oleh: Zainul Arifin
Adam Smith sebagai bapak
ilmu ekonomi pertama kalii memperkenalkan konsep Kapitalisme melalui bukunya The
Wealth of Nations tahun 1776, tetapi sebelum menerbitkan buku ini Adam
smith terlebih dahulu menerbitkan sebuah buku yang berjudul The Theory of
Moral Sentiments. Sayangnya orang lebih takjub pada karya monumental yang
berjudul The Wealth of Nations, padahal syarat-syarat terwujudnya
kesejahteraan seperti yang dicita-citakan Smith pada karya monumentalnya itu
terdapat dalam buku The Theory of Moral Sentiments.
Konsep kapitalisme yang
diusung oleh Smith seolah menemui momentum dengan hadirnya revolusi industri di
Inggris dan revolusi prancis. Di prancis konsep Kapitalisme menemukan slogan
yakni Laissez Faire dengan tokohnya Jean Baptiste Say. Kedua ekonom ini
menganggap bahwa kemakmuran dapat dicapai ketika campur tangan pemerintah dalam
ekonomi ditiadakan, dan para pengusaha dibebaskan berusaha seluas-luasnya.
Konsekuensi nyata dari pemberlakuan ekonomi kapitalisme ini adalah
ekspedisi-ekspedisi yang dilakukan oleh bangsa eropa untuk menemukan
bahan-bahan tambang khususnya emas mulai beralih menuju konsep perdagangan,
dimana bangsa eropa menjadikan daerah jajahannya sebagai pasar yang potensial
untuk menjual barang.
Namun sayangnya konsep
kapitalisme ini tidak bisa menemukan titik keseimbangan sehingga persoalan
mendasar dalam ekonomi yakni pengangguran tidak dapat dicegah, depresi besar
tahun 1930-an menjadi bukti rapuhnya pondasi konsep kapitalisme. John Maynard
Keynes dalam buku revolusionernya tahun 1936, The General Theory of
Employment, Interest, and Money mengatakan bahwa sesungguhnya kapitalisme
tidak stabil dan tidak berkecenderungan full employment, namun untuk
mengatasi itu bukanlah nasionalisasi, kontrol terhadap upah-harga, dan
intervensi dalam permintaan dan penawaran solusinya. Untuk menjalankan
Kapitalisme sesuai dengan relnya menuju kemakmuran, Keynes menawarkan kebijakan
defisit, dan melakukan pengeluaran untuk kerja publik yang akan menaikkan
permintaan dan memulihkan kepercayaan.
Konsep yang dikemukakan
oleh Keynes yang kemudian lebih dikenal sebagai ekonomi Neoklasik karena
merupakan pembaharuan ekonomi klasiknya Adam Smith sebenarnya sudah dicoba
diterapkan di Indonesia ketika mengalami krisis tahun 1997/98. Namun, penerapan
ini tidak cukup memberi efek positif ekonomi Indonesia, memang secara toritik
apa yang dikemukakan Keynes sangat logis dan benar, namun sayangnya Keynes
tidak melihat faktor lain diluar ekonomi. Inilah kesalahan fatal ekonomi
neoklasik yang menganggap dunia ekonomi adalah otonom, dianggap lepas (atau
bisa dilepas) dari dunia politik, sosial, hukum, dan moral. Kesalahan fatal
lainnya dari ekonom neoklasik menganggap bahwa asumsi-asumsi yang melekat dalam
kebijakan ekonomi tidak perlu diungkap/dinyatakan karena diagnosis ekonom
selalu disertai asumsi ceteris paribus, dimana faktor lain dianggap
tetap sehingga tidak perlu dijelaskan karena semua orang pasti tahu, dan ini
bentuk lain dari arogansi ilmu ekonomi neoklasik.
Ekonom Indonesia yang
banyak bersekolah di luar negeri yakni Amerika, Eropa dan Australia dengan
sangat yakin melakukan pembenaran terhadap konsep yang dikemukakan oleh Keynes.
Memang tidak dapat dipungkiri ekonom kita menyimak dengan sangat baik dari
dosen-dosennya yang memang menggunakan textbook neoklasik. Bahkan dengan sangat
bangganya mereka ajarkan juga hal yang sama kepada anak didiknya di
kampus-kampus Indonesia. Mereka juga dengan sangat yakinnya mengatakan
investasi merupakan jalan satu-satunya untuk memulihkan ekonomi Indonesia,
karena dengan adanya investasi pertumbuhan ekonomi juga akan ikut terdongkrak.
Lebih parah lagi investasi yang benar-benar diharapkan adalah masuknya
modal-modal asing. Tidak salah jika kemudian banyak dilakukan privatisasi atas
aset-aset negara, terutama di kuasai oleh pihak asing. Lahirnya UU Penanaman
Modal tahun 2007 merupakan salah satu bukti anjuran ekonom neoklasik dengan
jargon investasinya. Dalam UU tersebut penguasaan asing terhadap aset yang
berupa lahan/tanah dapat dikuasai sampai 90 tahun, dibandingkan dengan culture
stelsel pada zaman pejajahan Belanda yang membolehkan penguasaan lahan oleh
asing sampai 70 tahun sungguh sangat keterlaluan.
Anggapan bahwa investasi
asing sebagai dewa penolong untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak
terbukti. Roadshow yang banyak dilakukan oleh pejabat Indonesia mulai dari
presiden, wakil dan para menterinya ke berbagai negara untuk menarik investasi
belum banyak membawa hasil. Justru lebih banyak uang yang dikeluarkan untuk
pembiayaan roadshow tersebut, dan hal tersebut dibebankan pada rakyat lewat
APBN. Mungkin kita perlu menengok pada tahun 1997-1998 ketika krisis mencapai
puncaknya. Pada saat itu perekonomian Indonesia banyak ditopang oleh investasi
asing, namun disaat krisis mereka ini tidak banyak membantu dan justru
melarikan modalnya keluar negeri, tanpa persaan bersalah.
Kejadian yang sama tetapi
berbeda terjadi saat ini, dimana investasi PMA bergeser dari sektor tradable
(berkaitan dengan ekspor dan impor, seperti manufaktur) pada sektor non
tradable (tidak terkait ekspor-impor, seperti jasa, telekomunikasi,
perdagangan). Artinya investasi asing (PMA) tidak banyak memberi arti bagi
ekonomi Indonesia, dan investasi ini banyak berupa merger dan akuisisi,
sehingga tidak banyak berpengaruh pada sektor riil. Indikator ini bisa kita
lihat pada kenaikan IHSG.
Harapan naiknya investasi
sektor swasta dan domestik sebagai penopang pertumbuhan ekonomi seperti yang
terjadi pada tahun 1997-1998 tidak terjadi. Keberpihakan pemerintah terhadap
investasi ini masih kurang, hal inilah yang turut mendorong turunnya investasi
ini pada tahun 2007, sehingga harapan untuk menggerakkan sektor riil sulit
terwujud. Terlalu bertopangnya perekonomian Indonesia pada investasi asing
perlu dirubah, karena investasi ini paling rawan terhadap kondisi sosial
politik dan keamanan. Perlu saatnya bagi pemerintah tidak terlalu mengandalkan
investasi asing untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Perbaikan dan pemihakan
peraturan investasi bagi investor swasta dan domestik mutlak diperlukan.
KAPITALISME VS SYARIAH Oleh: Zainul Arifin
Kesenjangan
sosial yang begitu lebar adalah keniscayaan yang harus dilalui ketika
kapitalisme menjadi konsep dasar pembangunan ekonomi. Konsep usungan Adam Smith
ini menjadikan manusia hanyalah sebuah obyek layaknya mesin yang tidak memiliki
sifat kemanusiaan.
Meski
konsep ini hampir hilang digilas konsep pembangunan sosialis usungan Karl Marx,
namun diakui bahwa kapitalisme adalah konsep yang paling banyak berkembang saat
ini. Banyak pihak merasa nyaman mengembangkan konsep kapitalisme dalam program
pembangunan ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini didukung kenyataan
bahwa dalam konsep ini memberikan kesempatan seluas- luasnya bagi setiap orang
untuk bisa memiliki kekayaan sebanyak- banyaknya.
Dampaknya,
ada konsekuensi bahwa hal tersebut menjadikan manusia lupus, serigala bagi
sesamanya. Sebab, dari kesempatan yang diberikan untuk menumpuk kekayaannya,
tidak terdapat konsekuensi yang melekat atas hak tersebut. Akibatnya, pemodal
memiliki kesempatan luas untuk mengembangkan modal. Di sisi lain para pekerja
akan tetap menjadi pekerja. Dan, kelompok proletar tanpa keterampilan akan
selamanya menjadi kaum pinggiran tanpa kesempatan menjadi lebih baik.
Fenomena
dari dampak konsep kapitalisme di Indonesia juga sudah tampak beberapa tahun
terakhir ini. Ketika harga BBM melambung diikuti kenaikan berbagai komoditas, masyarakat
juga harus antre untuk berebut kebutuhan pokok. Minyak tanah, beras, dan
terakhir minyak goreng harus didapatkan dengan perjuangan berjam-jam di bawah
terik matahari. Ironisnya, di sisi lain terdapat kelompok masyarakat yang juga
terlibat dalam proses antrean, hanya berbeda komoditas yang diantrekan. Mereka
saling berebut untuk menjadi kelompok pertama kepemilikan barang mewah seperti
mobil, motor besar, bahkan handphone.
Inilah
perbedaan dari konsep kapitalis dan konsep syariah dalam proses pembangunan
ekonomi bangsa. Meski di sisi lain, keduanya memiliki juga persamaan mendasar
yang menjunjung hak manusia dalam upaya pemenuhan kebutuhannya.
Persamaan
kedua konsep ini terdapat pengakuan dan penghargaan atas kepemilikan pribadi.
Dan, kesempatan ini diberikan seluas- luasnya kepada masing-masing pribadi
untuk memupuk kekayaan seluas- luasnya.
Sebaliknya,
ada perbedaan mendasar pula yang melekat pada kedua konsep tersebut. Inilah
yang menjadi penyebab mengapa konsep kapital mulai banyak ditinggalkan dan
dianggap sebagai biang membesarnya angka kemiskinan di bumi ini. Sebab, dalam
kapitalisme individu yang diberi keleluasaan untuk memupuk kekayaan tidak
diajarkan untuk memiliki kepedulian kepada sesama. Kekayaan yang dihasilkan
berhak digunakan keseluruhan untuk memakmurkan diri sendiri. Di sini nyata
terlihat betapa konsep ini mengajarkan manusia untuk menjadi egois tanpa peduli
kepada sesama.
Dalam
konsep syariah, individu wajib untuk tetap menjaga sifat sosialnya atas
kekayaan yang dimiliki. Caranya dengan menyisihkan 2,5 persen dari kekayaan
yang dimilikinya dalam bentuk zakat yang akan digunakan untuk proses
menyejahterakan kaum kurang mampu.
Dengan
kesenjangan ekonomi yang kian menganga di Indonesia, jelas ada yang salah dalam
proses peletakan dasar konsep pembangunan berbasis kapitalisme. Meski
disesumbarkan bahwa pembangunan Indonesia menganut ekonomi Pancasila, dalam
praktiknya, kapitalis menjadi ruh pergerakan ekonomi Indonesia. WITONO HIDAYAT YULIADI Mahasiswa
Magister Manajemen Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Jangan
agungkan Eropa sebagai keseluruhan. Di mana pun ada yang mulia dan jahat. Di
mana pun ada malaikat dan iblis. Di mana pun ada iblis bermuka malaikat, dan
malaikat bermuka iblis. Dan satu yang tetap, Nak, abadi : yang kolonial, dia
selalu iblis.” (Pramodya Ananta Toer - Mama, 83)
Kalo
tentang kapitalisme, entahlah, saya kok berhenti sejenak untuk merenung dan
ingin tahu lebih jauh, ada apa, kenapa dan kata tanya lain yang mengikutinya.
Tentang quote diatas, mudah-mudahan masih berhubungan, dan apalagi soal judul,
yang seolah-olah saya ini merasa nyaman sebagai bangsa terjajah, menikmati
hembusan nafas sebagai yang tertindas dengan bangganya.
Enaknya
njongos,
njoni
dengan perusahaan asing menjadikan pertentangan, dengan menggadaikan segala
idealisme kepentingan untuk membuncitkan perut, ternyata kehidupan bergantung
dari tetes demi tetes sampah kapitalis.
Bukannya
saya tidak setuju
dengan ekonomi global, dengan pasar bebas, tapi setidaknya kita mempunyai
bargaining yang menguntungkan. Bukan terus menerus berada dibawah, ah.. saya
kurang bagus mendiskripsikannya buat anda.
Herannya
tak semua dari kawan menyadarinya, semua seolah berlomba
menggendutkan perut istri dan anak mereka, setor muka bahkan agama demi posisi
untuk melanjutkan nafas berikutnya. Tampaknya ini yang harus dipertaruhkan
untuk menang.
“Kau pribumi terpelajar! Kalau mereka
itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau
harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu.”
Jangan
agungkan Eropa sebagai keseluruhan. Di mana pun ada yang mulia dan jahat. Di mana
pun ada malaikat dan iblis. Di mana pun ada iblis bermuka malaikat, dan
malaikat bermuka iblis. Dan satu yang tetap, Nak, abadi : yang kolonial, dia
selalu iblis.”
Kalau
tentang kapitalisme, entahlah, saya kok berhenti sejenak untuk merenung dan
ingin tahu lebih jauh, ada apa, kenapa dan kata tanya lain yang mengikutinya.
Tentang quote diatas, mudah-mudahan masih berhubungan, dan apalagi soal judul,
yang seolah-olah saya ini merasa nyaman sebagai bangsa terjajah, menikmati
hembusan nafas sebagai yang tertindas dengan bangganya.
Enaknya
njongos,
njoni
dengan perusahaan asing menjadikan pertentangan, dengan menggadaikan segala
idealisme kepentingan untuk membuncitkan perut, ternyata kehidupan bergantung
dari tetes demi tetes sampah kapitalis.
Bukannya
saya tidak setuju
dengan ekonomi global, dengan pasar bebas, tapi setidaknya kita mempunyai
bargaining yang menguntungkan. Bukan terus menerus berada dibawah, ah.. saya
kurang bagus mendiskripsikannya buat anda.
Herannya
tak semua dari kawan menyadarinya, semua seolah berlomba
menggendutkan perut istri dan anak mereka, setor muka bahkan agama demi posisi
untuk melanjutkan nafas berikutnya. Tampaknya ini yang harus dipertaruhkan
untuk menang.
“Kau pribumi terpelajar! Kalau mereka
itu, pribumi itu, tidak terpelajar, kau harus bikin mereka jadi terpelajar. Kau
harus, harus, harus bicara pada mereka, dengan bahasa yang mereka tahu.”
(Pramodya Ananta Toer - Jean Marais, 55)
Sifat-Sifat Dasar Sistem Kapitalis
Dalam
sebuah perjuangan, kita harus tahu siapa kawan dan siapa lawan. Musuh kita
adalah kapitalisme. Tetapi apakah kapitalisme itu?
Jawabannya
mungkin tampak sederhana. Kapitalisme bukankah sebuah sistem dimana sejumlah
individu yang kaya memiliki pabrik-prabrik dan perusahaan lainnya? Bukankah
para kapitalis ini bersaing pada sebuah pasar bebas, tanpa perencanaan yang
terpusat, dengan hasil bahwa sistem perekonomian sering jadi kacau dan acapkali
mengalami krisis?
Jawaban
untuk menghindari keadaan seperti itu juga tampaknya jelas, ialah menyita
industri dari para individu itu (nasionalisasi), dan membiarkan negara untuk
merencanakan ekonominya.
Menurut
kebanyakan orang yang berhaluan kiri, hal-hal diatas dianggap merupakan inti
dari ajaran Marxisme. Tetapi dewasa ini permasalahan-permasalahan diatas tidak
dapat dilihat sesederhana itu. Pada satu sisi, banyak perusahaan di bawah
sistim kapitalis dewasa ini tidak lagi dikontrol oleh para individu. Secara
formal perusahaan-perusahaan itu dimiliki oleh para pemegang saham, tapi
kenyataannya perusahaan-perusahaan raksasa seperti General Motors dijalankan
oleh para pejabat perusahaan. Sedangkan bentuk perusahaan-perusahaan lainnya
adalah perusahaan negara seperti BUMN di Indonesia. Namun kaum buruh juga
dieksploitasi dalam perusahaan tersebut.
Di
sisi yang lain, masyarakat yang telah meninggalkan kepemilikan swasta dan
memilih rencana-rencana ekonomi yang terpusat tidak tampak menarik lagi saat
ini. Negara-negara seperti di bekas Uni Soviet telah menteror kelas buruhnya,
sedangkan para birokrat yang mengelola pabrik-pabrik. Dan pada akhirnya
masyarakat itu juga mengalami krisis ekonomi dan politik.
Saat
ini Cina mencoba mengambil alih beberapa aspek pasar bebas ke dalam kebijakan
ekonomi mereka, karena takut tidak mampu untuk tetap bersaing dengan
negara-negara kapitalis barat.
Jadi
keseluruhan arti kapitalisme dan sosialisme, dan perbedaan-perbedaan diantara
kedua sistem itu, perlu dikaji ulang untuk disesuaikan dengan perkembangan
ekonomi dewasa ini.
Disini,
ide-ide Karl Marx sangatlah penting. Dia sama sekali tidak menganggap
kepemilikan alat-alat produksi oleh individu swasta merupakan masalah utama
kapitalisme. Yang ia tolak adalah sebuah situasi dimana alat produksi dikontrol
oleh minoritas dalam berbagai bentuk untuk mengeksploitasi mayoritas.
Eksploitasi
semacam ini mengambil bentuk dalam hubungan sosial di tempat kerja. Yakni para
pekerja yang tidak memiliki perangkat produksi, dan tidak memiliki komoditi
untuk dijual sehingga mereka harus menjual tenaga kerjanya untuk gaji (wage
labour system). Ini berarti mereka tidak memiliki kontrol dari hasil kerjanya.
Dalam sebuah sistem ekonomi seperti ini, tidak ada kemungkinan untuk
merencanakan perekonomian demi kepentingan masyarakat luas.
Justru
sebaliknya, setiap kapitalis akan didorong oleh kompetisi untuk membangun usaha
dengan mengorbankan orang lain. Seperti yang dikatakan Marx, 'Akumulasi!
Akumulasi! itu adalah nabi-nabi baginya'. Ini berarti yang kuat memakan yang
lemah, dan sistemnya akan turun secara drastis sampai mengalami krisis ekonomi.
Marx,
menyebut kondisi seperti ini keterasingan (atau alienasi) pekerja, dan salah
satu slogannya yang sangat terkenal adalah 'penghapusan sistem wage
labour".
Di
dunia moderen, modal memiliki bentuk yang bermacam-macam. Di mancanegara
terjadi swastanisasi perusahaan-perusahan milik negara. Negara-negara lain
seperti Swedia atau Italia masih memiliki sektor negara yang besar, sedangkan
di Cina dan Kuba perencanaan ekonominya masih dilakukan secara terpusat.
Tetapi
di semua negara itu analisa fundamental Marx masih sangat relevan. Alat-alat
produksi masih dikontrol oleh minoritas meskipun komposisinya sangat
bermacam-macam dari para pengusaha individu melalui sektor swasta dan birokrat
yang bekerja di sektor publik.
Para
pekerja menjual tenaga mereka untuk mendapatkan gaji, dan tidak memiliki
kontrol terhadap proses produksi atau barang-barang yang mereka hasilkan.
Produksi
dilaksanakan dengan jalan kompetisi, baik dalam skop kecil, persaingan antar
perusahaan maupun dalam skop besar atau nasional, antar negara, yang dipimpin
oleh aparatus negara.
Kompetisi
antar negara juga memiliki bentuk yang lain yaitu kompetisi militer. Bekas
negara Uni Soviet selalu mendorong ekonominya berjalan secara efisien, karena
harus bersaing dengan Amerika Serikat dalam hal persenjataan. Kaum buruh di Uni
Soviet dihisap oleh birokrasi yang tengah berkuasa guna kompetisi militer
tersebut. Kami menyebut bentuk ekonomi yang dijalankan oleh rezim Soviet itu
"Kapitalisme Negara".
Apapun
bentuk kompetisi itu, hasilnya selalu sama: "Akumulasi! Akumulasi! itulah
nabi-nabinya!" Sedangkan para pekerja adalah korbannya. Jadi apa yang
perlu dilakukan? Jawabannya ada pada sistem sosialis yang sejati, yang berarti
pekerja sendiri yang harus mengontrol proses produksi, dan memproduksi untuk
kebutuhan manusia, bukan untuk kebutuhan kompetisi.
Kontrol
pekerja terhadap produksi -- yang berkaitan erat dengan kontrol mereka secara
demokratis terhadap negara -- dapat diterapkan di sebuah negara secara
sementara. Namun seperti yang kita lihat, tekanan kompetisi berlangsung secara
internasional. Maka untuk jangka panjang, sosialisme mesti diciptakan di
tingkat internasional.
Oleh Muhammad Salleh (Sistem Kapitalisme).
Kita
kini sedang menghayati sebuah dunia di mana kekayaan sedang diciptakan pada
kadar yang tidak dapat dibayangkan oleh generasi-generasi dahulu.
Kejayaan-kejayaan teknologi, seperti kejuruteraan genetik dan dunia Internet,
sedang berkembang dengan pesat. Semua ini, kita diberitahu, adalah hasil
daripada kejayaan sistem kapitalis. Menurut penyokong-penyokong sistem
kapitalis di merata dunia, sistem inilah yang telah membolehkan umat manusia
mencapai tahap kemajuan yang tinggi, lantas menjadikan sistem kapitalis sebuah
sistem sempurna, yang tidak lagi dapat diubahkan.
Memang
tidak dapat dinafikan bahawa buat kali pertama dalam sejarah dunia, kita
mempunyai kekayaan yang mencukupi untuk memuaskan keperluan-keperluan setiap
insan di dunia. Namun, apa yang tidak dikatakan oleh penyokong-penyokong
kapitalisme itu adalah bahawa berjuta-juta orang masih mengalami kebuluran,
berjuta-juta orang masih mengalami penyakit yang mudah dicegah, kehidupan
berjuta-juta orang masih dikecewakan oleh kemiskinan. Masyarakat kita, iaitu
masyarakat kapitalis, dikuasai oleh ketidak-samarataan dan ketidak-adilan,
sambil kehidupan kita semua diancam oleh krisis ekonomi dan konflik bersenjata.
Pada masa apabila sistem kapitalisme masih muda, Karl Marx sudah melihat
percanggahan-percanggahan ini dengan jelas, lalu menulis:
Dalam satu tangan, kuasa-kuasa
perindustrian dan saintifik telah memasuki kehidupan, yang mana-mana zaman
sejarah manusia lalu tidak pernah mengharapkan. Dalam tangan sebelah wujudnya
ciri-ciri kereputan, yang jauh melintasi kengerian Empayar Rom. Pada hari-hari
ini, semuamya seolah-olah hamil dengan percanggahannya. Jentera, dihadiahkan
dengan kuasa memendekkan dan meringankan usaha manusia, kita melihat melaparkan
dan membebankan manusia. Sumber-sumber kekayaan luas, oleh sesuatu keajaiban
luarbiasa, diubahkan menjadi punca-punca keperluan.
Di
sebalik perbincangan-perbincangan seperti ini, terdapat satu persoalan asas,
iaitu apakah sebenarnya sistem kapitalis? Apakah ciri-ciri asas sistem
tersebut, dan apakah kesan daripada ciri-ciri tersebut? Pada pandangan pertama,
jawapan kepada soalan-soalan seperti ini mungkin dikatakan ringkas. Bukankah
sistem kapitalis sebuah sistem di mana beberapa individu yang kaya memiliki
kilang-kilang, pejabat-pejabat dan perusahaan-perusahaan yang lain? Bukankah
pihak kapitalis menyokong pasaran bebas, tanpa apa-apa perancangan terpusat?
Namun, dewasa kini, persoalan-persoalan tersebut tidak dapat ditangani dengan
begitu mudah. Misalnya, kebanyakan perusahaan gergasi kini tidak lagi dimiliki
oleh seorang individu, tetapi mungkin digerakkan oleh pejabat perusahaan atau
kerajaan negara. Walau apapun perbezaan-perbezaan ini, yang jelas adalah bahawa
para pekerja dan golongan bawahan terus dieksploitasi dan ditindas di bawah
sistem kapitalis ini.
Maka,
erti kapitalisme perlulah dikaji dengam menyeluruh dan disesuaikan dengan
perkembangan ekonomi mutakhir. Dari segi ini, kajian Karl Marx terhadap sistem
kapitalis sangatlah penting, kerana, dalam kata-kata Georg Lukacs, teori Marx
teori Marx, “meleburkan wajah pertubuhan-pertubuhan sosial yang kaku, tidak
bersejarah dan semulajadi; ia mendedahkan punca-punca bersejarah mereka dan
maka menunjukkan bahawa ianya tertakluk kepada sejarah dari setiap segi
termasuk kemunduran bersejarah.” Marx telah menunjukkan bahawa tindakan manusia
pada masa yang lalu telah menciptakan dunia moden, bahkan juga bahawa tindakan
manusia dapat membentukkan masa depan yang bebas dari percanggahan-percanggahan
kapitalisme.
Berhadapan
dengan pendekatan ini, kita perlulah terlebih dahulu mengkaji sejarah sistem
kapitalis untuk mengenalpasti ciri-cirinya. Sebelum bangkitnya sistem
kapitalis, iaitu semasa wujudnya sistem feudal, manusia belum lagi memajukan
cara-cara untuk menguasai dunia semulajadi, atau untuk menghasilkan barangan
yang mencukupi bagi setiap insan. Marx telah menulis bahawa kesemua
hubungan-hubungan sosial dalam sistem feudal “diikat kepada tahap perkembangan
kuasa-kuasa produktif dan tenaga pekerja yang rendah serta hubungan-hubungan
terhad di antara manusia dan proses menciptakan dan menghasilkan semula
kehidupan materialis mereka, dan maka juga hubungan-hubungan terhad di antara
manusia dan alam.”
Dalam
sistem feudal, tanah merupakan sumber pengeluaran. Inilah yang dimaksudkan oleh
Marx apabila dia menulis bahawa “Dalam permilikan tanah feudal, kita sudah
menjumpai penguasaan tanah sebagai kuasa sesuatu yang asing ke atas manusia.
Hamba serf adalah sampingan kepada tanah. Serupa dengan itu, pewaris melalui
sistem pewarisan feudal, iaitu anak lelaki sulong, dimiliki oleh tanah. Ia
mewarisi dia.” Dalam satu tangan, tahap kuasa-kuasa produktif yang rendah
bermakna usaha berterusan bagi golongan petani, sambil dalam tangan sebelah,
tuan-tuan feudal dan pegawai-pegawai gereja mengambil apa yang mereka
menghendaki dari petani dengan kekuasaan.
Hubungan-hubungan sosial dalam
masyarakat feudal merupakan hubungan-hubungan penguasaan dan penaklukan, tetapi
ia sudah jelasnya merupakan hubungan-hubungan sosial di antara
individu-individu. Dari segi ini, batasan-batasan feudalisme sangatlah berbeza
daripada dinamik kapitalisme. Pihak borjuasi muda menginginkan sebuah
masyarakat di mana segalanya dapat dijual-beli dengan duit. Sebuah masyarakat
seperti itu sudah pasti bergantung kepada pembatasan-pembatasan tanah bersama
dengan kejam. Ini bermakna bahawa, buat kali pertama dalam sejarah manusia,
majoriti masyarakat dinafikan jalan secara langsung kepada pengeluaran dan
cara-cara menciptakan kekayaan. Maka, pada abad ke-17 dan ke-18 di Eropah,
sebuah kelas pekerja yang tidak memiliki tanah telah ditaklukkan kepada bentuk
pengeksploitasian yang baru, iaitu pekerjaan bergaji.
Pendek kata, kapitalisme melibatkan
perubahan asas dalam hubungan-hubungan di antara manusia, peralatan-peralatan
pengeluaran dan bahan-bahan pengeluaran.” Oleh kerana perubahan-perubahan asas
ini, setiap aspek kehidupan manusia telah diubah. Namun, perubahan-perubahan
ini hanya dapat dilaksanakan melalui apa yang Peter Linebaugh telah menamakan
‘serangan-serangan perundangan’ pada hujung abad ke-18 untuk memperdayakan
kelas pekerja bahawa apa yang mereka menghasilkan sebenarnya dimiliki oleh
pihak kapitalis yang memiliki kilang-kilang. Menjelang abad ke-19, pekerjaan
bergaji telah menggantikan kesemua bentuk pembayaran yang lain di Eropah.
Kajian Marx terhadap sistem kapitalis muda
pada abad ke-19 menunjukkan bagaimana tenaga pekerja telah menjadi sebuah
komoditi, yang dapat dijual-beli pada pasaran. Pihak kapitalis dan para pekerja
mungkin bebas dari satu sama lain dari mana-mana segi rasmi, tetapi dalam
realiti mereka berkait rapat. Pengeluaran barangan tidak lagi berlaku di rumah
atau bengkel-bengkel kecil (seperti dalam sistem feudal), tetapi kini berlaku
di kilang-kilang baru di mana mekanisasi tenaga pekerja telah mengubah
hubungan-hubungan manusia. Dalam karyanya yang terpenting, iaitu Kapital,
Marx membandingkan usaha tukang-tukang kraf di bawah sistem feudal dengan
pekerja kilang di bawah sistem kapitalis:
Dalam kraftangan dan
pengeluaran, para pekerja menggunakan peralatan; di kilang, jentera menggunakan
pekerja. Di sana, gerak-geri peralatan tenaga pekerja bergerak baginya, di sini
ia adalah gerak-geri jentera yang mesti mengikutinya. Dalam pengeluaran, para
pekerja adalah sebahagian daripada mekanisme hidup. Dalam kilang, kita
mempunyai mekanisme tanpa kehidupan yang asing daripada pekerja, yang hanya
menjadi sampingan hidup.
Salah satu ciri kapitalisme yang
paling membinasakan merupakan pembahagian tenaga pekerja. Sebelum kapitalisme,
memang terdapatnya pembahagian tenaga pekerja secara sosial, dengan orang-orang
berbeza telibat dalam cabang-cabang pengeluaran atau kraf yang berbeza. Dengan
kapitalisme telah bangkitnya pembahagian tenaga pekerja secara terperinci dalam
setiap cabang pengeluaran. Pembahagian tenaga pekerja ini bermakna bahawa
pekerja terpaksa menjadi khusus dalam tugas-tugas tertentu. Maka, tidak
menghairankanlah bahawa John Ruskin pernah menulis bahawa pembahagian tenaga
pekerja adalah ungkapan palsu kerana ia adalah manusia yang dibahagikan.
Dalam
sistem kapitalis, para pekerja semakin bergantung kepada pihak kapitalis yang
memiliki cara-cara pengeluaran seperti kilang-kilang dan pejabat-pejebat. Ia
menjadi semakin mustahil bagi pekerja untuk hidup secara bebas daripada
kapitalisme – jika dia bekerja, dia menjadi ibarat sebuah jentera; jika dia
tidak bekerja, dia akan hidup dalam kemiskinan. Marx menulis mengenai para
pekerja: “Kewujudan kapital adalah kewujudannya, kehidupannya, kerana ia
menentukan kandungan kehidupannya dalam cara yang tidak mempedulikannya.”
Pendek kata, para pekerja tidak mempunyai pilihan – bersedia bekerja atau
bersedia mengalami kemiskinan. Maka, di bawah kapitalisme, tenaga pekerja
menjadi tenaga pekerja yang dipaksa kerana para pekerja tidak dapat memilih
untuk tidak bekerja, para pekerja tidak memiliki apa yang diciptakan oleh
mereka dan para pekerja tidak dapat memilih apa yang patut diciptakan. Marx
menulis:
… pekerja hanya merasai dirinya apabila tidak bekerja;
apabila dia bekerja, dia tidak merasai dirinya. Dia berasa selesa apabila tidak
bekerja, dan bukannya di rumah apabila dia bekerja. Maka usahanya bukan secara
sukarela tetapi dipaksa, ia adalah tenaga pekerja dipaksa. Maka, ia bukan
kepuasaan sesuatu keperluan, tetapi hanya cara untuk memuaskan keperluan
tersebut secara asing daripadanya. Sifat asingnya ditunjukkan dengan jelas oleh
fakta bahawa sesudah apa-apa fizikal atau pemaksaan lain wujud, ia dipulaukan
seperti wabak penyakit.
Di
sini, kita dapat merumuskan perbincangan di atas dengan kata-kata berikut. Marx
sebenarnya tidak menganggap permilikan alat-alat atau cara-cara pengeluaran
oleh individu sebagai masalah utama kapitalisme. Dalam kajiannya ke atas sistem
tersebut, yang menjadi jelas adalah bahawa dia menolak situasi di mana
cara-cara pengeluaran dikuasai oleh sebuah minoriti (iaitu kelas kapitalis atau
borjuasi), dengan tujuan mengeksploitasi majoriti (iaitu kelas pekerja).
Pengeksploitasian ini dapat mengambil pelbagai bentuk dalam hubungan-hubungan
sosial di antara manusia. Seperti yang telah dikatakan di atas, para pekerja
tidak memiliki cara-cara pengeluaran, dan terpaksa menjual satu-satunya
komoditi yang dimiliki mereka, iaitu tenaga pekerja mereka. Inilah satu sebab
mengapa kemungkinan untuk merancangkan jalan-jalan ekonomi demi kepentingan
masyarakat umum tidak dapat bangkit dalam keadaan seperti ini.
Tambahan
pula, setiap kapitalis didoring untuk bersaing demi memajukan perusahaannya
sambil mengorbankan orang yang lain. Marx telah melaungkan: “Akumulasi!
Akumulasi! Itulah nabi-nabi baginya.” Ini bermakna bahawa kapitalis yang kuat
memakan kapitalis yang lemah, dan bahawa sistem kapitalis akan merosot dengan
dramatik apabila mengalami krisis ekonomi.
Sejak
abad ke-19, sistem kapitalis ini telah menyebar ke setiap penjuru dunia, dan
mungkin tidak terdapatnya negara yang bebas daripada cengkamannya. Inilah sebab
utama mengapa kajian Marx sangatlah relevan dan penting pada hari ini.
Cara-cara pengeluaran masih dikuasai oleh golongan minoriti, biarpun di sebuah
negara membangun seperti Malaysia atau sebuah negara maju seperti Amerika
Syarikat. Walaupun bentuk persaingan kapitalis mungkin berbeza dari satu tempat
ke tempat yang lain, hasilnya sentiasa sama: “Akumulasi! Akumulasi! Itulah
nabi-nabi baginya.” Dan para pekerjalah yang menjadi mangsa.
Maka,
apa yang dapat dilakukan? Kajian Marx juga telah mengenalpasti kelas pekerja
sebagai unsur yang dapat menumbangkan sistem kapitalis dan mengubah masyarakat.
Walaupun pihak borjuasi atau kelas pemerintah dapat menggunakan penguasaan
mereka ke etas ekonomi untuk menguasai kanca politik melalui kerajaan, tentera
dan polis, kejayaan sistem mereka juga mewujudkan sebuah kelas yang mempunyai
kuasa untuk membebaskan seluruh umat manusia – iaitu kelas pekerja. Kelas
pekerja ini tidak mengenali warna kulit, jantina, orientasi seksual, mahupun
sempadan negara. Hanya kelas pekerja sendiri
yang dapat membina sebuah masyarakat tanpa keperluan dan tanpa diktator kerana
kelas pekerja sememangnya berbeza daripada kelas-kelas yang lain. Kini
terdapatnya beratus-ratus juta pekerja dan jumlah mereka semakin meningkat
setiap hari. Kerana kapitalisme merupakan sistem antarabangsa, ia terus
mengembang dan mengerjakan mereka yang suatu hari nanti akan memusnahkan sistem
kapitalis itu.
Kemampuan unik kelas pekerja untuk mengubah dunia
berpunca dari kedudukan kelas tersebut dalam sistem kapitalisme. Secara
asasnya, kapitalisme menarik penduduk dari desa dan menghimpunkan mereka di
tempat-tempat bekerja yang besar. Maka, para pekerja mendapati bahawa mereka
telah menjadi sebahagian daripada unit yang melibatkan beratus-ratus atau
beribu-ribu orang. Untuk mencapai pembaikan dalam keadaan mereka, para pekerja
perlulah bertindak secara kolektif, dengan melibatkan rakan-rakan sekerja
mereka. Untuk mengubah dunia, kelas pekerja perlulah bersatu di bawah
panji-panji demokratik lagi sosialis.
Kapitalisme merupakan sistem ekonomi politik yang cenderung ke arah pengumpulan kekayaan secara individu tanpa gangguan kerajaan. Ini bererti individu samada dari dalam atau dari luar negara berhak untuk memiliki harta benda, industri dan perniagaan dan menambahkan kekayaan mereka. Biasanya dalam sistem ini akan wujud jurang perbezaan yang ketara antara yang kaya dengan yang miskin. Sistem yang bertentangan dengan ideologi ini ialah komunisme dan sosialisme. Kapitalisme berasal dari perkataan kapital yang bermaksud "modal". Apakah sistem kapitalis?
SOSIALISME
by: Zainul Arifin
"Apa
bedanya Kapitalisme dan Sosialisme?" "Kapitalisme membuat kekeliruan
sosial!," "Sosialisme membuat kekeliruan kapital!" "Lha,
kalau Pancasila?" "Pancasilaisme di bawah Orde baru membuat
kekeliruan sosial sekaligus kekeliruan kapital!" "Apa bedanya
Kapitalisme dan Sosialisme?" "Kapitalisme membuat kekeliruan
sosial!," "Sosialisme membuat kekeliruan kapital!" "Lha,
kalau Pancasila?" "Pancasilaisme di bawah Orde baru membuat
kekeliruan sosial sekaligus kekeliruan kapital!"
Sosialisme Utopis
Sosialisme
Utopis
atau Sosialisme Utopia adalah sebuah istilah untuk mendefinisikan awal
mula pemikiran sosialisme modern. Para sosialis utopis tidak pernah
benar-benar menggunakan ini untuk menyebut diri mereka; istilah
"Sosialisme Utopis" awalnya diperkenalkan oleh Karl Marx
dan kemudian digunakan oleh pemikir-pemikir sosialis setelahnya, untuk
menggambarkan awal kaum sosialis intelektual yang menciptakan hipotetis masa datang
dari penganut paham egalitarian dan masyarakat komunal tanpa semata-mata
memperhatikan diri mereka sendiri dengan suatu cara dimana komunitas masyarakat
seperti itu bisa diciptakan atau diperjuangkan.
Kata
utopia sendiri diambil dari kisah pulau Utopia karangan Thomas Moore.
Karena
Sosialisme utopis ini lebih merupakan sebuah kategori yang luas dibanding
sebuah gerakan politik yang spesifik, maka sebenarnya sulit untuk
mendefinisikan secara tepat istilah ini. Merujuk kepada beberapa definisi,
desinisi sosialisme utopis ini sebaiknya melihat para penulis yang menerbitkan
tulisan-tulisan mereka pada masa antara Revolusi
Perancis dan pertengahan 1930-an. Definisi lain mengatakan awal mula
sosialisme utopis jauh lebih ke masa lalu, dengan mengambil contoh bahwa figur Yesus adalah salah
satu diantara penganut sosialisme utopis.
Walaupun
memang terbuka kemungkinan siapapun yang hidup dalam waktu kapanpun dalam
sejarah dapat disebut sebagai seorang sosialis utopis, istilah ini lebih sering
dipakai terhadap para sosialis utopis yang hidup pada seperempat masa pertama
abad 19. Sejak pertengahan abad 19 dan selanjutnya, cabang-cabang sosialisme
yang lain jauh melebihi versi utopisnya, baik dalam perkembangan pemikirannya
maupun jumlah penganutnya. Para sosialis utopis sangat penting dalam
pembentukan pergerakan modern bagi komunitas intentional dan koperasi, techno komunisme.
Istilah
"sosialisme ilmiah" kadang digunakan oleh
para penganut paham Marxisme untuk menguraikan versi sosialisme mereka,
terutama untuk tujuan membedakannya dari Sosialisme Utopis dimana telah
terdeskripsi dan idealistis (dalam beberapa hal mewakili suatu yang ideal) dan
bukan ilmiah, yaitu, yang dibangun melalui pemikiran dan berdasarkan pada
ilmu-ilmu sosial.
Pemikir utama
Robert Owen
(1771-1858) adalah seorang pelaku bisnis sukses yang menyumbangkan banyak laba
dari bisnis nya demi peningkatan hidup karyawannya. Reputasi dia meningkat
ketika dia mendirikan suatu pabrik tekstil di New Lanark, Skotlandia
dan memperkenalkan waktu kerja lebih pendek, membangun sekolah untuk anak-anak
dan merenovasi rumah-rumah tempat tinggal pegawainya. Ia juga merancang suatu
komunitas Owenite yang disebut New Harmony (Keselarasan Baru) di
Indiana, AS.
Komunitas ini bubar ketika salah satu dari mitra bisnisnya melarikan diri
dengan membawa semua laba yang ada. Kontribusi utama Owen bagi pikiran kaum
sosialis adalah pandangan tentang dimana perilaku sosial manusia tidaklah tetap
atau absolut, dan manusia mempunyai kehendak bebas untuk mengorganisir diri
mereka ke dalam segala bentuk masyarakat yg mereka inginkan.
Étienne Cabet (1788–1856) dipengaruhi oleh pemikiran
Robert Owen. Di dalam bukunya Travel and adventures of Lord William
Carisdall in Icaria (1840) ia memaparkan suatu masyarakat komunal idealis. Usaha nya untuk membuatnya kembali (gerakan
Icarian) gagal.
Charles Fourier (1772-1837) sejauh ini adalah
seorang sosialis yang paling utopis. Menolak semua tentang Revolusi
Industri dan semua permasalahan yang timbul menyertainya, ia membuat
berbagai pendapat fantastis tentang dunia yang ideal yang ia impikan. Selain
beberapa kecenderungan yang jelas-jelas tidak sosialis, ia tetap memberi
kontribusi berarti bagi gerakan sosialis. Tulisan-tulisannya membantu Karl Marx
muda dan membantunya memikirkan teori alienasi-nya. Fourier juga seorang feminisme radikal.
Sosialisme Utopis dalam kultur modern
Salah
satu yang paling terkenal adalah United Federation of Planets yang
dilukiskan pada kisah Star Trek - The Next Generation. Tidak ada
kekurangan, tidak ada kemiskinan, tidak ada kejahatan, tidak ada penyakit atau
ketidakpedulian di dunia; semua orang bekerja untuk kemajuan bagi semua umat
manusia, bukan bagi kekayaan dirinya sendiri, sesuai dengan ketetapan federasi.
Selamat Menjadi orang Hebat,,,,