipakai oleh ahli-ahli
gereja seperti memakai ikat pinggang atau yang lainnya. Demikian juga ia yang
mengingkari eksistensi Makkah, Ka‟bah, ataupun Masjidil Haram bilamana hal itu
muncul dari seorang yang menurut pandangan kita ia sebenarnya tau dan
memahami bahwa kenyataannya pergaulan mereka adalah dengan orang-orang
Islam.



















 PASAL
MENJELASKAN TENTANG KHITTAH
Kembali pada ajaran “Al – Shalaf al  - Shalih  ” menjelaskan maksud dari kelompok
yang disebut dengan “Sawad al  –  A‟dham”  di  era  ini  dan  pentingnya  berpegang
teguh pada salah satu madzhab yang empat.

Dengan memahami apa yang telah saya kemukakan di atas, kita menyadari bahwa
sesungguhnya kebenaran yang haqiqi itu berpihak pada kalangan “Al  – Salafiyah”
generasi terdahulu yang konsisten dan survive mengugemi nilai-nilai ajaran agama
yang telah dibangun oleh ulama Al  -  Salaf al  –  Shalih merekalah yang oleh
Rasulillah sendiri beliau identifikasi sebagai Al  -  Sawadu al  -  A‟dham  (golongan
mayoritas) yakni mereka yang cocok dan menyepakati konsepsi-konsepsi agama
yang ditetapkan oleh ulama-ulama Makkah, Madinah dan ulama-ulama Al – Azhar
yang mulia, kesemuanya adalah menjadi panutan kelompok ahli al  –  Haq,
sayangnya sulit sekali atau bahkan hampir tidaklah mungkin melakukan penelitian
dan pelacakan secara seksama terhadap setiap persoalan dari sejumlah ulama-
ulama ini. Karena kemasyhuran dan menyebarnya tempat domisili mereka
diberbagai daerah. Dan tidak mungkin pula dapat menghitungnya karena
keberadaan mereka sebagaimana bintang gumintang di langit.

Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah haditsnya :
 غٔزج٣ ا لا ٕا  غهٝ اشبك :ٙبجبٓ ٖثا زاظ ) ١ صٓطزُا ٙاٝض (, ضبُ٘ا ٠ُا صـ صـ ٖٓ خػبٔجُا ٠ِػ لاس٣ٝ .خُاو ٠ِػ ٠زٓأ
َٛاٝ نحُا غٓ ْظػاا زاٞؽُبث ي٤ِؼك , فازذاا

“Sesungguhnya Allah Ta‟ala memberikan jaminan bahwa umatnya tidaklah akan
bersekongkol untuk menyepakati kesesatan, keberpihakan Allah adalah pada Al  –
Jama‟ah, barang siapa yang menyimpang dari konsensus mayoritas berarti bahwa ia
mengasingkan diri menuju neraka”. (HR. Al  –  Turmudzi) Imam Ibnu Majah
menambahkan : “Bila terjadi perselisihan maka pegangilah keputusan yang diambil
oleh “Al – Aswad al  - A‟dham” (kelompok mayoritas) dengan segala komitmen atas
kebenaran mereka”

Didalam kitab “Al – Jami‟ Al – Shagir” disebutkan :
خُاــو ٠ِػ غٔـزجر ٕأ ٠زـٓأ ضبجا سه لا ٕا 
“Sesungguhnya Allah telah menyelamatkan umatku dari segala bentuk
persekongkolan atas perbuatan sesat”

Mayoritas dari mereka yang konsisten memegangi kebenaran (Ahli al  - Haq) adalah
mereka yang menjadi pengikut Imam Madzhab yang empat “Al-Madzzhab al-
Arba‟ah”, mengapa demikian ? kita tahu bahwa Imam Bukhori adalah bermadzhab
Syafi‟iy beliau meriwayatkan hadits dari Imam Humaidiy, Al – Za‟faroniy, dan  Imam
Karobi‟isiy, demikian juga Imam Ibnu Khuzaimah dan Imam Nasa‟i. Demikian pula
pada beberapa Imam/Muhaddits yang lain yakni : Imam Al-Syibi adalah pengikut
madzhab Malikiy, Imam Mahaasibi adalah bermadzhab Syafi‟iy. Imam Al  –  Jariry
merupakan Penganut setia Imam Hanafiy. Syaikh Abdul Qadir al  –  Jailani
bermadzhab Hambaliy, Imam Abu Hasan Al  – Syadhili pengikut madzhab Malikiy,
dan dengan mengikuti satu madzhab tertentu akan lebih dapat terfokus pada satu
nilai kebenaran yang haqiqi, lebih dapat memahami secara mendalam dan akan
lebih memudahkan dalam mengimplementasikan amalan. Dengan menentukan
pada satu pilihan madzhab inilah berarti ia telah pula melakukan jalan yang juga
ditempuh oleh „Al  –  Salaafuna al  –  Shaalih‟, mudah-mudahan keridloan Allah
terlimpah curahkan pada mereka semua, Amin.

Kita sebagai kelompok awam dari mayoritas kaum muslimin harus membulatkan
tekad untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah swt. Haqqo al  -  Taqwa, dan
senantiasa berharap agar nantinya kita semua tidak mati meninggalkan dunia yang
fana ini kecuali tetap mengugemi agama Islam, kita sepakat untuk senantiasa
berdamai dan melakukan rekonsiliasi dengan mereka atau siapa saja yang
berselisih. Merekatkan tali persaudaraan, bersikap dan berperilaku baik terhadap
semua tetangga, kerabat dan seluruh teman, dapat memahami dan melaksanakan
hak-hak para pemimpin, bersikap santun dan belas kasihan  terhadap kaum dlu‟afa‟
dan kalangan wong cilik.

Kita berusaha mencegah mereka dari segala bentuk permusuhan, saling benci-
membenci, memutuskan hubungan, hasut-menghasut, sekterianisme dan
memebentuk sekte-sekte baru yang mengkotak-kotakkan Agama, kita menghimbau
pada mereka semua untuk bersatu, bersahabat, tolong menolong dalam kebaikan, berpegang teguh pada agama Allah yang kokoh, dan menghindari perpecahan (Dis
integrasi). Hendaknya kita tetap eksis berpedoman pada Al – Kitab , Al – Sunnah ,
dan apa saja yang menjadi tuntunan para ulama‟, panutan  umat yakni Imam Abu
Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi‟i dan Imam Ahmad bin Hambal Ra.
Merekalah ulama yang mujma‟ alaih, Sah untuk diikuti dan dilarang keluar dari
madzhab-madzhab mereka. Hendaknya kita juga berpaling dari segenap bentuk
organisasi – organisasi baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar yang
dibangun oleh „Al – Salaf al – Sholihin‟.
Rasulullah Saw. bersabda :
ضبّ٘ــُا ٠ِػ ّصــؼ ّصـــ ٖٓ

“Barang siapa yang menyimpang (keluar dari Al - Jamaah ) berarti ia mengungsikan
dirinya ke beraka.”

Untuk itu hendaknya kita tetap konsisten memegangi „Al  –  Jamaah‟  (organisasi
Aswaja) „alaa thariqati Al – Salaf Al – Shalihin‟.

Rasulullah saw. bersabda :
  . خػبــٔجُاٝ  ,  حطجُٜاٝ  , زبٜجُاٝ, خػبطُاٝ, غٔؽُا  : ٖــٜث لا ٠ٗطٓأ ػٔرث ًْطٓآ  بٗأ ٝ  س٤ه خػبـٔجُا مضبك ٖٓ ّٕبك
ٚوـ٘ػ ٖػ ّاؼ إُا خــوثض غِذ سوك طـجؼ

“Aku perintahkan pada kalian semua untuk melaksanakan lima hal, dimana Allah
telah memerintahkan hal itu padaku, yakni bersedia untuk mendengarkan, taat dan
siap untuk berjihad, melakukan hijrah dan bergabung masuk dalam bingkai Al  -
Jamaah. Sesungguhnya seseorang yang berpisah dari jamaah walaupun hanya
sejengkal, berarti sungguh ia telah melepaskan ikatan tali keislamannya dari
lehernya”.

Sayyidina Umar bin Al – Khattab ra berkata :
ٌْ٤ِػ   خػبـٔجُا ّعـِ٤ِك خّ٘ـِجـُا خحٞجحث زاضأ ٖٓٝ سؼثأ ٖ٤ـ٘صاا غٓ ٞٛٝ سحاُٞا غٓ ٕبط٤فُا ٕبك , خهطلُاٝ ٌْ٣اٝ خػبٔجُبث 

“Berpegang teguhlah kalian semua pada Al  –  Jama‟ah,  hindarkan  diri  kalian  dari
segala bentuk perpecahan, karena sesungguhnya syetan ketika menyertai anda
seorang diri saja, maka dengan sangat mudah ia menaklukkannya dibanding ketika ia menyertai dua orang yang bersekutu, barang siapa bermaksud dan ingin
mendapat kenikmatan hidup di dalam surga maka tetaplah bersama Al – Jama‟ah”.































 PASAL
WAJIBNYA TAQLID BAGI SESEORANG YANG TIDAK MEMILIKI KEAHLIAN
UNTUK BERIJTIHAD
Menurut pandangan Jumhuril Ulama setiap orang yang tidak memiliki keahlian untuk
sampai pada tingkat kemampuan sebagai mujtahid mutlak, sekalipun ia telah
mampu menguasai beberapa cabang keilmuan yang dipersyaratkan di dalam
melakukan ijtihad, maka wajib baginya untuk mengikuti (taklid) pada satu qaul dari
para Imam Mujtahid dan mengambil fatwa mereka agar ia dapat keluar dan
terbebaskan dari ikatan beban (Taklif) yang mewajibkannya untuk mengikuti siapa
saja yang ia kehendaki dari salah satu Imam Mujtahid, sebagaimana difirmankan
oleh Allah Swt :
ٕٞـِٔؼرا ْزً٘ ٕا طًصُا َٛا اِٞئؼبك

“Maka bertanyalah kalian semua kepada ahli ilmu jika kalian semua tidak
mengetahui”

Dengan berdasar pada ayat  ini, seseorang yang tidak mengetahui diwajibkan oleh
Allah Swt. untuk bertanya, Nah bertanya itu merupakan perwujudan sikap taqlid
seseorang kepada orang yang alim. Firman Allah ini berlaku secara umum untuk
semua golongan yang dikhitobi.

Secara umum pula  firman Allah ini, mewajibkan kita untuk bertanya dan
mempertanyakan segala sesuatu yang tidak kita ketahui, sesuai dengan
kesepakatan / konsensus Jumhur al  –  Ulama. Karena sesungguhnya orang yang
beridentitas awam itu pasti ada sejak zaman generasi sahabat,  tabi‟in  dan hingga
zaman setelahnya, mereka wajib meminta fatwa kepada para mujtahid dan
mengikuti fatwa  –  fatwa mereka dalam hukum-hukum syari‟ah dan
mengimplementasikannya sesuai dengan petunjuk Ulama. Pertanyaan esensial
yang kemudian muncul adalah, mengapa harus mempertanyakan suatu hukum dan
tuntutan syari‟at yang tidak diketahui ? Karena sesungguhnya para ulamapun ketika
menerima pertanyaan, mereka seringkali segera menjawab pertanyaan tersebut to
the point tanpa memberi isyaroh untuk menuturkan dalil, di satu sisi ketika seorang
ulama melarang untuk melakukan sesuatu kepada orang yang awam, merekapun
(awam) langsung menerimanya tanpa mengingkarinya. Kondisi yang sedemikianlah yang lantas disepakati adanya kewajiban bagi orang awam untuk mengikuti
pendapat seorang mujtahid, disadari pula bahwa sama sekali orang awam itu tidak
memiliki kemampuan dan otoritas untuk memahami Al – Kitab dan Al – Sunnah dan
tentunya pemahamannya tidaklah dapat diterima jika tidak cocok dengan
pemahaman ulama ahli Al  –  Haq  yang agung dan terpilih. Sesungguhnya orang
yang ahli bid‟ah dan berperilaku menyimpang, mereka memahami hukum-hukum
secara bathil dari Al  –  Kitab dan Al  –  Sunnah, pada kenyataannya apapun yang
diambil oleh ahli bid‟ah tidaklah dapat dipegangi sebagai kebenaran.

Bagi orang awam tidak diwajibkan untuk tetap eksis / konsisten mengikuti satu
madzhab saja dalam menyikapi setiap masalah baru yang muncul. Walaupun ia
telah menetapkan untuk mengikuti satu madzhab tertentu seperti madzhabnya Imam
Al  -  Syafi‟i ra.,  tidaklah selamanya ia harus mengikuti madzhab ini, bahkan
diperkenankan baginya untuk pindah pada madzhab yang lain selain Al  -  Syafi‟i.
Seorang awam yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pengkajian
masalah dan istidlal (melakukan pelacakan / pencarian sumber dalil) atau ia juga
tidak memiliki kemampuan membaca sebuah kitabpun yang ada sebagai reverensi
dalam sebuah madzhab, lantas ia mengatakan bahwa saya adalah bermadzhab Al-
Syafi‟i, maka pernyataan yang sedemikian itu tidaklah absah sebagai pengakuan
bilamana hanya sekedar ucapan belaka.

Tetapi menurut sebuah pendapat yang lain menyatakan bahwa ; ketika seorang
awam itu konsisten mengikuti satu madzhab tertentu maka wajiblah baginya untuk
menetapkan madzhab pilihanya. Karena jelas seorang „Awam itu meyakini bahwa
madzhab yang ia pilih adalah madzhab yang benar. Maka konsekwensi yang harus
ia terima adalah wajib menjalankan apa yang menjadi ketentuan madzhab yang ia
yakini.

Bagi seseorang yang taqlid (سِّوٓ) boleh mengikuti selain imamnya dalam sebuah
masalah yang timbul padanya. Misalnya saja ia taqlid pada satu imam dalam
melaksanakan shalat dhuhur, dan ia taqlid dan mengikuti imam lain dalam
melaksanakan shalat ashar. Jadi taqlid setelah selesainya melakukan sebuah amal/
ibadah adalah boleh. Untuk memahami hal ini dapatlah digambarkan sebuah
masalah : “Bila seorang yang bermadzhab syafii melakukan shalat dan ia menyangka (ٖظ)atas keabsahan shalatnya menurut pandangan madzhabnya,
ternyata kemudian menjadi jelas bahwa shalatnya adalah batal menurut madzhab
yang dianutnya, dan sah bila menurut pendapat yang lain maka baginya boleh
langsung taqlid pada madzhab lain yang mengesahkan shalatnya. Dengan demikian
cukup terpenuhilah kewajiban shalatnya.




























 PASAL
SIKAP EKSTRA HATI-HATI DIDALAM MENGAMBIL AGAMA DAN KEILMUAN,
JUGA SIKAP ANTISIPATIF TERHADAP FITNAH YANG DIMUNCULKAN OLEH
PARA AHLI BID’AH, ORANG-ORANG MUNAFIQ DAN PARA PEMIMPIN YANG
MENJERUMUSKAN.
Wajib bersikap ekstra hati-hati didalam mencari dan menghasilkan keilmuan, maka
janganlah anda mencari dan mendapatkannya dari selain ahli ilmu.

 تِطُبث فطؼ٣ا ٖٔػ ِٚٔحر اٝ عسجُا َٛا ٖػ ِْؼُا َٔحرا :ٚـ٘ػ لا ٠وض يُبٓ ّبٓاا ٖػٝ طًبؽػ ٖثا ٟٝض
ِّْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل لا ٍٞؼض ش٣سح ٠ك ةصــٌ٣ا ٕبً ٕاٝ غبُ٘ا ش٣سح ٠ك ةصٌ٣ ٖٔػاٝ,
Diriwayatkan dari Imam Ibnu Asakir  dari Imam Malik Ra : “Janganlah engkau
menerima ilmu dari ahli bidah, jangan pula anda mencari dan menerima keilmuan
(agama) dari seseorang yang tidak diketahui kepada siapa ia belajar, dan tidaklah
pula diperkenankan menerimanya dari seseorang yang melakukan kebohongan
publik didalam menceritakan manusia, walaupun ia diyakini tidak akan melakukan
kebohongan terhadap hadits Rasulullah SAW”.

ٌْ٘٣ز ٕٝصذؤر ّٖٔػ اٝطظٗبك ,ٖ٣ز ِْؼُا اصٛ : لا ٚٔحض ٖ٣ط٤ؼ ٖثا ٟٝضٝ
Diriwayatkan lagi dari Imam Ibnu Sirrin Ra : “Ilmu ini adalah agama ;maka selektiflah
kalian semua dari siapa kalian mengambil agama.”

  , ِْؼُا اصٛ ٕٝصــــذؤر ٖٔػ اٝطظٗبك , ٖـ٣ز حاّمُاٝ , ٖـ٣ز ِْؼُا : بػٞكطٓ بٜٔ٘ػ لا ٠وضطٔػ ٠ثا ٖػ ٠ِٔ٣سُا ٟٝضٝ
 ٖٔػ اا ٙٝٝطر اك , خٓب٤وُا ّٞ٣ ُٕٞؤؽر ٌْٗبك ٙصٛ ِٕٞمر ق٤ًٝ ٖ٤ـــوّزُٔا دبــوضُا ٍٝسؼُا ٖٓ ٌٕٞ٣ ٕؤث ٚزــ٤ِّٛأ ذووحر 

Diriwayatkan oleh Imam Al  - Dailami dari Ibnu Umar ra. dalam sebuah periwayatan
yang marfu‟ : “Ilmu adalah agama dan shalat adalah agama. Maka bersikap telitilah
kalian semua didalam mengambil/menerima ilmu itu. Bagaimana anda melakukan
shalat seperti ini? Sesungguhnya kalian semua akan ditanya nanti dihari kiamat,
maka janganlah anda meriwayatkan keilmuan itu kecuali dari seseorang yang benar-
benar anda meyakini keahliannya yakni ia yang memiliki sifat-sifat keadilan, dapat
dipercaya dan muttaqien”.

 اٞؼٔؽر ُْ بٓ ًْٞصسـح٣ غبٗأ ٠زٓأ طذا ٠ك ٌٕٞ٤ؼ : ٍبه ِْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل لا ٍٞؼض ٕأ ٚحــ٤حل ٠ك ِْؽٓ ٟٝضٝ
ْٛب٣اٝ ًْب٣بك ٌْئآثااٝ ْزٗا Imam muslim meriwayatkan didalam kitab shahih-nya bahwa Rasulullah SAW
bersabda :“Akan ditemukan dizaman akhir dari umatku sekelompok manusia yang
senantiasa menceritakan kepada kalian segala sesuatu yang mereka tidak pernah
mendengarkannya, kamu dan juga orang-orang tua kalian, maka jagalah diri kalian
semua, dan waspadailah mereka”.
 ٕبٓعُا طذأ ٠ك ٌٕٞ٣ ِْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل لا ٍٞؼض ٍبه : ٍٞو٣ ٚ٘ػ لا ٠وض حط٣ طٛ بثأ ٕأ بى٣أ ِْؽٓ ح٤حل ٠كٝ
ٌْٗٞـ٘زل٣اٝ ٌِْٗٞى٣ا ْٛب٣اٝ ًْب٣بك ًْإبثااٝ ْزٗا اٞؼٔـؽر ُْ بٔث ش٣زبحاا ٖٓ ٌْٗٞرؤ٣ ٕٞثصً ُٕٞبجز

Di dalam kitab Shahih Muslim juga disebutkan, sesungguhnya Abu Hurairah RA
berkata  : Rasulillah Saw bersabda  : “Akan didapati diakhir zaman nanti Dajjal-dajjal
yang menebar kebohongan-kebohongan, mereka datang membawa berita-berita
yang, kalian dan orang tua kalian semua tidak pernahmendengarkannya, jagalah diri
kalian dan waspadailah mereka, jangan sampai mereka menjerumuskan kalian
semua, dan jangan pula kalian ter fitnah”.

 , زٝاز ٖثا ٕبٔ٤ِؼ بٜوصٝا خٗٞجؽٓ ٖ٤طب٤ؼطحجُا ٠ك ٕا :ٍبه ٚ٘ػ لا ٠وض قبؼُا ٖث طٔػ ٖػ بى٣أ ِْؽٓ ح٤حل ٠كٝ
 ءاطوزك ططرر ٕا يـٞ٣ بٗأطه غبُ٘ا ٠ِػ 

Juga di dalam kitab Shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Umar bin al  –
„Ash Ra. beliau berkata : “Sungguh di dalam lautan terdapat syetan-syetan yang
terpenjarakan dan yang membelenggunya adalah Nabi Sulaiman bin Dawud, hampir
saja mereka dapat keluar, dan mereka hendak membacakan Al-Qur‟an  kepada
seluruh manusia”.

Imam Al – Nawawi mengomentari hadits ini dengan pernyataannya; bahwa makna
(syetan-syetan) yang dikehendaki oleh hadist diatas adalah mereka yang
membacakan sesuatu yang  sebenarnya bukanlah Al-Qur‟an, tetapi ia
mengatakannya bahwa ini adalah Al-Qur‟an, mereka mengecohkan manusia  pada
umumnya agar mereka menganggap aneh terhadap Al-Qur‟an”.

ِٕٞىُٔا خٔئلا ٠زٓأ ٠ِػ فبذا بٓ فٞذأ ٕا : ٚ٘ػ لا ٠وض ءازضسُا ٖثا ٖػ ٠ٗاطجطُا ٟٝضٝ    سٔحأ ّبٓاا ٟٝضٝ .
ٕبؽُِا ْ٤ِػ نكب٘ٓ ًَ ٠زٓأ ٠ِػ فبذا بٓ فٞذا ٕا : ٚ٘ػ لا ٠وض طٔػ ٖػ
Diriwayatkan oleh Imam Thabrani dari Abi Darda‟i RA, “Sesungguhnya yang paling
menghawatirkan atas umatku adalah prilaku para pemimpin yang sesat”, Imam Ahmad dalam riwayatnya dari sahabat Umar Ra. Menyatakan : “Sesungguhnya
kekhawatiran terbesarku atas umat–ku adalah orang munafik yang kepandaiannya
hanya di lisan saja”.

Imam Al  –  Munawwir Ra. menginterpretasikan/ menafsiri hadits ini dengan
pernyataannya  : “Banyak sekali orang yang pandai beretorika tetapi bodoh hati dan
perbuatannya, ia mencari ilmu dengan orientasi mencari kerja dari sanalah ia akan
mencari makan, dan mengorbankan kesombongan demi meraih kemulyaan. Ia
mengajak manusia semesta alam menuju Tuhannya, tetapi ia sendiri lari dari pada-
Nya”.
 ا ذِه ؟ ّاؼإا ّسٜ٣بٓ فطؼر َٛ : ٚ٘ػ ل ٠وض ةبطرُا ٖثا طٔػ ٠ُ ٍبه : ٍبه ٠ُبؼر لا ٚٔحض ط٣سح ٖث زب٣ظ ٖػٝ
ٖ٤ِـىُٔا خٔئلا ْـٌحٝ , ةبزـٌُابث نكبُ٘ٔا ٍاسجٝ , ُْبؼُا خُظ ٚٓسٜ٣ ٍبه ,
Dari Ziyad bin Jabir RA ia berkata ; telah berkata kepadaku Sayyidina Umar bin
Khattab RA : “Tahukah kamu apakah yang dapat merobohkan Islam ?” Aku berkata
tidak Ya Amirul Mukminin; Berkatalah beliau : “Yang akan merobohkan Islam adalah
tergelincirnya orang awam (sebab mereka tidak bersikap hati-hati), orang munafiq
yang menperdebatkan Al  –  Kitab, dan supermasi hukum yang dikendalikan oleh
para pemimpin yang menyimpang”.















 PASAL :
BEBERAPA HADITS DAN QOULU AL–SHOHABAH YANG MENJELASKAN
TENTANG HILANGNYA ILMU DAN TUMBUHNYA KEBODOHAN, SERTA
PERINGATAN NABI MUHAMMAD SAW DAN PEMBERITAHUANNYA BAHWA
ZAMAN AKHIR ADALAH ERA TERBURUK. DIMANA UMAT BELIAU AKAN
MENGIKUTI MODEL – MODEL PEMBAHARUAN, BID’AH DAN HAWA NAFSU.
AGAMA HANYA AKAN DIANUTOLEH MANUSIA-MANUSIA TERTENTU SAJA.

Imam Ibnu Hajar al  –  „Asqolani Rahimahu Allohu Ta‟ala  didalam  kitab Fathul  al  –
Baari berkata : Allah akan mencabut/ mewafatkan ulama dan besertaan dengan itu
pula Allah melenyapkan ilmu. Pada saat itulah kaum intelektual muda belia saling
timpang tindih, tunggang langgang dengan segala  kontradiksinya, situasi ini ibarat
onta menerjang dan melompati onta-onta yang lain sehigga orang-orang tua yang
melahirkan mereka dianggap lemah tak berdaya.
Sebuah riwayat diceritakan oleh Abu Umamah RA : ketika berlangsung haji wada‟
Rasulullah Saw berdiri di atas ontanya yang coklat seraya berpidato menyampaikan
amanatnya :
 ٍبوك ٠ثا طػأ ُٚؤؽك ٚزِٔح ةبٛش ِْؼُا ةبٛش ٕا اأ , نضلا ٖٓ غكط٣ ٕأ َجهٝ هجو٣ ٕأ َجه ِْؼُا ٖٓ اٝصذ غبُ٘ابٜ٣اب٣
 بِ٘ٔؼر سهٝ قـحبمُٔا بٗطٜظا ٖ٤ثٝ , ب٘ٓ ِْؼُا غكط٣ ق٤ً لا ٍٞؼضب٣ :  غكطك ؟ ب٘ٓسذٝ بٗءبؽٗٝ بٗءب٘ثأ بٛبِ٘ٔػٝ بٜ٤كبٓ
 ٚث ْٛءآج  بٔ٤ك فطحث  بٜ٘ٓ نِؼز٣ ُْٝ قحبمُٔا ْٛطٜظأ ٖ٤ث ٟضبمُ٘اٝ زٜٞ٤ُا  ٙصٛٝ  : ٍبوك  , تىـٓ ٞٛٝ ٚؼأض ٚ٤ُا
ْٛإب٤جٗأ

“Wahai segenap manusia segeralah kau gengam ilmu sebelum ia dicabut dan
sebelum ia lenyap dari  permukaan bumi, Ingatlah bahwa sesungguhnya hilangnya
ilmu itu bersamaan dengan kewafatan pembawanya. Seorang Baduwi lantas
bertanya kepada Nabi, Ya Rasulullah, bagaimana ilmu itu dilenyapkan dari kita,
sementara dihadapan kita terbentang mushaf-mushaf, sungguh kita telah
mempelajari apa yang ada didalamnya, dan kami mengajarkannya kepada anak-
anak kita, istri-istri kita dan pembantu-pembantu kita ? Rasulillah memfokuskan
pandangannya kepada orang „Araby itu, beliau tampak marah dan berkata : Kaum
Yahudi dan Nasrani ini dihadapannya juga terpampang kitab-kitab mereka tetapi
mereka sedikitpun tidak berpegang teguh kepada apa-apa yang telah diajarkan oleh
para Nabinya kepada mereka”.
Imam Ibnu Mas‟ud RA berkata : بحلا ٖٓ  ِْؼُا  ْٛبرأ  بٓط٤ذ ٖ٤ِٔزفٓ غبُ٘ا ٍا ع٣ا  َجِه ٖٓ ِْؼُا ْٛبرأ اشبك , ْٛطثبًأٝ ِْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل سٔحٓ ة
اٌِٞٛ ْٛإاٞٛا ذهطلرٝ ْٛطؿبلأ
“Tidaklah akan sirna eksistensi kemanusiaan selama ia masih berselimutkan dengan
segala kebaikan (kemurnian) ilmu yang datang kepada mereka dari para sahabat
Nabi Muhammad Saw dan para pembesarnya. Tetapi ketika ilmu yang diterima oleh
mereka itu bersumber dari orang-orang rendahan diantara mereka dengan segala
kepentingan hawa nafsu yang berbeda maka rusaklah manusia seluruhnya”.
Imam Bukhari dalam kitab shohinya meriwayatkan sebuah hadits dari Abi Hurairah
RA :

 ٍبوك , ّٝ طُاٝ غضبلً لا ٍٞؼض ب٣ َ٤وك ,عاضصث بػاضشٝ طجفث اطجـ بِٜجه ٕٝطوُا صذ ؤث ٠زٓأ صذ ؤر ٠زح خػبؽُا ّٞورا
ْٛاا غبُ٘ا ٖٓٝ

“Tidaklah akan terjadi hari Qiamat sehingga umatku sedikit demi sedikit menjauh
dalam mengambil tutuntunan hidup sebagaimana yang diambil oleh generasi-
generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, lantas
diucapkan Wahai Rasulillah ! sedemikian itu adalah sebagaimana yang terjadi pada
kaum Persia dan Romawi ? Rasulillah menjawab  :  “Siapalagi manusia  itu  ?  kalau
bukan mereka ( kaum Persia dan Romawi) “!
Dari Said al – Khudri RA dari Nabi SAW beliau bersabda :

 زٜٞ٤ُا لا ٍٞؼضب٣ بِ٘ه , ْٛٞؼجزر تو طجح ٠ك اِٞذزُٞ ٠زح بػاضش بػاضشٝ اطجـ اطجـ ٌِْجه ٕبً ٖٓ ٖ٘ؼ ٖؼجززُ
اٝ ؟ ٖٔك ٍبه ؟ ٟضبمُ٘ 
“Sungguh kalian semua pada saatnya nanti akan mengikuti tuntunan-tuntunan
orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta-demi sehasta,
sehingga kalau saja mereka masuk ke dalam liang biawak, mereka tetap akan
mengikutinya.  Kemudian dikatakan : “Wahai Rasulillah, merekakah orang-orang
Yahudi dan Nasrani? Rasul menjawab : “Siapa lagi kalau bukan mereka”
Imam Thabrani meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Mas‟ud RA dari Rasulillah
Saw :
رٓ ْٛضاطـ بٛطذاٝ ,ْٛضب٤ذ خٓلا ٙصٛ ٍٝا ٕا  ٠رؤ٣ ٞٛٝ ٚزز٤ٓ ٚرؤزِك طذاا ّٞ٤ُاٝ لبث ٖٓئ٣ ٕبً ٖٔك , ٖ٤هطلزٓ ٖ٤لِز
ٚ٤ُا ٠رئ٣ ٕأ تح٣ بٓ غبُ٘ا ٠ُا
 “Sesungguhnya generasi pertama dari ummatku ini adalah sebaik-baiknya generasi,
dan periode akhirnya adalah seburuk-buruknya generasi umatku, mereka semua
berselisih dan berpecah belah. Barang siapa mengimani Allah dan hari akhir maka
segeralah menjemput kematiannya, sementara itu ia datang menghampiri manusia
menyampaikan sesuatu yang ia menyenanginya bila hal itu didatangkan
kepadanya”.

Sebuah kisah diriwayatkan dari Hisyam bin Urwah RA suatu ketika ia mendengar
ayahnya bercerita :

 ٠٘ث اِٞوأٝ ٟأطُبث ٍٞوُا ْٜ٤ك اٞصسحبك ,ْٓلا ب٣بجؼ ءب٘ثأ اٝسُُٞٔا ْٜ٤ك سسح ٠زح بٔ٤وزؽٓ َ٤ئاطؼا ٠٘ث طٓأ ٍ ع٣ ُْ
ٖ٣سُا ّاٞه ٖ٘ؽُا ٕبك , ٖ٘ؽُا ٖ٘ؽُا ٍٞو٣ ٠ثأ ٕبًٝ ٍبه ,َ٤ئاطؼا

“Tidaklah pernah sirna perkara yang ada ditengah-tengah kaum Bani Israil, dan itu
tetap kokoh dipegangi sehingga datang ditengah-tengah mereka anak-anak yang
terlahirkan dari para tawanan umat mereka. Generasi baru itu melakukan
pembaharuan ditengah-tengah mereka dengan mengemukakan/ menyampaikan
pendapat mereka sendiri. Di saat itulah mereka menjerumuskan kaum Bani Israil,
Hisyam berkata : Ayahku lantas mewasiatkan:“tetaplah kalian memegangi tuntunan,
teguhkanlah dirimu untuk tetap berpegang teguh pada al- Sunnah, karena tuntunan
itu merupakan tiang agama”.

Pada sebuah riwayat yang lain diceritakan dari Ibnu Wahbin dari Ibnu Shihab Al  –
Zuhri RA ia berkata :

ٚ٤ك اٝصذأٝ ٟأطُا اِٞوزؼا ٖ٤ح ْٜ٣س٣ؤث ٕبً ٟصُا ِْؼُا ٖٓ اٞرِؽٗا بٔٗا ٟضبمُ٘اٝ زٜٞ٤ُا ٕا

“Sesungguhnya  orang-orang Yahudi dan Nasrani mulai melepaskan diri dari
keilmuan mereka yang selama ini ada pada genggaman mereka ,yakni pada saat
mereka semua bebas sebebas-bebasnya untuk melontarkan pendapat-pendapat
mereka sendiri dan menjadikannya sebagai pedoman hidupnya”.
  ٠جُ٘ا ذـؼٔؼ ٚ٘ػ لا ٢وض ٝطٔػ ٖث لا سجػ ب٘٤ِػ حح : ٍبه ٚ٘ػ لا ٠وض حٝطػ ٖػ ٚح٤حل ٠ك ٟضبرجُا ٟٝضٝ
 ِْٜٔؼث ءبِٔؼُا هجه غٓ ْٜ٘ٓ ٚػعز٘٣ ٌُّٖٝ , بػاعزٗا ٙٞٔٛبطػا ٕأ سؼث ِْؼُا عع٘٣ا لا ّٕا :ٍٞو٣ ِْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل
 ٕٞزل٤ك , ٕٞزلزؽ٣ ٍبّٜج غبٗ ٠وج٤ك ِّٕٞىُ٣ٝ ِٕٞىَ٤ك ْٜ٣أطث 

Imam Bukhori di dalam kitab shohihnya meriwayatkan sebuah hadits dari Urwah Ra.
Ia berkata: Abdullah bin Umar Ra. menunaikan haji bersama kita, lantas aku
mendengar Nabi Muhammad SAW. Bersabda : “Sesungguhnya Allah swt. tidak akan
mencabut ilmu, setelah ilmu itu ia berikan kepada suatu kaum dari dada mereka
secara mendadak, tetapi Allah mencabutnya besertaan dengan kewafatan para
ulama sebaagi pemegangnya, sehingga yang tersisa tinggallah manusia-manusia
bodoh, kaumnya meminta fatwa pada mereka, dan merekapun menyampaikan fatwa
atas dasar pendapatnya sendiri, sehingga mereka sendiri tersesat dan menyesatkan
kaumnya, kesesatanpun merajalela.”

Hadits ini lantas aku ceritakan kepada Dewi Aisyah Ra, istri Rasululah saw.
Kemudian ketika Sayyidina Abdullah bin Umar melaksanakan ibadah haji lagi pada
tahun berikutnya. Dewi A‟iyah menghampiriku : “Wahai putra saudara perempuanku,
pergilah dan temuilah Abdullah dan mintalah pengukuhan sebuah hadits yang telah
ia sampaikan kepadaku.” Maka sayapun datang dan menanyakannya. Kemudian
Abdullah bin Umar menyampaikan sebuah hadits sebagaimana yang pernah ia
tuturkan. Setibanya dari sana, saya datang kepada Dewi Aisyah untuk
menginformasikan hasil pertemuanku dengan Abdullah bin Umar. Dewi Aisyah Ra.
menyatakan pengukuhannya : “Demi Allah, sungguh Abdullah bin Umar menghafal
hadits tersebut.”

Di dalam kitab Fathu al  – Bahri juga diriwayatkan sebuah hadits dari Masruq dari
Ibnu Mas‟ud Ra. ia berkata :

ٗأ  بٓا  ,  ِٚجه ٕبً  بٔٓ طـأ ٞٛٝ اا ٕبٓظ  ٌْ٤ِػ ٠رؤ٣ا  ٌُٖٝ , ّبػ ٖٓ اط٤ذ بٓبػ اٝ ط٤ٓأ ٖٓ اط٤ذ اط٤ٓأ ٖ٤ػأا ٠
ٚٗٞٓسٜ٣ٝ ّاؼاا ِٕٞٔض٤ك ْٜ٣أطث ضٞٓاا ٠ك ٕٞزل٣ ّٞه ئج٣ ْص , بلِذ ْٜ٘ٓ ٕٝسجر ا ْص ٕٞجٛص٣ ًْإبٜوكٝ ًْإبِٔػ .

“Tidak akan datang sebuah zaman kepada kalian semua, kecuali zaman itu lebih
buruk dari era sebelumnya, ingatlah sesungguhnya aku tidak akan menentukan
seorang pemimpin yang lebih baik dari pemimpin yang lain juga tidak pada sebuah masyarakat yang lebih baik dari masyarakat yang lain. Tetapi ulama-ulama dan ahli
fiqih kalian telah wafat meninggalkan kita, hingga tidak didapati lagi pengganti
mereka. Kemudian datanglah sekelompok kaum yang menyampaikan fatwa tanpa
sadar tentang suatu masalah menurut pendapatnya sendiri, mereka merusak Islam
dan merobohkan sendi-sendi agama”.




























 PASAL
TENTANG DOSANYA SESEORANG YANG MENGAJAK
PADA JALAN YANG SESAT DAN PERBUATAN YANG BURUK
Allah SWT. berfirman :
ِّْٜٗٞى٣ ٖ٣صُا ضاظٝا ٖٓٝ خٓب٤وُا ّٞ٣ خِٓبً ْٛضاظٝا اِٞٔح٤ُ
“(Ucapan dan perbuatan mereka)-lah yang menyebabkan mereka harus memikul
dosa-dosa mereka dengan sepenuh-penuhnya pada hari Qiamat, dan juga dosa-
dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa
mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. (Al-Nahl :
25)

Imam Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairoh Ra.
Ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda :

 ٚ٤ِػ ٕبً خُاو ٠ُا بػز ٖٓٝ , بئ٤ـ ْٛضٞجأ ٖٓ يُش كو٘٣ا ٚؼجر ٖٓ ضٞجأ َضٓ طجلا ٖٓ ُٚ ٕبً ٟسٛ ٠ُا بػز ٖٓ
بئ٤ـ ْٜـٓبصأ ٖٓ يُش كـو٘٣ا ٚــؼجر ٖٓ ّبصأ َضٓ ْصإا ٖٓ

“Barang siapa mengajak menuju hidayah Tuhan maka baginya pahala sebagaimana
pahalanya orang-orang yang mengikutinya tanpa sedikitpun berkurang. Namun
senaliknya barang siapa mengajak orang lain pada kesesatan jalan Tuhan maka
baginya dosa sebagaimana dosanya orang-orang yang mengikutinya tanpa
berkurang sedikitpun dari dosa-dosa mereka.”

Dalam sebuah riwayat Imam Muslim menceritakan dari Abdur Rahman bin Hilal dari
Jarir bin Abdullah al–Bakhliy Ra. dalam sebuah haditsnya yang cukup panjang ia
berkata : Rasulullah saw. Bersabda :
 ٠ك ٖؼ ٖٓٝ  ,  بئ٤ـ ْٛضٞجأ ٖٓ كو٘٣ ٕا ط٤ؿ ٖٓ  ٙسؼث  بٜث َٔػ ٖٓ طجأٝ  بٛطجا ِٚك خ٘ؽح خ٘ؼ ّاؼإا ٠ك ّٖؼ ٖٓ
بئ٤ـ ْٛضاظٝا ٖٓ كو٘٣ ٕأ ط٤ؿ ٖٓ ٙسؼث بٜث َٔػ ٖٓ ضظٝٝ بٛضظٝ ٚ٤ِػ ٕبً خئّ٤ؼ خ٘ؼ ّاؼإا.

“Barang siapa merintis sebuah tuntunan yang  baik di dalam Islam, maka baginya
mendapatkan pahala kebaikan tersebut dan juga pahalanya orang-orang setelahnya
yang mengamalkan tuntutan kebaikan tersebut, tanpa berkurang sedikitpun dari
pahala-pahala mereka. Dan barang siapa membuat tuntutan pada jalan keburukan
dalam agama Islam, maka dilimpahkanlah dosa baginya, dan iapun harus mennaggung dosa-dosa orang-orang setelahnya yang mengikuti jalan keburukan
tersebut tanpa berkurang sedikitpun dari dosa-dosa mereka”.

Imam Mujahid Ra. ketika menafsiri ayat yang dituturkan di muka menyebutkan :
“Mereka (yang berkata dan berbuat keburukan) harus menanggung, dosa-dosa
mereka sendiri dan dosa orang-orang yang mengikuti dan mentaati mereka tanpa
ada keringanan pembebasan sedikitpun dari orang-orang yang mengikuti mereka”.
Imam Al-Turmudzi meriwayatkan sebuah hadits dari Amr bin „Auf Ra. Rasulullah
bersabda :

 , بئ٤ـ ْٛضٞجأ ٖٓ يُش كو٘٣ ٕأ ط٤ؿ ٖٓ بٜث َٔػ ٖٓطجأ َضٓ طجلا ٖٓ ُٚ ٕبً ٟسؼث ذز٤ٓأ سه ٠ز٘ؼ ٖٓ خ٘ؼ ٢حأ ٖٓ
بصأ َضٓ ٚ٤ِػ ٕبً ُٚٞؼضٝ لا ٠وطرا خُاو خػسث عسزثا ٖٓٝ بئ٤ـ غبُ٘ا ضاظٝا ٖٓ يُش كو٘٣ا بٜث َٔػ ٖٓ ّ .
“Barang siapa menghidupkan tuntunan dari sunnahku yang telah mati, setelah
kewafatanku, maka baginya mendapatkan pahala sebagaimana pahalanya orang-
orang yang mengamalkan tuntunan kebaikan itu tanpa berkurang sedikitpun dari
pahala-pahala mereka, dan barang siapa menciptakan bid‟ah atau tuntunan
menyesatkan yang tidak di ridloi oleh Allah swt. dan Rasul – Nya, maka dilimpahkan
padanya dosa dan dosanya orang-orang  yang mengamalkan perbuatan  bid‟ah  itu,
tanpa berkurang sedikitpun dari dosa-dosa mereka”.

Sebuah riwayat juga menceritakan dari Imam Thabrani dan shahabat Abi Hurairoh
Ra. Ia berkata : Rasulullah saw. Bersabda :
س٤ٜـ خئبٓ طجأ ُٚ ٠زّٓأ زبؽك س٘ػ ٠ز٘ؽث يؽٔزُٔا

“Seseorang yang eksis berpegang teguh dalam menjalankan sunnahku pada saat
carut marutnya ummatku, maka baginya pahala sebagaimana pahalanya 100 orang
yang mati syahid.”






 PASAL
PERPECAHAN UMMAT RASULULLAH MUHAMMAD SAW.
MENJADI 32 SEKTE DAN PENJELASAN TENTANG DASAR-DASAR
KESESATAN YANG TERJADI PADA GOLONGAN-GOLONGAN TERSEBUT,
JUGA TENTANG GOLONGAN YANG SELAMAT YAKNI
“AHLU SUNNAH WAL JAMAAH”
Imam Abu Dawud, Al-Turmudzi dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan sebuah
hadits dari Abu Hurairoh Ra. Sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda :
 ٟسحا ٠ِػ زٜٞ٤ُا ذهطزكا  ٖ٤ؼجؼٝ ساص ٠ِػ ٠زٓأ ذهطلرٝ , خهطك ٖ٤ؼجؼٝ ٖ٤٘صا ٠ِػ ٟضبمُ٘ا ذهطلرٝ , خهطك ٖ٤ؼجؼٝ
٠ثبحلاٝ ٚ٤ِػ بٗأ ٟصُا ٠ِػ ٖ٣صُا ْٛ : ٍبه ؟ لاٞؼض ب٣ ْٛ ٖٓٝ :اُٞبه , حسحاٝ اا ضبُ٘ا ٠ك بًِٜ , خهطك .
“Kaum Yahudi telah terpecah belah menjadi 71 golongan, dan kaum Nasrani
terkotak-kotak menjadi 72 kelompok, dan ummatkupun akan terpecah belah menjadi
32 sekte, semua golongan tersebut masuk neraka kecuali hanya satu golongan saja.
Para sahabat tercengang dan lantas bertanya : “Siapa (satu golongan yang selamat
itu) Yaa Rasulullah Saw. ?” Rasulullah Saw. Menjawab : “Golongan yang selamat itu
adalah kelompok ahli sunnah wal jama‟ah mereka adalah orang-orang yang eksis
dan tetap punya komitmen dalam mengikutiku dan para sahabatku”.

Imam Al – Syihabu al – Din al – Khofaji Ra. di dalam kitabnya Nasimu al – Riyadz
menyebutkan : Golongan yang selamat itu adalah kelompok “Ahli al – Sunnah Wa al
– Jamaah” .
Dalam Hasyiyah (catatan pinggir )-nya Imam al – Syanwani terhadap kitab ringkasan
(mukhtasor)-nya Imam Ibnu Jamroh dinyatakan bahwa : Kelompok yang selamat itu
adalah mereka yang berafiliasi kepada Imam Abu al  –  Hasan al  –  Asy‟ary  dan
jamaahnya yaitu “Ahli al – Sunnah ” dan “Aimatu al – Ulama ”.
Karena Allah swt. telah menjadikan “Jama‟ah” atau kelompok ini sebagai hujjah /
argumentasi bagi mahluknya, dan kepada Imam al  –  Asy‟ari  dan  jamaahnyalah,
masyarakat memiliki kecondongan dalam mengembalikan berbagai permasalahan
agama mereka. Kelompok inilah yang pada hakekatnya dimaksudkan oleh
Rasulullah saw. Dalam sabdanya :
ــٓأ غٔزــجر ا خُ اــــو ٠ِػ ٢زـ 

“Sesungguhnya Allah ta‟ala tidak akan mengumpulkan ummatku untuk
bersekongkol, sepakat dalam berbuat kesesatan”. Imam Abu Mansyur bin Thohir al  –  Tamimi dalam menjelaskan hadits ini
mengemukakan : Sungguh orang  –  orang yang memiliki  perbedaan  –  perbedaan
pendapat itu mengetahui bahwa Rasul Allah swt. tidak bermaksud mengidentifisir
kelompok yang tercela itu ditujukan kepada golongan yang berselisih dalam
menyikapi masalah-masalah fiqih yang bersifat Furu‟iyyah (cabangan) yang
berkaitan dengan hukum halal dan haram. Tetapi mereka menyadari bahwa yang
dikehendaki oleh Nabi adalah : mencela seseorang yang menentang dan keluar dari
Ahlu al  –  Haq di dalam permasalahan dasar-dasar Tauhid / Teologi, di dalam
menetapkan perbuatan baik dan buruk, di dalam memberikan batasan-
batasan/syarat-syarat kenabian dan kerasulan, dan juga di dalam masalah
bagaimana mencintai para sahabat, dan hal apa saja yang berkaitan dengan
masalah  – masalah tersebut di atas. Karena mereka yang berselisih dan berbeda
pendapat dalam masalah  –  masalah ini telah saling mengkafirkan satu sama
lainnya.Berbeda dengan ikhtilaf yang terjadi pada kelompok pertama. Mereka
berbeda pendapat dalam masalah – masalah fiqih tanpa mengkafirkan yang lain dan
tanpa menfasiq-kan kelompok lain yang berbeda pendapat. Oleh karena itulah
interpretasi yang benar adalah disandarkan pada perbedaan – perbedaan pendapat
dalam masalah-masalah aqidah, bukan pada masalah-masalah  furu‟iyyah  dalam
fiqih.

Pada masa akhir kepemimpinan sahabat, terjadi pergolakan yang dipacu oleh
perselisihan yang terjadi di dalam tubuh golongan Qodariyyah antara Ma‟bat Al-
Juhain dan para pengikutnya, dalam persengketaan ini sejumlah sahabat
muta‟akhirin mengambil posisi independen, diantara mereka adalah : Sahabat
Abdullah bin Umar, Sahabat Jabir, Sahabat Anas bin Malik dan para pengikutnya,
Radliyallahu „Anhum.

Setelah itu, bermunculan perbedaan-perbedaan pendapat, dan sedikit demi sedikit
meruncing dan terjadi ketegangan hingga sempurnalah perpecahan diantara ummat
Islam itu menjadi 72 golongan yang sesat, dan golongan yang ke 73 adalah “Ahli al
– Sunnah wa al – Jamaah” sebagai kelompok yang mendapat jaminan keselamatan
dari Rasulullah saw.
 Bila dikatakan apakah sekte-sekte itu kesemuanya diketahui dan populer di tengah –
tengah kita ?, Maka jawaban yang dapat dikemukakan adalah : Kita mengetahui
perpecahan sekte  –  sekte tersebut secara umum dan dasar  –  dasar yang dianut
oleh masing – masing golongan tersebut, dan kita mengetahui juga bahwa golongan
–  golongan itu juga terbagi-bagi lagi dalam beberapa kelompok, walaupun secara
mendetil kita tidak mengetahui nama dari masing  –  masing firqoh itu sekaligus
madzhab yang mereka anut masing – masing.

Diantara beberapa sekte yang memiliki dasar-dasar teologi antara lain : golongan
Haruriyah, Qodariyah, Jahmiyah, Murji‟ah, Rofidloh dan Jabariyah berdasarkan
penelitian sebagian dari para intelektual ahli ilmu, Rahimakumullah Ta‟alaa „Anhu
menegaskan bahwa konsepsi-konsepsi dasar teologis yang dianut oleh enam sekte
tersebut di muka adalah golongan-golongan yang di klaim sebagai golongan yang
sesat. Masing-masing dari 6 kelompok sekterianisme di muka terpecah belah
menjadi 12 firqoh hingga terhitunglah jumlah komunalnya menjadi 72 firqoh.

Imam Ibnu Ruslan Ra. berkata : Sebuah pendapat mengemukakan bahwa secara
rinci golongan-golongan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi; 20 golongan.
Diantara mereka termasuk golongan Rowafid, 20 sekte yang lain masuk dalam
golongan Khowarij, 20 sekte berikutnya muncul dari firqoh Qodariyah. 7 golongan
juga muncul dari sekte Murji‟ah dan satu firqoh lagi adalah sekte Najjariyah. Masing-
masing itupun tersekat-sekat kembali menjadi lebih dari 10 golongan, tetapi
perpecahan kelompok-kelompok itu hanya dihitung sebagai satu firqoh saja
misalnya firqoh Hururiyah saja, atau satu firqoh Jahmiyah, dan 3 firqoh dari
golongan Karromiyah, dari rincian inilah secara keseluruhan terhitung jumlah sekte
yang muncul adalah 72 golongan.







 PASAL
TENTANG TANDA-TANDA DEKATNYA HARI QIAMAT
Banyak sekali tanda-tanda akan terjadinya hari qiamat, antara lain tidak adanya
orang yang bersedia menolong dan mengamalkan agama. Tentang tanda-tanda
akan terjadinya hari qiamat ini beberapa hadits Nabi menyebutkan antara lain :
Rasulillah Muhammad saw. Bersabda :
ػ طثبمُا ٕبٓظ غبُ٘ا ٠ِػ ٠رؤ٣ طٔجُا ٠ِػ هثبوُبً ٚ٘٣ز ٠ِ  (ٚ٘ػ لا ٠وض يُبٓ ٖث ػٗأ ٖػ ٟصٓطزُا ٙاٝض )
“Akan datang suatu zaman atas manusia seluruh alam, dimana orang yang bersabar
dalam mempertahankan agama itu bagaikan orang yang menggenggam bara api.”
(HR. Al – Turmudzi dari Anas bin Malik Ra.)

ٚ٘ػ لا ٠وض ػٗأ ٖػ ىضسزؽُٔا ٠ك ًْبحُاٝ خ٤ِحُا ٠ك ْ٤ؼٗ ٞثا ٙاٝض ( خوّؽك ءا طهٝ ٍبٜج زبّجػ ٕبٓعُا طذأ ٠ك ٌٕٞ٣ )

“Pada zaman akhir akan dijumpai banyak hamba-hamba Allah yang bodoh dan
orang-orang yang ahli membaca Al-Qur‟an tetapi berperilaku fasiq.” (HR. Imam Abu
Nu‟aim di dalam kitab Hilyahnya, dan Imam al – hakim di dalam kitab Mustadroknya,
juga dari sahabat Anas bin Malik Ra.)

ٚ٘ػ لا ٠وض ػٗأ ٖػ ٚ٘٘ؼ ٠ك زاٝاز ٞثاٝ ٙص٘ٓ ٠ك سٔحا ّبٓا ٙاٝض ( سجؽُٔا ٠ك غبُ٘ا ٠ٛبجز٣ ٠ّزح خػبؽُا ّٞو٣ا )

“Tidak  akan terjadi hari qiamat sehingga manusia bermegah-megahan dalam
menbangun masjid.” (HR. Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya, dan Imam Abu
Dawud di dalam kitab sunnahnya dari sahabat Anas Ra.)
Termasuk tanda-tanda akan tibanya hari Qiamat adalah :
 ٚؼ٤طه ٖئبرُا ٕبٔزـئاٝ , ٖ٤ٓاا ٖ٣ٞــرـرٝ , ْحطُا  
( ٚ٘ػ لا ٠وض يُبٓ ٖثا ػٗا ٖػ ٠ٗاطجطُا ٙاٝض )

“Terputusnya tali silaturrahim (persaudaraan), orang yang dapat dipercaya dianggap
menyimpang, dan orang yang menyimpang dan berdusta justeru dipercaya” (HR.Al
–Thabrani dari sahabat Anas bin Malik RA)
 ٠وض زٞؼؽٓ ٖثا ٖػ ٠ٗاطجطُا ٙاٝض ( ٖ٤زـِ٤ُِ ٍبو٤ك غِط٣بٓ خؼِؼ ٟا ٖ٤زحزلث اجه ٍاُٜا ٟط٣ ٕاٝ, خِٛلا خبلزٗا بٜ٘ٓٝ
ٚ٘ػ لا ) “Naiknya kwalifikasi tanggal, sehingga pada suatu waktu peninggalan itu dapat
muncul dan diselesaikan pada awal mulanya, tetapi pada saat yang lain tidak
disaksikan lagi, sehingga dinyatakan bahwa tanggal itu adalah merupakan sebuah
tanggal untuk dua malam”.
(HR. Al – Thabrani dari sahabat Anas bin Malik RA)

خُبفح ٠وجرٝ ,ٍٝلا ٕٞحُبمُا تٛص٣ بٜ٘ٓٝ   طٔزُاٝا ط٤ؼفُا خُبضحً 
( ٟضبرجُاٝ سٔحأ ّبٓا ٙاٝض )
“Lenyapnya orang – orang yang shaleh dari satu generasi ke generasi selanjutnya,
dan yang tersisa hanyalah orang-orang yang bodoh ibarat sampah gandum atau
ampasnya kurma”
(HR. Al – Thabrani dari sahabat Ibnu Mas‟ud RA)

بؼّ٘مر عضُٞاٝ خ٣اٝض سٛعُا ٌٕٞ٣ ٠زح خػبؽُا ّٞورا بٜ٘ٓٝ
(خ٤ِحُبٟك ْ٤ؼٗ ٞثا ٙاٝض)
“Tidak akan terjadi hari Qiamat sehingga orang zuhud hanyalah tinggal ceritanya,
dan orang yang berperilaku wara‟ tidak lain hanyalah dibuat-buat.” (HR. Abu Nuz‟im
di dalam kitab Al - Hilyah)

بى٤ه ّبئُِا ه٤لرٝ , بى٤ه ططُٔا , بى٤ؿ سُُٞا ٌٕٞ٣ ٕا بٜ٘ٓٝ
( ٚ٘ػ لا ٠وض زٞؼؽٓ ٖثا ٖػ ٠ٗاطجطُا ٙاٝض)
“Keberadaan anak yang terlahirkan hanyalah menjadi penyebab kemarahan/
keberingasan, hujan yang justeru menambah panas, penyebab kepanikan, dan
tampak merajalelanya orang – orang yang berperilaku tercela”. (HR. Al Thabrani dari
Ibnu Mas‟ud RA)

 سجػ ٖػ ٠ٗاطجطُا ٙاٝض ( ْٛٞوؼبك خِ٤جوُا زبؼٝ , ُْٜشضأ ّٞوُا ْ٤ػظ ٕبًٝ , بٛٞوك ب٘ٓ خِ٤جه ًَ زٞؽ٣ ٠زح خػبؽُا ّٞورا
لا ٠وض زٞؼؽٓ ٖثا لا   ٚ٘ػ لا ٠وض حط٣طٛ ٠ثأ ٖػ ٟصٓطزُاٝ , ٚ٘ػ  )

“Tidaklah akan terjadi hari qiamat sehingga setiap suku bangsa menyimpan dan
melindungi orang-orang munafiknya, penghuni suatu kaum tinggallah orang-orang
yang bodoh, dan penduduk suku tersebut mengangkat orang-orang munafik sebagai
pemimpin mereka” (HR. Al Thabrani dari abdullah bin Mas‟ud RA dan juga
diriwayatkan oleh Imam Al – Turmudzi dari sahabat Abi Hurairah) ٚ٘ػ لا ٠وض زٞؼؽٓ ٖثا ٖػ ٠ٗاطجطُا ٙاٝض ( ةِٞوُا ةطررٝ ةضبحُٔا فطذعر ٕا بٜ٘ٓٝ)
“Termasuk  tanda-tanda segera terjadinya hari Qiamat adalah tempat-tempat
ibadahdihiasi sedemikian indah, tetapi hati-hati mereka kosong  tanpa  jiwa”. (HR. Al
Thabrani dari sahabat Ibnu Mas‟ud RA)

ٝ , ّبحضلا غطهٝ , حضبجزُا ٠ِػ بٜجٝظ حأطُٔا ٖ٤ؼر ٠زح حضبجزُا ّٞفك بٜ٘ٓٝ ضٝعُبث حزبٜفُا ضٜٞظٝ , ِْوُاٞفك 
( ٚ٘ػ لا ٠وض زٞؼؽٓ ٖثا ٖػ ٟضبرجُاٝ سٔحأ ّبٓإا ٙاٝض )

“Termasuk tanda-tanda terjadinya hari Qiamat adalah maraknya bisnis dan
mengglobalnya perdagangan (perdagangan bebas) sehingga seorang isteri terlibat
langsung untuk membantu suaminya untuk mengelola bisnis dan perdagangan,
terputusnya tali silaturahim, maraknya media cetak, dan banyaknya persaksian
penuh dengan kebohongan”.
(HR. Imam al – Ahmadi dan al – Bukhari dari sahabat Ibnu Mas‟ud RA)

Maraknya media cetak dan banyaknya kegiatan tulis menulis ini menunjukkan
semakin sedikitnya orang yang berperan sebagai ulama. Dan karena mudahnya
mendapatkan fasilitas ini, manusia menganggap cukup dengan belajar melalui
media cetak, elektronika, dan lewat tulisan itu. Bersamaan dengan itu pula
seseorang terstimulir untuk aktif dalam kegiatan tulis menulis, menyampaikan opini
dan tanggapan. Mereka bermaksud untuk segera mendapatkan popularitas dan bisa
berkumpul dengan kelompok-kelompok elite.

Termasuk tanda – tanda akan datangnya hari qiyamat adalah :
ٖ٣ز ط٤ـُ ِْؼُا ِّْؼز٣ٝ ,بٓطـٓ حبًعُاٝ بٔ٘ـٓ خٗبٓلا صرّز٣ ٕا بٜ٘ٓٝ
( ٚ٘ػ لا ٠وض حط٣طٛ ٠ثا ٖػ ٟصٓطزُا ٙاٝض )
“Ketika amanat (kekuasaan) telah dijadikan sebagai kendaraan untuk menjarah
kekayaan. Zakat telah dirubah substansinya menjadi pengganti kerugian dan ilmu
dipelajari bukan karena tujuan keagamaan”.
(HR. Imam Al – Turmudzi dari Abi Hurairah RA)

 ٖػ ٟصٓطزُا ٙاٝض ( سجبؽُٔبٟك داٞللا ذؼلرضاٝ ,ٙبثأ ٠مهأٝ ٚو٣سل ٠ٗزاٝ ,ّٚٓأ ّنػٝ ٚرأطٓا َجطُا عبطأ اشا بٜ٘ٓٝ
ٚ٘ػ لا ٠وض حط٣طٛ ٠ثا ) Min Asroothi Youmi al  – Qiamah,  “Ketika  seorang  suami  telah  kalah dan mentaati
isterinya, anak berani kepada ibunya, ia berusaha selalu dekat dengan teman/
sahabatnya dan menjauhi ayahnya, sementara masjid-masjid hanya berlomba-
lomba dalam memperkeras suara”.
(HR. At Turmudzi dari Abu Hurairah RA)

 ٠وض حط٣طٛ ٠ثأ ٖػ ٟصٓطزُا ٙاٝض ( بُّٜٝأ خّٓلا ٙصٛ ط٤ذأ ٖؼُٝ ,ضٞٔرُا ذث طـٝ فضبؼُٔاٝ دب٘٤وُا دطٜظ اشا بٜ٘ٓٝ
ٚ٘ػ لا )
“Termasuk juga ketika banyak bermunculan para penyanyi dan selebritis dengan
berbagai alat musik, minum khomr menjadi kebanggaan dan generasi yang akhir
dari umat ini secara frontal dan berani melaknat generasi sebelumnya”.
( HR. al-Tirmidzi dari Abi Hurairah Ra.)

,ٖ٤ٓلا بٜ٤ك ّٕٞر٣ٝ ةشبٌُا بٜ٤ك مّسم٣ٝ ,مزبمُا بٜ٤ك ةّصٌ٣ ,دبػسذ ٕٞ٘ؼ ٍبجسُا ّبٓأ ٕا بٜ٘ٓٝ    ,ٖئبرُا بٜ٤ك ٖٔرئ٣ٝ
 ٖثا ػٗا ٖػ ٝاعُاٝ سٔحلا ّبٓا ٙاٝض ( خٓبؼُا طٓا ٠ك ٌِْز٣ ٚكبزُا َجطُا ٍبه ؟ خىج٣ٝطُا بٓٝ َ٤ه ,خىج٣ٝطُا بٜ٤ك ٌِْز٣ٝ
ٚ٘ػ لا ٠وض يُبٓ )

“Para pembesar berwatak Dajjal dan berperilaku membujuk, sebagai pembohong. Ia
menganggap orang yang benar dianggap bohong, Orang yang bohong ia benarkan.
Ia mengklaim orang yang dapat dipercaya sebagai penghianat. Tapi ia justeru
mempercayai orang yang berbuat khianat, pada saat orang-orang hina dan
rendahan (Al Ruwaibidhoh) memberikan komentar”.

Ditanyakan kepada Rasulullah, siapakah Al – Ruwaibidhoh itu, ya……..Rasulullah ?
Rasul menjawab; “Ia adalah seorang yang hina dan bodoh tetapi ia ikut campur
dalam mengurus masalah-masalah umat”.
(HR. Al – Imam Ahmad dan Al Bazzar dari Anas bin Malik RA)

 بٜ٘ٓٝ  بٜ٘ٓ ٌُْ طًش ٌّْ٤جٗ َٛ ُٕٞؤؽرٝ ٌْؽلٗا ٠ك بٜٗؤـ ْهبلز٣ ٌْؽلٗأ بٜث سّسحر ُْ بٓبظػ اضٞٓأ اٝطر ٠زح خػبؽُا ّٞورا
بًٜ٘بٓأ ٖػ ٍٝعر ٍبججُا اٝطر ٠ّزحٝ اطًش
( ٚ٘ػ لا ٠وض ةس٘ج ٖثا حطٔؼ ٖػ ٠ٗاطجطُاٝ سٔحأ ّبٓ اا ٙاٝض )

“Tidaklah akan terjadi hari Qiamat itu sehingga mereka menyaksikan banyak
persoalan-persoalan besar, tetapi mereka tidak memperbincangkan masalah-masalah besar itu untuk memberi manfaat pada diri mereka sendiri. Keberadaan
masalah-masalah itu menjadi tampak gawat dan membahayakan diri mereka.
Merekapun lantas bertanya apakah nabi kalian semua telah menuturkan masalah itu
secara gamblang. Carut marutnya masalah ini akan kalian saksikan hingga gunung-
gunung berpindah dari tempat-tempatnya”. (HR. Imam Ahmad al-  Tabrani dari
Samroh bin Jundab RA)

اشا بٜ٘ٓٝ   خػبؽُا اٝطظزٗبك ِٚٛأ ط٤ؿ ٠ُا طٓلا ّسؼٝ 
( ٚ٘ػ لا ٠وض حط٣طٛ ٠ثأ ٖػ ١ضبرجُا ٙاٝض )
“Ketika sebuah urusan itu diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggu dan
nantikanlah hari Qiamat (kehancurannya)”.
(HR. Al Bukhari dari Abu Hurairah RA)

ٞورا بٜ٘ٓٝ  ٖػ ِْؽٓ ٙاٝض(طجوُا اصٛ تحبل ٕبٌٓ ذً٘ ٠٘ز٤ُ ب٣ : ٍٞو٣ٝ ٚ٤ِػ ؽطٔز٤ك طجوُا ٠ِػ َجطُا طٔ٣ ٠زح ب٤ٗسُا ّ
حط٣طٛ ٠ثا )

“Dunia tidak akan sirna sehingga ada seorang yang melintasi kuburan, lantas ia
berguling-guling, dan ia pun berkata dengan penuh harap ; seandainya aku menjadi
penghuni kuburan itu”.
(HR. Bukhari dan Abu Hurairah RA)

ٚ٘ػ لا ٠وض طٔػ ٖثا ٖػ ٠ٗاطجطُا ٙاٝض( مططُا ٠ك ْئبٜجُا سؼبلز٣ ٠زح خػبؽُا ّٞورا بٜ٘ٓٝ)

“Tidaklah akan terjadi hari Qiamat sehingga manusia melakukan perzinaan secara
fulgar, sebagaimana kawinnya binatang-binatang di tengah jalan”. (HR. Al - Tabrani
dari Ibnu Umar RA).

بٜـطزل٤ك حأ طُٔا ٠ُا َجطُا ّٞو٣ ٠زح خٓلا ٙصٛ ٠٘لرا بٜ٘ٓٝ
طئبحُاصٛ أضٝ ب٘٣ضاٝ ُٞ: ٞو٣ ٖٓ صئٓٞ٣ ْٛضب٤ذ ٌٕٞ٤ك ,ن٣ ططُا ٠ك ,
(   لا ٠وض حط٣طٛ ٠ثأ ٖػ ٠ِؼ٣ ٞثا ٙاٝض ٚ٘ػ  )

“Tidaklah umat ini sirna sehingga disaksikan seorang laki-laki datang menjumpai
seorang wanita, lantas mereka melakukan perzinaan ditengah jalan. Orang yang
terbaik pada kondisi zaman yang sudah sedemikian parah kerusakannya adalah ia yang berkata : Seandainya saja kita dapat menyembunyikan diri /menyingkir sedikit
dibalik tembok, niscaya kita tidak menyaksika adegan panas itu”. (HR. Abu Ya‟la dari
Abi Hurairah RA)

طٌ٘٣ا ,ن٣ ططُا طؼٝ غٓبـــجر ٟا حـــٌ٘ر اضبٜٗ حأطُٔا سجٞر ٠ـزح خػبــؽُا ّٞــورا بٜ٘ٓٝ    صئٓٞ٣ ِْٜضٓأ ٌٕٞ٤ك ,سحأ يُش
 حط٣طٛ ٠ثأ ٖػ لا سجػ ٞثا ًْبحُا ٙاٝض ( ٌْ٤ك طٔػٝ طٌث ٠ثأ َضٓ ْٜ٤ك يُصك ,ا٤ِه ن٣ ططُا ٖػ بٜز٤حٗ ُٞ : ٍٞو٣ ٟصُا
ٚ٘ػ لا ٠وض)

“Tidaklah hari Qiamat itu akan terjadi sehingga dijumpai seorang wanita yang
melakukan perzinaan / hubungan seksual disiang bolong di tengah jalan, sementara
itu tidak seorangpun mengingkarinya, keberadaan orang yang hidup pada masa itu
dan mau berkata : “Hendaklah menyingkir sedikit saja dari tengah jalan”. Maka ia
yang berkata demikian, dialah orang yang berpredikat sama seperti Abu Bakar dan
Umar RA diantara kalian semua”. (HR. Al – Hakim Abu Abdillah dari Abu Hurairah
RA)

Pada sebuah hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Al  – Tabrani dari Abi
Umamah beliau menyebutkan :

 ٠ثا ٖػ ٠ٗاطجطُا ٟٝض بٓ  تٗش غكط٣ بًٔ بِٜ٣صث غكط٤ك ْٛسحا ّٞو٤ك ,ّٞوُا ٠ِػ حأطُٔا طٔر ٠ّزحٝ : ٚ٘ػ لا ٠وض خٓبٓأ
ٌْ٤ك طٔػٝ طٌث ٠ثا َضٓ ْٜ٤ك صئٓٞ٣ ٜٞك ,طئبحُا ءاضٝ بٜز٣ضاٝ اا : ْٜىؼث ٍٞو٤ك ,خجؼُ٘ا

Pada sebuah hadits yang lain yang diriwayatkan oleh Imam Al  – Tabrani dari Abi
Umamah beliau menyebutkan :
“Dan sehingga ditemukan seorang wanita yang lewat ditengah-tengah kaum,
kemudian salah seorang diantara mereka berdiri lantas menyingkap rok yang
dikenakan wanita tersebut seperti mengangkatnya ekor sapi pedet, kemudian
sebagian kaum itu berujar : Seyogyanyalah ia sedikit menyingkir bersama wanita itu
dan bersembunyi di belakang tembok. Pada era rusaknya zaman yang sudah
sedemikian parah ia yang berani mengatakan hal itu adalah memiliki derajat yang
menyamai Sayyidina Abu Bakar dan Umar RA, diantara kalian semua”.

  ٠ِٔ٣سُا  ٙاٝض ( ,ٖ٣سُا ٠ك ّلاٝ ةلا ٖٓ ٕاٞذلا قِزر٣ٝ َ٣ٝبه لا قِزررٝ ةِٞوُا طًب٘زر ٠زح خػبؽُا ّٞور ا  بٜ٘ٓٝ
ٚ٘ػ لا ٠وض خل٣صح ٖػ )

“Tidaklah akan  terjadi hari Qiamat  itu sehingga  terjadi perpecahan dan nurani yang
saling  mengingkari, pendapat yang selalu bertentangan dan bertolak belakang,
terpisahnya persaudaraan dari jalur ayah dan ibu di dalam masalah agama”. (HR. Al
Dailami dari sahabat Hudaifah RA)
 ٠زحٝ ,بٜ٤ك ل سجؽ٣ اك ,ططب٘ه سجبؽُٔا صرزر ٠زح خػبؽُا ّٞور ا بٜ٘ٓٝ  ٠زحٝ ,ٖ٤وكلا ٖ٤ث اس٣ طث د٤فُا ّاـُا شؼج٣
 ٠ك خجؿطُا ّسػ ٖػ خ٣بً٘ ٞٛٝ )ٚ٘ػ لا ٠وض زٞؼؽٓ ٖثا ٖػ ٠ٗاطجطُا ٙاٝض ( ,بحثض سج٣ اك ٖ٤وكلا ٖ٤ث طجبزُا ؾِج٣
ضبجزُا ٠ِػ ؿـُاٝ ةصٌُا خجِـُ حضبجزُا ٠ك خًطجُا ّسػٝ ,ط٤جٌُا ط٤ـمُا ط٤هٞر ّسػٝ ,حامُا

“Tidaklah hari Qiamat itu akan tiba sehingga masjid-masjid berubah fungsinya
menjadi perkantoran, karena itu masjid tidak lagi digunakan sebagai tempat bersujud
kepada Allah Swt, sehingga anak kecil mengutus tukang pos untuk menyampaikan
pesannya kepada orang tua yang ada di desa sebelah, sehingga seorang pedagang
sampai melalang buana diantara dua kota sehingga ia tak mendapatkan
keuntungan”.
(HR. Tabrani dari Ibnu Mas‟ud RA)

Hadits di atas mengandung arti kinayah (kiasan) yang menggambarkan tentang
tidak lagi ada orang yang menyukai dan punya perhatian pada sholatnya, anak kecil
tidak lagi mau memuliakan orang tuanya, dan tidak adanya keberkahan dalam
perdagangan karena kentalnya kebohongan dan ketidakjujuran para pedagang”.

  ْٜكطـٝ  ,ْٜٗٞطث  ْٜزٔٛ ٕبٓظ غبُ٘ا ٠ِػ ٠رؤ٣  بٜ٘ٓٝ  طـ يئُٝا ,ْٛط٤ٗبٗزٝ ْٜٔٛاضز ْٜ٘٣زٝ ,ْٛإبؽٗ ْٜزِجهٝ ,ْٜػبزٓ
ن٤ِرُا,
لا س٘ػ ُْٜ ماذ ا
“Akan datang suatu zaman dimana Himmah / perhatian manusia pada saat itu
tertuju pada perut-perut mereka adalah isteri dan wanita-wanita diantara mereka.
Agama mereka adalah uang. Merekalah seburuk-buruk ciptaan Allah dan tidaklah
ada bagian dan tempat mereka di sisi Allah S”.
  تجػأ ٙاٞؼ بٓ ٌٕٞ٣ٝ ,ةب٤ضُا نِر٣ بًٔ خٓلا ٙصٛ ٖٓ ّاٞهأ ضٝسل ٠ك ٕآطوُا نِر٣ ٠زح ٠ُب٤ُِاٝ ّب٣لا تٛصر ا بٜ٘ٓٝ
 ٚطُبر٣ ا ,ًِٚ بؼٔط ْٛطٓأ ٌٕٞ٣ٝ ,ُْٜ  لا ٠ٜٗبٓ ٠ُا ظٝبجر ٕاٝ ,٠ٗبٓلا ٚؽلٗ ْٚزّ٘ٓ ,٠ُبؼر لا ّنح ٠ك طّمه ٕا فٞذ
٠٘ػ لا ظٝبجز٣ ٕا ٞجضأ : ٍبه ٚ٘ػ.
“Hari demi hari malam demi malam berlangsung sehingga Al-Qur‟an menjadi  rusak
dan sirna dari dada-dada masyarakat umat ini sebagaimana rusaknya  baju, dan
apapun selain Al-Qur‟an menjadi lebih menakjubkan bagi mereka. perkara atau
persoalan yang mereka hadapi adalah tinggal angan-angan saja, tidaklah
kecemasan itu meliputi angan-angannya sekalipun ia mengesampingkan dan
sembrono dalam menjaga Haqqullah. Hatinya senantiasa diiming-imingi oleh
berbagai keinginan penuh lamunan. Bila ia melanggar apa yang menjadi larangan
Allah, maka dengan entengnya ia berkata : “Aku berharap Tuhan mengampuniku”

ب٤ل  بٓ ٟضس٣ا ٠زح  ,ةٞضُا ٢ـٝ غضس٣  بًٔ  ّاؼاا غضس٣  بٜ٘ٓٝ  ٖٓ قئاٞط ٠وج٣ٝ ,خهسل اٝ يؽٗاٝ حالاٝ ّ
 ٙبجبٓ ٖثا ٙاٝض(. بُٜٞوٗ ٖح٘ك لا اا ُٚاا خٌُِٔا ٙصٛ ٠ِػ بٗءبثآ بً٘ضزأ : ُٕٞٞو٣ٝ ,حط٤جٌُا ظٞجؼُاٝ ط٤جٌُا د٤فُا غبُ٘ا
ٚ٘ػ لا ٠وض ٕبٔ٤ُا ٖث خل٣صح ٖػ )

“Islam rusak seperti rusaknya hiasan batik baju, pada saat itulah orang tidak lagi
mengenal apa itu puasa, apa itu sholat, ibadah haji dan apa itu shodaqoh, yang
tersisa hanyalah segolongan generasi manusia-manusia tua renta yang berkata :
Kami mendapati orang tua / nenek moyang kami menetapi kalimat  لا اا  ُٚاا maka
kamipun mengucapkannya”.
لااا ُٚاا نضاا ٠ك ٍبو٣ا ٠زح خػبؽُا ّٞور ا بٜ٘ٓٝ
“Tidaklah datang hari Qiamat sehingga lafadz-lafadz لا اا  ُٚا ا  tidak lagi dijumpai /
didzikirkan di muka bumi ini.

 ٕٞر٣ٝ ,َرجُاٝ ؿحلُا طٜظ٣ ٠زح خػبؽُا ّٞور ا بٜ٘ٓٝ  : اُٞبه ,دٞحزُا طٜظرٝ ,ٍٞػُٞا يِٜرٝ ,ٖئبرُا ٖٔرئ٣ٝ ,ٖ٤ٓلا
غبُ٘ا ّاسها ذحر اٞٗبً ٖ٣صُا دٞحزُاٝ ,ْٜكاطـأٝ غبُ٘ا ٙٞجٝ ٍٞػُٞا : ٍبه ,؟ ٍٞػُٞاٝ دٞحزُا بٓٝ لا ٍٞؼضب٣ . 
( ٚ٘ػ لا ٠وض حط٣ طٛ ٠ثا ٖػ ٠ٗاطجطُا ٙاٝض )
“Tidaklah akan terjadi hari Qiamat itu,  sehingga perbuatan keji dan kebakhilan
tampak jelas merajalela, orang yang dapat dipercaya dianggap menyimpang dan
justeru orang yang menyimpang dipercaya dan diberi kepercayaan. Orang-orang
yang mulia berangsur-angsur tiada dan yang tersisa hanyalah orang-orang yang
rendahan !. para sahabat bertanya Wahai Rasulullah ……….. apa makna “Al  – Tahutu Wa Al – Wa‟ulu” ? Rasulullah menjawab : Al – Wa‟ulu adalah para pemimpin
dan semulia-mulianya manusia, sedangkan Al  –  Tahutu adalah mereka yang
posisinya rendah dihadapan manusia”.
(HR. Al Tabrani dari Abu Hurairah RA)

 بٜث ٕٝط٤ـ٣ ,بٜ٤ِػ اٌٞٗٞر ُْ خ٘ؽث ٌْٗٞرؤ٣  : ٍبه ,؟ ْٜز٣ا بٓٝ  : ذُبه ,بثاصً ٕٞؼجؼ ط طرر ٠زح خػبؽُا ّٞور ا بٜ٘ٓٝ
ْٛٞج٘زجبك ْٛٞٔز٣أض اشبك ,ٌْز٘ؼ.
( بٜٔ٘ػ لا ٠وض قبؼُا ٖث ٝطٔػ ٖث لاسثا ٖػ ٟضبرجُا ٙاٝض )

“Tidaklah akan  terjadi hari Qiamat  itu, sehingga keluarnya 70 pembohong. Seorang
sahabat nabi berkata : Bagaimana tanda-tanda mereka itu wahai Rasulullah ? Beliau
menjawab mereka semua datang kepada kalian dengan membawa “sunnah” akan
tetapi mereka tidak melakukannya. Jika kalian semua telah menyaksikan mereka,
maka jauhilah mereka “!
(HR. Al Bukhari dari sahabat „Amr Bin al-Asy RA)

 لا ْٜ٘ؼُ يُش س٘ؼك ,ٚٔحض ْحض ٟش ًَ غطهٝ  ,ةِٞوُا ذلِزذاٝ ,ٖؽُاا ذلِزئاٝ ,َٔؼُا ٕعذٝ  ,ٍٞوُا طٜظ  اشا بٜ٘ٓٝ
بمثا ٠ٔػاٝ ْٜٔلاٝ ْٛض .
(ٚ٘ػ لا ٠وض ٠ؼضبلُا ٕبِٔؼ ٖػ س٤ٔح ٖث سجػٝ سٔحأ ّبٓاا ٙاٝض )

“Termasuk „min asrati al sa-ah‟ adalah maraknya komentar namun jauh dari
implementasi, lisan-lisan mereka membuat satu kesepakatan tetapi hati-hati mereka
berselisih, setiap yang memiliki  ikatan persaudaraan berusaha untuk di cerai
beraikan, ketika kondisinya telah sedemikian, maka Allah menurunkan laknatnya
kepada manusia, Allah menulikan telinga-telinga mereka dan membutakan
penghianatan mereka”.
(HR. Al–Imam Ahmad dan „Abdun bin Humaid dari sahabat Salma Al – Fansi RA)

 س٘ػ لا ْٜ٘ؼُ ّبحضاا ٠ك اٞؼـطبورٝ ,ةٞـِوُبث اٞىؿبجرٝ ,ٖؽُابثاٞثبحرٝ ,َٔؼُا اٞؼ٤وٝ ,ِْؼُا اٝطٜظا غبُ٘ا اشا بٜ٘ٓٝ
ٚ٘ػ لا ٠وض ٖؽحُا ٖػ ب٤ٗسُا ٠ثا ٖثا ٙاٝض (.ْٛضبمثا ٠ٔػاٝ ْٜٔلبك ,يُش )
“Ketika manusia telah hanya menampakkan kemampuan intelektualitas mereka dan
mengabaikan untuk mengamalkannya. Suara mereka mengikrarkan cinta dan kasih
sayang, tetapi hati-hati mereka mengobarkan permusuhan dan pemutusan tali persaudaraan. Pada saat itulah Allah menimpakan laknat kepada mereka,
mentulikan mereka dan membutakan mata hati dan penglihatan mereka”.
(HR. Ibnu Abi Al – Dunya dari Al – Hasan RA)

٠رؤزؼ ضبجً بٜ٘ٓٝ ,بٛطضًا ٠ىٓ سهٝ ,ضبـل بٜ٘ٓ داضبٓل ا : ٠ُبؼر لا ْٜٔحض ْٛط٤ؿٝ ٠وٜ٤جُا ٍبه .

“Imam al – Baihaqi dan ulama yang lain berkata : “Tanda-tanda akan datangnya hari
Qiamat sebagaimana disebutkan dimuka kesemuanya adalah merupakan tanda-
tanda yang kecil, sebagian besar daripadanya telah terjadi dan berlalu”. Dan akan
saya tuturkan tanda-tandanya yang agung. Untuk itulah saya (penulis, pen)
mengakhiri hadits yang telah disebutkan dimuka, dengan sebuah riwayat Imam
Muslim di dalam kitab shohih-nya.

 ,؟ ٕٝطًاصربٓ : ٍبوك , طًاصٗ ٖحٗٝ ب٘٤ِػ ِْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل ٠جُ٘ا غِطا : ٍبه ٚ٘ػ لا ٠وض ٟضبلـُاسؼأ ٖثا خل٣صح ٖػ
ه ,خػبؽُا طًاصٗ : اُٞبه  ٖٓ ػٔفُا عِٞطٝ ,خثاسُاٝ ,ٍبجسُاٝ ,ٕبذسُا طًصك ,دب٣ا طفػ بِٜجه ٕٝطر ٠زح ّٞور ُٖ بٜٗا : ٍب
 قؽذٝ ,مطفُٔبث قؽذ ,فٞؽذ خصاصٝ ,طٞجؤٓٝ طٞجؤ٣ٝ ,ِْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل ْ٣ طٓ ٖث ػ٤ػ ٍٝعٗٝ ,بٜث طـٓ
ٓ ٠ُا غبُ٘ا زططر ٖٔ٤ُا ٖٓ ط طرر ضبٗ يُش طذأٝ ,ةطؼُا حط٣ عجث قؽذٝ ,ةطـُٔبث ْٛطفح . 

Dari Hudaifah bin Asid Al – Ghifari RA ia berkata :
“Suatu ketika nabi Muhammad Saw muncul ditengah-tengah kita, pada saat itu kita
sedang berdialog, lantas Rasulullah menyapa : “Apa yang kalian perbincangkan ?
Para sahabat berkata ; kami membicarakan tentang hari Qiamat ! Nabi bersabda
Hari Qiamat itu tidak akan segera tiba sehingga kalian semua sebelumnya
menyaksikan sepuluh tanda-tandanya yakni : 1) Terjadinya mendung, 2) Keluarnya
Dajjal, 3) munculnya hayawan melata yang berkeliaran, 4) Munculnya matahari dari
Barat, 5) Turunnya nabi Isa bin Maryam AS, 6) Munculnya Ya‟juz Ma‟juz dan
terjadinya tiga gempa bumi secara bersamaan, 7) Gempa dibagian timur, 8)
Amblesnya bumi dibagian barat, 9) Tanah longsor di Jazirah Arab, 10) Sebagai akhir
dari peristiwa-peristiwa itu keluarlah asap dari tanah Yaman untuk menggiring
manusia menuju tempat berkumpul”.
  خ٣ا ا ٙصٛ ازك ,؟ ٕبذسُابٓ لا ٍٞؼضب٣ : ٚ٘ػ لا ٠وض خل٣صح ٍبه : ٍبوك ٙط٤ؽلر ٠ك ٕظبرُا خٓاؼُا طًش سوك ٕبذسُا بٓا
,)ٖ٤جٓ ٕبذسث ءبٔؽُا ٢رؤر ّٞ٣(    خئ٤ًٜ ٚ٘ٓ ٚج٤م٤ك ٖٓئُٔا بٓأ ,خِ٤ُٝ بٓٞ٣ ٖ٤ؼثضأ شٌٔ٣ ةطـُٔاٝ مطؽُٔا ٖ٤ثبٓ ءأ٣
ٙطثزٝ ٚ٤ٗشأٝ ٚ٣طر٘ٓ ٖٓ ط طر٣ ,ٕاطٌؽُبً ٜٞك طكبٌُا بٓاٝ ,ّبًُعُا

Berkaitan dengan terjadinya mendung Al  –  „Allamah  al  –  Khozin di dalam kitab
Tafsirnya beliau mengisahkan; sahabat Hudlaifah RA bertanya  : Ya ….. Rasulullah
Apakah gerangan mendung itu ? lantas Rasulullah membacakan sebuah ayat :
ٖ٤ـــجٓ ٕبــــذسث ءآٔـــؽُا ٠رؤر ّٞ٣

Mendung menyelimuti seluruh belantara bumi bagian timur maupun barat selama 40
hari 40 malam, pada saat itu, orang yang beriman sepertinya tertimpa influenza
sedangkan orang-orang kafir ibarat orang yang mabuk. Asap keluar dari hidungnya
dari kedua telinganya hingga duburnyapun mengepulkan asap.

Adapun keterangan tentang Dajjal, maka dalam kitab shahih muslim kita dapati
sebuah Riwayat Hadits.
 خػبؽُا ّب٤ه ٢ُا ّزأ نِذ ٖ٤ث بٓ : ٍٞو٣ ِْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل لا ٍٞؼض ذؼٔؼ : ٍبه ٚ٘ػ لا ٠وض حٝطػ ٖثا ّبفٛ ٖػ
ٖزك طجًا ٙب٘ؼٓ ,ٍبجسُا ٖٓ طجًا نِذ
 Dari sahabat Hisyam bin ‟Urwah R.A. dia berkata : Saya mendengar Rasululloh
SAW bersabda : “Sejak diciptakannya Nabi Adam AS. hingga terjadinya hari qiyamat
tidaklah ditemukan makhluk yang besar menfitnahnya ketimbang Dajjal”.
Didalam kitab Shohih Bukhori Muslim juga diriwayatkan sebuah hadits :

 ٍبه ٚ٘ػ لا ٠وض ػٗا ٖػ  ا أ ,ةاصٌُا ضٞػل ا ٚزٓأ ضصٗأ سهٝ ا ا ٠جٗ ٖٓ بٓ : ِْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل لا ٍٞؼض ٍبه :
طكبً ٚ٤٘٤ػ ٖ٤ث ةٞزٌٓ , خ٤٘٤ػ ٖ٤ث ةٞزٌٓ ,ضٞػبث ػ٤ُ ٌْثض ٕاٝ ,ضٞػأ ٚٗا .

Dari sahabat Anas R.A. ia berkata : Rasululloh SAW bersabda : “Tidaklah luput
setiap seorang Nabi  senantiasa memperingatkan umatnya untuk berhati-hati /
antisipatif terhadap makhluk yang kece matanya dan banyak bohongnya. Ingatlah
bahwa Dajjal itu buta sebelah (kece) dan sesungguhnya Tuhan kalian semua
bukanlah Dzat yang buta; Diantara kedua belah matanya tertulis lafadz kafir”.
Imam Al – Baghowi R.A mengisahkan sebuah riwayatnya :  ,ىبثا يُ ذ٤٤حأ ٕا ذ٣أضا: ٍٞو٤ك ٢ثاطػاا ٢رؤ٣ ٚٗا ٚز٘زك طجًا ٖٓ ٕأ بٜ٘ػ لا ٠وض ٚ٣ضبمٗاا س٣ع٣ ذ٘ث ءبٔؼأ ٖػ
ٖؽحؤً ِٚثا ٞحٗ ٕبط٤فُا ُٚ َضٔز٤ك ,٠ِث : ٍ ٞو٤ك ,؟يثض ٠ٗا ِْؼر ذؽُا    َجطُا ٢رؤ٣ٝ ,ٚٔ٘ٓا ٚٔظػاٝ ,بػٝطو ٌٕٞر بٓ
 ٕبط٤فُا ُٚ َضٔز٤ك ,٠ِث : ٍٞو٤ه ,؟يثض ٠ٗا ِْؼر ذ٤ُا ,ىبثا ٝ ىبذا ذ٤٤حأ ٕا ذ٣أضا : ٍٞو٤ك ٙٞثا دبٓٝ ٙٞذ أ دبٓ سه
ٚ٤ثا ٝ ٚ٤ذا ٞحٗ. 

Dari Asma binti Yazid al-Anshoriyah R.A. Sesungguhnya fitnah yang paling besar
muncul dari Dajjal adalah  : Suatu ketika Dajjal datang menghadap seorang  „Aroby,
kemudian ia berkata : Tidaklah anda tahu bahwa aku adalah Tuhanmu ? orang Arabi
itupun berkata : Iya. Kemudian syaitan merubah wujudnya sama persis seperti
keberadaan onta milik A‟rabi baik susunya, maupun besarnya punuk atau
punggungnya, kemudian Dajjal mencoba untuk mendatangi seorang A‟rabi yang
lain, dimana saudara dari ayahnya telah meninggalkan keduanya, lantas Dajjal
berkata : Kusampaikan berita kepadamu, jika aku dapat menghidupkan saudaramu
dan ayahmu, tidakkah engkau yakin bahwa aku adalah Tuhanmu ? Maka orang
itupun berkata, Iyaa…Syaitanpun kemudian menjelmakan dirinya sama persis
seperti saudara dan orang tua seorang Arabi tersebut”

 : ٍبه ٚ٘ػ ل ٠وض خجؼـ ٖث حط٤ـُٔا ٖػٝ  ٠ُ ٍبه ٚٗأٝ , ٚزُؤؼ بٓ ٍبجسُب٘ػ ِْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل لا ٍٞؼض سحا ٍؤؼ بٓ
يُش ٖٓ لا ٠ِػ ٕٞٛا ٞٛ ٍبه , ءبٓطٜٗٝ عجذ َجج ٚؼٓ ٕا : ُٕٞٞو٣ ْٜٗا ذِه , ىطى٣ بٓ: . 

Dari sahabat Mughiroh bin Syu‟bah R.A. ia berkata : Tidak seorangpun pernah
mengajukan sebuah pertanyaan seperti yang saya tanyakan kepada Rasululloh
SAW tentang Dajjal. Dan sesungguhnya Rasululloh berkata kepadaku: “Tidakkah
mungkin Dajjal dapat memperdayakanmu”, aku berkata : Manusia mengatakan
bahwa Dajjal itu memiliki segunung roti dan air sepanjang sungai. Rasul menimpali
“Dajjal itu sangat sepele menurut pandangan Alloh atas semuanya itu”.

 مطفُٔا نضؤث ططر٣ ,ٍبجسُا ِْؼٝ ٚ٤ِػ لبِٟل لا ٍٞؼض ب٘صسح ٚ٘ػ لا ٠وض ن٣سمُا طٌث ٠ثأ ٖػ ٟصٓطزُا ٟٝض
ٚهططُٔا ٕبجُٔا ْٜٛٞجٝ ٕؤً ّاٞهأ ٚؼجز٣ , ٕبؼطذ بُٜ ٍبو٣
Diriwayatkan dari Imam Al – Turmudzi R.A.  Ia berkata:  “Suatu waktu Rasululloh
SAW berceritakepdakita tentang Dajjal, bahwa dia keluar dari bumi kulon (sebelah
barat) tepatnya muncul dari tanah Khurasan. Dia diikuti oleh sejumlah kaumnya, seolah-olah wajah mereka seperti topeng kepala dari besi yang dipukuli dengan
palu”.
 ْٜ٤ِػ بلُا ٕٞؼجؼ ٕبٜجلا زٜٞ٣ ٖٓ ٍبجسُا غجز٣  : ِْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل لا ٍٞؼض ٍبه  : ٍبه ٚ٘ػ لا ٠وض ػٗا ٖػٝ
خؽُب٤طُا 

Dari sahabat Anas R.A Ia berkata: Rasululloh SAW bersabda : “Kelompok Yahudi
yang mengikuti Dajjal adalah berasal dari tanah Asbihan, jumlah mereka mencapai
70.000, mereka semua memakai jubah”.

Imam Al – Nawawi dan Al – Qodli „Iyad Rahimahullah Ta‟ala anhu berkata : Hadits-
hadits yang datang dan mengisahkan tentang Dajjal adalah hujjah / argumentasi
bagi madzhabu al  – Haqqi didalam keshahihan wujudnya Dajjal. Ia adalah sosok
yang diciptakan oleh Allah sebagai pencoba bagi hamba-hambanya, Allah juga
memberikan kemampuan kepada Dajjal untuk melakukan apa saja dari sebagian
kekuasaan Tuhan seperti dia dapat menghidupkan makhluk yang mati. Karena ia
sengaja membunuhnya sendiri. Ia mampu menciptakan dan menampakkan
keindahan dunia, kesuburan buminya surga dan nerakanya, dan gudang-gudang
logistiknya ketika ia memerintahkan langit untuk menurunkan hujan, maka terjadilah
hujan, demikian juga ketika ia memerintahkan kepada bumi untuk menumbuhkan
tanaman, maka bumipun menumbuhkannya. Semua kemampuan Dajjal itu terjadi
atas qudrat dan iradah Allah sebagai salah satu bentuk fitnah Allah kepada
hambanya.

Lalu setelah peristiwa besar Dajjal itu terjadi, lantas Allah mencabut segala
kemampuan yang dimiliki oleh Dajjal, sehingga ia tidak lagi dapat mematikan
seorangpun juga makhluk yang lainnya, dengan ini pula batallah seluruh perkara
dan aktivitas Dajjal. Kemudian Allah mengutus kembali Nabi Isa bin Maryam A.S
untuk membunuh Dajjal, sejak itulah Allah kembali mengukuhkan eksistensi orang-
orang yang beriman dengan ikatan “Al  –  Qouli Al  –  Tsabit”  inilah  keabsahan
informasi tentang wujudnya  Dajjal yang dipegangi oleh Ahli al  –  Sunnah, seluruh
Muhaditsiin dan para ahli fiqh (fuqoha‟) hal ini berbeda dengan pandangan para
pengingkar peristiwa besar ini termasuk di dalamnya adalah kelompok / sekte
Khawarij, Jahmiah dan sebagian pengikut Mu‟tazilah. Selanjutnya berkaitan dengan peristiwa munculnya “Al – Daabah” hayawan melata
dari bumi, Imam Al –  „Alamah Al – Khozin di dalam kitab tafsirnya melalui transmisi
periwayatan sanat Al – Tsa‟laby dari Hudzaifah bin Al – Yaman RA menyebutkan :

 ٍٞؼض طًش  لا ٠ِػ خٓطح سجبؽُٔا ْظػأ ٖٓ ٍبه , ؟ ططرر ٖ٣ا ٖٓ , لا ٍٞؼض ب٣ : ذِه ,خثاسُا ِْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل لا
 ٖٓ خثاسُا ططررٝ , ٠ؼؽُٔا ٠ِ٣ بٔٓ بلمُا نف٘٣ٝ ,نضاا ةططىر شا , ِٕٞٔؽُٔا ٚؼٓٝ ذ٤جُبث فٞط٣ ٠ؽ٤ػ بٔ٘٤جك
ُ ,ؿ٣ضٝ طثٝ داش خؼِٔٓ بٜؼأض , بٜ٘ٓ ططر٣ بٓ ٍٝا بلمُا  ,ا طكبًٝب٘ٓئٓ غبُ٘ا ْؽر , ةضبٛ بٜرٞل٣ ُٖٝ تُبط بًٜضس٣ ٖ
طكبً ٚ٘٤ػ ٖ٤ث تزٌرٝ ١ضز تًًٞ ٚٗؤً ٜٚجٝ ىطززك ٖٓئُٔا بٓؤك.

Suatu ketika rasulullah Saw. menuturkan munculnya Al – Daabah Hayawan melata,
saya berkata : Wahai Rasulullah, darimana keluarnya Daabah itu ? Rasul menjawab
:  “Dia muncul dan keluar dari beberapa masjid kemuliaan Allah Taala. Suatu ketika
nabi Isa As. melakukan Thawaf di Baitullah dan bersamanya sejumlah kaum
Muslimin, saat itulah terjadi gempa bumi, bukit shofa yang bersebelahan dengan
tempat  pelaksanaan Sa‟i terbelah, bersamaan dengan itu seakan binatang melata
muncul dari bukit Shofa yang terbelah itu. Kepala binatang itu mengkilat, ia memiliki
bulu-bulu yang halus dan bulu-bulu yang kasar, siapapun yang hendak mengejarnya
tidak seorangpun mampu mengejarnya dan tak seorangpun yang mampu
menemukannya, sebaliknya orang yang lari, karena ketakutan tidak akan mungkin
dapat lepas dari cengkramannya, binatang itu lantas menyengat. Semua manusia
baik yang Mu‟min maupun yang kafir, bedanya sengatan binatang itu kepada orang
mukmin akan membekaskan tanda diwajah orang mukmin itu seolah-olah wajahnya
bagaikan bintang gumintang yang mencorong, dan  ia menuliskan stempel “Mu‟min”
diantara kedua matanya. Sedangkan terhadap orang yang kafir binatang itu lantas
mematuk jidatnya hingga menggoreskan titik hitam. Dan menuliskan identitas “Kafir”
diantara kedua matanya”.

 ٠ك  بٛاجضٝ  ,ةبحؽُا  بٜؼأض ػٔزك  ,زب٤ج تؼـ ٖٓ  خثاسُا ططرر  : ٍبه ٚ٘ػ لا ٠وض ٝطٔػ ٖث لا  سجػ ٖػٝ
نضاا

Diriwayatkan dari sahabat Abdullah bin Umar RA beliau berkata “Binatang melata itu
keluar dari sela-sela gunung yang terbelah, kemudian segumpalan mega meraih
kepalanya, sementara kedua kaki tetap merangkak di bumi”. Termasuk tanda Qiamat kubra yang lain adalah munculnya matahari dari arah barat,
berkaitan dengain  ini di dalam kitab Shohih Bukhari pada “Kitabu Bad‟i Al – Kholqi”
disebutkan :

 لا : ذِه ,؟ تٛصر ٖ٣أ ٟضسر : ػٔفُا ذثطؿ ٖ٤ح ِْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل ٠جُ٘ا ٠ُ ٍبه : ٍبه ٚ٘ػ لا ٠وض ضش ٠ثأ ٖػ
ُا ذحر  سجؽر ٠زح تٛصر  بٜٗبك  : ٍبه  ,  ِْػأ ُٚٞؼضٝ  ٖٓ غِطزك ذئج ش٤ح ٖٓ ٠ؼجضا ,بُٜ ٕشئ٣ اك ٕشؤزؽزك , ؾطؼ
٠ُبؼر ُٚٞه يُصك ,بٜثطـٓ :
( ْ٤ِؼُا ع٣عؼُا ط٣سور يُش ,بُٜ ّطوزؽُٔ ٟطجر ػٔفُاٝ ) 

Dari Abi Dzarrin RA ia berkata : Nabi Muhammad Saw bersabda kepadaku : “Ketika
matahari tenggelam; Tahukah kamu kemana matahari itu berkelana ? Aku
menjawab : Allah dan rasul  –  Nya yang lebih tahu. Rasulillah Saw. lantas
menjelaskan : Sesungguhnya matahari itu pergi untuk bersujud di bawah Arsy. Ia
meminta izin dan iapun mendapat izin. Kemudian diperintahkan kepadanya
kembalilah, darimana asalmu datang, maka muncullah ia dari arah barat”.
Peristiwa itulah yang merupakan interpretasi dari firman Allah Swt. dalam Al - Qur‟an
:
ْ٤ِؼُا ع٣عؼُا ط٣سور يُ ش ,بُٜ طوزؽُٔ ٟطجر ػٔفُاٝ

“Dan matahari itu beredar pada porosnya, demikianlah ketetapan Tuhan Yang Maha
Luhur lagi Maha Mengetahui”,

Di dalam kitab Fathul Al – Bari,  Imam  Ibnu Hajar menjelaskan  : “Patutlah sekiranya
apa yang dimaksud dengan makna “Sujud” pada riwayat di muka adalah sujudnya
para Malaikat yang diserahi tugas untuk mengurus matahari atau dapat pula
diinterpretasikan dengan sujudnya matahari itu sendiri dengan cara dan bentuk yang
sesuai dengan keadaannya, sehingga sujudnya matahari itu kepada Allah
merupakannya “kinayah” atau isyarat ketundukan / kekhusuan dan
penghambaannya pada saat tersebut”.

Imam Al – Nawawi Rahimahullahu Ta‟ala „Anhu menjeneralisir bahwa sesungguhnya
sejudnya matahari menunjukkan kemampuan Allah Swt untuk membedakan dan memberikan pengetahuan tentang penciptaan Allah terhadap matahari,  Wallahu
A‟lam.

Sedangkan berkaitan dengan Asroti al – Sa‟ah al – kubra yang lain yakni turunnya
nabi Isa dan keluarnya Ya‟juz ma‟juz. Maka dalam kitab Shohih Muslim didapati
sebuah keterangan sebagai berikut; yang artinya :
Diriwayatkan dari Nawas bin Sama‟an RA ia berkata : pada sebuah pagi Rasulullah
Saw menuturkan sebuah berita tentang Dajjal. Tiba-tiba Rasulullah melirihkan
suaranya, dan lantas mengeraskan suaranya kembali, sehingga kita menyangka
bahwa seolah-olah Dajjal berada di dalam serumpun pohon  kurma. Ketika kami
bergegas menuju Rasulullah, beliaupun kemudian tahu kegundahan yang ada
dibenak kami, nabi lantas bertanya apa yang kalian risaukan ? kamipun menjawab :
Wahai Rasulullah Saw di saat pagi seperti ini engkau menuturkan tentang Dajjal itu
keluar, Engkau melirihkan suara dan lantas mengeraskannya sehingga kami
menyangka bahwa dajjal berada di serumpunan pohon kurma. Nabi berkata :
Bukanlah terhadap dajjal aku menghawatirkan kalian semua, apalagi aku berada di
tengah-tengah kalian semua, maka  akulah yang ada pada bagian terdepan untuk
menghadapinya, tetapi jika ia keluar dan aku tidak sedang berada di tengah-tengah
kalian semua, maka secara individual ia harus menghadapinya. Pada saat seperti itu
hanya Allahlah yang menjadi tumpuan atas keselamatan kaum Muslimin.

Sesungguhnya Dajjal adalah seorang pemuda yang berambut keriting, kedua
matanya seperti anggur yang menjorok keluar, seolah-olah aku mempersamakannya
dengan „Abdi Al  –  Azzy bin Qattan. Jika diantara kalian semua ada yang
menemuinya. Maka bacakanlah untuknya beberapa ayat pembuka dalam surat Al –
Kahfi, ia keluar melalui jalan tembus yang menghubungkan negeri Syam dan Irak,
dia membuat kerusakan terhadap apa saja yang ada disamping kanan dan  sisi
kirinya. Wahai seluruh hamBa Allah tetapkanlah pada eksistensi kalian semua.

Selanjutnya kita bertanya : Wahai Rasulullah ? Seberapa lama ia akan tinggal di
bumi ? Rasul menjawab sampai empat puluh hari, satu hari ada yang sama dengan
setahun, ada yang seperti sebulan, ada yang sama dengan satu jum‟at  dan
sebagian dari harinya yang lain sebagaimana ukuran hari-hari kalian. Kami kembali
bertanya : Wahai Rasulillah ! pada sebuah harinya yang seperti setahun, apakah cukup bagi kami untuk melakukan sholat sehari saja ? rasul menjawab : tidak cukup
! lantas ? kalian semua akan memperkirakan waktu-waktu yang ada di dalam hari-
harinya sebagai hari-harimu. Kami terus mengejar dengan pertanyaan ; Wahai
Rasulillah, seperti apakah kecepatan Dajjal dalam menjelajah bumi ini ? Rasul
menjawab : seperti hujan yang dihempaskan oleh angin.

Ia akan mendatangi kamu dan mengajak kamu untuk mengikutinya. Maka banyak
diantara mereka yang mengimaninya dan mengikuti jejak langkahnya. Dajjalpun
kemudian memerintahkan kepada langit untuk menurunkan hujan, dan kepada bumi
agar  menumbuhkan rerumputan yang hijau dan pepohonan, maka manusiapun
menggembalakan ternak-ternaknya hingga pulang petang. Dengan demikian ternak-
ternak mereka menjadi gemuk badannya, lebih montok susu perahannya dan lebih
panjang lambungnya. Kemudian suatu ketika akan datang sekelompok kaum untuk
menghadap Dajjal dan menolak segala apa yang dikatakan Dajjal, merekapun
kemudian pulang, namun keesokan harinya mereka semuanya menemui kelaparan,
tidak sedikitpun mereka memiliki sesuatu dari harta bendanya, ketika  itu pula Dajjal
kembali menelusuri bumi yang telah rusak dan porak poranda, iapun lantas berujar,
wahai bumi yang telah rusak keluarkanlah apa saja yang menjadi simpanan
kekayaanmu ! bumi mematuhinya dan segala macam kekayaan yang dikandung
bumipun mengikutinya, sebagaimana lebah mengikuti rajanya. Kemudian Dajjal
memanggil seorang pemuda yang sangat pemberani dan gagah, tetapi tragis
kejadiannya ia bertandang memenggal pemuda itu menjadi dua potongan, dia
kemudian melemparkannya ke arah yang bertolak belakang sejauh anak panah
yang meluncur dari busurnya. Lantas ia memanggilnya kembali, kedua potongan
jasad itu datang dan menyatu kembali, wajahnya tampak berseri-seri dan tertawa
terbahak-bahak. Pada saat Dajjal melakukan hal yang sama secara terus menerus,
Allah kemudian mengutus nabi Isa Al Masih bin Maryam AS. ia turun tepat di atas
menara putih yang terletak di sebelah timur kota Damaskus, dia diapit oleh dua kain
berwarna kuning dalam posisi meletakkan kedua telapak tangannya pada sayap dua
Malaikat.

Setibanya di bumi, nabi Isa Al Masih lantas menundukkan kepalanya tampak dari
wajahnya hendak meneteskan sesuatu, ketika ia mengangkat kepalanya, runtuhlah
tetesan air bening yang mengkristal bagaikan butiran-butiran intan permata itu. Tidaklah halal bagi orang kafir menghirup nafas yang dihembuskan oleh nabi Isa,
padahal hembusan nafas beliau memenuhi cakrawala hingga sejauh pandangan
matanya. Nabi Isa Al Masih pun kemudian bertandang mencari Bromo Corah Dajjal,
hingga ia menemukannya di suatu tempat yang kemudian  disebut  sebagai  “Babu
Luddin” pintu sebuah lembah, lantas ia membunuhnya.

Nabi Isa bin Maryam lalu mendatangi seluruh kaum yang telah dijaga dan
diselamatkan oleh Allah Swt dari sergapan Dajjal. Beliau mengusap wajah-wajah
mereka sambil menghibur  dengan cerita-cerita tentang derajat keluruhan tempat-
tempat mereka di surga. Pada saat itulah Allah Swt menurunkan wahyu-Nya kepada
nabi Isa AS.
ضٞطُا ٠ُا ٟزبجػظطحك ,ُْٜبزوث سحل ٕاس٣ا ٠ُ ازبّجُػ ذجطذا سه ٠ٗا.

“Sesungguhnya aku telah mengeluarkan hamba-hamba-Ku. Tidak ada satu
kekuasaanpun yang aku berikan kepada seorangpun untuk dapat membunuh
mereka, maka ungsikanlah hamba-hamba-Ku itu ke Gunung Tursina”.

Setelah semua peristiwa di atas berlangsung, Allah Swt kemudian mengutus Ya‟juz
Ma‟juz, mereka berjalan dengan cepat menelusuri setiap penjuru bumi. Dia memulai
langkah pengembaraannya yang pertama pada sebuah samudera kecil yang ada di
daerah “Thobariyyah” mereka lantas meminum air samudera itu hingga habis,
mereka tergenangi air. Nabi Musa AS dan seluruh sahabatnya mulai terkepung oleh
sekawanan Ya‟juz Ma‟juz, hingga pada hari itu, kepala seekor sapi menjadi lebih
berharga dari pada seratus dinar. Pada saat embargo itulah Nabi Musa dan para
sahabatnya memohon kepada Allah Swt agar meraka diselamatkan  dari
cengkraman Ya‟juz Ma‟juz, Allah Swt mengabulkan permohonan itu, kemudian Allah
mengutus ulat-ulat kecil yang ada dihidung onta untuk menyiksa dan masuk ke
leher-leher Ya‟juz Ma‟juz sehingga mereka terbunuh semuanya.

Sejak itulah nabi Isa dan sahabat-sahabatnya kembali turun ke bumi. Satu hal yang
sangat meresahkan mereka adalah bahwa mereka tidak menemukan sejengkalpun
tempat di muka bumi ini kecuali dipenuhi oleh lemak yang berceceran dari serat-
serat daging Ya‟juz Ma‟juz sehingga menebarkan bau busuk  yang menyesakkan.
Karena itulah nabi Isa dengan kaumnya kembali memohon kepada Allah agar Allah menyirnakan bau yang menjijikkan itu, Allah kemudian menolong mereka dengan
mengutus burung sebesar onta untuk mengangkut serpihan-serpihan daging Ya‟juz
Ma‟juz dan membuangnya ke suatu tempat dimana Allah menghendaki, lantas Allah
Swt menurunkan hujan untuk kembali menetralisir bumi sehingga bumi menjadi
bersih dan bening bagaikan kaca.

Setelah bumi telah benar-benar menjadi bersih lantas dikatakan kepada bumi.
Wahai bumi : “Tumbuhkanlah buah-buahanmu dan kembalikanlah keberkahanmu!,
maka sejak itulah segolongan manusia mulai memakan dan merasakan kembali
buah delima, merekapun lantas menjadikan pelepah-pelepah dan kelopok-kelopak
pepohonan sebagai tempat berteduh. Demikian pula barokah itu nampak pada susu
yang dikandung oleh hayawan, bahkan ketika hayawan ternak itu hendak
melahirkan pun air susunya tampak melimpah ruah sehingga dapat memenuhi
kebutuhan manusia seluruhnya. Pada suatu waktu keberkahan yang kesekian
kalinya juga dapat dirasakan oleh segolongan manusia yakni : ketika Allah mengutus
angin yang semerbak wangi menghampiri manusia dan menyelinap di ketiak
mereka, untuk selanjutnya angin itu dengan kelembutan dan kemesraannya
mencabut ruh setiap individu yang beridentitas muslim dan mukmin, hingga yang
tersisa di muka bumi adalah mereka manusia-manusia bejat yang selingkuh dan
melakukan hubungan seks bebas seperti khimar-khimar yang tak sedikitpun punya
rasa malu dan hati nurani, dan kepada mereka semuanyalah ditimpakan dasyatnya
hari Qiamat.

Adapun Asyrati Al – Sya‟ah (tanda-tanda hari Qiamat) yang lain yakni nyala api yang
keluar dari negara Yaman, yakni kobaran api yang akan menggiring manusia.
Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits. Berkaitan dengan peristiwa ini
sejumlah ulama menjelaskan  : “Peristiwa penggiringan manusia  ini  terbagi di dalam
empat kategori dalam dua periode. Dua peristiwa yang pertama terjadi di dunia dan
yang pertama dimulai dengan penghardikan yang dilakukan oleh nabi Isa AS
terhadap kaum Yahudi dari kota Madinah menuju daerah Syam, sedangkan yang
kedua adalah penggiringan manusia melalui kobaran api menjelang hari Qiamat
untuk menuju Padang Makhsyar, penggiringan ini juga menimpa pada seluruh
makhluk hidup sebelum terjadinya tiupan sangkala yang pertama. Manusia yang
tergiring itu seluruhnya adalah orang-orang kafir yang masih hidup. Sedangkan kaum Muslimin telah wafat sebelumnya oleh kelembutan tiupan yang
mempesonakan mereka. Sedangkan dua peristiwa pada periode yang kedua adalah
terjadi di akherat yakni berkumpulnya manusia pada saat setelah kebangkitan
mereka dari alam kuburnya dan bubarnya manusia dari 





























 SEBUAH PASAL
TENTANG CERITA ORANG–ORANG YANG TELAH MENINGGAL DUNIA
DIMANA MEREKA TETAP MAMPU DIAJAK DIALOG, MEREKA TAHU SIAPA
YANG MEMANDIKANNYA, SIAPA PULA YANG MEMIKUL DAN
MENGKAFANINYA, JUGA SIAPA YANG MEMASUKKANNYA KELIANG KUBUR,
DAN JUGA CERITA-CERITA TENTANG BAGAIMANA ORANG YANG TELAH
WAFAT ITU KEMBALI MENJALANI KEHIDUPAN BARUNYA SETELAH
KEMBALINYA RUH PADA JASAD.
Keterangan mengenai kemampuan orang-orang yang telah wafat bahwa ia dapat
mendengar dan berdialog dapatlah dikemukakan dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Al – Bukhari di dalam kitab shohinya dari sahabat Anas bin
Malik AS dari nabi Muhammad Saw beliau bersabda :
 ٠ك ٍٞور ذً٘ بٓ : ُٚ ٕاٞو٤ك ٕبٌِٓ ٙبرا ُْٜبؼٗ عطه غٔؽ٣ ٚٗأ ٠زح ٚثبحلا ٚ٘ػ تٛشٝ ٠ُٞرٝ ٙطجه ٠ك غوٝ اشا سجؼُا
ا سجػ ٚٗأ سٜـأ : ٍٞو٤ك ,؟ سٔحٓ َج طُا اصٛ خ٘جُا ٖٓ اسؼوٓ ٚث لا يُسثأ ,ضبُ٘ا ٖٓ ىسؼوٓ ٠ُا طظٗا ٍٞو٤ك , ُٚٞؼضٝ ل  .
“Seorang hamba Allah ketika ia disemayamkan di dalam kuburnya dan sahabat-
sahabat yang mengantarkan jenazahnya berpaling dan kembali pulang hingga ia
masih dapat mendengar suara detak sandal mereka, tiba-tibalah datanglah dua
Malaikat menghampirinya. Keduanya lantas bertanya (kepadanya) : Apa komentar
anda tentang seorang laki-laki yang bernama “Muhammad”. Dia menjawab :
Sesungguhnya beliau adalah hamba Allah yang menjadi utusan-Nya,  selanjutnya
dikatakan kepadanya : Lihatlah tempat-tempat (tempat tinggalmu) di neraka, Allah
telah menggantikan tempat itu dengan suatu tempat yang bernama surga”.

Rasulillah Saw bersabda : “Seorang yang telah mati itu dapat menyaksikan dan
tempat tinggal yang diperuntukkan kepadanya (tempat dineraka dan tempat surga)
sekaligus”. Sedangkan orang kafir atau munafiq ia hanya berkata : “saya tidak tahu,
bagaimana saya harus mengatakan apa yang dikatakan oleh manusia ? kemudian
dikatakan kepadanya : Tidak mungkin kamu tahu, karena kamu tidak membacanya.
Kemudian mereka (orang-orang kafir atau munafik) itu dipukul dengan palu dari besi
tepat pada bagian anggota yang ada diantara kedua telinganya dan menjeritlah ia
dengan suara keras, sehingga apa saja yang ada disekelilingnya dapat mendengar
suara jeritan tersebut kecuali dua makhluk penghuni bumi yakni manusia dan jin”.  حظب٘جُا ذؼوٝ اشا : ٍبه ِْؼٝ ٚ٤ِػ لا ٠ِل لا ٍٞؼض ٕأ ٚ٘ػ لا ٠وض ٟضسحُا س٤ؼؼ ٠ثأ ٖػ ٟضبججُا ٟٝضٝ
 خحُبل ذٗبً ٕبك ,ْٜهب٘ػأ ٠ِػ ٍبجطُا بِٜٔزحاٝ  بٜث ٕٞجٛصر ٖ٣أ بِٜ٣ٝ ب٣ ذُبه خحُبل ط٤ؿ ذٗبً ٕبك , ٠ٗٞٓسه : ذُبه
نؼل ٚؼٔؼ ُٞٝ , ٕبؽٗاا اا ء٠ـ ًَ بٜرٞل غٔؽ٣ ,؟ .
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abi Said Al Khudri RA
sesungguhnya rasulullah Saw bersabda : “Ketika jenazah diletakkan dalam keranda
dan beberapa orang memikulnya di atas pundak mereka, maka ketika jenazah itu
termasuk hamba yang shalih, maka ia akan berkata percepatlah perjalanan kalian
semua, tetepi sebaliknya bila jenazah itu bukan hamba yang shalih, maka ia merintih
…………. aduh  ! sungguh kecelakaan menimpa diriku, kemanakah kalian pergi
membawa jenazahku ? Pada saat itu segala apapun yang ada dapat mendengar
suara itu kecuali manusia, seandainya manusia dapat mendengar suara itu niscaya
ia akan pingsan”.

Demikian juga diriwayatkan oleh Imam Al – Bukhari dari sahabat Al – Laist bin Said,
sebagaimana esensi makna verbal hadits di muka. Beliau berkata : “Jenazah itu
mengeluh kepada keluarganya : Aduuh …….. bencana menimpa diriku”. Sahabat Al
– Lais dalam riwayatnya melanjutkan : “Seandainya manusia dapat mendengarkan
rintihan itu niscaya ia akan pingsan seketika”.

Sebuah riwayat dikisahkan oleh Imam Al – Tabrani di dalam kitab Al – Ausad dari
sahabat Abi Said Al – Khudri RA. Sesungguhnya nabi Muhammad Saw bersabda :
“Sesungguhnya mayit mengetahui siapa saja yang memandikannya, orang yang
menggendongnya atau memikulnya, mengkafaninya, dan orang yang
memasukkannya ke liang kubur”.

Sahabat Said bin Jubair RA berkata : “Apa saja yang diceritakan oleh orang yang
hidup, informasi itu juga akan sampai kepada orang-orang yang telah mati, maka
tidaklah seorangpun yang memiliki ikatan tali cinta kasih kepada kerabatnya kecuali
berita tentang keadaannya akan sampai juga kepada mayit. Apabila kabar kerabat
itu berupa kebaikan, maka mayit ikut merasakan kesenangan dan berbahagia.
Namun bila yang terjadi dalam keluarga kerabatnya adalah keprihatinan atau
ketidakharmonisan, maka mayit itupun tampak tak ceria dan bersedih hati”.
 Imam Ibnu Munabbih RA berkata : “Sesungguhnya Allah Swt membangun sebuah
rumah di langit yang ketujuh dan Dia memberinya nama “Al Baidho”. Di rumah itulah
ruh-ruh orang Mukmin yang telah meninggal dunia berkumpul, ketika salah seorang
Mukmin dari penduduk ahli dunia wafat, maka arwah-arwah itu menjemputnya dan
merekapun lantas menanyakan bagaimana cerita, khabar dan informasi tentang
kondisi dunia dan penghuninya sebagaimana pertanyaan yang seringkali terjadi dan
dipertanyakan oleh seorang musaffir yang pergi meninggalkan sanak saudaranya
dan kerabatnya, ketika ia datang dari bepergiannya”.
(HR. Abu Nu‟aim di dalam kitab Al – Hilyah )

Berkaitan dengan munculnya kehidupan baru dengan kembalinya ruh kepada
jasadnya sebuah riwayat datang dari sahabat Al – Barra‟ bin Azib RA. berupa hadits
panjang yang menerangkan kewajiban-kewajiban yang muncul pada orang-orang
yang telah meninggal dunia termasuk sebuah hadits yang menjelaskan tentang
kembalinya ruh pada jasad, Imam Al – Barra‟ menjelaskan : Pada suatu waktu saya
keluar bersama Rasulillah Saw untuk hadir memberikan penghormatan pada
jenazahnya seorang laki-laki dari sahabat Anshor, lantas kami mendatangi kuburan,
pada saat itu liang kubur belum digali, kemudian Rasulillah Saw duduk, kami
bersama sahabat yang lain juga duduk dengan tenang penuh hikmah di sekitar
rasulillah seolah ada seekor burung di atas kepala kami hingga tak berani
menengadah. Tiba-tiba nabi mengangkat pandangannya, sorot matanya lepas
memandangi langit, kemudian beliau menundukkan kembali pandangannya dan
menyaksikan bumi, kemudian nabi berdo‟a  : “Aku mohon perlindungan-Mu Ya ……
Allah dari siksa alam kubur”. Rasulillah melafadzkan do‟a  ini berulang-ulang, lantas
beliau bersabda : Sesungguhnya seorang hamba yang Mukmin ketika ia memasuki
pintu menuju akhirat dan berpisah dengan alam dunia maka datanglah seorang
Malaikat menghampirinya. Ia duduk tepat di sisi kepalanya dan berkata :
ٕاٞــوضٝ لا ٖٓ حطـــلـٓ ٠ُا خ٘ئٔــطُٔا ػــلُ٘ا بٜـز٣ا ٠جطذأ
“Wahai Nafsu Al Mutma‟innah keluarlah kalian menuju ampunan dari Tuhanmu dan
menerima Keridloan-Nya”. Maka ruh  itupun keluar,  ia mengalir bagai tetesan hujan.
Pada saat itulah para Malaikat penghuni surga turun mengerumuni orang yang
hendak wafat itu. Dengan wajah-wajah mereka yang putih bersih dan berseri-seri
seolah-olah wajah mereka begitu ceria bagaikan cerah mentari dipagi hari, mereka
datang dengan membawa kain-kain kafan dari surga dan minyak-minyak wangi dari pengharum surga, mereka semuanya duduk dengan rapinya, sepanjang sorot mata
mereka memandang lepas, dan ketika ruh “Nafsu al – Mutmainnah” itu dicabut oleh
seorang Malaikat, maka para Malaikat itu menyambut ruh tersebut dengan
menghimpunnya dalam genggaman dan tidaklah mereka melepaskannya sekejap
matapun. Hal ini sebagaimana terungkap dalam firman Allah Swt :
ٕٞـــــططل٣ا ْــــٛٝ بِ٘ـــؼض ٚــــزكٞر
“Para Malaikat-Ku  mewafatkan seorang hamba, dimana sedikitpun mereka tidak
berbuat kasar”.

Rasulillah Saw berkata : Maka keluarlah nafas / ruh seorang hamba itu seperti bau
semerbaknya minyak wangi, lantas Malaikat membawa naik ruh seorang hamba itu,
dan Malaikat itupun tidak datang pada sekumpulan manusia. Pada sebuah riwayat
dikisahkan; bahwa ruh yang dibawa oleh Malaikat itu senantiasa melintasi ruh-ruh
umat terdahulu dan generasi-generasi yang telah mandahuluinya bagaikan
kumpulan belalang yang berhambur diantara langit dan bumi. Segerombol belalang
itu seraya berkata  : “Ini ruh siapa ?, maka dikatakanlah bahwa ruh  itu adalah ruh si
Fulan dengan menyebut nama terbaiknya hingga para Malaikat itu sampai di pintu
langit terendah, maka pintu itupun dibuka mempersilahkan ruh seorang hamba yang
Mukmin itu. Para Malaikat penjaga langit itupun lantas mengantarkan ruh itu
menembus langit demi langit hingga sampai ke langit ke tujuh. Kemudian Allah
berfirman :
ٕٞثطؤُا ٙسٜف٣ ,ّٞهطٓ ةبزً , ٕٞ٤ِػ بٓ ىاضزأ بٓٝ , ٖ٤٤ِػ ٠ك ٚثبزً اٞجزًأ
“Tuliskanlah (wahai para Malaikat) catatan amalnya (seorang hamba Mukmin) itu
pada buku catatan amal kebaikannya yang tinggi ! Apakah yang anda ketahui
tentang apa arti „Illiyyun ? Ia adalah kitab catatan amal yang diukir dengan segala
keindahan dan yang akan menyaksikannya adalah para Malaikat  “Al  - Muqarrabin”
disalinlah amal kebaikan seorang hamba untuk di bukukan” .

Kemudian ia berkata : Kembalikanlah ruh seorang Mukmin itu ke bumi.
Sesungguhnya Aku, Tuhanmu telah menjanjikan kepada manusia bahwa Aku (Allah
Swt) telah menciptakan manusia dari bumi dan kepadanya Aku mengembalikannya,
dan daripadanya pula Aku mengeluarkannya di kesempatan yang lain. Maka
dikembalikanlah ruh itu ke bumi dan masuk kembali ke jasadnya. Sekembalinya ruh itu ke jasadnya datang  dua Malaikat yang dengan kasar dan
lantang menghampirinya dan mendudukkan hamba tersebut. Pada saat itulah dua
Malaikat itu melontarkan berbagai pertanyaan kepadanya :
ّاؼاا ٠٘٣زٝ .لا ٠ّثض ٍٞـــو٤ك ؟ يــ٘٣ز بــٓٝ ؟ يّثض ٖٓ
“Siapa Tuhanmu ? dan apa agamamu, ia pun menjawab : Allah adalah Tuhanku dan
Islam adalah agamaku”.

Dua Malaikat itu kembali melontarkan pertanyaan :
 ٚث ذ٘ٓ بك بّ٘ثض ٖٓ دب٘ــ٤جُبث بٗءآج ٍٞــو٤ك ؟ ي٣ضس٣ بٓٝ : لا ٍٞؼض ٞٛ ٍٞو٤ك ؟ ٌْ٤ك شؼث ٟصُا َجطُاصٛ ٠ك ٍٞور بٔك
ذّهسـلٝ.
“Apa komentarmu kepada seorang laki-laki yang telah diutus kepada kalian semua ?
Hamba itu menjawab : Ia adalah Rasulullah ! apa yang kamu ketahui tentang dia ?
Hamba Mu‟min itu menjawab : Dia datang kepada kita dengan membawa bukti yang
jelas dari Tuhanku maka aku mengimaninya dan membenarkannya”.

Kisah ini merupakan esensi makna dari sebuah firman Allah :   ٍٞــوُبثاٞــ٘ٓا ٖ٣صُا لا ذجض٣
حطذلا ٠كٝ ب٤ٗسُا حبـ٤حُا ٠ك ذثبضُا
“Allah telah mengokohkan (keyakinan) orang-orang yang beriman dengan qoul al  -
Tsabit / ucapan yang tetap di dalam kehidupan dunia dan akhirat”

Rasulullah Saw bersabda : Pada saat itu muncullah sebuah seruan menggema dari
langit : Sungguh kebenaran telah ada pada hambaku. Maka ialah yang berhak atas
surga, saat itulah surga dibentangkan dan dalam bentuk seorang laki-laki yang
cakep wajahnya, wangi baunya dan bajunya indah menawan, seorang laki-laki
jelmaan itu lantas berkata ; bersenang senanglah kalian semua atas apa yang telah
Allah  „Azza Wajalla  janjikan kepadamu, berbahagialah atas keridlaan dari Allah dan
surga-surga yang didalamnya terhimpun beberapa kenikmatan yang ditetapkan.
Seorang hamba mukmin itu menimpalinya dengan do‟a mudah-mudahan Allah
menyenangkan kamu dengan segala kebaikan ! siapakah kalian ? wajahmu hadir
kepadaku dengan segala kebaikan ! maka lelaki jelmaan amal itupun menjawab hari
ini adalah hari-harimu, dimana engkau menerima balasan yang dijanjikan, dan ini
adalah ketentuan sebagaimana yang dijanjikan, aku adalah amalmu yang baik, demi
Allah sungguh aku tidak menyaksikan engkau kecuali engkau senantiasa bergegas
dengan penuh semangat di dalam taat kepada Allah Swt, dan engkau begitu lamban dan nyaris takmelakukan maksiatillah, maka mudah-mudahan Allah memberi
balasan kebaikan kepada-Mu. Dan hamba Mukmin itupun berdo‟a : Wahai Tuhanku
datangkanlah hari Qiamat agar aku dapat kembali berkumpul dengan sanak
keluarga dan hartaku.

Rasulullah Saw bersabda : Apabila seorang hamba berperilaku dosa dan
penyelewengan, maka ketika seorang hamba itu tiba di hari akhirat dan terputus dari
kehidupan dunia, datanglah seorang Malaikat, lantas ia duduk di dekat kepalanya
dan berkata : “Keluarlah wahai nyawa yang buruk, bersenang-senanglah kalian atas
kebencian dan kemarahan Allah. maka turunlah Malaikat itu dengan wajah hitam
nan garang dan pakaian  kasar yang semerawut, ketika Malaikat itu mencabut
ruhnya maka Malaikat yang lainpun berdiri dan mereka tidak menahan ruhnya
digenggamannya sekejab matapun”.

Nabi Muhammad Saw bersabda : Jasad hamba yang berdosa itu menjadi terpisah-
pisah lantas malaikat mengeluarkan ruh itu dengan tersendat-sendat hingga uratnya
terputus-putus ibarat tusuk-tusuk sate yang besar dan tajam ditancap-tancapkan
pada kain basah yang terbuat dari bulu-bulu domba, betapa pedihnya ! Ruh itu
sengaja diambil oleh Malaikat sehingga ruh itu keluar dalam keadaan busuk dan
betapa menjjikkan baunya, seandainya bau ruh itu ditebarkan di permukaan antara
langit dan bumi niscaya penduduk bumi itu berujar Hiiih ……….. bau ruh siapa ini ?
begitu menjijikkan ! para Malaikatpun menyahut : Ini adalah ruh Fulan seraya
menyebutkan nama yang begitu buruk, suara / informasi itupun menyeru ke
seantero jagat langit dan bumi. Untuk itu Malaikat tidak bersedia membukakan pintu
langit untuk hamba pendosa itu.
Allahpun lantas berfirman :
ٝ ٠ٗا, نضاا ٠ُا ٙٝزض ٟطذا حضبر ْٜجطرٗ بٜ٘ٓٝ ,ْٛس٤ؼٗبٜ٤كٝ ,ْٛب٘وِذ بٜ٘ٓ ٢ٗا ْٜرسػ .

“Kembalikanlah ruh busuk itu ke bumi wahai para Malaikat, sesungguhnya Aku telah
menyampaikan janji-Ku kepada mereka (manusia) bahwa Aku telah menciptakan
mereka dari bumi, kepada bumi itu juga  aku akan mengembalikan mereka dan
nantinya Aku akan mengeluarkan kembali mereka dari bumi itu; maka ruh itupun
lantas dicampakka ke bumi”. Imam Barrok berkata : selepas rasul mengisahkan riwayat ini, beliau lantas
membacakan sebuah ayat :
ك ل بث ىطف٣ ٖٓٝ خ٣لا : ءبٔؽُا ٖٓ طذ بٔٗ ؤٌ 

“Barang siapa mempersekutukan Allah Swt, maka seolah-olah orang itu terjun
terjungkal (ke bumi) dari langit”.

Dan hamba pendosa itu dikembalikan ke bumi beserta ruhnya. Kemudian dua sosok
malaikat yang kasar mendatanginya dengan bentakan yang begitu keras, hingga
hamba pendosa itu terduduk; dan Malaikat itupun mulai menanyainya: “Siapa
Tuhanmu ? dan apa agamamu !” Hamba itu memberanikan diri menjawabnya
dengan tanpa jawaban, sambil gemetar ia berkata: “Aku tidak tahu, tetapi
sebenarnya aku pernah mendengar bahwa semua manusia mengucapkan /
mengikrarkannya; Malaikat kembali membentaknya: Kok kamu ndak tahu ! pada
saat itulah liang kubur menyempit dan menghimpit hamba fajir tersebut hingga
tulang-tulang rusuknya “mblesat” bercerai berai”.

Selanjutnya segala amal buruk hamba itu menjelma menjadi seorang laki-laki yang
jelek rupanya, baunya busuk dengan pakaian yang begitu kumal, dan iapun
menyapanya : “Berbahagialah kamu dengan adzab dan kebencian dari Allah Swt !
dengan segala kebengongan hamba itu berkata : siapa kamu ? kau datang dengan
wajah dan pakaian yang begitu menjijikkan. Lelaki itu menjawab ; aku adalah amal
keburukanmu ! Demi Allah aku tidak menyaksikan kamu kecuali malas dalam
mengerjakan taat kepada Allah Swt dan engkau  begitu antusias dan semangat
dalam melakukan kemaksiatan kepada Allah Swt”.

Pada saat itulah lantas datang kepadanya seorang Malaikat yang tuli dan buta
dengan membawa tongkat besi yang begitu besar, seandainya saja sebuah gunung
dipukul dengan tongkat itu niscaya ia akan hancur lulur menjadi abu dan remukan-
remukan batu. Malaikat itupun bertandang menghajar seorang hamba itu dengan
kerasnya sehingga semua makhluk yang dibumi mampu mendengarnya kecuali jin
dan manusia. Kemudia ruh dan jasad seorang hamba itu kembali menyatu setelah
hancur lebur dan Malaikat kembali menghajarnya. Hadits ini merupakan riwayat yang mashur dan telah diriwayatkan oleh sejumlah para Imam yang menjadi
sanadnya, termasuk didalamnya adalah Imam Ahmad.

Imam Al – Haramaini, Al – Faqih Abu Bakar bin al – „Araby dan Al-Imam Syaifuddin
berkata: “Ulama Salaf al  –  Shalih sebelum munculnya para penentang konsepsi
dasar agama, secara bulat menyepakati atas ketetapan hidupnya kembali orang-
orang yang telah meninggal dunia didalam kuburnya, adanya pertanyaan dari dua
orang malaikat kepada manusia dan ketetapan tentang wujudnya adzab kubur bagi
orang-orang yang berdosa dan orang-orang kafir. Hal ini menjadi keyakinan yang
kokoh dengan landasan firman Allah SWT :
ٖ٤ز٘صا ب٘ز٤٤حأٝ
“Dan aku menjadikan dua kehidupan yang lain (setelah kematian )”

Ayat ini ditafsiri dengan hidupnya kembali orang yang telah mati, karena hendak
menghadapi pertanyaan dua malaikat dialam kubur. Dan hidupnya kembali orang
yang mati dihari penggiringan mereka kealam makhsyar.  Oleh karena itulah dua
kehidupan itu telah Allah Swt. informasikan kepada segenap manusia. Sedangkan
kehidupan yang pertama yakni kehidupan didunia, Allah Swt. telah
menginformasikannya kepada manusia. Namun paska munculnya rang-orang yang
kontra terhadap masalah ini beberapa ulama tidak menyepakatinya, tetapi mayoritas
dari ulama Salafuna al – Shalih tetap menyepakatinya.

Selanjutnya ketahuilah bahwa apa saja yang terkandung dalam hadist ini yakni
keberadaan malikat maut, malaikat Mungkar Nakir, dan malaikat-malaikat yang lain,
termasuk juga tempat-tempat yang yang ada dihari qiyamat nanti adalah merupakan
hal-hal yang memiliki kesamaran didalam sifatnya, dan hampir saja tidak ada jalan
yang cukup rasional didalam mengungkap sifat-sifat itu secara mendetil,  kalau
bukan karena keimanan. Oleh karenaitu seorang hamba sengaja diuji oleh Allah Swt
sejauh mana kekokohan keimanannya dalam menyikapi hal-hal yang ghaib.

Ulama Ahli al – Sunnah wa al- Jama‟ah menyepakati bahwa orang-orang yang telah
meninggal dunia dapat mengambil dua kemanfaatan yang dapat memberikan
pertolongan kepadanya yakni; segala bentuk usaha (ibadah) yang ia lakukan sendiri
semasa hidupnya. Yang kedua adalah do‟a dari orang-orang mukmin, permohonan ampun mereka untuk simayyit, pahalanya shadaqah dan ganjaran ibadah haji yang
dilakukan oleh ahli waris untuk mayit. Sedangkan tentang berbagai bentuk ibadah-
ibadah yang bersifat badaniah termasuk puasa, shalat, menbaca Al  – Qur‟an, dan
berzikir, dikalangan ulama Ahli al  –  Sunnah wa al  –  Jama‟ah  sendiri masih
dipertentangkan.

Dalam kontroversi ini „Jumhuri al – Salaf al – Shaleh” menyatakan sampainya pahala
–  pahala yang bersifat badaniyyah yang dilakukan oleh orang yang masih hidup
untuk mayit. Tetapi sebagian dari ahli al  –  bid‟ah  itu  dapatlah  kita  bantah dengan
landasan Al – Kitab dan Al – Sunnah. Berkaitan dengan istidlal (pencarian dalil) yang
menjadi alasan bagi ahli bid‟ah yakni Firman Allah Swt :
٠ؼؼ بٓ اا ٕبؽٗاُ ػ٤ُ ٕاٝ
“Dan tidaklah tetap bagi manusia kecuali apa yang ia usahakan”.

Dapat lah  kita tolak, bahwa sesungguhnya Allah Swt. tidaklah menangghkan
pengambilan kemanfaatan seseorang atas usaha orang lain. Dan yang Allah Swt
nafikan adalah orang lain tidak dapat ikut memiliki hasil usaha (ibadah) dari orang
yang selainnya. Adapun apa saja yang diusahakan oleh orang lain adalah menjadi
miliknya sendiri sehingga ia memiliki kebebasan , apakah ia menghendaki untuk
menyerahkan pahala amal ibadahnya kepada orang lain, atau ia menetapkan pahala
dari apa yang ia usahakan itu untuk dirinya sendiri.  Dalam hal ini jelaslah bahwa
Allah Swt tidak menyatakan bahwa sesungguhnya seseorang itu tidak boleh
mengambil kemanfaatan sama sekali kecuali terhadap apa yang ia usahakan
sendiri.

Keterangan ini adalah merupakan akhir dari isi kitab yang saya karang “Wallahu
A‟lam bi al – Shawab”, dan hanya kepada Allahlah tempat kembali, dan Dia-lah Dzat
Yang memberikan kecukupan kepadaku. Dan sebaik-baiknya Dzat yang diserahi
segala urusan. “Laa Haula walaa Quwwata illa billahi al - „Aliyyi al – „adzimi” Tidaklah
ada kekuatan untuk dapat menghindari segala bentuk kemaksiatan dan
kesanggupan dalam memenuhi segala bentuk ketaatan dalam beribadah kecuali
hanya dengan pertolongan Allah Swt Dzat yang Maha Luhur dan Maha Agung. Mudah-mudahan shalawat dan salam senantiasa tetap  tercurahkan kepada
junjungan kita Nabi Agung Muhammad Saw. segenap keluarganya dan pengikut-
pengikutnya yang tetap berpegang teguh kepada kebaikan hingga hari qiamat nanti.
“Wa al – Hamdulillahi Rabbi al – „Alamiin”

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post