PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agam yang sempurna
yang mendapat ridha dan jaminan dari Allah swt selaku Tuhan Yang Maha Tunggal
dan Maha Kuasa, Islam adalah agama tauhid yang telah dibawa oleh Manusia
pertama yaitu Nabi Adam as, dan disempurnakan dalam risalah dakwah manusia
mulia Muhammad saw. Cahaya Islam terbukti mampu memberangus berbagai macam
kesesatan, kebodohan, keterpecah belahan, dan peperangan, menuju kepada
ketauhidan, kemajuan ilmu dan peradaban, persatuan dan perdamaian.Kekuasaan
Islam yang berjaya selama 14 abad telah meninggalkan warisan-warisan yang
menjadi kunci kemajuan ilmu pengetahuan, sosial budaya, politik dan perdamaian
antar bangsa.Kenangan indah nan gemilang yang ditulis dengan tinta emas oleh
Islam merupakan bukti bahwa Islam memilki nilai ajaran dan pandangan hidup yang
sempurna bagi manusia seluruhnya. Allah swt berfirman tentang eksistensi Islam
dalam Q. S Al Maidah ayat 3 (diambil sebagian):
4t4 “pada hari ini
telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.”
Tapi, saat ini kondisi umat
Islam masih belum bisa mewarisi dan merealisasikan secara maksimal ajaran dan
pandangan hidup Islam.Kehidupan Kaum muslimin saat ini tidaklah mudah dan
seindah masa kejayaanya.Begitu banyak masalah, beban kehidupan, dan tantangan
yang dihadapai, mulai dari faktor eksternal atau faktor Internal.Tantangan dan
serangan kaum barat (Nasrani dan yahudi) sampai saat ini secara masif tetap
dilancarkan demi menghambat atau bahkan menghilangkan kebangkitan Islam.Mulai
dari perang fisik seperti serangan militer barat dan aliansinya ke negeri-negeri
Muslim dan diskriminasi di negara barat terhadap umat Islam. Perang non fisik
atau pemikiran juga terus dilancarkan dengan strategi penyebaran isu teroris, paham
sesat, gaya hidup merusak, dan paham sekulerisme, liberalisme, dan pluralisme.
Kesemuanya oleh barat dikirim ke negera-negara yang mayoritas Islam.Belum lagi
masalah-masalah yang terkait dengan ekonomi, sosial, politik dan budaya yang
mengharuskan umat Islam untuk segera memikirkan solusinya.
Dalam kondisi demikian, umat Islam
seharusnya berfikir arif dan bijak, berperilaku efektif dan efisien,
memaksimalkan ikhtiar, merapatkan barisan, bekerjasama dalam kebaikan umat,
saling menjaga, mengasihi sesama muslim dan bersatu untuk menjadi solusi dalam
seluruh permasalahan yang ada dalam umat Islam atau seluruh dunia. Namun
kenyataan yang ada, ternyata tidak gampang mewujudkan idealisme harapan
penyatuan umat. Umat Islam saat ini masih banyak terlibat dalam konflik dan
perselisihan antar sesama, dan inilah faktor internal Islam yang menjadi salah satu penghambat utama kemajuan dan kebangkitan Islam.
Khusus di Nusantara,
salah satu masalah besar yang dihadapi kaum muslim adalah sulitnya menyatukan
barisan Ahlus Sunnah Wal Jamaah
(ASWAJA) yang eksistensi Ahlus sunnah itu sendiri telah menyebar di berbagai
organisasi, lembaga, sikap politik dan bidang aktivitas. Andaikan saja
perbedaan orgnisasi, lembaga dan bidang dakwah ini dipandang sebagai keragaman
yang saling melengkapi bagaikan perbedaan bentuk dan fungsi elemen bangunan
yang saling bekerjasama untuk membentuk bangunan yang indah, tentu kita sangat
mensyukurinya.Tapi, dalam dunia nyata impian itu belum terwujud karena
kenyataannya antar Ahlus Sunnah masih
terlibat dalam perselisihan yang sengit dan saling menegasikan.
Perselisihan
dan pengklaiman siapa yang lebih pantas menyandang gelar Ahlus Sunnah mendapatkan tanggapan dari sisi pihak lain dalam umat
Islam yang masih memilki spirit untuk
mewujudkan persatuan umat. Salah satunya yaitu MIUMI (Majelis Intelektual dan
Ulama Muslim Indonesia) sebagai salah satu organisasi yang memiki ruh semangat
dalam usahanya mempersatukan umat.Organisasi yang merangkul kalangan
intelektual dan ulama dari berbagai macam ormas, lembaga, dan bidang ini telah
memilki visi dan misi yang memfokuskan persatuan kalangan intelektual dan
seluruh ulama di Indonesia demi menegakkan kejayaan Islam.[1]Usaha
seperti ini yang seharusnya mulai disuburkan dan dikembangkan dalam rangka
penyatuan umat. Tapi dalam prosesnya, persiapan dan kematangan akan konsep
persatuan umat harus dirancang sedemikian baik agar nanti dalam aplikasinya
mampu memberikan solusi kongrit kepada permasalahan yang ada.
Oleh
karena itu, dalam makalah ini kami ingin mencoba meringkas dan mengambil
kesimpulan tentang berbagai macam solusi dari berbagai macam usaha kaum
cendekia dan ulama berkaitan dengan usaha persatuan internal umat Islam.Kami
melihat ada titik kesamaan dalam aspek pembinaan ilmu dan pola pikir serta
aspek akhlak yang dirumuskan para ulama dalam merumuskan solusinya. Agar lebih
terinci dan fokus dalam pembahasan konfilk antara golongan Ahlus Sunnah Wal Jamaah, maka dalam makalah ini kami akan membatasi
cakupan masalah dalam beberapa poin:
1. Mengenali istilah definisi dan sejarah
singkat munculnya istilahAhlus Sunnah Wal
Jamaah
2. Solusi dalam mendamaikan, dan
menyatukan Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Kami yakin bahwa
salah satu inti permasalaha dalam konfilk yang ada adalah ketidak pahaman
beberapa pengikut tentang konsep Ahlus
Sunnah Wal Jamaah, dan egoisme pribadi merupakan titik pangkal dalam
permasalahan ini. Maka dalam makalah ini kami ingin mencoba memberi judul “ Menumbuhkan persatuan dalam ilmu dan akhlak
Ahlus Sunnah Wal Jamaah”.
Di Akhir bab ini
kami tutup dengan dustur Illahi yang memerintahkan persatuan dan menjauhi
perbedaan.
“orang-orang beriman itu Sesungguhnya
bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Al Hujarat: 10)
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain,
boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan
itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri[2]dan
jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman [3]dan
Barangsiapa yang tidak bertobat Maka mereka Itulah orang-orang yang yang zalim.(Al
Hujarat: 11)
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah dan sejarah kemunculannya.
Istilah Ahlus Sunnah Wal jamaah sudah mendapat
perhatian dari berbagai macam ulama dari dulu hingga sekarang.Ini membuktikan
bahwa istilah ini memilki posisi dan makna yang penting dalam kehidupan
masyarakat Islam.Banyak orang awam dan cendekia mengartikan secara sederhana
bahwa istilah Ahlus Sunnah Wal jamaah
adalah segolongan kaum atau kelompok yang selamat diantara kelompok-kelompok
lainnya.Kalau dicermati lebih detail, istilah ini muncul dari penafsiran hadits
Nabi yang dikenal dengan hadits 73 golongan. Berikut Haditsnya:
“ Akan terjadi atas umatku seperti apa yang terjadi pada
Bani Israil, permialan demi permisalan, setapak demi setapak, hingga andaikan
di kalangan mereka(Bani Israil) ada yang menggauli ibunya sendiri secara
terang-terangan, maka di tengah umatku ada yang semisal itu. Sesungguhnya Bani
Israil telah terpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku akan terpecah belah
menjadi 73 golongan, semua masuk neraka kecuali satu golongan saja”Diitanyakan
kepada Nabi, “Siapakah golongan itu?” Lalu Nabi menjawab:”Ia adalah golongan
yang mengikuti aku dan para sahabatku.”
(HR. Al Hakim dan Ibnu Asakir dari Abdullah bin amr bin Ash).
Hadits di atas
menjelaskan bahwa Rasulullah saw telah memberikan kriteria dan cara yang harus
dilakukan oleh umat Islam untuk mengikuti kembali jalan dan metode Rasululallah
saw dan sahabat dalam berislam. Adapun penggunaan istilah ini sering digunakan
oleh alim ulama untuk embedakan antara pemahaman yang lurus dengan pemahaman
yang sesat dan menyimpang, seperti khawarij, Syi’ah Mu’tazilah, dan berbagai
kelompok yang terbukti kesesatannya.Singkatnya terkait istilah Ahlus Sunnah Wal jamaah merupakan
sebutan bagi sebuah golongan yang selamat dan masuk surge ketika 72 golongan
lainnya sesat dan masuk neraka.Ahlus
Sunnah Wal jamaahadalah istilah baru yang tidak dikenal pada masa
Rasulullah saw hidup tetapi dari sisi asal usul, benar-benar bersumber dari
hadits-hadits Rasulullah saw yang banyak menerangkan terkait istilah ini.
Untuk memahami
definisi Ahlus Sunnah Wal jamaah kami
akan terangkan berdasarkan tulisan dari Abu Maryam Muhammad Al Jaritali[4]
yang kami terangkan dengan membagi istilah tersebut dengan Makna Sunnah dan
Jama’ah:
1. Makna Sunnah
Sunnah berasal dari kata sanna-yasunnu-sannan. Secara bahasa
memilki beberapa pengertian yaitu:
a. Menurut Ibnu Manzhur, maknanya adalah
ketetapan, perintah, dan laranganNya. Adapun yang bermakna “menjelaskan”,
contoh kalimat yang dipakai ibnu Maszhur adalah, “sannaalhulinnas”.
b. Al Faritsi berkata Sunnah Rasul berarti
sejarah kehidupannya, dalam rangkaian kalimat Ibnu Manshur memaknai metode/cara
dan perjalanan hidup.
c. Menurut Al Qur’an dikaitkan dalam Al
Israa: 77 yang bermakna suatu kebiasaan yang kuat yang telah Allah tetapan
hukum dan keputusan atasnya.
Adapaun
secara istilah, sunnah memilki sejumlah makna sebagai berikut:
1.
Makna bahasa: metode, kebiasaan, perjalanan hidup
2. Dalam fiqih bermakna: suatu amalan yang
dicintai dan terpuji, sebagai tambahan dari amalan wajib.
3. Dalam Usul fiqih bermakna: salah satu
dari dalil-dalil syariat. Dalil syariat yang disepakati adalah Al Qur’an,
sunnah dan ijma’
4. Dalam ilmu Hadits adalah sesuatu yang
dikaitkan oleh Nabi mulai dari perkataan, perbuatan atau pembiaran nabi pada
suatu perara, atau sifat-sfat akhlak dan fisik Nabi Muhammad saw.
5.
Sunnah bermakna lawan dari bid’ah.
6.
Sunnah juga bermakna aqidah
7. Sunnah adalah syariat, Ibnu taimiyah
menjelaskan dalam majmu fatawa bahwa
sunnah adalah syariat, ia adalah apa yang disyariatkan oleh Allah dan rasulNya
dari agama ini.
2. Makna jamaah
Secara bahasakata jamaah ditemui dalam
beberapa bentuk yang memiliki makna tertentu, antara lain sebagai berikut:
a)
Al Ijtima’, yaitu lawan daritafarruq (berpecah belah) atau furqah (kelompok)
b) Tajamma’
(al qaum), jika berkumpul disana sini, mengumpulkan yang terpecah belah.
c)
Al Jama’u yaitu sebutan untuk
sejumlah manusia.
c)
Al Ijma’ yaitu kesepakatan dalam
hukum.
d) Al
jama’ah adalah sejumlah besar manusia, suatu golongan dari kalangan manusia
yang dibentuk oleh keinginan individu.
Adapun
secara istilah makna jamaah adalah:
1. Al
jama’ah adalah para sahabat secara khusu. Mereka adalah orang yang
menegakkan tiang-tiang agama, mengikatkan pasak-pasaknya dan mereka tidak
pernah berkumpul dalam kesesatan.[5]
2. Al
Jama’ah adalah ahli ilmu, Al Bukhari berkata, “ Bab…dan apa yang Nabi
perintahkan agar komitmen dengan Al Jama’ah, adalah mereka yang ahli ilmu.”[6]
3. Berkumpul di atas kebenaran, dengan
meniadakan berpecah belah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits “ Al Jama’ah itu rahmat, sedang
bergolong-golongan adalah azab” (HR. Ahmad)[7]
4. Himpunan kaum muslimin dan jumlah besar
umat Islam yang berada di atas sunnah ketika mereka berkumpul di bawah seorang
imam, atau seorang pemimpin dalam urusan agama, atau seorang pemimpin pada
urusan duniawi yang bersifat mubah.
5. Ahlul
Halli wal aqdi[8].Mereka
adalah ulama, umara, para panglima para hakim, pribadi-pribadi atau sebagian
mereka jika mereka berkumpul di atas urusan kemaslahatan kaum muslimin, seperti
urursan kekuasaan imam dan baitnya atau pemecatannya.
6.
Sekelompok manusia yang berkumpul di atas suatu urusan.
Dalam
penjelasan di atas maka dapat disimpulkan,
Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah
para sahabat Nabi saw dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, dan
siapa saja yang komitmen dengan manhaj
mereka, menjadikan mereka tuntunan, mengikuti jalan mereka dari kalangan
orang-orang beriman yang berpegang teguh dengan jejak mereka sampai hari
kiamat. Mereka adalah siapa yang berkumpul dari kalangan umat Islam, dengan
tidak menyimpang dari jalan itu lau berbelok kearah jalan lain. Mereka di atas
sunnah dan sikap ittiba’ (mengikuti)
dengan tidak menyimpang ke arah jalan bid’ah
dan hawa nafsu, dengan hati, badan dan apapun yang memungkinkan untuk itu.
Adapun sejarah kemunculan
istilah Ahlusunnah Wal jamaah yaitu
berawala dari terjadinya fitnah antara Ali Ra dan Muawiyah Ra, Umat Islam pecah
menjadi beberapa kelompok yang saling menguatkan pengaruh kelompoknya ke
kelompok lain, contohnya: Syiah, Khawarij, murjiah, qodariyah dll Salah satu politik yang dijalankan
kelompok-kelompok tersebut yaitu dengan membuat hadits-hadits palsu yang
mendukung manhaj dan pergerakan mereka untuk memperoleh kekuasaan. Akibatnya
saat itu, muncul hadits-hadits palsu yang digunakan untuk eksistensi dan mendukung
politik-politik kelompok untuk merebut kekuasaan.Beberapa kelompok juga
mengecap buruk dan sesat beberapa sahabat nabi dengan tujuan menjalankan
politik mereka. Melihat kekacauan
tersebut, maka muncul kelompok yang ingin kembali pada sunnah yang murni,
ajaran yang murni yang ingin kembali ke hadits-hadits asli dari Rasulullah saw
dan inilah yang disebut sebagai Ahlus
sunnah. Kemudian kelompok ini, dinaungi dan dilindungi oleh Khilafah
Muawiyah bin Abu Sufyan sebagai Ahlul
jamaah, dan disebut sebagai kelompok Ahlus Sunnah wal Jamaah, yaitu
kelompok yang kembali kepada hadits dan petunjuk asli Rasulullah saw. Tapi
Akhir-akhir ini banyak juga konfontrasi
dan pencitraan buruk pada Muawiyah, dan ini tidak benar adanya karena Muawiyah
sesungguhnya melindungi dan memfasilitasi Ahlus
Sunnah Wal jamaah untuk memberantas kelompok bid’ah yang telah membuat hadits palsu untuk mengesahkan kegiatan
politiknya.
Muhammad bin Sirin (w. 110 H)
adalah orang pertama yang mempergunakan istilah Ahlussunnah sebagai lawan dari
ahlu bid’ah yang periwayatannya tidak boleh diambil. Imam Muslim dalam Kitab
Sohehnya mencatat, ketika Ibn Sirin berkata: “Sesungguhnya ilmu ini adalah
agama, lihatlah dari siapa kalian mengambil agama kalian”, “Dulu mereka tidak
bertanya tentang sanad. Tapi ketika terjadi fitnah, mereka berkata: sebutkan
kepada kami dari siapa kalian mendapatkan riwayat itu? Jika mereka adalah ahli
sunnah mereka mengambil hadits mereka, jika ahli bid’ah hadits mereka tidak diambil”[9]
Sikap itu merupakan respon dari
fitnah yang terjadi pasca terbunuhnya Ali bin Abi Tholib. Ketika itu umat
terpecah-pecah menjadi faksi-faksi, dan sebagian kelompok berusaha mengukuhkan
padangannya dengan melakukan kebid’ahan dalam agama.Karena itu, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah
orang-orang yang mengikuti manhaj salafussolih, yaitu berpegang teguh kepada
Al-Quran dan Sunnah yang diriwayatkan dari Rasulullah Saw.danpara sahabatnya,
untuk membedakannya dengan orang-orang yang melakukan kebid’ahan dalam beragama
dan mengikuti hawa nafsu mereka (ahlul bida’ wal ahwa)[10]
Demikian
penjelasan secara singkat terkait istilah, definisi dan sejarah Ahlus Sunnah wal Jamaah.Inti dari
pembahasan ini dimaksudkan agar umat semakin pandai dan cerdas dalam menyikapi
berbagai permasalahan yang terjadi di internal umat Islam.Ilmu yang menyeluruh,
ilmu yang lengkap dan jelas, fokus dan tidak setengah –setengah adalah
karakteristik ilmu dari Ahlus Sunnah wal jamaah. Ilmu tentang sejarah, istilah
dan definisi ini harapannya akan menjadi pembendaharaan pengetahuan yang lebih
bagi diri pribadi muslim agar tidak segera mengambil tindakan dan bersikap
lebih bijak dan berhati-hati dalam mengambil kebijakan, tindakan atau memvonis
kalangan yang tidak segolongan. Ibn sina menjelaskan ilmu sebagai media yang
digunakan untuk bersyukur kepada Allah swt dengan cara memanfaatkan ilmu
tersebut untuk kebaikan atau mengajarkannya kepada orang lain[11].
Ilmu
yang berkah dan bermanfaat inilah yang harus diminta dan dimilki oleh umat
Islam dalam mengatasi masalah.Maka sudah seharusnya umat Islam yang berselisish
faham membuka kembali kitab dan sumber keilmuannya untuk mengkaji lagi maksud
dari suatu ilmu yang diajarakan, Umat juga berhati-hati kepada ilmu yang
merusak yang identik dengan muatan-muatan provokasi dan mengadu domba. Dengan
kembali kepada Allah swt segala permasalah yang terjadi akan tuntas, dengan
kembali kepada risalah Rasulullah saw dan para sahabat segala pelik permasalahan
akan terurai dengan sempurna. Di akhir pembahasan kami sampaikan ayat-ayat
Illahi yang berkaitan dengan hikmah dan ilmu dalam persatuan umat dan
penghilang perseteruan dan bercerai berai.
ô
“Dan Sesungguhnya telah Kami
berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan
Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk
dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji"(QS. Luqman: 12)
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar[12]merekalah orang-orang yang
beruntung.(104) Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai
dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. mereka
Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat,(105) (QS. Ali Imran:
104-105)
y
“Dan yang mempersatukan hati mereka
(orang-orang yang beriman)[13].walaupun
kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak
dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati
mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al Anfal: 63)
B.
Solusi dalam mendamaikan dan menyatukan Ahlus Sunnah Wal Jamah di Indonesia
Sebelum
menjabarkan berkaitan dengan solusi yang ditawarkan oleh beberapa ulama yang
kami sajikan nantinya, alangkah lebih jelasnya bila diungkapkan terlebih dahulu
akar permasalahan dari pertikaian pengklaiman namaAhlus Sunnah wal Jamaah khusus di Nusantara. Adapun aliran kelompok
yang sering “bertikai” dalam hal pengklaiman siapa yang lebih pantas menyandang
Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah kelompok Asy’ariyah yang diwakili oleh Nahdatul
Ulama dengan kelompok salafiyah (Wahabi), ataupun dengan kelompok lain (LDII)[14]. Fenomena
pengklaiman kelompok mana yang selamat dan kelompok mana yang sesat bermula
dari kesalahan penafsiran makna hakiki dari Hadits-hadits Iftiraqull Ummah,
adapaun pembenarannya yaitu:
a) Hadits-hadits Iftiraqull Ummah tidak
menyebut nama kelompok tertentu. Rasulullah saw hanya menyebut karakter dan
sifat dari kelompok yang selamat, Nabi tidak pernah menyebut nama khusus, para
ulama terdahulu juga tidak menyebut kelompok mana yang pasti selamat,
seharusnya yang didakwahkan bulan klaim selamat tetapi karakter selamat.
b) Pengklaiman kelompoknya yang benar
sendiri dan yang lain salah tidak berarti sama sekali. Perbuatan tersebut
termasuk sikap merekomendasikan diri sendiri dan ini dilarang oleh Allah swt, “
Maka janganlah kalian menganggap diri
kalian suci, karena Dia (Allah) lebih tahu siapa yang paling takwa (di antara kalian).” (An Najm: 32)
c) Dalam memaknai hadits seharusnya tidak
fokus pada perpecahan tetapi solusi dalam menjauhi perpecahan. Rasululllah saw
telah berwasiat: “Hendaklah kalian komitmen dengan Al Jama’ah dan Hindarilah Perpecahan.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi dari
Umar ra).
e) Saat membahas hadits-hadits terkait Ahlus Sunnah Wal Jamaah seharusnya kita
merasa senang, gembira dan berharap, jika golongan yang selamat berasala dari
berbagai ormas, lembaga dakwah, partai Islam dan organisasi keislaman lainnya.
Dan merasa sedih bila yang selamat hanya dirinya sendiri dan saudara yang lain
tidak selamat.[15]
Demikian
seharusnya sikap dan pemaknaan hadits tentang Ahlus Sunnah Wal jamaah, Sikap mengklaim tidaklah benar bila
diiringi dengan mentakfiran, pembid’ahan dan segala tuduhan buruk ke kelompok
lain. Makna tentang golongan yang selamat bukan dinisbatkan pada salah satu
golongan tertentu, tetapi lebih kepada karakter dari golongan yang
selamat.Sehingga berpapaun golongan dan kelompok yang ingin bergabung Ahlus Sunnah Wal Jamaah harus kita
terima karena sejatinya mereka adalah saudara kita seakidah dan sefikrah.Rombongan
jamaah Ahlus Sunnah inilah yang
menjadi pondasi perdaban Islam dan saling bahu membahu dalam memujudkan
kejayaan Islam.
Berkaitan
dengan sumber permasalahan lain yang harus diwaspadai adalah:
1. Sikap Durhaka dengan mengingkari Al Haq dan membenarkan kebatilan
2. Ta’ashub
terhadap Maddzhab-madzhab dan Pribadi-pribadi
3. Hawa Nafsu dalam mencintai dan membenci
4. Manusia diuji dnegan perkara yang tidak
diperintahkan oleh syariat.
5. Mengagungkan Para syaikh oanutan melalui
prasangka dan hawa nafsu
6. Berdiam diri dari mengingkari kemungkaran
atau berlebihan dalam pengingkarannya
7. Menetapkan Al wara’ dan al Bara’ dalam
masalah0masalah yang diizinkan berbeda pendapat didalamnya.[16]
Inilah beberapa
sumber perpecahan umat, menurut Ibn Taimiyah apapun yang telah diterangkan akan
mudah dipahami melalui realitas-realitas yang terjadi dalam kehidupan umat baik
di masa lalu, maupun saat ini. Semoga Allah swt menjauhkan sumber permasalah
dan mewujudkan urusan yang diridhainya yaitu terciptanya persatuan Umat Islam.
Setelah kita
mengetahui sumber penyakitnya, maka marilah kita melangkah ke obat penawarnya.
1. Mengetahui Tujuan dan Prinsip berinterksi serta
aturan dalam berdialog dengan orang yang berbeda pendapat.
Dalam bukunya yang berjudul Seni berbeda
pendapat Dr. Abdullah bin Ibrahim Ath Thariqi mengungkapkan bahwa perbedaan
pendapat tidak akan bisa dihilangkan, Berinteraksi dengan orang yang berbeda
pendapat adalah bagian dari kewajiban seorang muslim. Tujuan seorang muslim
harus sesuai dengan tujuan Islam, dan tujuan Islam inilah yang membimbing dalam
berinteraksi dan bertindak. Ada empat tujaun utama seorang muslim dalam
berinteraksi dengan orang lain khususnya bagi orang yang berbeda pendapat:
1. Menegakkan kebenaran (QS. At taubah:
33; QS. As Shaff: 9; QS Al Baqarah: 193).
2. Mengikis kebatilan (QS. Al Isra’: 81;
Saba’: 49)
3. Merekrut orang yang berbeda pendapat.
4. Sebagai hujjah dihadapan Allah swt.[17]
Adapaun dengan prinsip dalam
berinteraksi dengan orang yang berbeda pendapat adalah:
1. Ikhlas dan Ittiba’, Ikhlas karena Allah
swt dan tidak mencari tujuan yang
menyimpang seperti demi sebuah kemenangan pribadi atau kelompok, fanatik kepada
pendapat, tokoh, imam, kelompok, partai atau yang sejenisnya. Ittiba’ berarti
pola dan interaksi yang dilakukan harus sesuai dengan syariat yang jelas dan
menjauhi logika semata dan mengada-ada tanpa dasar yang jelas (bid’ah).
2. Kelayakan dalam berinterkasi seperti muslim,
sudah berakal, pengetahuan yang memadai dalam berinteraksi dan keunggulan ilmu
yang dimilki dalam berinterkasi.
3.
Menjauhkan diri dari kehendak hawa nafsu
4.
Tidak berlebih-lebihan dalam berinteraksi
5.
Sangat mendambakan orang lain mendapat hidayah
Berkaitan dengan etika dan aturan dalam
berdialog adalah:
1.
Mengendalikan diri
2.
Perkataan yang baik
3.
Menentukan titik persamaan dan perbedaan
4.
Menolak tuduhan yang tidak disertai bukti yang kuat
5.
Mendatangkan dalil syar’i dan aqli
6.
Mengambil dalil yang lebih kuat
7.
Penguatan data
8.
Menjaga amanah ilmiah (kejujuran intelektual)
9.
Bersikap hati-hati dalam menilai seseorang
10.
Memberi kesempatan pada lawan dialog
11.
memerhatikan kondisi lawan dialog
12.
Menerima hal-hal yang nyata
13.
Tidak berlebih-lebihan
14.
Memandang pendapatnya, bukan orangnya
15.
Alokasi waktu yang proposional untuk setiap permasalahan
16.
Memerhatikan kaidah ushul, fiqih, dan tujuan yang ingin dicapai oleh syara’
17.
Mengunakan istilah-istilah syar’i
Demikian ilmu
tentang tata cara berinterksi dengan orang yang bebeda pendapat, bukan egoism
diri dan hawa nafsu yang didahululakan tetapi ilmu dan akhlak yang sesuai
tuntunan al Qur’an dan Sunnah serta contoh ulama yang harus kita pegang dalam
berdialog dengan orang yang tidak sependapat dengan kita. Bila itu yang dipakai
umat saat ini maka InsyaAllah perpecahan dalam diri umat akan berkurang dan
hilang, berubah menjadi sikap toleran, menghargai pendapat orang lain,
menempatkan perbedaan sesuai tempatnya dan menjunjung tinggi persatuan dan
silaturahmi antar kelompok/jamaah.
2. Memahami keluasan
definisi ahlus Sunnah, pembahasan ini sudah dijelaskan pada sub bab pertama
3. Mengetahui kedudukan
Empat Madzhab fiqih dengan cara menghormati
ijtihad dari 4 imam madzhab, jika ujung-ujungnya dalam berdebat mengacu pada
dasar ijtihad 4 madzhab maka bisa dipastikan mereka saudara se Ahlus sunnah wal
jamaah dan hentikan perdebatan.
4.Mengacu 10 kriteria sesat
MUI,
cara ini adalah cara paling praktis dalam mendeteksi siapa lawan dan siapa
kawan dalam hal perdebata. Bila setuju dengan 10 kriteria sesat MUI maka mereka
masih sahabat kita.
5. Kriteria sesat bila
telah mencaci maki sahabat
“orang-orang yang terdahulu lagi
yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan
orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan
merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya.
Itulah kemenangan yang besar.” (At Taubah: 100)
Rasulullah saw
bersabda: “Barangsiapa yang mencela sahabatku, maka dia mendapatkan laknat
Allah, para malaikat, dan seluruh manusia”. (HR. Ath Thabarai dari Ibn Abbas
dan Anas bin Malik)
6. Mencontoh akhlak para
mujahid dan ulama terdahulu dalam menyikapi perbedaan
Kisah
para mujahid dalam membela kehormatan, kehidupan, dan nasib kaum muslimin tanpa
membeda-bedakan madzhab merupakan suri tauladan yang harus kita ikuti dalam
berinteraksi antar sesama umat Islam.
7. Mengetahui fatwa-fatwa
ulama yang telah jelas keimanan, ketaatan dan keilmuannya.
Ilmu
yang terkadung dalam fatwa-fatwa ulama sebagai penambah ilmu, sehingga dalam
bersikap lebih bijak dan menghargai keragaman ijtihad, fatwa, dan metode dakwah
para alim ulama.
8. Komitmen kepada tauhid
dan sunnah
Tauhid dan sunnah
adalah syarat untuk masuk ke arah Islam, salah satu syarat diterimanya amal
adalah: 1) Ikhlas karena Allah swt (Tauhid); 2) Mengikuti tata cara yang
diajarakan dan dicontohksn Rasulullah saw (Sunnah).
9. Sikap hikmah dalam
ikhtilaf
Sikap
Hikmah dalam perbedaan sangat dibutuhkan karena dibalik perbedaan terdapat
hikmah yang ada diantaranya: Ikhtilaf terjadi sejak masa sahabat, Dapat
membedakan ikhtilaf prinsip dan ikhtilaf
cabang sehingga mampu menempatkan sikap dan tindakan dalam menyikapi perbedaan,
dapat mengetahui dalil dan dasar yang layak dari beberapa perbedaan pendapat,
slaing menghormati dan tidak memaksakan kehendak, Sebagai tempat saling
menasehati dalam kebaikan.
“Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman
yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang
dikehendaki-Nya.dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah
dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang
dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al Baqarah: 269)
10. Mencintai sebanyak
mungkin Ahlus sunnah
Mengharapkan
dan mencintai sebanyak mungkin muslim yang bersama-sama menjadi Ahlus Sunnah
wal Jamaah, mengedepankan sikap insklusif antar golongan, dan menjauhi sikap
eksklusif antar sesame saudara karena eksklusif salah satu cabang dari perilaku
khawarij.
ô
“sungguh telah datang kepadamu
seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi
Penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At Taubah: 128)
11. Ikhlas karena Allah swt
Hilangnya sikap
ikhlas adalah sumber dari kedengkian, fanantisme, tinggi hati, sombong, egois,
dan sebagainya. Sikap buruk inilah yang menjadi embrio perpecahan, sengketa,
saling menyalahkan, dan menjatuhkan sesama muslim. Dengan kembali kepada allah
swt dengan menyerahkan segala usaha dan hasil hany kepadaNya maka perpecahan
akan sirna menjadi sinar persatuan dalam naungan rasa ikhlas karena Allah swt,
kembali kepada jalan yang Allah swt tunjukkan kepada kita.
¨“dan bahwa (yang Kami
perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah
kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai
beraikan kamu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu
bertakwa.”(QS. Al An’am: 153)
12. Menciptakan suasana yang santai dan menyenangkan
saat berinterkasi di luar panggung dialog.
Suasana
yang segar, damai dan penuh kasing sayang adalah salah satu pendukung utama
dalam berinteraksi dengan orang lain. Kedekatan hati dan jiwa akan memberikan
sikap saling menyayangi dan menghargai antar sesama. Duduk bersama sambil
menyedu kopi dengan dilengkapi perbincangan dan gurauan ringan akan lebih
mengaakrabkan bagi beberapa orang yang ingin menjalin persahabatan. Bila
suasana ini dilakukan sebelum dialog atau debat, mungkin bisa mengurangi
tingkat perdebatan pendapat yang saling menjatuhkan. Rasulullah saw
memerintahkan kepada kita untuk saling tebar senyuman, maka senyumlah terlebih
dahulu dan jangan pasang wajah marah sebelum dilaksanakan dialog atau debat.
Demikian
beberapa solusi dan obat penawar perpecahan diantara ahlus sunnah Wal jamaah.
Sebelum kami tutup pembahasan, maka kami tampilkan sekali lagi macam-macam dan
sebab-sebab ikhtilaf menurut ulama kontemporer terkemuka Dr. yusuf Al
Qaradhawi, Ditinjau dari sebab dan akarnya, ada dua bentuk ikhtilaf
(perselisihan):
1.
Ikhtilaf yang disebabkan oleh faktor akhlak
2.
Ikhtilaf yang disebabkan oleh faktor pemikiran.
Ikhtilaf
yang timbul karena faktor akhlak ini disebabkan oleh:
a.
Membanggakan diri dan mengagumi pendapat sendiri
b.
Buruk sangka kepada orang lain dan mudah menuduh orang lain tanpa bukti
c.
Egoisme dan mengikuti hawa nafsu dan ambisi terhadap pengaruh dan kepemimpinan.
d.
Fanatik kepada pendapat orang, madzhab dan golongan.
e.
Fanatik kepada negeri, daerah, partai, jamaah atau pemimpin.
Ikhtilaf yang timbul karena perangai
yang tercela adalah negasi dari akhlak Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang mengagumi
pendapat bersama, baik sangka, menghargai pendapat dan personal orang lain,
rendah hati, dan mengutamakan azas silaturahmi dan kebersamaan.
Ikhtilaf
yang muncul karena pemikiran adalah perbedaan sudut pandang mengenai suatu
masalah, berkaitan dengan perbedaan jamaah dalam memandang malaah dan kebijakan
politik, perbedaan pandangan mengenai penilaian terhadap sebagian ilmu seperti
ilmu pengetahuan, ilmu kalam, ilmu tasawuf, ilmu filsafat dan ilmu fiqih
madzhab, perbedaan mengenai penilaian terhadap sebagian peristiwasejarah dan
tokoh. Dan yang paling dominan alah perbedaan dalam cabang fiqih dan aqidah.[18]
Kami
rasa sudah cukup dalam penjabaran sebab/penyakit yang menimbulkan perpecahan
internal umat Islam, dan kami juga berusaha menawarkan obat penawar/solusi dari
penyakit/masalah tersebut. Akhir kalam, tidak ada yang sempurna dari segala
tindakan kita, yang bisa menyempurnakan segala amal kita adalah kehendak Allah
swt dan petunjukNya yang diamanahkan kepada Rasul saw sebagai sang penyempurna,
dan penyelamat umat dari perpecahan. Dengan mengikuti karakter dan metode yang
sesuai Ahlus Sunnah Wal Jamaah, InsyaAllah persatuan umat akan terwujud. Dan
sudah wajar dan tepat bila ilmu dan akhlak Ahlus Sunnah Wal Jamaah akan menjadi
solusi dalam menciptakan persatuan umat, Menghargai perbedaan, menjunjung
tinggi persatuan.InsyaAllah amin.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Persatuan
Umat Islam mutlak dibutuhkan umat saat ini.Perselisihan dianta kelompok yang
mengklaim Ahlus Sunnah telah menyita dan menguras energy kita, melemahkan
kekuatan kita serta menjerumuskan dalam kehinaan dan kemunduran Islam.Belum
lagi tantangan eksternal yang semakin meningkat intensitasnya, kondisi umat
yang tiada kunjung baik seharusnya bisa menjadi masalah bersama umat Islam.
Umat seharusnya bahu membahu saling bersinergi dengan segala potensi khas yang
dimilki untuk bersama dan bersatu dalam mengatasi masalah dan mulai menatap
terciptanya kejayaan dan perdaban Islam yang mulia,
Hal
yang dapat dilakukan saat ini adalah menyisihkan perbedaan dan menjemput
persatuan. Pemahaman kemabli akan ilmu tentang perbedaan pendapat, pemahaman
kembali Ahlus Sunnah wal jamaah dan menjunjung tinggi etika serta akhlak dalam
berinterkasi antar sesama merupakan hal yang wajib bagi pribadi muslim. Maka
kesimpulan dan saran dalam makalah ini adalah kembali kepada kebersamaan dan
kebersatuan dalam naungan ilmu dan akhlak yang benar menurut Ahlus Sunnah al
jamaah, siapa Ahlus Sunnah Wal jamah?umat Islam yang selalu senantiasa
menjadikan Allah swt dan RasulNya sebagai panutannya, manusia yang menjadikan
Al Qur’an dan sunnah dan ijma’ sahabat sebagai landasan hidupnya. Ahlus Sunnah
bukan nama kelompok atau golongan tertentu, tapi Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah
metode dan tata cara yang ditempuh kelompok yang ingin kembali dan mendasarkan
hidupnya sesuai petunjuk Allah swt dan RasulNya, menjadikan sahabat sebagi
sosok-sosok teladan hidupnya. Jangan terpaku pada objeknya, tapi hikmah dari
kelompok yang digambarkan Rasulullah saw secara indah, kelompok yang dirindukan
surga dan mampu menjadi benteng dari adzab neraka. Semoga kita dan seluruh
saudara muslimsebanyak-banyaknya dapat masuk kepada kelompok Ahlus Sunnah Wal
Jamaah. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Al
Quranul Karim
Waskito, Abu Muhammad. Mendamaikan ahlus Sunnah Di Nusantara.
2012. Jakarta: Pustaka Kautsar.
Qaradhawi, Yusuf.Fiqih Perbedaan Pendapat.
2007. Jakarta: Rabbani Press.
Abdullah
bin Ibrahim Ath Thariqi. Seni berbeda
Pendapat.2005.Bandung: Syaamil.
Abudin
Natta. Konsep Pendidikan Ibn Sina. 2006. Jakarta:UIN Jakarta.
Mansur Tamam, Abbas.
Makalah Ahlus sunnah Wal Jamaah agenda
Wihdatul Ummah, Diseminarkan pada 11 desember 2012 di Hotel Aston Jakarta
www. miumi. co.id. Visi Misi MIUMI. diakses 17 Desember
2012
[2]Jangan mencela dirimu sendiri Maksudnya
ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu
tubuh.
[3]Panggilan
yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti
panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik,
Hai kafir dan sebagainya
[4] Dikutip dari Abu
Muhammad Waskito, Mendamaikan ahlus
Sunnah Di Nusantara, Jakarta: Pustaka Kautsar, 2012. Hal 20-27
[5] Asy Syathibi dalam Al
I’tisham, hal 479
[6]Shahih Al Bukhari bab firman Allah Ta’alaa.
[7]Al Albani berkata
sanadnya baik.
[8]Secara harfiah
bermakna orang-orang yang ahli dalam mengurai dan mengikat.
[9]Soheh Muslim, tahqiq:
Muhammad Fuad Abdul Baqi, (Beirut: Dar Ihyaut Turats Al-Arabi, tt.), vol. 1,
hal. 15 (muqoddimah). (dinukil dari makalah Dr. Abbas Mansur Tamam, MA, Ahlus sunnah Wal Jamaah agenda Wihdatul
Ummah, Diseminarkan pada 11 desember 2012 di Hotel Aston Jakarta)
[10] Hamad Sinan dan Fauzi
Anjari, Ahlus Sunnah Al-Asya’irah: Syahadatu Ulamail Ummah wa Adillatuhum, (Yordania:
Dar Dhiya, tt.), hal. 80. (dinukil dari makalah Dr. Abbas Mansur Tamam, MA, Ahlus sunnah Wal Jamaah agenda Wihdatul
Ummah)
[11] Abudin Natta, Konsep Pendidikan Ibn Sina, Jakarta:UIN Jakarta, 2006 hal 34)
[12]Ma'ruf:
segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah
segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
[13]Penduduk
Madinah yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj selalu bermusuhan sebelum Nabi
Muhammad s.a.w hijrah ke Medinah dan
mereka masuk Islam, permusuhan itu hilang.
[14] Abu Muhammad waskito,
Mendamaikan Ahlus Sunnah, Hal. 73
[15]Abu Muhammad Waskito, Mendamaikan Ahlus Sunnah di Nusantara,
hal. 77-78
[16]Menurut Ibn Taimiyah
dalam Majmu fatawa dan disampaikan Abu Muhammad Waskito dalam buku Mendamaikan Ahlus Sunnah di Nusantara
hal 64-70.
[17] Dr, Abdullah bin
Ibrahim Ath Thariqi, Seni berbeda
Pendapat, Bandung: Syaamil, 2005, hal. 14-17
[18] Dr. Yusuf qaradhawi, Fiqih Perbedaan Pendapat, Jakarta:
Rabbani Press,2007 hal. 17-20