KAPITALISME (Investasi Dan Pertumbuhan Ekonomi)



oleh: Zainul Arifin
Adam Smith sebagai bapak ilmu ekonomi pertama kalii memperkenalkan konsep Kapitalisme melalui bukunya The Wealth of Nations tahun 1776, tetapi sebelum menerbitkan buku ini Adam smith terlebih dahulu menerbitkan sebuah buku yang berjudul The Theory of Moral Sentiments. Sayangnya orang lebih takjub pada karya monumental yang berjudul The Wealth of Nations, padahal syarat-syarat terwujudnya kesejahteraan seperti yang dicita-citakan Smith pada karya monumentalnya itu terdapat dalam buku The Theory of Moral Sentiments.
Konsep kapitalisme yang diusung oleh Smith seolah menemui momentum dengan hadirnya revolusi industri di Inggris dan revolusi prancis. Di prancis konsep Kapitalisme menemukan slogan yakni Laissez Faire dengan tokohnya Jean Baptiste Say. Kedua ekonom ini menganggap bahwa kemakmuran dapat dicapai ketika campur tangan pemerintah dalam ekonomi ditiadakan, dan para pengusaha dibebaskan berusaha seluas-luasnya. Konsekuensi nyata dari pemberlakuan ekonomi kapitalisme ini adalah ekspedisi-ekspedisi yang dilakukan oleh bangsa eropa untuk menemukan bahan-bahan tambang khususnya emas mulai beralih menuju konsep perdagangan, dimana bangsa eropa menjadikan daerah jajahannya sebagai pasar yang potensial untuk menjual barang.
Namun sayangnya konsep kapitalisme ini tidak bisa menemukan titik keseimbangan sehingga persoalan mendasar dalam ekonomi yakni pengangguran tidak dapat dicegah, depresi besar tahun 1930-an menjadi bukti rapuhnya pondasi konsep kapitalisme. John Maynard Keynes dalam buku revolusionernya tahun 1936, The General Theory of Employment, Interest, and Money mengatakan bahwa sesungguhnya kapitalisme tidak stabil dan tidak berkecenderungan full employment, namun untuk mengatasi itu bukanlah nasionalisasi, kontrol terhadap upah-harga, dan intervensi dalam permintaan dan penawaran solusinya. Untuk menjalankan Kapitalisme sesuai dengan relnya menuju kemakmuran, Keynes menawarkan kebijakan defisit, dan melakukan pengeluaran untuk kerja publik yang akan menaikkan permintaan dan memulihkan kepercayaan.
Konsep yang dikemukakan oleh Keynes yang kemudian lebih dikenal sebagai ekonomi Neoklasik karena merupakan pembaharuan ekonomi klasiknya Adam Smith sebenarnya sudah dicoba diterapkan di Indonesia ketika mengalami krisis tahun 1997/98. Namun, penerapan ini tidak cukup memberi efek positif ekonomi Indonesia, memang secara toritik apa yang dikemukakan Keynes sangat logis dan benar, namun sayangnya Keynes tidak melihat faktor lain diluar ekonomi. Inilah kesalahan fatal ekonomi neoklasik yang menganggap dunia ekonomi adalah otonom, dianggap lepas (atau bisa dilepas) dari dunia politik, sosial, hukum, dan moral. Kesalahan fatal lainnya dari ekonom neoklasik menganggap bahwa asumsi-asumsi yang melekat dalam kebijakan ekonomi tidak perlu diungkap/dinyatakan karena diagnosis ekonom selalu disertai asumsi ceteris paribus, dimana faktor lain dianggap tetap sehingga tidak perlu dijelaskan karena semua orang pasti tahu, dan ini bentuk lain dari arogansi ilmu ekonomi neoklasik.
Ekonom Indonesia yang banyak bersekolah di luar negeri yakni Amerika, Eropa dan Australia dengan sangat yakin melakukan pembenaran terhadap konsep yang dikemukakan oleh Keynes. Memang tidak dapat dipungkiri ekonom kita menyimak dengan sangat baik dari dosen-dosennya yang memang menggunakan textbook neoklasik. Bahkan dengan sangat bangganya mereka ajarkan juga hal yang sama kepada anak didiknya di kampus-kampus Indonesia. Mereka juga dengan sangat yakinnya mengatakan investasi merupakan jalan satu-satunya untuk memulihkan ekonomi Indonesia, karena dengan adanya investasi pertumbuhan ekonomi juga akan ikut terdongkrak. Lebih parah lagi investasi yang benar-benar diharapkan adalah masuknya modal-modal asing. Tidak salah jika kemudian banyak dilakukan privatisasi atas aset-aset negara, terutama di kuasai oleh pihak asing. Lahirnya UU Penanaman Modal tahun 2007 merupakan salah satu bukti anjuran ekonom neoklasik dengan jargon investasinya. Dalam UU tersebut penguasaan asing terhadap aset yang berupa lahan/tanah dapat dikuasai sampai 90 tahun, dibandingkan dengan culture stelsel pada zaman pejajahan Belanda yang membolehkan penguasaan lahan oleh asing sampai 70 tahun sungguh sangat keterlaluan.
Anggapan bahwa investasi asing sebagai dewa penolong untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak terbukti. Roadshow yang banyak dilakukan oleh pejabat Indonesia mulai dari presiden, wakil dan para menterinya ke berbagai negara untuk menarik investasi belum banyak membawa hasil. Justru lebih banyak uang yang dikeluarkan untuk pembiayaan roadshow tersebut, dan hal tersebut dibebankan pada rakyat lewat APBN. Mungkin kita perlu menengok pada tahun 1997-1998 ketika krisis mencapai puncaknya. Pada saat itu perekonomian Indonesia banyak ditopang oleh investasi asing, namun disaat krisis mereka ini tidak banyak membantu dan justru melarikan modalnya keluar negeri, tanpa persaan bersalah.
Kejadian yang sama tetapi berbeda terjadi saat ini, dimana investasi PMA bergeser dari sektor tradable (berkaitan dengan ekspor dan impor, seperti manufaktur) pada sektor non tradable (tidak terkait ekspor-impor, seperti jasa, telekomunikasi, perdagangan). Artinya investasi asing (PMA) tidak banyak memberi arti bagi ekonomi Indonesia, dan investasi ini banyak berupa merger dan akuisisi, sehingga tidak banyak berpengaruh pada sektor riil. Indikator ini bisa kita lihat pada kenaikan IHSG.
Harapan naiknya investasi sektor swasta dan domestik sebagai penopang pertumbuhan ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 1997-1998 tidak terjadi. Keberpihakan pemerintah terhadap investasi ini masih kurang, hal inilah yang turut mendorong turunnya investasi ini pada tahun 2007, sehingga harapan untuk menggerakkan sektor riil sulit terwujud. Terlalu bertopangnya perekonomian Indonesia pada investasi asing perlu dirubah, karena investasi ini paling rawan terhadap kondisi sosial politik dan keamanan. Perlu saatnya bagi pemerintah tidak terlalu mengandalkan investasi asing untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Perbaikan dan pemihakan peraturan investasi bagi investor swasta dan domestik mutlak diperlukan.
KAPITALISME VS SYARIAH Oleh: Zainul Arifin
Kesenjangan sosial yang begitu lebar adalah keniscayaan yang harus dilalui ketika kapitalisme menjadi konsep dasar pembangunan ekonomi. Konsep usungan Adam Smith ini menjadikan manusia hanyalah sebuah obyek layaknya mesin yang tidak memiliki sifat kemanusiaan.
Meski konsep ini hampir hilang digilas konsep pembangunan sosialis usungan Karl Marx, namun diakui bahwa kapitalisme adalah konsep yang paling banyak berkembang saat ini. Banyak pihak merasa nyaman mengembangkan konsep kapitalisme dalam program pembangunan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini didukung kenyataan bahwa dalam konsep ini memberikan kesempatan seluas- luasnya bagi setiap orang untuk bisa memiliki kekayaan sebanyak- banyaknya.
Dampaknya, ada konsekuensi bahwa hal tersebut menjadikan manusia lupus, serigala bagi sesamanya. Sebab, dari kesempatan yang diberikan untuk menumpuk kekayaannya, tidak terdapat konsekuensi yang melekat atas hak tersebut. Akibatnya, pemodal memiliki kesempatan luas untuk mengembangkan modal. Di sisi lain para pekerja akan tetap menjadi pekerja. Dan, kelompok proletar tanpa keterampilan akan selamanya menjadi kaum pinggiran tanpa kesempatan menjadi lebih baik.
Fenomena dari dampak konsep kapitalisme di Indonesia juga sudah tampak beberapa tahun terakhir ini. Ketika harga BBM melambung diikuti kenaikan berbagai komoditas, masyarakat juga harus antre untuk berebut kebutuhan pokok. Minyak tanah, beras, dan terakhir minyak goreng harus didapatkan dengan perjuangan berjam-jam di bawah terik matahari. Ironisnya, di sisi lain terdapat kelompok masyarakat yang juga terlibat dalam proses antrean, hanya berbeda komoditas yang diantrekan. Mereka saling berebut untuk menjadi kelompok pertama kepemilikan barang mewah seperti mobil, motor besar, bahkan handphone.
Inilah perbedaan dari konsep kapitalis dan konsep syariah dalam proses pembangunan ekonomi bangsa. Meski di sisi lain, keduanya memiliki juga persamaan mendasar yang menjunjung hak manusia dalam upaya pemenuhan kebutuhannya.
Persamaan kedua konsep ini terdapat pengakuan dan penghargaan atas kepemilikan pribadi. Dan, kesempatan ini diberikan seluas- luasnya kepada masing-masing pribadi untuk memupuk kekayaan seluas- luasnya.
Sebaliknya, ada perbedaan mendasar pula yang melekat pada kedua konsep tersebut. Inilah yang menjadi penyebab mengapa konsep kapital mulai banyak ditinggalkan dan dianggap sebagai biang membesarnya angka kemiskinan di bumi ini. Sebab, dalam kapitalisme individu yang diberi keleluasaan untuk memupuk kekayaan tidak diajarkan untuk memiliki kepedulian kepada sesama. Kekayaan yang dihasilkan berhak digunakan keseluruhan untuk memakmurkan diri sendiri. Di sini nyata terlihat betapa konsep ini mengajarkan manusia untuk menjadi egois tanpa peduli kepada sesama.
Dalam konsep syariah, individu wajib untuk tetap menjaga sifat sosialnya atas kekayaan yang dimiliki. Caranya dengan menyisihkan 2,5 persen dari kekayaan yang dimilikinya dalam bentuk zakat yang akan digunakan untuk proses menyejahterakan kaum kurang mampu.
Dengan kesenjangan ekonomi yang kian menganga di Indonesia, jelas ada yang salah dalam proses peletakan dasar konsep pembangunan berbasis kapitalisme. Meski disesumbarkan bahwa pembangunan Indonesia menganut ekonomi Pancasila, dalam praktiknya, kapitalis menjadi ruh pergerakan ekonomi Indonesia. WITONO HIDAYAT YULIADI Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Jangan agungkan Eropa sebagai keseluruhan. Di mana pun ada yang mulia dan jahat. Di mana pun ada malaikat dan iblis. Di mana pun ada iblis bermuka malaikat, dan malaikat bermuka iblis. Dan satu yang tetap, Nak, abadi : yang kolonial, dia selalu iblis.”   (Pramodya Ananta Toer - Mama, 83)
Kalo tentang kapitalisme, entahlah, saya kok berhenti sejenak untuk merenung dan ingin tahu lebih jauh, ada apa, kenapa dan kata tanya lain yang mengikutinya. Tentang quote diatas, mudah-mudahan masih berhubungan, dan apalagi soal judul, yang seolah-olah saya ini merasa nyaman sebagai bangsa terjajah, menikmati hembusan nafas sebagai yang tertindas dengan bangganya.
Enaknya njongos, njoni dengan perusahaan asing menjadikan pertentangan, dengan menggadaikan segala idealisme kepentingan untuk membuncitkan perut, ternyata kehidupan bergantung dari tetes demi tetes sampah kapitalis.
Bukannya saya tidak setuju dengan ekonomi global, dengan pasar bebas, tapi setidaknya kita mempunyai bargaining yang menguntungkan. Bukan terus menerus berada dibawah, ah.. saya kurang bagus mendiskripsikannya buat anda.
Herannya tak semua dari kawan menyadarinya, semua seolah berlomba menggendutkan perut istri dan anak mereka, setor muka bahkan agama demi posisi untuk melanjutkan nafas berikutnya. Tampaknya ini yang harus dipertaruhkan untuk menang.
 “Kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu.”
Jangan agungkan Eropa sebagai keseluruhan. Di mana pun ada yang mulia dan jahat. Di mana pun ada malaikat dan iblis. Di mana pun ada iblis bermuka malaikat, dan malaikat bermuka iblis. Dan satu yang tetap, Nak, abadi : yang kolonial, dia selalu iblis.”
Kalau tentang kapitalisme, entahlah, saya kok berhenti sejenak untuk merenung dan ingin tahu lebih jauh, ada apa, kenapa dan kata tanya lain yang mengikutinya. Tentang quote diatas, mudah-mudahan masih berhubungan, dan apalagi soal judul, yang seolah-olah saya ini merasa nyaman sebagai bangsa terjajah, menikmati hembusan nafas sebagai yang tertindas dengan bangganya.
Enaknya njongos, njoni dengan perusahaan asing menjadikan pertentangan, dengan menggadaikan segala idealisme kepentingan untuk membuncitkan perut, ternyata kehidupan bergantung dari tetes demi tetes sampah kapitalis.
Bukannya saya tidak setuju dengan ekonomi global, dengan pasar bebas, tapi setidaknya kita mempunyai bargaining yang menguntungkan. Bukan terus menerus berada dibawah, ah.. saya kurang bagus mendiskripsikannya buat anda.
Herannya tak semua dari kawan menyadarinya, semua seolah berlomba menggendutkan perut istri dan anak mereka, setor muka bahkan agama demi posisi untuk melanjutkan nafas berikutnya. Tampaknya ini yang harus dipertaruhkan untuk menang.
 “Kau pribumi terpelajar! Kalau mereka itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu.” (Pramodya Ananta Toer - Jean Marais, 55)

Sifat-Sifat Dasar Sistem Kapitalis

Dalam sebuah perjuangan, kita harus tahu siapa kawan dan siapa lawan. Musuh kita adalah kapitalisme. Tetapi apakah kapitalisme itu?
Jawabannya mungkin tampak sederhana. Kapitalisme bukankah sebuah sistem dimana sejumlah individu yang kaya memiliki pabrik-prabrik dan perusahaan lainnya? Bukankah para kapitalis ini bersaing pada sebuah pasar bebas, tanpa perencanaan yang terpusat, dengan hasil bahwa sistem perekonomian sering jadi kacau dan acapkali mengalami krisis?
Jawaban untuk menghindari keadaan seperti itu juga tampaknya jelas, ialah menyita industri dari para individu itu (nasionalisasi), dan membiarkan negara untuk merencanakan ekonominya.
Menurut kebanyakan orang yang berhaluan kiri, hal-hal diatas dianggap merupakan inti dari ajaran Marxisme. Tetapi dewasa ini permasalahan-permasalahan diatas tidak dapat dilihat sesederhana itu. Pada satu sisi, banyak perusahaan di bawah sistim kapitalis dewasa ini tidak lagi dikontrol oleh para individu. Secara formal perusahaan-perusahaan itu dimiliki oleh para pemegang saham, tapi kenyataannya perusahaan-perusahaan raksasa seperti General Motors dijalankan oleh para pejabat perusahaan. Sedangkan bentuk perusahaan-perusahaan lainnya adalah perusahaan negara seperti BUMN di Indonesia. Namun kaum buruh juga dieksploitasi dalam perusahaan tersebut.
Di sisi yang lain, masyarakat yang telah meninggalkan kepemilikan swasta dan memilih rencana-rencana ekonomi yang terpusat tidak tampak menarik lagi saat ini. Negara-negara seperti di bekas Uni Soviet telah menteror kelas buruhnya, sedangkan para birokrat yang mengelola pabrik-pabrik. Dan pada akhirnya masyarakat itu juga mengalami krisis ekonomi dan politik.
Saat ini Cina mencoba mengambil alih beberapa aspek pasar bebas ke dalam kebijakan ekonomi mereka, karena takut tidak mampu untuk tetap bersaing dengan negara-negara kapitalis barat.
Jadi keseluruhan arti kapitalisme dan sosialisme, dan perbedaan-perbedaan diantara kedua sistem itu, perlu dikaji ulang untuk disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dewasa ini.
Disini, ide-ide Karl Marx sangatlah penting. Dia sama sekali tidak menganggap kepemilikan alat-alat produksi oleh individu swasta merupakan masalah utama kapitalisme. Yang ia tolak adalah sebuah situasi dimana alat produksi dikontrol oleh minoritas dalam berbagai bentuk untuk mengeksploitasi mayoritas.
Eksploitasi semacam ini mengambil bentuk dalam hubungan sosial di tempat kerja. Yakni para pekerja yang tidak memiliki perangkat produksi, dan tidak memiliki komoditi untuk dijual sehingga mereka harus menjual tenaga kerjanya untuk gaji (wage labour system). Ini berarti mereka tidak memiliki kontrol dari hasil kerjanya. Dalam sebuah sistem ekonomi seperti ini, tidak ada kemungkinan untuk merencanakan perekonomian demi kepentingan masyarakat luas.
Justru sebaliknya, setiap kapitalis akan didorong oleh kompetisi untuk membangun usaha dengan mengorbankan orang lain. Seperti yang dikatakan Marx, 'Akumulasi! Akumulasi! itu adalah nabi-nabi baginya'. Ini berarti yang kuat memakan yang lemah, dan sistemnya akan turun secara drastis sampai mengalami krisis ekonomi.
Marx, menyebut kondisi seperti ini keterasingan (atau alienasi) pekerja, dan salah satu slogannya yang sangat terkenal adalah 'penghapusan sistem wage labour".
Di dunia moderen, modal memiliki bentuk yang bermacam-macam. Di mancanegara terjadi swastanisasi perusahaan-perusahan milik negara. Negara-negara lain seperti Swedia atau Italia masih memiliki sektor negara yang besar, sedangkan di Cina dan Kuba perencanaan ekonominya masih dilakukan secara terpusat.
Tetapi di semua negara itu analisa fundamental Marx masih sangat relevan. Alat-alat produksi masih dikontrol oleh minoritas meskipun komposisinya sangat bermacam-macam dari para pengusaha individu melalui sektor swasta dan birokrat yang bekerja di sektor publik.
Para pekerja menjual tenaga mereka untuk mendapatkan gaji, dan tidak memiliki kontrol terhadap proses produksi atau barang-barang yang mereka hasilkan.
Produksi dilaksanakan dengan jalan kompetisi, baik dalam skop kecil, persaingan antar perusahaan maupun dalam skop besar atau nasional, antar negara, yang dipimpin oleh aparatus negara.
Kompetisi antar negara juga memiliki bentuk yang lain yaitu kompetisi militer. Bekas negara Uni Soviet selalu mendorong ekonominya berjalan secara efisien, karena harus bersaing dengan Amerika Serikat dalam hal persenjataan. Kaum buruh di Uni Soviet dihisap oleh birokrasi yang tengah berkuasa guna kompetisi militer tersebut. Kami menyebut bentuk ekonomi yang dijalankan oleh rezim Soviet itu "Kapitalisme Negara".
Apapun bentuk kompetisi itu, hasilnya selalu sama: "Akumulasi! Akumulasi! itulah nabi-nabinya!" Sedangkan para pekerja adalah korbannya. Jadi apa yang perlu dilakukan? Jawabannya ada pada sistem sosialis yang sejati, yang berarti pekerja sendiri yang harus mengontrol proses produksi, dan memproduksi untuk kebutuhan manusia, bukan untuk kebutuhan kompetisi.
Kontrol pekerja terhadap produksi -- yang berkaitan erat dengan kontrol mereka secara demokratis terhadap negara -- dapat diterapkan di sebuah negara secara sementara. Namun seperti yang kita lihat, tekanan kompetisi berlangsung secara internasional. Maka untuk jangka panjang, sosialisme mesti diciptakan di tingkat internasional.
 Oleh Muhammad Salleh (Sistem Kapitalisme).
Kita kini sedang menghayati sebuah dunia di mana kekayaan sedang diciptakan pada kadar yang tidak dapat dibayangkan oleh generasi-generasi dahulu. Kejayaan-kejayaan teknologi, seperti kejuruteraan genetik dan dunia Internet, sedang berkembang dengan pesat. Semua ini, kita diberitahu, adalah hasil daripada kejayaan sistem kapitalis. Menurut penyokong-penyokong sistem kapitalis di merata dunia, sistem inilah yang telah membolehkan umat manusia mencapai tahap kemajuan yang tinggi, lantas menjadikan sistem kapitalis sebuah sistem sempurna, yang tidak lagi dapat diubahkan.
Memang tidak dapat dinafikan bahawa buat kali pertama dalam sejarah dunia, kita mempunyai kekayaan yang mencukupi untuk memuaskan keperluan-keperluan setiap insan di dunia. Namun, apa yang tidak dikatakan oleh penyokong-penyokong kapitalisme itu adalah bahawa berjuta-juta orang masih mengalami kebuluran, berjuta-juta orang masih mengalami penyakit yang mudah dicegah, kehidupan berjuta-juta orang masih dikecewakan oleh kemiskinan. Masyarakat kita, iaitu masyarakat kapitalis, dikuasai oleh ketidak-samarataan dan ketidak-adilan, sambil kehidupan kita semua diancam oleh krisis ekonomi dan konflik bersenjata. Pada masa apabila sistem kapitalisme masih muda, Karl Marx sudah melihat percanggahan-percanggahan ini dengan jelas, lalu menulis:
Dalam satu tangan, kuasa-kuasa perindustrian dan saintifik telah memasuki kehidupan, yang mana-mana zaman sejarah manusia lalu tidak pernah mengharapkan. Dalam tangan sebelah wujudnya ciri-ciri kereputan, yang jauh melintasi kengerian Empayar Rom. Pada hari-hari ini, semuamya seolah-olah hamil dengan percanggahannya. Jentera, dihadiahkan dengan kuasa memendekkan dan meringankan usaha manusia, kita melihat melaparkan dan membebankan manusia. Sumber-sumber kekayaan luas, oleh sesuatu keajaiban luarbiasa, diubahkan menjadi punca-punca keperluan.
Di sebalik perbincangan-perbincangan seperti ini, terdapat satu persoalan asas, iaitu apakah sebenarnya sistem kapitalis? Apakah ciri-ciri asas sistem tersebut, dan apakah kesan daripada ciri-ciri tersebut? Pada pandangan pertama, jawapan kepada soalan-soalan seperti ini mungkin dikatakan ringkas. Bukankah sistem kapitalis sebuah sistem di mana beberapa individu yang kaya memiliki kilang-kilang, pejabat-pejabat dan perusahaan-perusahaan yang lain? Bukankah pihak kapitalis menyokong pasaran bebas, tanpa apa-apa perancangan terpusat? Namun, dewasa kini, persoalan-persoalan tersebut tidak dapat ditangani dengan begitu mudah. Misalnya, kebanyakan perusahaan gergasi kini tidak lagi dimiliki oleh seorang individu, tetapi mungkin digerakkan oleh pejabat perusahaan atau kerajaan negara. Walau apapun perbezaan-perbezaan ini, yang jelas adalah bahawa para pekerja dan golongan bawahan terus dieksploitasi dan ditindas di bawah sistem kapitalis ini.
Maka, erti kapitalisme perlulah dikaji dengam menyeluruh dan disesuaikan dengan perkembangan ekonomi mutakhir. Dari segi ini, kajian Karl Marx terhadap sistem kapitalis sangatlah penting, kerana, dalam kata-kata Georg Lukacs, teori Marx teori Marx, “meleburkan wajah pertubuhan-pertubuhan sosial yang kaku, tidak bersejarah dan semulajadi; ia mendedahkan punca-punca bersejarah mereka dan maka menunjukkan bahawa ianya tertakluk kepada sejarah dari setiap segi termasuk kemunduran bersejarah.” Marx telah menunjukkan bahawa tindakan manusia pada masa yang lalu telah menciptakan dunia moden, bahkan juga bahawa tindakan manusia dapat membentukkan masa depan yang bebas dari percanggahan-percanggahan kapitalisme.
Berhadapan dengan pendekatan ini, kita perlulah terlebih dahulu mengkaji sejarah sistem kapitalis untuk mengenalpasti ciri-cirinya. Sebelum bangkitnya sistem kapitalis, iaitu semasa wujudnya sistem feudal, manusia belum lagi memajukan cara-cara untuk menguasai dunia semulajadi, atau untuk menghasilkan barangan yang mencukupi bagi setiap insan. Marx telah menulis bahawa kesemua hubungan-hubungan sosial dalam sistem feudal “diikat kepada tahap perkembangan kuasa-kuasa produktif dan tenaga pekerja yang rendah serta hubungan-hubungan terhad di antara manusia dan proses menciptakan dan menghasilkan semula kehidupan materialis mereka, dan maka juga hubungan-hubungan terhad di antara manusia dan alam.”
Dalam sistem feudal, tanah merupakan sumber pengeluaran. Inilah yang dimaksudkan oleh Marx apabila dia menulis bahawa “Dalam permilikan tanah feudal, kita sudah menjumpai penguasaan tanah sebagai kuasa sesuatu yang asing ke atas manusia. Hamba serf adalah sampingan kepada tanah. Serupa dengan itu, pewaris melalui sistem pewarisan feudal, iaitu anak lelaki sulong, dimiliki oleh tanah. Ia mewarisi dia.” Dalam satu tangan, tahap kuasa-kuasa produktif yang rendah bermakna usaha berterusan bagi golongan petani, sambil dalam tangan sebelah, tuan-tuan feudal dan pegawai-pegawai gereja mengambil apa yang mereka menghendaki dari petani dengan kekuasaan.
Hubungan-hubungan sosial dalam masyarakat feudal merupakan hubungan-hubungan penguasaan dan penaklukan, tetapi ia sudah jelasnya merupakan hubungan-hubungan sosial di antara individu-individu. Dari segi ini, batasan-batasan feudalisme sangatlah berbeza daripada dinamik kapitalisme. Pihak borjuasi muda menginginkan sebuah masyarakat di mana segalanya dapat dijual-beli dengan duit. Sebuah masyarakat seperti itu sudah pasti bergantung kepada pembatasan-pembatasan tanah bersama dengan kejam. Ini bermakna bahawa, buat kali pertama dalam sejarah manusia, majoriti masyarakat dinafikan jalan secara langsung kepada pengeluaran dan cara-cara menciptakan kekayaan. Maka, pada abad ke-17 dan ke-18 di Eropah, sebuah kelas pekerja yang tidak memiliki tanah telah ditaklukkan kepada bentuk pengeksploitasian yang baru, iaitu pekerjaan bergaji.

Pendek kata, kapitalisme melibatkan perubahan asas dalam hubungan-hubungan di antara manusia, peralatan-peralatan pengeluaran dan bahan-bahan pengeluaran.” Oleh kerana perubahan-perubahan asas ini, setiap aspek kehidupan manusia telah diubah. Namun, perubahan-perubahan ini hanya dapat dilaksanakan melalui apa yang Peter Linebaugh telah menamakan ‘serangan-serangan perundangan’ pada hujung abad ke-18 untuk memperdayakan kelas pekerja bahawa apa yang mereka menghasilkan sebenarnya dimiliki oleh pihak kapitalis yang memiliki kilang-kilang. Menjelang abad ke-19, pekerjaan bergaji telah menggantikan kesemua bentuk pembayaran yang lain di Eropah.

Kajian Marx terhadap sistem kapitalis muda pada abad ke-19 menunjukkan bagaimana tenaga pekerja telah menjadi sebuah komoditi, yang dapat dijual-beli pada pasaran. Pihak kapitalis dan para pekerja mungkin bebas dari satu sama lain dari mana-mana segi rasmi, tetapi dalam realiti mereka berkait rapat. Pengeluaran barangan tidak lagi berlaku di rumah atau bengkel-bengkel kecil (seperti dalam sistem feudal), tetapi kini berlaku di kilang-kilang baru di mana mekanisasi tenaga pekerja telah mengubah hubungan-hubungan manusia. Dalam karyanya yang terpenting, iaitu Kapital, Marx membandingkan usaha tukang-tukang kraf di bawah sistem feudal dengan pekerja kilang di bawah sistem kapitalis:

Dalam kraftangan dan pengeluaran, para pekerja menggunakan peralatan; di kilang, jentera menggunakan pekerja. Di sana, gerak-geri peralatan tenaga pekerja bergerak baginya, di sini ia adalah gerak-geri jentera yang mesti mengikutinya. Dalam pengeluaran, para pekerja adalah sebahagian daripada mekanisme hidup. Dalam kilang, kita mempunyai mekanisme tanpa kehidupan yang asing daripada pekerja, yang hanya menjadi sampingan hidup.

Salah satu ciri kapitalisme yang paling membinasakan merupakan pembahagian tenaga pekerja. Sebelum kapitalisme, memang terdapatnya pembahagian tenaga pekerja secara sosial, dengan orang-orang berbeza telibat dalam cabang-cabang pengeluaran atau kraf yang berbeza. Dengan kapitalisme telah bangkitnya pembahagian tenaga pekerja secara terperinci dalam setiap cabang pengeluaran. Pembahagian tenaga pekerja ini bermakna bahawa pekerja terpaksa menjadi khusus dalam tugas-tugas tertentu. Maka, tidak menghairankanlah bahawa John Ruskin pernah menulis bahawa pembahagian tenaga pekerja adalah ungkapan palsu kerana ia adalah manusia yang dibahagikan.

Dalam sistem kapitalis, para pekerja semakin bergantung kepada pihak kapitalis yang memiliki cara-cara pengeluaran seperti kilang-kilang dan pejabat-pejebat. Ia menjadi semakin mustahil bagi pekerja untuk hidup secara bebas daripada kapitalisme – jika dia bekerja, dia menjadi ibarat sebuah jentera; jika dia tidak bekerja, dia akan hidup dalam kemiskinan. Marx menulis mengenai para pekerja: “Kewujudan kapital adalah kewujudannya, kehidupannya, kerana ia menentukan kandungan kehidupannya dalam cara yang tidak mempedulikannya.” Pendek kata, para pekerja tidak mempunyai pilihan – bersedia bekerja atau bersedia mengalami kemiskinan. Maka, di bawah kapitalisme, tenaga pekerja menjadi tenaga pekerja yang dipaksa kerana para pekerja tidak dapat memilih untuk tidak bekerja, para pekerja tidak memiliki apa yang diciptakan oleh mereka dan para pekerja tidak dapat memilih apa yang patut diciptakan. Marx menulis:

… pekerja hanya merasai dirinya apabila tidak bekerja; apabila dia bekerja, dia tidak merasai dirinya. Dia berasa selesa apabila tidak bekerja, dan bukannya di rumah apabila dia bekerja. Maka usahanya bukan secara sukarela tetapi dipaksa, ia adalah tenaga pekerja dipaksa. Maka, ia bukan kepuasaan sesuatu keperluan, tetapi hanya cara untuk memuaskan keperluan tersebut secara asing daripadanya. Sifat asingnya ditunjukkan dengan jelas oleh fakta bahawa sesudah apa-apa fizikal atau pemaksaan lain wujud, ia dipulaukan seperti wabak penyakit.

Di sini, kita dapat merumuskan perbincangan di atas dengan kata-kata berikut. Marx sebenarnya tidak menganggap permilikan alat-alat atau cara-cara pengeluaran oleh individu sebagai masalah utama kapitalisme. Dalam kajiannya ke atas sistem tersebut, yang menjadi jelas adalah bahawa dia menolak situasi di mana cara-cara pengeluaran dikuasai oleh sebuah minoriti (iaitu kelas kapitalis atau borjuasi), dengan tujuan mengeksploitasi majoriti (iaitu kelas pekerja). Pengeksploitasian ini dapat mengambil pelbagai bentuk dalam hubungan-hubungan sosial di antara manusia. Seperti yang telah dikatakan di atas, para pekerja tidak memiliki cara-cara pengeluaran, dan terpaksa menjual satu-satunya komoditi yang dimiliki mereka, iaitu tenaga pekerja mereka. Inilah satu sebab mengapa kemungkinan untuk merancangkan jalan-jalan ekonomi demi kepentingan masyarakat umum tidak dapat bangkit dalam keadaan seperti ini.

Tambahan pula, setiap kapitalis didoring untuk bersaing demi memajukan perusahaannya sambil mengorbankan orang yang lain. Marx telah melaungkan: “Akumulasi! Akumulasi! Itulah nabi-nabi baginya.” Ini bermakna bahawa kapitalis yang kuat memakan kapitalis yang lemah, dan bahawa sistem kapitalis akan merosot dengan dramatik apabila mengalami krisis ekonomi.

Sejak abad ke-19, sistem kapitalis ini telah menyebar ke setiap penjuru dunia, dan mungkin tidak terdapatnya negara yang bebas daripada cengkamannya. Inilah sebab utama mengapa kajian Marx sangatlah relevan dan penting pada hari ini. Cara-cara pengeluaran masih dikuasai oleh golongan minoriti, biarpun di sebuah negara membangun seperti Malaysia atau sebuah negara maju seperti Amerika Syarikat. Walaupun bentuk persaingan kapitalis mungkin berbeza dari satu tempat ke tempat yang lain, hasilnya sentiasa sama: “Akumulasi! Akumulasi! Itulah nabi-nabi baginya.” Dan para pekerjalah yang menjadi mangsa.

Maka, apa yang dapat dilakukan? Kajian Marx juga telah mengenalpasti kelas pekerja sebagai unsur yang dapat menumbangkan sistem kapitalis dan mengubah masyarakat. Walaupun pihak borjuasi atau kelas pemerintah dapat menggunakan penguasaan mereka ke etas ekonomi untuk menguasai kanca politik melalui kerajaan, tentera dan polis, kejayaan sistem mereka juga mewujudkan sebuah kelas yang mempunyai kuasa untuk membebaskan seluruh umat manusia – iaitu kelas pekerja. Kelas pekerja ini tidak mengenali warna kulit, jantina, orientasi seksual, mahupun sempadan negara. Hanya kelas pekerja sendiri yang dapat membina sebuah masyarakat tanpa keperluan dan tanpa diktator kerana kelas pekerja sememangnya berbeza daripada kelas-kelas yang lain. Kini terdapatnya beratus-ratus juta pekerja dan jumlah mereka semakin meningkat setiap hari. Kerana kapitalisme merupakan sistem antarabangsa, ia terus mengembang dan mengerjakan mereka yang suatu hari nanti akan memusnahkan sistem kapitalis itu.

Kemampuan unik kelas pekerja untuk mengubah dunia berpunca dari kedudukan kelas tersebut dalam sistem kapitalisme. Secara asasnya, kapitalisme menarik penduduk dari desa dan menghimpunkan mereka di tempat-tempat bekerja yang besar. Maka, para pekerja mendapati bahawa mereka telah menjadi sebahagian daripada unit yang melibatkan beratus-ratus atau beribu-ribu orang. Untuk mencapai pembaikan dalam keadaan mereka, para pekerja perlulah bertindak secara kolektif, dengan melibatkan rakan-rakan sekerja mereka. Untuk mengubah dunia, kelas pekerja perlulah bersatu di bawah panji-panji demokratik lagi sosialis.

Kapitalisme merupakan sistem ekonomi politik yang cenderung ke arah pengumpulan kekayaan secara individu tanpa gangguan kerajaan. Ini bererti individu samada dari dalam atau dari luar negara berhak untuk memiliki harta benda, industri dan perniagaan dan menambahkan kekayaan mereka. Biasanya dalam sistem ini akan wujud jurang perbezaan yang ketara antara yang kaya dengan yang miskin. Sistem yang bertentangan dengan ideologi ini ialah komunisme dan sosialisme. Kapitalisme berasal dari perkataan kapital yang bermaksud "modal". Apakah sistem kapitalis?


SOSIALISME

by: Zainul Arifin
 "Apa bedanya Kapitalisme dan Sosialisme?" "Kapitalisme membuat kekeliruan sosial!," "Sosialisme membuat kekeliruan kapital!" "Lha, kalau Pancasila?" "Pancasilaisme di bawah Orde baru membuat kekeliruan sosial sekaligus kekeliruan kapital!"  "Apa bedanya Kapitalisme dan Sosialisme?" "Kapitalisme membuat kekeliruan sosial!," "Sosialisme membuat kekeliruan kapital!" "Lha, kalau Pancasila?" "Pancasilaisme di bawah Orde baru membuat kekeliruan sosial sekaligus kekeliruan kapital!"

Sosialisme Utopis

Sosialisme Utopis atau Sosialisme Utopia adalah sebuah istilah untuk mendefinisikan awal mula pemikiran sosialisme modern. Para sosialis utopis tidak pernah benar-benar menggunakan ini untuk menyebut diri mereka; istilah "Sosialisme Utopis" awalnya diperkenalkan oleh Karl Marx dan kemudian digunakan oleh pemikir-pemikir sosialis setelahnya, untuk menggambarkan awal kaum sosialis intelektual yang menciptakan hipotetis masa datang dari penganut paham egalitarian dan masyarakat komunal tanpa semata-mata memperhatikan diri mereka sendiri dengan suatu cara dimana komunitas masyarakat seperti itu bisa diciptakan atau diperjuangkan.
Kata utopia sendiri diambil dari kisah pulau Utopia karangan Thomas Moore.
Karena Sosialisme utopis ini lebih merupakan sebuah kategori yang luas dibanding sebuah gerakan politik yang spesifik, maka sebenarnya sulit untuk mendefinisikan secara tepat istilah ini. Merujuk kepada beberapa definisi, desinisi sosialisme utopis ini sebaiknya melihat para penulis yang menerbitkan tulisan-tulisan mereka pada masa antara Revolusi Perancis dan pertengahan 1930-an. Definisi lain mengatakan awal mula sosialisme utopis jauh lebih ke masa lalu, dengan mengambil contoh bahwa figur Yesus adalah salah satu diantara penganut sosialisme utopis.
Walaupun memang terbuka kemungkinan siapapun yang hidup dalam waktu kapanpun dalam sejarah dapat disebut sebagai seorang sosialis utopis, istilah ini lebih sering dipakai terhadap para sosialis utopis yang hidup pada seperempat masa pertama abad 19. Sejak pertengahan abad 19 dan selanjutnya, cabang-cabang sosialisme yang lain jauh melebihi versi utopisnya, baik dalam perkembangan pemikirannya maupun jumlah penganutnya. Para sosialis utopis sangat penting dalam pembentukan pergerakan modern bagi komunitas intentional dan koperasi, techno komunisme.
Istilah "sosialisme ilmiah" kadang digunakan oleh para penganut paham Marxisme untuk menguraikan versi sosialisme mereka, terutama untuk tujuan membedakannya dari Sosialisme Utopis dimana telah terdeskripsi dan idealistis (dalam beberapa hal mewakili suatu yang ideal) dan bukan ilmiah, yaitu, yang dibangun melalui pemikiran dan berdasarkan pada ilmu-ilmu sosial.

Pemikir utama

Robert Owen (1771-1858) adalah seorang pelaku bisnis sukses yang menyumbangkan banyak laba dari bisnis nya demi peningkatan hidup karyawannya. Reputasi dia meningkat ketika dia mendirikan suatu pabrik tekstil di New Lanark, Skotlandia dan memperkenalkan waktu kerja lebih pendek, membangun sekolah untuk anak-anak dan merenovasi rumah-rumah tempat tinggal pegawainya. Ia juga merancang suatu komunitas Owenite yang disebut New Harmony (Keselarasan Baru) di Indiana, AS. Komunitas ini bubar ketika salah satu dari mitra bisnisnya melarikan diri dengan membawa semua laba yang ada. Kontribusi utama Owen bagi pikiran kaum sosialis adalah pandangan tentang dimana perilaku sosial manusia tidaklah tetap atau absolut, dan manusia mempunyai kehendak bebas untuk mengorganisir diri mereka ke dalam segala bentuk masyarakat yg mereka inginkan.
Étienne Cabet (1788–1856) dipengaruhi oleh pemikiran Robert Owen. Di dalam bukunya Travel and adventures of Lord William Carisdall in Icaria (1840) ia memaparkan suatu masyarakat komunal idealis. Usaha nya untuk membuatnya kembali (gerakan Icarian) gagal.
Charles Fourier (1772-1837) sejauh ini adalah seorang sosialis yang paling utopis. Menolak semua tentang Revolusi Industri dan semua permasalahan yang timbul menyertainya, ia membuat berbagai pendapat fantastis tentang dunia yang ideal yang ia impikan. Selain beberapa kecenderungan yang jelas-jelas tidak sosialis, ia tetap memberi kontribusi berarti bagi gerakan sosialis. Tulisan-tulisannya membantu Karl Marx muda dan membantunya memikirkan teori alienasi-nya. Fourier juga seorang feminisme radikal.

Sosialisme Utopis dalam kultur modern

Salah satu yang paling terkenal adalah United Federation of Planets yang dilukiskan pada kisah Star Trek - The Next Generation. Tidak ada kekurangan, tidak ada kemiskinan, tidak ada kejahatan, tidak ada penyakit atau ketidakpedulian di dunia; semua orang bekerja untuk kemajuan bagi semua umat manusia, bukan bagi kekayaan dirinya sendiri, sesuai dengan ketetapan federasi.








Selamat Menjadi orang Hebat,,,,

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post