*Prof Dr Franz Magnis-Suseno SJ
TAK ada yang berubah pada
Romo Magnis (64) setiap bicara tentang marxisme-leninisme. Pandangan doktor filsafat alumnus
Universitas Muenchen (1973) dengan disertasi Normative Vorausstzungen im Denken
des jungen Marx (Pemikiran-pemikiran Normatif Marx Muda) ini masih tetap
kritis. Bahkan, ia siap menelanjangi ideologi itu habis-habisan. Menurut ahli
filsafat politik, etika ini; ideologi itu telah usang. Berikut petikan
wawancara dengannya di kampus STF Driyarkara Jakarta, pekan lalu.
Bagaimana marxisme berkembang menjadi marxisme-leninisme?
Marxisme beda dengan komunisme. Yang pertama merupakan sebagian dari
komunisme, sementara komunisme lebih daripada hanya marxisme. Komunisme
berideologi bukan hanya marxisme, tetapi marxisme-leninisme. Artinya, marxisme
sebagaimana dipersepsi Lenin (1870-1924). Tambahan Lenin pada marxisme adalah
ajaran tentang perebutan kekuasaan oleh Partai Komunis-hal yang tak pernah
dipikirkan oleh Karl Marx (1818-1883). Ajaran Marx umum sifatnya, sementara
Lenin bicara strategi dan taktik perjuangan proletariat pimpinan Partai
Komunis.
Lenin dalam arti tertentu berhasil, karena sukses "menciptakan"
Revolusi Oktober tahun 1917. Akan tetapi, sistem kekuasaan yang didirikannya
adalah sistem politik sangat tak manusiawi, ateis, dan totaliter, hingga
akhirnya tak didukung masyarakat dan kemudian ambruk. Maka harus dikatakan,
marxisme-leninisme sebagai ideologi berarti juga telah gagal.
Lalu apa jasa Marx sebagai filosof sosial?
Harus dikatakan, banyak pandangan Marx sekarang ini sudah ketinggalan
zaman. Jasanya barangkali ini; ia membuka sedikitnya dua perspektif, sementara
ajarannya sendiri sudah harus dikatakan out of date. Perspektif pertama,
setiap masyarakat terdapat kelas-kelas sosial dengan kepentingan masing-masing
yang mengandung juga pertentangan. Pertentangan ini bisa menjelaskan sebagian
perkembangan sosial-ekonomi-politis dalam masyarakat-hal yang tak pernah
dipikirkan para filosof sebelumnya. Kedua, Marx menunjukkan, sebuah
sistem ekonomi murni kapitalis takkan stabil alias akan ambruk-atau dalam
terminologi Marx- "akan mencapai revolusi". Bahwa dalam industri maju
ternyata revolusi tak muncul, itu karena kapitalisme memang belajar dan
memperhatikan kepentingan-kepentingan kaum buruh dan masyarakat lemah. Akan
tetapi, analisis Marx, kapitalisme murni takkan stabil merupakan gagas-an baru,
penting, dan brilian.
Hal baru pada filsafat manusia Marx?
Filsafat manusia Marx kompleks, terutama gagasan-gagasan Marx muda yang
pernah mencita-citakan manusia bebas. Namun, pada Marx tua, gagasan filsafatnya
hilang. Yang menjadi pokok perhatiannya di satu pihak adalah
mekanisme-mekanisme ekonomis dan di lain pihak konflik-konflik sosial
antarkelas. Yang perlu diperhatikan adalah unsur ajaran atau pandangannya yang
dalam sejarah punya efek, yakni ajarannya yang diadopsi-lebih tepat
dikooptasi-Lenin hingga menjadi marxisme-leninisme.
Lenin sampai tertarik mengambil sebagian
ajaran Marx?
Lebih tepat dikatakan, Lenin tak mengambil begitu saja ajaran Marx. Yang ia
lakukan semacam koreksi atas pandangan Marx. Misalnya, Marx begitu yakin kaum
buruh akan semakin tertindas dalam sistem perekonomian kapitalis dan karena itu
mereka juga cenderung makin revolusioner hingga suatu saat pasti akan meletus
revolusi sosial.
Lenin tak melihat itu. Apalagi buruh bisa kurang revolusioner karena puas mendapatkan
upah lebih tinggi dan bisa mengungkapkan harapannya lewat Serikat Buruh. Lenin mengkonsepsikan hal lain, sesuatu
yang pada Marx tak ada. Hal baru itu adalah paham perlu adanya sebuah partai
revolusioner, yang terutama terdiri dari kaum intelektual, yang menjaga dan
menyebarkan kesadaran sosialis sebenarnya. Jadi kesadaran sosialis-kata
Lenin-bukan ada di kalangan kaum buruh tetapi di petinggi partai.
Partai harus memacu semangat revolusioner kaum buruh dan inilah yang khas
pada gagasan orisinal Lenin. Dari situ partai-terutama petingginya-mendapat
posisi sentral. Sesudah kaum Bolshevik merebut kekuasaan di Rusia, yang muncul
bukan demokrasi dewan kaum buruh -inilah arti sebenarnya
"Soviet"-tetapi kediktatoran Partai Komunis yang mengatasnamakan kepentingan
kaum proletar.
Rezim diktator itu semata-mata karena
ambisi pribadi Lenin?
Jelas tidak. Tentang Lenin harus dikatakan, ia termasuk tipe orang yang
sangat membenci sistem sosial politik di Rusia waktu itu dan berambisi ingin
membuat sebuah revolusi. Demi tujuan revolusi itulah, Lenin lalu mengorbankan
segala-gala-nya, termasuk harkat dan kebebasan rakyat Rusia sendiri. Saya lebih
melihatnya semacam orang yang terobsesi akan kekuasaan. Bukan demi kepentingan
pribadi, tetapi karena sebuah keyakinan kuat, kunci masa depan masyarakat
sosialis adalah kekuasaan harus di tangan Partai Komunis.
Itulah yang menghasilkan sistem komunis di seluruh dunia, di mana Partai
Komunis selalu memegang kendali kekuasaan hingga akhirnya menjadi penguasa
tunggal yang diktator. Masalahnya,
karena Partai Komunis selalu berkeyakinan bahwa selama masih ada ancaman
terhadap sosialisme, maka Par-tai Komunis tak mau melepaskan kekuasaannya.
Kekuasaan adalah
satu-satunya sistem paling ampuh guna merebut sosialisme, hingga sega-la macam
cara ditempuh untuk merebutnya?
Bahkan bisa dikatakan, kekuasaan menjadi satu-satunya sarana paling
penting. Maka fokus utama Lenin-bahkan sebelum Revolusi Oktober-adalah
bagaimana bisa membentuk Partai Komunis yang terorganisir secara rapi, solid,
dan militeristik-atau menurut istilah Lenin, yakni sentralisme
demokratis-dengan tekanan pada sentralisme kekuasaan Komite Sentral Partai.
Usai perebutan kekuasaan, Partai Komunis memimpin dan menyingkirkan semua
pesaing-nya untuk menguasai semuanya. Rezim Partai Komunis Uni Soviet adalah
barbar, karena telah membunuh rakyat Rusia tak kurang 50 juta jiwa. Ini adalah
contoh kejahatan paling keji dalam sejarah modern. Selama ini orang hanya
terpaku pada Adolf Hitler yang membantai sedikitnya dua juta orang Yahudi.
Bedanya dibanding sosialisme?
Sosialisme adalah paham tentang masyarakat yang lebih umum. Semula, kata
itu merupakan nama untuk hasrat dan gerakan yang ingin membangun masyarakat
yang adil dan bebas dari pengisapan orang kecil. Itu dengan keyakinan, sumber se-gala ketidakadilan
adalah hak milik pribadi. Demi motivasi etis, gerakan sosialisme ingin
menghapus hak milik pribadi dan itu ada banyak cara. Salah satu cabang sosialisme itu adalah sosialisme
Marx atau marxisme. Maka marxisme adalah sosialisme, tetapi tidak setiap
sosialisme adalah marxisme. Abad XX, kata "sosialisme" mendapat makna
lebih luas. Sosialisme terpecah menjadi Sosialisme Komunis dan Sosialisme
Demokratis atau kini dikenal Sosialisme Demokrat alias Sosdem.
Kedua, paham yang ingin memperjuangkan keadilan sosial lewat cita-cita
demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM). Maka Sosdem sejak Perang Dunia II menjadi
soko guru demokrasi Barat.
Mengapa akhirnya komunisme-leninisme
ambruk?
Banyak faktor. Saya cenderung mengatakan, sedikitnya dua kelemahan fatal di
tingkat kesadaran dan tingkat ekonomi. Pertama, karena sejak semula kaum
komunis-bahkan sudah sejak Lenin-selalu memaksakan tujuan-tujuannya antara lain
dengan metode teror dan pembunuhan. Sejak semula me-reka tak pernah berhasil
memanfaatkan motivasi masyarakat sendiri. Itulah sebabnya, di bawah rezim
komunis, masyarakat mau bekerja hanya karena takut, ancaman mau dibunuh-dan
jangan lupa 50 juta jiwa mati di Uni Soviet era rezim Partai Komunis Uni Soviet
dan ini angka luar biasa-dan dengan demikian masyarakat la-ma-kelamaan akan
menjadi sebuah masyarakat yang "mati" secara psikis.
Sesudah teror dan kematian Stalin, orang tersadarkan, ternyata negara atau
PKUS tak punya apa-apa lagi. Memang Partai bisa berlangsung lebih lama lagi,
tetapi itu karena praktik korupsi yang luar biasa di tubuh PKUS. Sistem Soviet
sangat korup dan lama-kelamaan orang tahu, mendiang Presiden Uni Soviet Leonid
Breznev termasuk kelompok itu. Era tersebut korupsi komunisme sudah begitu
kentara. Jadi, di situ tak ada motivasi dalam masyarakat. Suasana jauh berbeda
dibanding masyarakat yang bebas, di mana orang bermotivasi untuk berkarya,
bekerja, menghasilkan budaya dan seterusnya.
Tekanan-tekanan dan teror telah membuat masyarakat kehilangan daya kreatif
dan motivasi. Itu terjadi pada petani-petani Rusia yang pada pemerintahan Tsar
bisa menghasilkan produk pertanian bermutu dan banyak, namun di era Stalin
langsung drop karena setengah tahun sejak Revolusi Oktober berakhir, mereka
lalu disuruh menyerahkan hasil pertanian itu kepada Partai dengan berbagai
teror. Mereka bekerja hanya karena motivasi rasa takut. Dengan demikian, bisa
dimengerti kalau hasilnya juga ambruk, bermutu rendah, dan secara ekonomis juga
tak ada efisiensi dibanding masyarakat terbuka.
Di sini unsur kedua, yakni perekonomian. Perekonomian komunis itu
betul-betul sosialis total, dalam arti baik di Uni Soviet, RRC, maupun beberapa
negara satelit, seluruh ekonomi swasta dihapus. Yang ada hanyalah koperasi pertanian
dan banyak usaha lain yang melulu dirancang dari Moskwa dan dengan demikian
juga tak ada pasar. Kalau
semua diatur, maka tak ada juga civil society, sehingga ekonomi di
negara-negara komunis terus-menerus akan membebani negara. Padahal dalam ekonomi
bisa saja sebuah negara awalnya dipacu oleh negara, namun suatu saat harus
terjadi 'tinggal landas'.
"Tinggal landas", di sini hanya berarti perekonomian lama-
kelamaan berkembang bukan karena hasil pacuan negara, melainkan karena dinamika
ekonomi masyarakat sendiri. Negara hanya menata, mengatur, dan menyalurkan-ini
tak terjadi di Uni Soviet-dan akhirnya menjadi beban besar ketika negara harus
memberi makan 250 juta manusia dan semuanya hanya tergantung pada segelintir
manusia.
Inilah yang terjadi kemudian; negara hancur pelan-pelan seperti rumah yang
hancur karena dimakan rayap. Yang sejak semula kelihatan ya dalam pertanian. Di
bawah Tsar, pertanian Rusia selalu surplus, setelah PKUS berkuasa langsung drop
dan tak pernah mencukupi bagi penduduk Uni Soviet sendiri, hingga terpaksa
mengimpor ribuan ton gandum dari AS-musuhnya nomor satu-selama bertahun-tahun.
Hal sama juga terjadi di dunia industri. Hanya industri nuklir dan teknologi
ruang angkasa bisa berkembang di Uni Soviet, sementara lainnya hancur.
Itukah yang akhirnya merontokkan bangunan
negara Uni Soviet?
Itu sebenarnya sudah lama disadari sejak Yuri Andropov tampil menggantikan
Leonid Breznev. Namun, ia tak bisa bertahan lama karena sakit, hingga tampillah
Gorbachev yang ingin mereformasi komunisme, namun juga tak berhasil hingga
akhirnya bubar.
Sebagai ideologi, apakah komunisme atau
marxisme-leninisme masih laku?
Menurut saya, tidak. Ada dua indikasi kuat atas alasan itu. Pertama, tentu
saja sebuah ideologi yang agresif dengan segala klaimnya seperti
marxisme-leninisme itu mendapat pukulan maut, kalau negara-negara yang berdiri
dengan dasar ideologi itu ternyata malah ketinggalan zaman. Tahun 1950-an,
sistem komunisme masih bermimpi-waktu itu Kruschev mengklaim Soviet paling maju
di dunia dan akan meninggalkan AS jauh di belakangnya-namun yang terjadi malah
sebaliknya. Uni Soviet ibarat bangunan besi berkarat dan sebuah ideologi atau
sistem politik yang berkarat, tidak akan bisa survive. Itu berarti,
marxisme-leninisme atau komunisme itu sudah barang usang.
Kedua, dari begitu banyak gerakan revolusioner-teroris dalam 20 tahun
terakhir, tak ada satu pun yang masih mendasarkan diri pada komunisme ataupun
marxisme, atau sosialisme. Yang ada, semua gerakan itu sifatnya lebih
primordialistik-entah cenderung berafiliasi pada etnisitas tertentu atau agama
dan daerah tertentu atau gabungan ketiganya. Jadi sosialisme bisa dikatakan
telah selesai.
Ini tanda jelas bagi saya, ideologi sosialisme, komunisme,
marxisme-leninisme itu sekarang ini sudah finish. Ini sebuah fakta, karena tak
bisa sebuah ideologi politik begitu saja bisa diambil dari sebuah laci. Jadi,
ketiganya itu sudah masuk museum. Yang tentu belum hilang adalah cita-cita
sosialisme pada umumnya. Itu pun juga sudah berubah,
kalau melihat gagasan The Third Way dari Anthony Giddens. Di situ kelihatan,
bahkan sosialisme sebagai pembela kesejahteraan bangsa itu sudah usang dan
begitu pula di Perancis dengan Lionel Jospin.
Bagaimana dengan gerakan neo-marxis atau
Kiri Baru?
Gramsci tak termasuk di sini. Ia sudah mati tahun 1930-an. Dia ditemukan kembali oleh Gerakan Kiri Baru
(1965-1975) yang juga sudah mati sejak 25 tahun terakhir ini. Sebagai gerakan,
ia populer di Perancis, namun tokoh teoretisnya bukan Gramsci, melainkan
Marcuse, Horkheimer, dan Georg Lucaks.
Tentang Fasisme?
Fasisme tak bisa disebut neo-marxisme, karena bukan sebuah ideologi dan tak
punya teori atau ajaran. Fasisme adalah kombinasi nasionalisme berlebihan,
dengan semangat kebencian amat sangat terhadap demokrasi, sosialisme, orang
luar negeri, ras-ras asing, dan usaha untuk menundukkan yang lain-lain. Fasisme
pertama-tama tak punya cita-cita universal-berbeda dengan sosialisme, Marxisme
maupun komunisme sekurang-kurangnya secara teoretik, demi segenap umat manusia.
Fasisme intinya pertama-tama, untuk kalangan sendiri dan yang lain perlu
dihancurkan.
Teologi pembebasan bisa disebut
neo-marxisme?
Tidak, karena teologi pembebasan bukan sebuah gerakan, melainkan sebuah
refleksi iman. Teologi itu disebut kiri hanya karena mengatakan Injil menuntut
perjuangan melawan ketidakadilan, penindasan, dan ketertindasan, pembebasan
dari ketertindasan umat kecil di dunia. Sama sekali ia tak pernah memaklumatkan rasa benci antarkelas, penghancuran
lawan. Kepada segenap umat Kristen ia mengatakan, jangan sampai kita membiarkan
penderitaan dan ketidakadilan itu ada. Muncul di Amerika Latin, karena di sana
ada kesadaran baru, ternyata Gereja Katolik pun telah membiarkan ketidakadilan
dan penindasan itu eksis terlalu lama di lingkungan mereka. Jadi, itu semacam
pertobatan dari dalam atau semacam kesadaran baru, para penindas itu harus
dicintai, diajak bertobat, diubah melalui cinta, bukan dimusuhi.
Positifnya belajar marxisme?
Itu perlu. Saya melihat, Orde Baru telah mengembangkan semacam mitos-mitos
salah tentang marxisme, komunisme atau marxisme-leninisme. Karena dilarang dan
ditabukan, orang mengira ajaran itu pasti sangat ampuh dan sakti. Padahal,
senjatanya itu sudah usang.
Marxisme sudah 150 tahun umurnya, sementara marxisme-leninisme itu sudah 100
tahun dan itu pun sudah banyak cacatnya, dan kita semua sudah tahu hasil
akhirnya hingga tak sulit mengkritiknya. Daripada ditabukan, hendaknya dibuka
peluang mempelajari ideologi itu, karena pada akhirnya pasti akan datang juga
pengkritiknya, karena saya sendiri seorang pengkritik.
Marxisme-leninisme identik dengan
komunisme?
Persis. Sejak tahun 1946, marxisme-leninisme menjadi
nama resmi ideologi komunisme. Sementara komunisme berarti dua-duanya; gerakan
dan sistem komunisme di satu pihak dan ajaran di lain pihak. Sebagai ajaran, ia
sama dengan marxisme-leninisme. Ia tak punya masa depan lagi, meski beberapa
pemikiran Marx tentang keterasingan, teori kelas, dan lainnya, masih menjadi
acuan teori sosial modern. (ryi)