Oleh: DR. Amir Faishol Fath
Seorang pemimpin adalah pribadi yang sangat menentukan bagi suatu umat atau bangsa. Menentukan karena dengannya sebuah Negara bisa maju atau mundur. Bila seorang pemimpin tampil lebih memihak kepada kepentingan dirinya, tidak bisa tidak rakyat pasti terlantar. Sebaliknya bila seorang pemimpin lebih berpihak kepada rakyatnya, maka keadilan pasti ia tegakkan.
Keadilan adalah titik keseimbangan yang menentukan tegak tidaknya alam semesta ini. Allah swt menegakkan langit dengan keseimbangan. Pun juga segala yang ada di bumi Allah swt berikan dengan penuh keseimbangan. Padanan keseimbangan adalah keadilan, lawan katanya adalah kedzaliman.
Setiap kedzaliman pasti merusak. Bila manusia berbuat dzalim maka pasti ia akan merusak diri dan lingkungannya. Bayangkan bila yang berbuat dzalim adalah seorang pemimpin. Pasti yang akan hancur adalah bangsa secara keseluruhan.
Di dalam Al Qur’an Allah swt telah menceritakan hancurnya umat-umat terdahulu adalah kerena kedzaliman pemimpinnya. Karena itu bila kita berusaha untuk memecahkan persoalan bangsa maka tidak ada jalan kecuali yang pertama kali kita perbaiki adalah pemimpinnya.
Pemimpin yang korup dan dzalim bukan saja akan membawa malapetaka terhadap rakyatnya tepai lebih jauh –dan ini yang sangat kita takuti – Allah swt akan mencabut keberkahan yang diberikan. Sungguh sangat sengsara sebuah kaum yang kehilangan keberkahan. Sebab dengan hilangnya keberkahan tidak saja fisik yang sengsara melainkan lebih dari itu, ruhani juga ikut meronta-ronta.
Pemimpin Adalah Nahkoda
Benar, perumpamaan yang mengatakan bahwa pemimpin adalah nahkoda bagi sebuah kapal. Sebab Negara ibarat kapal yang didalamnya banyak penumpangnya. Para penumpang seringkali tidak tahu apa-apa. Maka selamat tidaknya sebuah kapal tergantung nahkodanya. Bila nahkodanya berusaha untuk menabrakkan kapal ke sebuah karang, tentu bisa dipastikan bahwa kapal itu akan tenggelam dan semua penumpang akan sengsara.
Ibarat kepala bagi sebuah badan, pemipin adalah otak yang mengatur semua gerakan anggotanya. Karena itu pemimpin harus cerdas, lebih dari itu harus jujur dan adil. Tidak cukup seorang pemimpin hanya bermodal kecerdasan, sebab seringkali para pemimpin yang korup menggunakan kecerdasannya untuk menipu rakyat. Karena itu ia harus jujur dan adil. Itulah rahasia firman Allah : “I’diluu huwa aqrabu lit taqwaa. Berbuat adillah, karena berbuat adil itu lebih dekat kepada taqwa”. QS. Al Ma’idah: 8.
Perhatikan ayat ini menunjukkan bahwa keadilan adalah jalan menuju ketaqwaan. Mengapa? Sebab tidak mungkin seorang pemimpin yang dzalim bertaqwa. Bila jiwa taqwa hilang dari diri seorang pemimpin, ia pasti akan berani kepada Allah swt. Bila seorang pemimpin berani kepada Allah swt, maka kepada manusia ia akan lebih berani.
Karena itu bekal utama seorang pemimpin harus benar-benar menegakkan taqwa dalam dirinya.
Karena itu pesan utama Al Qur’an adalah membangun pribadi taqwa. Sebab dengan taqwa seorang pemimpin akan bersungguh-sungguh ikut tuntunan Allah swt. Bila ia bersungguh-sungguh ikut tuntunan Allah swt maka segala langkahnya akan berkah dan otomatis Negara yang dipimpinya pun akan berkah.
Itulah rahasi mengapa dalam memilih seorang pemimpin, hendaklah sebuah bangsa jangan asal-asalan. Melainkan harus benar-benar selektif. Jangan asal disogok lalu berani mengorbankan kebenarn. Ingat bahwa Allah swt tidak hanya mengancam orang-orang yang berbuat dzalim, melainkan juga mengancam orang-orang yang mendukung kedzaliman tersebut. Allah berfirman:
“Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir’aun beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk. Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. QS. Al Mukmin : 45-46.
Pemimpin Adalah Cermin Rakyat
Rakyat yang cerdas tidak mungkin memilih pemimpin yang bodoh. Rakyat yang bersih tidak mungkin memilih pemimpin yang korup. Tetapi sebaliknya bila rakyatnya korup maka pasti yang akan dipilih adalah pemimpin yang korup. Karena itu terpilihnya Fir’un sebagi raja, adalah karena rakyatnya bodoh dan bejat. Sebab siapakah sebenarnya seorang pemimpin, jika ia tidak mendapatkan dukungan? Ia sebenarnya tidak berdaya apa-apa. Jika semua rakyatnya bersatu untuk menyerangnya ia pasti tidak bisa bertahan. Karenanya pemimpin yang korup akan selalu menciptakan lingkungan agar rakyat tetap bodoh. Sebab dengan kebodohannya ia akan lebih lama berkuasa, dan lebih nyaman menikmaati kedzalimannya.
Ustadz Sayed Qutb ketika menafsirkan ayat tentang Fir’un dalam surat An Naziat menjelaskan bahwa sebenarnya Fir’un tidak mempunyai kekuatan sejumlah rakyatnya. Maka jika rakyatnya cerdas, mereka tidak mungkin mengizinkan Fir’un terus berkuasa. Mereka pasti akan segera memberontak atas kedzalimannya. Namun karena mereka bodoh, maka Fir’un merasa semakin tinggi. Puncaknya Fir’un menjadi lupa daratan sehingga ia mendeklarasikan dirinya sebagai tuhan. Dia berkata seperti yang Allah swt rekam dalam surat An nazi’at: ”ana rabbukumul a’laa”. Saya tuhan kalian yang tinggi.
Perhatikan betapa seorang pemimpin adalah cerminan rakyat itu sendiri. Jadi sekarang tergantung kita sebagai rakyat, mau memilih pemimpin yang korup atau yang jujur dan adil.
Ingat bahwa setiap suara yang kita berikan itu adalah amanah. Bila kita salah menyerahkan amanah, yang sengsara kita juga. Sebaliknya bila kita bersungguh-sungguh untuk menyerahan amanah itu kepada yang ahlinya, maka kitalah yang akan menikmatinya. Bukan saja kesejahteraan di dunia yang kita dapatkan melainkan lebih dari itu, kita akan mendapatkan pahala yang melimpah karena kita telah mendukung kebaikan.
Dari sini nampak bahwa suara rakyat adalah sangat menentukan terhadap lahirnya seorang pemimpin. Oleh sebab itu, kita sebagi rakyat hendaknya bersungguh-sungguh untuk menjadi rakyat yang baik, sebab jika tidak, kita sendiri yang rugi dan sengsara.
Rasulullah saw. Bersabda: ”Bahwa seorang mu’min tidak pantas terjatuh ke lubang yang sama dua kali”. Maka cukuplah masa lalu kita jadikan pelajaran. Sekarang sudah saatnya kita memilih pemimpin yang benar-benar membawa risalah Allah. Sebab hanya dengan menegakkan ajaran Allah swt keberkahan akan turun. Allah berfirman:
”Seandainya penduduk sebuah negeri beriman dan bertaqwa, niscaya akan Kami turunkan keberkahan dari langit dan bumi”. QS. Al A’raf : 96.
Berdasarkan hal di atas, jelas bahwa keberkahan yang akan kita raih tergantung perjuangan kita untuk menegakkan ajaran Allah. Dan untuk itu sungguh sebuah keniscayaan kita memilih seorang pemimpin yang benar-benar membawa keberkahan. Itulah pemimpin yang bersih dan senantiasa mengedepankan risalah Allah swt sebagai panduannya.
Sejarah telah membuktikan bahwa kisah-kisah pemimpin berhasil seperti yang Allah swt ceritakan dalam Al Qur’an, misalnya: Nabi Daud as, Nabi Sulaiman as, dan Dzul Qarnain, itu adalah karena kesungguhan mereka menegakkan ajaran Allah dalam kepemimpinannya. Begitu juga kepemimpinan Rasulullah saw, yang dilanjutkan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Abdul Aziz. Mereka dalah contoh-contoh yang tidak bisa kita nafikan sebagai puncak pemimpin yang paling berhasil dan sukses.
Dan bila kita teliti kunci utama keberhasailan mereka adalah karena mereka memimpin dengan ketaqwaan. Sebab bila seorang pemimpin bertaqwa ia pasti jujur dan amanah. Bila seorang pemimpin jujur dan amanah ia pasti akan memberikan yang terbaik kepada rakyat yang dipimpinnya.
Sebaliknya bila seorang pemimpin tidak bertaqwa, ia pasti akan selalu membawa bencana dengan kedzaliman yang ia bangga-banggakan. Kedzaliman adalah sumber kesengsaraan. Karena itu Allah swt menyebutkan bahwa orang yang paling dzalim adalah orang yanga setelah mendapatkan tuntunan dari Allah malah ia berpaling darinya. Mengapa dikatakan dzalim, karena dengan kedzalimannya tidak saja ia menjadikan dirinya sebagai bahan neraka, melain juga dengan kedzalimannya ia membawa acaman bagi orang lain yang dipimpinnya. Wallahu A’lam bish Shawab.