Saya yakin bahwa anda semua pasti sudah pernah mendengar
bahkan sering mendengar ataupun bahkan menerima secara langsung anjuran ini.
“Segera lulus kuliah dengan IPK setinggi mungkin, bergegas untuk bekerja
sesegera mungkin entah sebagai pegawai negeri, BUMN atau perusahaan besar.
Kemudian kejar tangga jabatan atau tangga korporasi secepat mungkin hingga
mencapai puncaknya sehingga bisa hidup senang pada saat pensiun nanti.”
Terdengar lazimkah? Apakah pension merupakan suatu keharusan dari kehidupan
professional? Apakah benar hidup senang hanya bisa diperoleh setelah pensiun?
Dalam berbagai kesempatan kala berinteraksi dengan berbagai kelompok
teman-teman muda saya dapati bahwa preferensi untuk bekerja sebagai pegawai
negeri atau perusahaan swasta yang cukup besar adalah menikmati pensiun nanti.
Dengan kata lain, pertimbangan jaminan pensiun 30-40 tahun mendatang
menghalangi atau bahkan mengalahkan dorongan untuk berkiprah, berkarya, dan
berkreasi saat ini. Orientasi bekerja akhirnya hanya untuk memitigasi resiko
hidup ketimbang menjalani hidup yang benar-benar bermakna dengan segala macam
resiko dan konsekwensinya.
Obrolan tersebut sempat menjadi topic hangat pada saat
kunjunganku menjelang hari raya idul fitri 2012. Pada saat itu seorang teman
muda kami mengutarakan cara pandangnya mengenai pensiun telah berubah 180
derajat dibandingkan pd saat awal mula dia bekerja. Jikalau dulu teman mudaku
tersebut menginginkan pensiun secepatnya, tapi sekarang dia malah sangat
menikmati kegiatanya sebagai pendiri dan pengelola sebuah usaha digital dan
software handal yang mencakup seluruh negeri ini. Sekarang tak terbersit
niatnya untuk pensiun, sebaliknya baginya pekerjaan=keasyikan, berkreasi=wujud
hidup bermakna.
Retirement
is a choice. Life is a journey of discovering yourself. Pilihan
untuk pensiun sebaiknya adalah pilihan masing-masing orang. Bagi saya penetapan
pensiun umur 56-60 sebenarnya sudah tidak tepat lagi, seringkali karya-karya
besar muncul pada usia-usia tersebut. Pembuktian tentang kebenaran teori
relativitas umum Einstein baru terjadi pada saat beliau berusia 50 tahun.
Pembuktian ini juga mengantar pada penemuan-penemuan hebat lainnya dalam
kehidupan Albert Einstein.
A
meaningfull life iswhen you know what the world most need from your existence. Perlu
cerita lain? Nelson Mandela menjadi presiden pertama berkulit hitam di Afrika
Selatan pada usia 76 tahun. Kehidupan penuh karya dan kreasi tidak ditentukan
oleh usia akan tetapi ditentukan oleh kenikmatan berkerja, kepedulian untuk
memberikan solusi-solusi bagi permasalahan yang dihadapi dunia.
Know your
secret yearning, and you’ll find joy. Ignore it all you have is sorrow.
Bagaimana jika sudah tua renta? Saya mempunyai kolega seorang kepala pusat
training kelapa sawit, beliau adalah guru saya. Yang seorang adalah General
Manager di sebuah perusahaan kelapa sawit. Kedua2nya adalah orang dengan usia
80-an. Sekalipun tidak secepat, sekuat, atau setajam dulu, namun mereka masih
asyik dan sangat bersemangat. Seorang merupakan jawa sekali yang berprofesi
sebagai penggiat dan pengembang per-sawit-an yang hingga sekarang masih
mengajar manajerial pengelolaan perkebunan sementara yang lainnya masih
bergelut dengan pengelolaan dan pengembangan perkebunan kelapa sawit. Mereka
tahu persis apa yang menjadi minat dan kerinduan mereka.
Tulisan ini bukan merupakan ajakan untuk sama sekali
mengesampingkan atau mengabaikan pensiun, tetapi hanyalah sekedar colekan untuk
sekedar memikirkan ulang cara pandang mengenai konsep pensiun. Kenapa harus
berpikir bahwa hidup tenang dan senang hanya terjadi pada saat pensiun? Hidup
senang terjadi pada saat menjalani kehidupan yang benar-benar bermakna bagi
sang empunya. Hidup tenang adalah pada saat menyadari arah kehidupan yang
dipilih. If you spend all your time
preparingfor the future, when the future finally comes, you’ll find it far less
satisfying than you had image.