DUNIA berkembang dan
berubah dengan sangat cepat, dan perubahan yang terjadi itu ikut mewarnai
kehidupan bangsa kita secara fundamental. Ada beberapa penulis buku yang
melalui konsep-konsepnya telah berhasil memotret realitas zaman yang sedang
kita jalani ini. Di antaranya adalah Rowan Gibson (1997) yang menyatakan bahwa
The road stop here. Masa di depan kita nanti akan sangat lain dari masa lalu,
dan karenanya diperlukan pemahaman yang tepat tentang masa depan itu.
New time call for new
organizations, dengan tantangan yang berbeda diperlukan bentuk organisasi yang
berbeda, dengan ciri efisiensi yang tinggi. Where do we go next; dengan
berbagai perubahan yang terjadi, setiap organisasi-termasuk organisasi
negara-perlu merumuskan dengan tepat arah yang ingin dituju. Peter Senge (1994)
mengemukakan bahwa ke depan terjadi perubahan dari detail complexity menjadi
dynamic complexity yang membuat interpolasi menjadi sulit. Perubahan-perubahan
terjadi sangat mendadak dan tidak menentu. Rossabeth Moss Kanter (1994) juga
menyatakan bahwa masa depan akan didominasi oleh nilai-nilai dan pemikiran
cosmopolitan, dan karenanya setiap pelakunya, termasuk pelaku bisnis dan
politik dituntut memiliki 4 C, yaitu concept, competence, connection, dan
confidence.
Peran Ideologi
Sejak berakhirnya perang
dingin yang kental diwarnai persaingan ideologi antara blok Barat yang
memromosikan liberalisme-kapitalisme dan blok Timur yang mempromosikan
komunisme-sosialisme, tata pergaulan dunia mengalami perubahan-perubahan yang
mendasar. Beberapa kalangan mengatakan bahwa setelah berakhirnya perang dingin
yang ditandai dengan bubarnya negara Uni Soviet dan runtuhnya tembok Berlin-di
akhir dekade 1980-an- dunia ini mengakhiri periode bipolar dan memasuki periode
multipolar.
Periode multipolar yang
dimulai awal 1990-an yang kita alami selama sekitar satu dekade, juga pada
akhirnya disinyalir banyak pihak terutama para pengamat politik internasional,
telah berakhir setelah Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden George
Bush memromosikan doktrin unilateralisme dalam menangani masalah internasional
sebagai wujud dari konsepsi dunia unipolar yang ada di bawah pengaruhnya.
Dapat disimpulkan bahwa era persaingan ideologis dalam dimensi global telah
berakhir. Saat ini kita belum dapat membayangkan bahwa dalam waktu dekat akan
muncul kembali persaingan ideologis yang keras yang meliputi seluruh wilayah
dunia ini. Dunia sekarang ini cenderung masuk kembali ke arah persaingan
antarbangsa dan negara, yang dimensi utamanya terletak pada bidang ekonomi karena
setiap negara sedang berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga
bangsanya. Dalam era yang seperti ini, kedudukan ideologi nasional suatu negara
akan berperan dalam mengembangkan kemampuan bersaing negara yang bersangkutan
dengan negara lainnya.
Pancasila sebagai ideologi memiliki karakter utama sebagai ideologi
nasional. Ia adalah cara pandang dan metode bagi seluruh bangsa Indonesia untuk
mencapai cita-citanya, yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Pancasila adalah
ideologi kebangsaan karena ia digali dan dirumuskan untuk kepentingan membangun
negara bangsa Indonesia. Pancasila yang memberi pedoman dan pegangan bagi
tercapainya persatuan dan kesatuan di kalangan warga bangsa dan membangun
pertalian batin antara warga negara dengan tanah airnya.
Pancasila juga merupakan wujud dari konsensus nasional karena negara bangsa
Indonesia ini adalah sebuah desain negara moderen yang disepakati oleh para
pendiri negara Republik Indonesia dengan berdasarkan Pancasila. Dengan ideologi
nasional yang mantap seluruh dinamika sosial, budaya, dan politik dapat
diarahkan untuk menciptakan peluang positif bagi pertumbuhan kesejahteraan
bangsa.
Kesadaran
Berbangsa
Sebenarnya, proses reformasi selama enam tahun belakangan ini adalah
kesempatan emas yang harus dimanfaatkan secara optimal untuk merevitalisasi
semangat dan cita-cita para pendiri negara kita untuk membangun negara
Pancasila ini. Sayangnya, peluang untuk melakukan revitalisasi ideologi
kebangsaan kita dalam era reformasi ini masih kurang dimanfaatkan. Bahkan dalam
proses reformasi-selain sejumlah keberhasilan yang ada, terutama dalam bidang
politik-juga muncul ekses berupa melemahnya kesadaran hidup berbangsa.
Manifestasinya muncul dalam bentuk gerakan separatisme, tidak diindahkannya
konsensus nasional, pelaksanaan otonomi daerah yang menyuburkan etnosentrisme
dan desentralisasi korupsi, demokratisasi yang dimanfaatkan untuk mengembangkan
paham sektarian, dan munculnya kelompok-kelompok yang memromosikan secara
terbuka ideologi di luar Pancasila.
Patut disadari oleh semua warga bangsa bahwa keragaman bangsa ini adalah
berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Oleh sebab itu, semangat Bhinneka Tunggal
Ika harus terus dikembangkan karena bangsa ini perlu hidup dalam keberagaman,
kesetaraan, dan harmoni. Sayangnya, belum semua warga bangsa kita menerima
keragaman sebagai berkah. Oleh karenanya, kita semua harus menolak adanya
konsepsi hegemoni mayoritas yang melindungi minoritas karena konsep tersebut
tidak sesuai dengan konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 1945 terbentuk dengan karakter
utamanya mengakui pluralitas dan kesetaraan antarwarga bangsa. Hal tersebut
merupakan kesepakatan bangsa kita yang bersifat final. Oleh karenanya, NKRI
tidak dapat diubah menjadi bentuk negara yang lain dan perubahan bentuk NKRI
tidak akan difasilitasi oleh NKRI sendiri. Cita-cita yang mendasari berdirinya
NKRI yang dirumuskan founding fathers telah membekali kita dengan aspek-aspek
normatif negara bangsa yang menganut nilai-nilai yang sangat maju dan modern.
Oleh sebab itu, tugas kita semua sebagai warga bangsa untuk
mengimplementasikannya secara konkret. NKRI yang mengakui, menghormati
keragaman dan kesetaraan adalah pilihan terbaik untuk mengantarkan masyarakat
kita pada pencapaian kemajuan peradabannya. Perlu disadari oleh semua pihak
bahwa proses demokratisasi yang sedang berlangsung ini memiliki koridor, yaitu
untuk menjaga dan melindungi keberlangsungan NKRI, yang menganut ideologi
negara Pancasila yang membina keberagaman, dan memantapkan keseta-raan. Oleh
karenanya, tidak semua hal dapat dilakukan dengan mengatasnamakan demokrasi.
Pancasila sebagaimana ideologi manapun di dunia ini,
adalah kerangka berfikir yang senantiasa memerlukan penyempurnaan. Karena tidak
ada satu pun ideologi yang disusun dengan begitu sempurnanya sehingga cukup
lengkap dan bersifat abadi untuk semua zaman, kondisi, dan situasi. Setiap
ideologi memerlukan hadirnya proses dialektika agar ia dapat mengembangkan
dirinya dan tetap adaptif dengan perkembangan yang terjadi. Dalam hal ini,
setiap warga negara Indonesia yang mencintai negara dan bangsa ini berhak ikut
dalam proses merevitalisasi ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Oleh karenanya, prestasi bangsa kita akan menentukan posisi Pancasila
di tengah percaturan ideologi dunia saat ini dan di masa mendatang. *