Kapitalisme merupakan sistem ekonomi politik yang cenderung ke arah
pengumpulan kekayaan secara individu tanpa gangguan kerajaan. Ini
bererti individu samada dari dalam atau dari luar negara berhak untuk memiliki
harta benda, industri dan perniagaan dan menambahkan kekayaan mereka. Biasanya
dalam sistem ini akan wujud jurang perbedaan yang ketara antara yang kaya
dengan yang miskin. Sistem yang bertentangan dengan ideologi ini ialah komunisme dan
sosialisme.
Kapitalisme berasal dari perkataan kapital yang bermaksud "modal".
Adam Smith sebagai bapak ilmu ekonomi pertama kalii memperkenalkan konsep
Kapitalisme melalui bukunya The Wealth of Nations tahun 1776, tetapi
sebelum menerbitkan buku ini Adam smith terlebih dahulu menerbitkan sebuah buku
yang berjudul The Theory of Moral Sentiments. Sayangnya orang lebih
takjub pada karya monumental yang berjudul The Wealth of Nations,
padahal syarat-syarat terwujudnya kesejahteraan seperti yang dicita-citakan
Smith pada karya monumentalnya itu terdapat dalam buku The Theory of Moral
Sentiments.
Konsep kapitalisme yang diusung oleh Smith seolah menemui momentum dengan
hadirnya revolusi industri di Inggris dan revolusi prancis. Di prancis konsep
Kapitalisme menemukan slogan yakni Laissez Faire dengan tokohnya Jean
Baptiste Say. Kedua ekonom ini menganggap bahwa kemakmuran dapat dicapai ketika
campur tangan pemerintah dalam ekonomi ditiadakan, dan para pengusaha dibebaskan
berusaha seluas-luasnya. Konsekuensi nyata dari pemberlakuan ekonomi
kapitalisme ini adalah ekspedisi-ekspedisi yang dilakukan oleh bangsa eropa
untuk menemukan bahan-bahan tambang khususnya emas mulai beralih menuju konsep
perdagangan, dimana bangsa eropa menjadikan daerah jajahannya sebagai pasar
yang potensial untuk menjual barang. Namun sayangnya konsep kapitalisme ini
tidak bisa menemukan titik keseimbangan sehingga persoalan mendasar dalam
ekonomi yakni pengangguran tidak dapat dicegah, depresi besar tahun 1930-an
menjadi bukti rapuhnya pondasi konsep kapitalisme. John Maynard Keynes dalam
buku revolusionernya tahun 1936, The General Theory of Employment, Interest,
and Money mengatakan bahwa sesungguhnya kapitalisme tidak stabil dan tidak
berkecenderungan full employment, namun untuk mengatasi itu bukanlah
nasionalisasi, kontrol terhadap upah-harga, dan intervensi dalam permintaan dan
penawaran solusinya. Untuk menjalankan Kapitalisme sesuai dengan relnya menuju
kemakmuran, Keynes menawarkan kebijakan defisit, dan melakukan pengeluaran
untuk kerja publik yang akan menaikkan permintaan dan memulihkan kepercayaan.
Konsep yang dikemukakan oleh Keynes yang kemudian lebih dikenal sebagai
ekonomi Neoklasik karena merupakan pembaharuan ekonomi klasiknya Adam Smith
sebenarnya sudah dicoba diterapkan di Indonesia ketika mengalami krisis tahun
1997/98. Namun, penerapan ini tidak cukup memberi efek positif ekonomi
Indonesia, memang secara toritik apa yang dikemukakan Keynes sangat logis dan
benar, namun sayangnya Keynes tidak melihat faktor lain diluar ekonomi. Inilah
kesalahan fatal ekonomi neoklasik yang menganggap dunia ekonomi adalah otonom,
dianggap lepas (atau bisa dilepas) dari dunia politik, sosial, hukum, dan
moral. Kesalahan fatal lainnya dari ekonom neoklasik menganggap bahwa
asumsi-asumsi yang melekat dalam kebijakan ekonomi tidak perlu diungkap atau dinyatakan
karena diagnosis ekonom selalu disertai asumsi ceteris paribus, dimana
faktor lain dianggap tetap sehingga tidak perlu dijelaskan karena semua orang
pasti tahu, dan ini bentuk lain dari arogansi ilmu ekonomi neoklasik.
Ekonom Indonesia yang banyak bersekolah di luar negeri yakni Amerika, Eropa
dan Australia dengan sangat yakin melakukan pembenaran terhadap konsep yang
dikemukakan oleh Keynes. Memang tidak dapat dipungkiri ekonom kita menyimak
dengan sangat baik dari dosen-dosennya yang memang menggunakan textbook
neoklasik. Bahkan dengan sangat bangganya mereka ajarkan juga hal yang sama
kepada anak didiknya di kampus-kampus Indonesia. Mereka juga dengan sangat
yakinnya mengatakan investasi merupakan jalan satu-satunya untuk memulihkan
ekonomi Indonesia, karena dengan adanya investasi pertumbuhan ekonomi juga akan
ikut terdongkrak. Lebih parah lagi investasi yang benar-benar diharapkan adalah
masuknya modal-modal asing. Tidak
salah jika kemudian banyak dilakukan privatisasi atas aset-aset negara,
terutama di kuasai oleh pihak asing. Lahirnya UU Penanaman Modal tahun 2007
merupakan salah satu bukti anjuran ekonom neoklasik dengan jargon investasinya.
Dalam UU tersebut penguasaan asing terhadap aset yang berupa lahan/tanah dapat
dikuasai sampai 90 tahun, dibandingkan dengan culture stelsel pada zaman
pejajahan Belanda yang membolehkan penguasaan lahan oleh asing sampai 70 tahun
sungguh sangat keterlaluan.
Anggapan bahwa investasi asing sebagai dewa penolong untuk peningkatan
pertumbuhan ekonomi tidak terbukti. Roadshow yang banyak dilakukan oleh pejabat
Indonesia mulai dari presiden, wakil dan para menterinya ke berbagai negara
untuk menarik investasi belum banyak membawa hasil. Justru lebih banyak uang
yang dikeluarkan untuk pembiayaan roadshow tersebut, dan hal tersebut
dibebankan pada rakyat lewat APBN. Mungkin kita perlu menengok pada tahun 1997-1998 ketika krisis mencapai
puncaknya. Pada saat itu perekonomian Indonesia banyak ditopang oleh investasi
asing, namun disaat krisis mereka ini tidak banyak membantu dan justru
melarikan modalnya keluar negeri, tanpa persaan bersalah.
Kesenjangan sosial yang begitu lebar adalah keniscayaan yang harus dilalui ketika
kapitalisme menjadi konsep dasar pembangunan ekonomi. Konsep usungan Adam Smith
ini menjadikan manusia hanyalah sebuah obyek layaknya mesin yang tidak memiliki
sifat kemanusiaan.
Meski konsep ini hampir hilang digilas konsep pembangunan sosialis usungan
Karl Marx, namun diakui bahwa kapitalisme adalah konsep yang paling banyak
berkembang saat ini. Banyak
pihak merasa nyaman mengembangkan konsep kapitalisme dalam program pembangunan
ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Hal ini didukung kenyataan
bahwa dalam konsep ini memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi setiap orang
untuk bisa memiliki kekayaan sebanyak-banyaknya.
Dampaknya, ada konsekuensi bahwa hal tersebut menjadikan manusia lupus,
serigala bagi sesamanya. Sebab, dari kesempatan yang diberikan untuk menumpuk
kekayaannya, tidak terdapat konsekuensi yang melekat atas hak tersebut.
Akibatnya, pemodal memiliki kesempatan luas untuk mengembangkan modal. Di sisi
lain para pekerja akan tetap menjadi pekerja. Dan, kelompok proletar tanpa keterampilan
akan selamanya menjadi kaum pinggiran tanpa kesempatan menjadi lebih baik.
Fenomena dari dampak konsep kapitalisme di Indonesia juga sudah tampak
beberapa tahun terakhir ini. Ketika harga BBM melambung diikuti kenaikan
berbagai komoditas, masyarakat juga harus antre untuk berebut kebutuhan pokok.
Minyak tanah, beras, dan terakhir minyak goreng harus didapatkan dengan
perjuangan berjam-jam di bawah terik matahari. Ironisnya, di sisi lain terdapat
kelompok masyarakat yang juga terlibat dalam proses antrean, hanya berbeda
komoditas yang diantrekan. Mereka saling berebut untuk menjadi kelompok pertama
kepemilikan barang mewah seperti mobil, motor besar, bahkan handphone.
Siapapun harus mengakui kepemimpinan kapitalisme saat ini. Kapitalisme telah mendominasi dunia dengan
cara masuk hampir ke setiap sektor kehidupan. Bahkan, sekarang orang dengan
bangga mendeklarasikan perjuangan untuk membela kapitalisme. Kapitalisme tidak
lagi dianggap sebagai suatu yang tradisional. Kapitalisme juga berusaha
dibedakan secara diametral dengan sistem feodalisme yang masih dirasa kumuh.
Kapitalisme saat ini menjelma menjadi menurut para pembelanya sistem yang
modern. Mengapa hal ini terjadi? Padahal dunia telah menyaksikan sederetan
manusia ramai-ramai telah mengkritik kapitalisme.
Hal itu dapat dijawab dengan dua kemungkinan. Pertama, kritik yang
selama ini ada hanya kritik kulit kapitalisme. Kritik tersebut tidak mampu
mengungkap kebobrokan genial dan absolut kapitalisme. Alih-alih bisa
meluluhlantakan kapitalisme, justru semakin mengokohkan kedudukan kapitalisme
di atas singgasananya. Kedua, kritik atas kapitalisme tidak disertai
dengan solusi alternatif yang bisa dianggap lebih shohih ketimbang kapitalisme.
Kritik atas kapitalisme terus berlangsung hingga kini, namun orang masih belum
bisa mengemukakan secara meyakinkan konsepsi alternatifnya. Orang bisa saja
mengemukakan sosialisme sebagai alternatif. Tetapi, ketika sistem itu
dikemukakan, reaksi yang muncul adalah permintaan untuk menunjukan keunggulan
sosialisme atas kapitalisme. Maka orang-orang akan membandingkan negara-negara
yang mewakili paham sosialis, seperti Rusia, China, Korea Utara, atau Kuba,
dengan negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Eropa Barat, Australia, dan
Jepang. Dalam perbandingan yang selintas, akan terbayang negara-negara
kapitalis yang makmur dan maju berhadapan dengan negara-negara yang walaupun
tidak bisa dikatakan miskin dan bahkan dapat disebut sebagai negara-negara
industri yang cukup maju, namun tergambar sebagai negara yang rakyatnya
terkekang baik dalam kehidupan ekonomi apalagi politiknya. Pada faktanya, tidak
ditemukan janji-janji sosialisme yang mengatakan bahwa kelas-kelas
sosial-ekonomi telah lenyap. Bahkan yang menarik adalah sarjana Marxis sendiri
tidak bisa mengatakan bahwa di negara-negara sosialis itu telah tercipta suatu
masyarakat tanpa kelas, sekalipun dulu ketika Uni Soviet masih berdiri.
Semuanya pada akhirnya semakin mengokohkan kedudukan kapitalisme dari
saingan-saingannya.
Seorang kritikus ulung sekelas Kalr Marx sendiri pada akhirnya tidak bisa
berbuat banyak ketika kritik yang diajukannya tidak sampai pada nilai substansi
dari kapitalisme. Marx telah meramalkan pada suatu pertumbuhan kapitalisme
yaitu terjadinya konsentrasi dan sentralisasi kekuatan kapital dan terciptanya
kemiskinan yang cukup luas, khususnya pada belahan pertama abad ke-20 dan
bahkan sesudah perang dunia kedua di negara-negara bekas koloni atau yang
sedang berkembang. Ramalan pokok Marx yang tidak atau belum terjadi itu adalah runtuhnya
kapitalisme, mula-mula di negara-negara inti kapitalisme seperti Inggris dan
Prancis, dalam suatu bentuk revolusi proletariat. Seorang kritikus Marxis,
Althusser, malah mengatakan bahwa revolusi berbeda dengan ramalan Marx-
cenderung terjadi pada mata rantai masyarakat kapitalis yang paling lemah.
Dapat diakui, bahwa hal itu terjadi di Rusia pada tahun 1917 dan Yugoslavia
sesudah Perang Dunia Kedua. Terbentuknya negara-negara sosialis di Eropa Timur
memang tidak bisa disebut hasil dari revolusi proletariat. Sedangkan lahirnya
negara-negara sosialis di dunia ketiga lebih merupakan revolusi nasional
melawan kekuatan kolonial asing, walaupun memang partai komunis berperan besar.
Bukti lain kalau revolusi sosial terjadi bukan di negara-negara di mana kapitalisme
dapat berkembang melalui program pembangunan ekonomi adalah dengan terbentuknya
rezim-rezim Marxis sesudah revolusi nasional dan pemerintah borjuis.
Kalangan neo-Marxis mencoba menjawab mengapa kapitalisme tak kunjung
runtuh. Pembahasannya dimulai dari kenyataan bahwa kapitalisme mengalami
metamorfosis dalam perjalanan sejarahnya. Kapitalisme yang dulu dikenal tentu
sangat jauh berbeda dengan kapitalisme yang dapat dilihat dan dirasakan saat
ini. Saya sendiri orang yang sepakat bahwa pada tataran permukaan, kapitalisme
mengalami banyak perubahan, atau lebih tepatnya adalah penyesuain. Mampu
bertahannya kapitalisme hingga kini bukan karena kehandalan kapitalisme dalam
menyelesaikan berbagai problema, akan tetapi karena strategi meminjam istilah
Abdurrahman al-Maliki tambal sulam dan pencakokan sosialisme yang dilakukan
oleh kapitalisme.
Pertama, adalah
teori di seputar tumbuhnya gagasan dan usaha untuk menciptakan konsep negara
kesejahteraan (walfare State) atau sering disebut juga konsep
keadilan sosial (social justice). Gencarnya gagasan ini mulai
terdengar pada akhir dasawarsa terakhir abad XIX, yaitu pada saat kapitaslime
industri sedang memuncak. Beberapa pemikir yang boleh dibilang sebagai pelopor
gagasan ini adalah seperti Sri Paus Leo ke 13 yang mengatakan bahwa problem
sosial yang muncul pada waktu itu bukan semata-mata problem ekonomi, melainkan
kejadian “non pasar”, yaitu moral. Secara ringkas, ia menyetujuai hak milik
perseorangan, namun menolak individualisme. Tokoh lain adalah Hobson. Titik
kritiknya adalah pada aspek monopoli dalam sistem kapitalisme yang merupakan
sumber kepincangan pendapatan dan depresi ekonomi. Sementara itu Richad H.
Tawney. Tititk tekan kritiknya adalah pada nilai moral yang harus secara serius
diperhatikan. Ia mengatakan bahwa sejak nilai etik protestanisme berhasil
menumbuhkan nilai kerja keras dan suskse materialis menjadi penting untuk
dirinya sendiri, orang melakukan praktik ekonomi dan bisnis tanpa berpegang
pada nilai moral. Suara ini semakin kencang dan menggema ketika didukunmg oleh
para pemikir dan budayawan seperti George Bernad Shaw, Sidney Webb, Graham
Wallas, Annie Besant. Adapula suara dari pengarang seperti H.C.Wells dan
Beatrice Webb, disamping kritik terhadap situasi masyarakat industri, juga
secara tegas mengusulkan peran negara sebagai instrumen kontrol sosial dan
pelayan kepentingan umum.
Menurut pandangan ini, negera harus bisa memainkan fungsi sebagai pelayan
kepentingan umum. Begitu hebatnya dampak dari industrialisasi, membuat
ketimpangan di tengah mesyarakat sedemikian lebar. Terjadi barbagai eksploitasi
yang membabibuta. Negara juga harus mampu melindungi masyarakatnya dari
kemiskinan. Tentu saja kewajiban ini tidak bisa diserahkan kepada individu,
perusahaan-perusahaan swasta, atau kelompok-kelompok masyarakat lain.
Praktisnya, pemerintah bertanggung jawab untuk menciptakan kesejahteraan
masyarakat dengan cara menarik pajak dari perusahaan-perusahaan dan warga
negara secara umum. Atau dengan mendirikan organisasi-organisasi dan lembaga
yang menjamin pelayanan umum, seperti asuransi dan berbagai tunjangan kepada
mastarakat miskin, para penganggur, tambahan pendapatan bagi yang pendapatannya
rendah, dana pensiun hari tua, penyediaan pelayanan kesehatan secara gratis
atau dengan biaya minimal, menyelenggarakan pendidikan bebas biaya bagi
keluarga miskin, atau menyediakan perumahan rakyat bersubsidi. Dengan starategi
tambal sulam tersebut, proses pemiskinan (pauperization) yang dituduhkan Karl
Marx tidak terjadi, sedangkan pada sisi lain perusahaan swasta masih tetap bisa
meraup keuntungan dengan jumlah besar. Namun demikian, strategi tambal sulam
kapitalisme tidak sampai di sana.
Kedua, adalah teori
yang menyangkut status kewarganegaraan, yang diperkenalkan pertama kali oleh
T.H. Marshall dan dikembangkan oleh Bendix. Teori ini adalah strategi
kapitalisme dalam rangka membendung gerakan “kesadaran kelas” sosialisme yang
revolusioner. Kapitalisme sangat menyadari bahwa tatanan masyarakat yang
dibentuknya, lambat laun, akan memunculkan konflik. Ideologi kelas yang
revolusioner akan memanfaatkan fenomena ini untuk melakukan perubahan yang
sifatnya revolusioner. Kalau ini terjadi, berati kapitalisme telah tergeser
singgasananya oleh ideologi sosialisme. Kapitalisme kemudian melakukan proses
perluasan dan institusionalisasi hak-hak kewarganegaraan di bidang politik
maupun sosial ekonomi, baik pada tataran individu maupun masyarakat. Proses ini
membuka akses terhadap hak-hak dasar, termasuk akses terhadap kekuasaan akan
mengintegrasikan golongan borjuis dengan para pekerja.
Hak-hak kewarganegaraan yang dimaksud di atas adalah hak-hak sipil, yaitu
kemerdekaan berbicara dan persamaan di muka hukum; hak-hak berpolitik, yaitu
hak untuk memilih dalam pemilihan umum dan menghimpun diri dalam partai-partai
politik; dan hak-hak sosial ekonomi dalam bentuk jaminan kesejahteraan dan
jaminan sosial bagi kaum buruh. Bentuk praktisnya adalah dengan dibentuknya
lembaga-lembaga atau organisasi buruh, perundingan kolektif antara buruh dengan
majikan, sestem asuransi dan berbagai kebijaksanaan lain yang menjamin
kesejahteraan kamu buruh.
Gejala perluasan hak-hak kewarganegaraan ini sering juga disebut proses
demokratisasi, baik dalam bidang politik maupun ekonomi. Atau dengan
peristilahan lain sering disebut sebagai proses “institusionalisasi konflik”.
(Rahardjo, 1987). Disebut sebagai institusionalisasi konflik, karena memang
adanya penggusuran hak-hak buruh oleh majikan atau kaum borjuis yang memegang
kendali industri. Dengan kalimat lain, terjadi perampasan hak tradisional, ikatan-ikatam
sosial praindustri, dan peraturan-peraturan normatif lain. Ini terjadi pada
awal perkembangan kapitalisme dan industrialisasi. Proses ini adalah usaha
memisahkan antara lembaga-lembaga politik dengan lembaga-lembaga industri.
Konsekuensinya, maka dibentuklah lembaga-lembaga khusus untuk memecahkan
masalah dan mengatur konflik-konflik industri
SOSISLIS
"Apa bedanya Kapitalisme dan Sosialisme?" "Kapitalisme
membuat kekeliruan sosial!," "Sosialisme membuat kekeliruan
kapital!" "Lha, kalau Pancasila?" "Pancasilaisme di bawah
Orde baru membuat kekeliruan sosial sekaligus kekeliruan kapital!"
"Apa bedanya Kapitalisme dan Sosialisme?" "Kapitalisme
membuat kekeliruan sosial!," "Sosialisme membuat kekeliruan
kapital!" "Lha, kalau Pancasila?" "Pancasilaisme di bawah
Orde baru membuat kekeliruan sosial sekaligus kekeliruan kapital!"
Sosialisme Utopis atau Sosialisme Utopia adalah sebuah istilah untuk
mendefinisikan awal mula pemikiran sosialisme
modern. Para sosialis utopis tidak pernah benar-benar menggunakan ini untuk
menyebut diri mereka; istilah "Sosialisme Utopis" awalnya
diperkenalkan oleh Karl Marx dan kemudian digunakan oleh pemikir-pemikir
sosialis setelahnya, untuk menggambarkan awal kaum sosialis intelektual yang
menciptakan hipotetis masa datang dari penganut paham egalitarian dan masyarakat komunal tanpa semata-mata
memperhatikan diri mereka sendiri dengan suatu cara dimana komunitas masyarakat
seperti itu bisa diciptakan atau diperjuangkan.
Kata utopia sendiri diambil dari kisah pulau Utopia karangan Thomas Moore. Karena Sosialisme utopis ini lebih
merupakan sebuah kategori yang luas dibanding sebuah gerakan politik yang
spesifik, maka sebenarnya sulit untuk mendefinisikan secara tepat istilah ini.
Merujuk kepada beberapa definisi, definisi sosialisme utopis ini sebaiknya
melihat para penulis yang menerbitkan tulisan-tulisan mereka pada masa antara Revolusi
Perancis dan pertengahan 1930-an. Definisi lain mengatakan awal mula sosialisme
utopis jauh lebih ke masa lalu, dengan mengambil contoh bahwa figur Yesus adalah salah satu
diantara penganut sosialisme utopis.
Walaupun memang terbuka kemungkinan siapapun yang hidup dalam waktu
kapanpun dalam sejarah dapat disebut sebagai seorang sosialis utopis, istilah
ini lebih sering dipakai terhadap para sosialis utopis yang hidup pada
seperempat masa pertama abad 19. Sejak pertengahan abad 19 dan selanjutnya,
cabang-cabang sosialisme yang lain jauh melebihi versi utopisnya, baik dalam
perkembangan pemikirannya maupun jumlah penganutnya. Para sosialis utopis sangat penting dalam
pembentukan pergerakan modern bagi komunitas intentional dan koperasi, techno komunisme.
Istilah "sosialisme ilmiah" kadang digunakan oleh
para penganut paham Marxisme untuk menguraikan versi sosialisme mereka,
terutama untuk tujuan membedakannya dari Sosialisme Utopis dimana telah
terdeskripsi dan idealistis (dalam beberapa hal mewakili suatu yang ideal) dan
bukan ilmiah, yaitu, yang dibangun melalui pemikiran dan berdasarkan pada
ilmu-ilmu sosial.
Robert
Owen (1771-1858) adalah seorang pelaku bisnis sukses yang menyumbangkan
banyak laba dari bisnis nya demi peningkatan hidup karyawannya. Reputasi dia
meningkat ketika dia mendirikan suatu pabrik tekstil di New Lanark, Skotlandia
dan memperkenalkan waktu kerja lebih pendek, membangun sekolah untuk anak-anak
dan merenovasi rumah-rumah tempat tinggal pegawainya. Ia juga merancang suatu
komunitas Owenite yang disebut New Harmony (Keselarasan Baru) di
Indiana, AS.
Komunitas ini bubar ketika salah satu dari mitra bisnisnya melarikan diri
dengan membawa semua laba yang ada. Kontribusi utama Owen bagi pikiran kaum
sosialis adalah pandangan tentang dimana perilaku sosial manusia tidaklah tetap
atau absolut, dan manusia mempunyai kehendak bebas untuk mengorganisir diri
mereka ke dalam segala bentuk masyarakat yg mereka inginkan.
Étienne Cabet (1788–1856) dipengaruhi oleh pemikiran
Robert Owen. Di dalam bukunya Travel and adventures
of Lord William Carisdall in Icaria (1840) ia memaparkan suatu masyarakat komunal idealis. Usaha nya untuk membuatnya kembali (gerakan
Icarian) gagal.
Charles Fourier (1772-1837) sejauh ini adalah
seorang sosialis yang paling utopis. Menolak semua tentang Revolusi
Industri dan semua permasalahan yang timbul menyertainya, ia membuat
berbagai pendapat fantastis tentang dunia yang ideal yang ia impikan. Selain
beberapa kecenderungan yang jelas-jelas tidak sosialis, ia tetap memberi
kontribusi berarti bagi gerakan sosialis. Tulisan-tulisannya membantu Karl Marx
muda dan membantunya memikirkan teori alienasi-nya. Fourier juga seorang feminisme radikal.
Salah satu yang paling terkenal adalah United Federation of Planets yang
dilukiskan pada kisah Star Trek - The Next Generation. Tidak ada
kekurangan, tidak ada kemiskinan, tidak ada kejahatan, tidak ada penyakit atau
ketidakpedulian di dunia; semua orang bekerja untuk kemajuan bagi semua umat
manusia, bukan bagi kekayaan dirinya sendiri, sesuai dengan ketetapan federasi.
Islam Tumpuan Harapan
Problem hidup akibat ideologi Kapitalisme terjadi secara multidimensional.
Sebagai alternatifnya, haruslah dengan ideologi yang memberikan aturan/sistem
menyeluruh yang menyelesaikan seluruh problem kehidupan itu. Sesungguhnya,
Islam memiliki sistem yang mengatur semua dimensi kehidupan manusia. Sebab,
Islam adalah akidah dan sistem aturan yang diberikan oleh Allah, Zat Pencipa
manusia yang Mahatahu atas segala sesuatu. Allah telah menegaskan dalam
al-Qur'an:
ÙˆَÙ†َزَّÙ„ْÙ†َا عَÙ„َÙŠْÙƒَ الْÙƒِتَابَ تِبْÙŠَانًا Ù„ِÙƒُÙ„ِّ Ø´َÙŠْØ¡ٍ
Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) sebagai penjelasan atas segala sesuatu. (Q.S. an-Nahl [16]: 89).
Islam merupakan rahmat
bagi seluruh alam. Artinya, syariat Islam menjamin dan secara riil mampu
memberikan keadilan, kesejahteraan, dan ketenteraman hidup bagi semua orang,
baik Muslim maupun non-Muslim yang hidup di bawah pengaturannya. Islam secara pasti akan menggeser
kedudukan kapitalisme yang selama ini terus menerus mendatangkan keburukan dan
ketidakadilan global bagi umat manusia.
Seandainya seluruh manusia menyadari kehandalan Islam dan kemandulan
kapitalisme, maka manusia dipastikan akan berbondong-bondong beralih kepada
Islam dan meninggalkan kapitalisme. Tidak ada kebaikan sama sekali yang
diberikan oleh kapitalisme, yang ada hanyalah bencana global bagi umat manusia.
Kaum Muslim sebenarnya memiliki semua prasyarat untuk menjadi pemimpin
dunia. Kaum Muslim memiliki SDA yang sangat melimpah, SDM yang berpotensi
tinggi, dan ideologi yang agung. Namun, umat Islam masih “ragu” untuk
menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Umat Islam masih malas untuk menjadi
umat yang unggul. Seandainya aturan agung ini diterapkan, kita akan menyaksikan
tiga belas abad perjalanan Islam telah menjadi bukti. Tegaknya kembali
kehidupan Islam yang menerapkan aturan Islam merupakan kunci bangkitnya kaum
Muslim. Kehidupan Islam dengan sistem aturannya yang adil, menyejahterakan, dan
menenteramkan akan menggusur kapitalisme dan mencabut hegemoni Barat.
Ambil Contoh, Andalusia ketika diperintah kaum Muslim menjadi pusat
peradaban. Universitasnya menjadi pusat pandangan para pelajar di seluruh
Eropa. Kemajuan kaum Muslim jauh melampaui Eropa kala itu. Prof. Sigrid Hunke
(Matahari Allah di atas Dunia Barat, hlm. 541) menyatakan:
Sungguh, Barat tetap dalam keterbelakangan secara kultural, pemikiran, dan
ekonomi sepanjang waktu ketika Eropa mengasingkan dirinya dari Islam. Eropa
belum mulai bersinar dan bangkit kecuali ketika Eropa mulai bersinggungan
dengan Arab secara praktis, politik dan perdagangan. Pemikiran Eropa setelah
tidur berabad-abad mulai bangun karena kedatangan sains, teknologi, dan sastra
Arab.