Oleh:
Asy-Syaikh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh
(Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam)
Di antara ulama Nusantara yang kehebatannya diakui secara luas di dunia Islam ialah Syaikh Yasin al-Faddani. Beliau merupakan tokoh Minang yang terkemuka di Tanah Suci setelah Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau. Namanya terukir indah dalam buku-buku biografi ulama modern. Beliau digelari sebagai muhaddits dan ahli fiqh abad ini. Selain menulis, beliau juga mengajar dan mentadbir beberapa sekolah di Makkah.
Daftar Isi:
- Kelahiran Syaikh Yasin Al-Faddani
- Nasab Syaikh Yasin Al-Faddani
- Pendidikan Syaikh Yasin Al-Faddani
- Guru-guru Syaikh Yasin Al-Faddani
- Pengabdian Syaikh Yasin Al-Faddani dan Gelar Al-Musnid Ad-Dunya
- Karya-karya Syaikh Yasin Al-Faddani
- Pujian Para Ulama Kepada Syaikh Yasin Al-Faddani
- Memperkenalkan Nama-nama Ulama Nusantara ke Dunia
- Murid-murid Syaikh Yasin Al-Faddani
- Syaikh Yasin Al-Faddani Sosok yang Tawadhu’ dan Bersahaja
- Kesederhanaan Syaikh Yasin Al-Faddani
- Seorang Alim yang Menghargai Para Ahli Ilmu
- Tukang Sapu Makam Nabi Saw.
- Karamah Syaikh Yasin Al-Faddani
- Kewafatan Syaikh Yasin Al-Fadani
- Haul Syaikh Yasin Al-Faddani
1. Kelahiran Syaikh Yasin Al-Faddani
Syaikh Muhammad Yasin al-Faddani dilahirkan di tengah keluarga ulama yang taat di Misfalah Makkah pada hari Selasa, 27 Sya’ban 1335H/17 Juni 1917M. Beliau adalah putra dari pasangan Syaikh Muhammad Isa bin Udiq al-Faddani dan Maimunah binti Abdullah al-Faddani.
Sejak kecil Syaikh Yasin sudah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Bahkan menginjak usia remaja Syaikh Yasin mampu mengungguli rekan-rekannya dalam hal penguasaan ilmu hadits, fiqih, bahkan para gurunya pun sangat mengaguminya.
2. Nasab Syaikh Yasin Al-Faddani
Syaikh Muhammad Yasin al-Faddani dilahirkan di tengah keluarga ulama yang taat di Misfalah Makkah pada hari Selasa, 27 Sya’ban 1335H/17 Juni 1917M. Beliau adalah putra dari pasangan Syaikh Muhammad Isa bin Udiq al-Faddani dan Maimunah binti Abdullah al-Faddani. Beliau adalah Generasi ke 36 dari Rasulullah melalui jalur keturunan dari Sultan Minangkabau bin Sunan Giri Azmatkhan Al-Husaini.
Catatan Nasab ini berdasarkan Catatan KH. Ali Maksum bin KH. Maksum Azmatkhan (Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta), yang diserahkan kepada As-Syaikh Sayyid Bahruddin Azmatkhan, pada tahun 1980.
- Muhammad Rasulullah SAW
- Sayyidah Fatimah Azzahra/Fatimah Al Batul
- Sayyidina Imam Husain Asshibti/Abu Syuhada
- As-Sayyid Imam Ali Zaenal Abidin/Ali Al Ausath/Ali Assajad
- As-Sayyid Imam Muhammad Al Baqir
- As-Sayyid Imam Ja'far Asshodiq
- As-Sayyid Imam Ali Al Uraidhi
- As-Sayyid Imam Muhammad An-Naqib
- As-Sayyid Imam Isa Arrumi
- As-Sayyid As-Sayyid Imam Ahmad Al Muhajir
- As-Sayyid As-Sayyid Imam Ubaidhillah/Abdullah
- As-Sayyid Imam Alwi Al Mubtakir/Alwi Al Awwal (Cikal Bakal lahirnya keluarga Alawiyyin)
- As-Sayyid Imam Muhammad Shohibus Souma'ah
- As-Sayyid Imam Alwi Shohib Baitu Jubair (Alwi Atsani)
- As-Sayyid Imam Ali Kholi 'Qosam
- As-Sayyid Imam Muhammad Shohib Mirbath
- As-Sayyid Imam Alwi Ammil Faqih
- As-Sayyid Imam Abdul Malik Azmatkhan
- As-Sayyid Imam Abdullah Amirkhan
- As-Sayyid Imam Ahmad Syah Jalaluddin
- As-Sayyid Imam Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro
- As-Sayyid Ibrahim Zainuddin Akbar As-Samarqandi
- As-Sayyid Maulana Ishaq
- Sunan Giri bin Maulana Ishaq
- Abdurrahman/ Muhammad Syahabuddin I (Sultan Minangkabau) bin Sunan Giri
- Sultan Nuruddin/ Muhammad Syahabuddin II (L.1520 M) bin Abdurrahman/ Muhammad Syahabuddin I (Sultan Minangkabau)
- Sultan Bakilap Alam Sultan Alif 1 (Raja Bagewang) (L.1540M – W. 1580) bin Muhammad Syahabuddin II
- Sultan Khalifatullah Indermasyah bin Bakilap Alam Sultan Alif 1 (Raja Bagewang)
- Sultan Ahmadsyah bin Sultan Khalifatullah Indermasyah
- YDP Pagaruyung Raja Alam Indermasyah bin Sultan Ahmadsyah
- Sultan Khalifatullah bin YDP Pagaruyung Raja Alam Indermasyah
- Sultan Tunggal Alam Bagagar / Tangkal Alam Bagagarsyah bin Sultan Khalifatullah
- Malenggang Alam (Rajo Naro) bin Sultan Tunggal Alam Bagagar / Tangkal Alam Bagagarsyah
- Syaikh Udiq al-Faddani bin Malenggang Alam (Rajo Naro)
- Syaikh Muhammad Isa bin Udiq al-Faddani
- Syaikh Yasin Al-Faddani bin Syaikh Muhammad Isa bin Udiq al-Faddani
3. Pendidikan Syaikh Yasin Al-Faddani
Sejak kecil beliau belajar kepada ayah beliau, Syaikh Muhammad Isa dan dilanjutkan kepada paman beliau, Syaikh Mahmud. Kepada keduanya, beliau belajar dan menghafal beberapa matan kitab dalam bidang ilmu fiqh, tauhid, faraidh dan musthalah hadits.
Tahun 1346 H/1928 M beliau melanjutkan pendidikan ke Madrasah ash-Shaulatiyah al-Hindiyah. Beliau menimba ilmu di sani selama kurang lebih 7 tahun. Guru-guru beliau selama di Madrasah ash-Shaulatiyah adalah Syaikh Muhktar Utsman Makhdum, Syaikh Hasan al-Masysyath dan al-Habib Muhsin bin Ali al-Musawa (seorang ulama Makkah yang lahir di Palembang tahun 1323 H/1905 M).
Pada tahun 1353 H/1935, beliau pindah ke Madrasah Darul Ulum ad-Diniyah yang didirikan oleh al-Habib Muhsin bin Ali al-Musawa bersama beberapa pemuka masyarakat Nusantara yang berada di Makkah kala itu. Beliau adalah angkatan pertama Darul Ulum yang kemudian menjadi pengurus Darul Ulum.
Kepindahan beliau ke Darul Ulum tidak lepas dari sebuah peristiwa menarik yaitu ketika salah seorang guru (direktur) di Madrasah ash-Shaulatiyah telah melakukan tindakan yang sangat menyinggung pelajar yang kebanyakan dari Asia Tenggara terutama dari Indonesia. Guru itu merobek surat kabar Melayu yang dianggap melecehkan martabat Melayu, sehingga memacu semangat beliau dan beberapa anak-anak Jawiy (sebutan untuk pelajar Nusantara) untuk bangkit memberikan perlawanan dengan cara pindah dan memajukan Madrasah Darul Ulum. Syaikh Yasin lah diantara yang mengemukakan ide untuk mendirikan Madrasah Darul Ulum di Mekkah.
Hal ini terbukti dengan berpindahnya 120 orang pelajar dari ash-Shaulatiyah ke Madrasah Darul Ulum yang baru didirikan. Ini hampir tidak pernah dialami oleh madrasah-madrasah yang baru dibuka mendapat murid yang begitu banyak sebagaimana Darul Ulum. Akhirnya gelombang siswa yang masuk ke Darul Ulum meningkat pada tahun berikutnya.
Syaikh Yasin menjabat sebagai wakil direktur Madrasah Darul Ulum Mekkah. Disamping itu Syaikh Yasin juga mengajar di berbagai tempat terutama di Masjidil Haram. Materi-materi yang disampaikan oleh Syaikh Yasin mendapat sambutan yang luar biasa terutama dari para pelajar asal Asia Tenggara. Syaikh Yasin juga dikenal sebagai sosok ulama yang sering meminta ijazah dari para ulama terkemuka sehingga beliau memiliki sanad yang luar biasa banyaknya.
Selain belajar di Darul Ulum, beliau juga aktif mengikuti pengajian-pengajian di Masjidil Haram. Rasa haus beliau akan ilmu membuat beliau mendatangi kediaman para syaikh terkemuka untuk belajar di tempat-tempat mereka seperti di Thaif, Makkah, Madinah, Riyadh, maupun kota-kota lainnya. Bahkan beliau sempat ke luar Arab Saudi seperti Yaman, Mesir, Syiria, Kuwait dan negeri-negeri lainnya.
Sejak awal masa belajarnya, beliau telah dikenal sebagai seorang pelajar yang memiliki kecerdasan yang luar biasa, sehingga mampu mengungguli teman-temannya. Tidak mengherankan kemudian banyak teman-teman beliau yang akhirnya malah belajar kepada beliau. Kecerdasan dan juga akhlak beliau yang luhur yang membuat gurunya kagum terhadap beliau.
4. Guru-guru Syaikh Yasin Al-Faddani
Ketekunan dan kesungguhannya dalam belajar membuat beliau semakin bersinar dengan berbagai ilmu yang telah dikuasainya. Sejak muda beliau sangat gemar kepada ilmu hadits. Hal ini menjadikan para gurunya amat sayang dan simpati kepada Syaikh Yasin. Dintara guru beliau selama di Makkah adalah:
- Asy-Syaikh Umar bin Hamdan bin Umar bin Hamdan al-Mahrisi at-Tunisi al-Madani al-Mahrasi (beliau selalu mengikuti dan membaca kitab kepadanya)
- Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi al-Makki
- Al-Habib Abu Bakar bin Ahmad bin Husein bin Muhammad al-Habsyi al-Makki
- Asy-Syaikh Muhammad bin Ali bin Husain al-Maliki
- Asy-Syaikh Umar Bajunaid mufti Madzhab Syafi’i ketika itu (kepadanya beliau mempelajari fiqh Syafi’i)
- Asy-Syaikh Said bin Muhammad al-Yamani
- Syaikh Hasan al-Yamani
- As-Sayyid Muhsin bin Ali al-Musawa bin Abdurrahman (kepadanya ia belajar ilmu ushul)
- Asy-Syaikh Abdullah Muhammad Ghazi al-Makki (kepadanya ia belajar ilmu sejarah)
- Asy-Syaikh Ibrahim bin Daud bin Abdul Qadir al-Fathany al-Makki (kepadanya ia belajar ilmu bahasa)
- Al-Muhaddits as-Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki (untuk ilmu-ilmu lainnya)
- As-Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi al-Hasani
- Al-‘Allamah Khalifah bin Hamd an-Nabhani al-Makki
- Asy-Syaikh Hasan bin Muhammad bin Abbas bin Ali al-Masysyath al-Maliki
- Asy-Syaikh Ahmad bin Abdullah bin Muhammad al-Makhallalati
- Asy-Syaikh Muhammad al-‘Arabi at-Tabbani
- Asy-Syaikh Muhammad Nur Saif Hilal al-Makki
- Al-Habib Hasan bin Ahmad Assegaf
- Al-Habib Hasan bin Muhammad bin Abdullah Fad’aq al-‘Alawi al-Huseini
- Asy-Syaikh Hibatullah bin Syarafuddin bin Muhammad bin Ibrahim al-Alawi al-Makki
- Asy-Syaikh Umar bin Husein ad-Daghistani al-Makki.
Beliau juga berguru kepada para ulama besar di luar Makkah. Diantara guru-guru beliau dari luar Makkah adalah:
- Asy-Syaikh Ahmad bin bin Muhammad bin Abdul Aziz Rafi’ at-Tahthawi al-Mishri
- Asy-Syaikh Muhammad Ibrahim as-Samaluti
- Asy-Syaikh Muhammad Bakhit al-Muti’i
- Asy-Syaikh Muhammad Hasanain Makhluf
- Asy-Syaikh Muhammad al-Hafidz at-Tijani
- Asy-Syaikh Muhammad al-Khidhr Husain
- Asy-Syaikh Mahmud bin Muhammad ad-Dumi
- Asy-Syaikh Muhammad Anwar Shah al-Kasymiri
- Asy-Syaikh Asyraf Ali at-Tahanawi
- Asy-Syaikh Mufti Syafi’ ad-Dibandi
- Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari
- Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari
- Asy-Syaikh Abdul Hayy al-Kattani
- Asy-Syaikh Ibrahim Afandi al-Jabali al-Azhari
- Asy-Syaikh Ibrahim bin Hamud bin Ibrahim asy-Syafi’i az-Zabidi
- Asy-Syaikh Ibrahim bin Abdullah Yar Syah Muhammad bin Fadhlullah ad-Dihlawi
- Asy-Syaikh Ahmad bin Abdullah bin Shadaqah Dahlan
- Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Ahmadi az-Zawahiri
- Asy-Syaikh Syarif bin Muhammad Syarif bin Muhammad bin Ali as-Sanusi
- Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Mansur al-Fulfulani al-Malizi
- Asy-Syaikh Ahmad al-Marzuqi bin Ahmad al-Mirshad al-Jawi
- Asy-Syaikh Arsyad bin As’ad al-Banteni al-Indonesi
- Asy-Syaikh Amatallah binti Abdul Ghani ad-Dihlawi
- Asy-Syaikh Baqir bin Muhammad Nur bin Fadhil al-Jogjawi
- Asy-Syaikh Jam’an bin Ma’mun at-Tangerangi
- Asy-Syaikh Hamid bin Adin bin Ruslan ad-Damsyiqi
- Asy-Syaikh Hamid bin Hasan bin Abdul Ma’bud al-Haifawi ad-Damsyiqi
- Asy-Syaikh Hamid bin Syakir al-Halabi
- Asy-Syaikh Habiburrahman al-A’dzami al-Hindi
- Asy-Syaikh Hasan bin Muhammad Marzuq Habannakah al-Maidani ad-Damsyiqi
- Asy-Syaikh Zakaria bin Abdullah bin Hasan bin Zainal Bilah
- Asy-Syaikh Zaki bin Ahmad bin Ismail al-Barzanji
- Asy-Syaikh Zamzam bin Muhammad Amin al-Himshi
- Asy-Syaikh Shabir bin Musa al-Jawi
- Asy-Syaikh Shaleh bin Ahmad bin Abdullah al-Madani al-Maliki
- Asy-Syaikh Shaleh bin Alawi bin Aqil
- Asy-Syaikh Thohir bin ‘Asyur at-Tunisi
- Asy-Syaikh Thanthawi bin Jauhari bin al-Mishri
- Al-Habib Thaha bin Ali bin Abdullah al-Haddad
- Asy-Syaikh Dzafar Ahmad bin Lathif Ahmad al-Hindi al-Utsmani at-Tahanawi ad-Diyubandi
- Asy-Syaikh Abbas bin Muhammad Amin bin Ahmad Ridhwan al-Madani
- Al-Habib Abdullah bin Umar bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri
- Asy-Syaikh Abdullah bin Falih bin Muhammad bin Falih adz-Dzahiri
- Al-Habib Abdullah bin Muhammad bin Hamid Assegaf
- Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad Ghazi al-Hindi al-Makki
- Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad Niyazi al-Bukhari
- Asy-Syaikh Abdul Hafidz bin Muhammad ath-Thohir al-Fahri al-Fasi
- Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad Salim al-Bisyri al-Mishri
- Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali bin Abdul Ghani Uyun as-Sud al-Himshi
- Asy-Syaikh Abdul Qadir bin Taufiq asy-Syalabi
- Asy-Syaikh Abdul Qadir bin Shabir al-Mandaili al-Indonesi
- Asy-Syaikh Abdul Karim bin Ahmad bin Abdul Lathif bin Ali al-Khathib al-Faddani
- Asy-Syaikh Abdul Wasi’ bin Yahya bin Abdul Wasi’ ash-Shan’ani
- Asy-Syaikh KH. Abdul Wahab bin Hasbullah as-Surbawi
- Al-Habib Alawi bin Abdullah bin Ali Syihabuddin at-Tarimi
- Al-Habib Alawi bin Abdullah bin Idrus bin Syihab at-Tarimi
- Asy-Syaikh Ali bin Abdullah bin Mahmud bin Muhammad Arsyad al-Banjari
- Asy-Syaikh Ali bin Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus as-Samarani
- Al-Habib Ali bin Abdurrahman bin Ismail bin Abi Bakar al-Ahdal
- Asy-Syaikh Ali bin Falih bin Muhammad bin Falih bin Muhammad adz-Dzahiri al-Mihnawi al-Madani
- Asy-Syaikh Muhammad bin Ahyad bin Muhammad Idris al-Bogori
- Asy-Syaikh Muhammad Imam bin Ibrahim as-Saqa al-Mishri
- Asy-Syaikh Muhammad Anwar Syah al-Kasymiri
- Asy-Syaikh Muhammad al-Baqir bin Muhammad Abdul Kabir bin Muhammad al-Kattani
- Asy-Syaikh Muhammad Bakhit bin Husein al-Muthi’i al-Mishri
- Asy-Syaikh Muhammad al-Hafidz bin Abdul Lathif bin Salim at-Tijani al-Mihsri
- Asy-Syaikh Muhammad Habibullah bin Abdullah asy-Syinqithi
- Asy-Syaikh Muhammad bin Hasanain bin Muhammad Makhluf al-Adawi al-Mishri
- Asy-Syaikh Muhammad Zahid al-Kautsari
- Asy-Syaikh Muhammad Salim bin Muhammad Sa’id bin Muhammad Rahmatullah al-Hindi
- Asy-Syaikh Muhammad Syafi’ ad-Diyubandi al-Hindi
- Asy-Syaikh Muhammad Shaleh bin Abdullah Farfur ad-Damsyiqi
- Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Ibrahim al-‘Aquri al-Mishri
- Asy-Syaikh Muhammad Abdul Hayy bin Abdul Kabir bin Muhammad al-Kattani
- Asy-Syaikh Muhammad Isa bin Udeq al-Faddani
- Asy-Syaikh Muhammad bin Muhammad Makhluf at-Tunisi
- Asy-Syaikh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid al-Bogori
- Asy-Syaikh Muhammad Makki bin Muhammad Ja’far bin Idris al-Kattani
- Al-Habib Muhammad bin Abdul Hadi bin Hasan Assegaf
- Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy`ari al-Jumbani
- Asy-Syaikh Muhammad al-Hasyimi bin Abdurrahman at-Tilmisani
- Al-Habib Muhammad bin Yahya Dum al-Ahdal al-Yamani
- Asy-Syaikh Najib bin Muhammad bin Yusuf Sirajuddin al-Halabi
- Asy-Syaikh Nasrullah bin Ahmad Afandi asy-Syathi asy-Syami
- Asy-Syaikh Hadi bin Ahmad al-Aiba’ al-Yamani
- Asy-Syaikh Washil bin Atha’illah bin Sa’dullah al-Kasymiri
- Asy-Syaikh Yusuf bin Ahmad bin Nashr bin Suwailam ad-Dijwi
- Asy-Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Hasan an-Nabhani
- Dan lain-lain.
5. Pengabdian Syaikh Yasin Al-Faddani dan Gelar Al-Musnid Ad-Dunya
Tinggalnya beliau di Tanah Suci Makkah memudahkan beliau bertemu dengan banyak ulama Islam, baik dari Tanah Suci sendiri maupun dari berbagai pelosok dunia yang datang ke Tanah Suci, seperti Syria, Libanon, Palestina, Yaman, Mesir, Maghribi, Iraq, Pakistan, Rusia, India, Indonesia dan Malaysia, sehingga terkumpullah di sisi beliau berbagai macam sanad periwayatan ilmu dan hadits. Sehingga sepanjang perlajanan studinya, beliau berguru lebih dari 700 orang guru yang beliau catat dalam berbagai karya literaturnya yang berkaitan dengan ilmu sanad. Ini merupakan satu jumlah yang memang sukar ditandingi apalagi untuk zaman ini.
Setelah tiga tahun belajar di Darul Ulum, pada permulaan tahun 1356 H/1938 M beliau mulai mengajar di almamaternya itu. Pertengahan tahun 1359 H/1941 M karir beliau menanjak sebagai direktur madarasah tersebut. Selain di Madrasah Darul Ulum, beliau juga mengajar di Masjidil haram tepatnya di antara Bab Ibrahim dan Bab al-Wada’, begitu pula di rumahnya dan di kantor sekolahnya.
Rekomendasi untuk mengajar di Masjidil Haram beliau peroleh secara resmi tanggal 10 Jumadil Akhir 1369 H/29 Maret 1950 M dari Dewan Ulama Masjidil Haram. Halaqah beliau mendapat sambuan hangat terutama dari kalangan masyarakat Asia Tenggara dan Indonesia. Disamping itu setiap bulan Ramadhan beliau mengkhatamkan dan mengijazahakan salah satu kitab dari Kutub as-Sittah. Hal ini berlangsung selama 15 tahun.
Setiap ada kesempatan beliau juga mengadakan perjalanan ilmiyah bersama para santri dan ulama untuk mempraktekkan ilmu yang telah beliau ajarkan anatara lain ilmu falak. Perjalanan beliau juga dipergunakan untuk memburu sanad, silsilah periwayatan hadits dan ijazah ilmu atau kitab. Sehingga beliau digelari al-Musnid ad-Dunya (pemilik sanad terbanyak di dunia). Gelar itu diberikan kepada beliau karena beliau dipandang sebagai orang yang paling banyak memiliki sanad bukan hanya di Makkah dan Timur Tengah tapi juga di dunia.
Gelar al-Musnid ad-Dunya didapat Syaikh Yasin lantaran bukan hanya karena banyaknya guru yang mencapai 700 orang, tetapi lebih dilihat pada kepakaran beliau dalam bidang yang beliau geluti.
Merujuk pada Syaikh Mahmud Sa’id Mamduh, salah seorang murid beliau, Syaikh Yasin kerap kali menerima permintaan fatwa. Artinya beliau bukan hanya pakar dalam ilmu sanad tapi juga ahli ilmu syariat lainnya. Bahkan permintaan fatwa bukan hanya datang dari sekitar Makkah, tetapi juga dari luar Arab seperti Indonesia.
Menurut kisah yang diceritakan oleh Abu Mudi Syaikh Hasanul Bashri HG, seorang ulama Aceh, pimpinan LPI Ma’had al-‘Ulum ad-Diniyah al-Islamiyah Masjid Raya, Samalanga, Aceh yang lebih dikenal dengan nama MUDI Mesra, pada saat terjadi perdebatan antara Syaikh Abdul Aziz Samalanga dengan Syaikh Jalal bin Syaikh Hanafiah, Abu Mudi kecil pada waktu itu sering kali diminta oleh Syaikh Jalal bin Hanafiah untuk membawa surat beliau kepada Syaikh Yasin ke kantor pos.
Hampir seluruh waktunya beliau pergunakan untuk mengejar ilmu dan mengajarkan ilmu. Dalam musim haji maupun di luar musim haji rumah beliau senantiasa ramai dikunjungi para ulama dan pelajar baik dari Makkah maupun dari luar Makkah bahkan dari luar negeri. Semuanya ingin menimba ilmu dan meminta ijazah hadits dari beliau. Mereka semua memandang Syaikh Yasin sebagai guru meskipun hanya mengambil ijazah kepada beliau.
Syaikh Yasin memiliki perhatian yang sangat besar terhadap ilmu hadits dengan berbagai cabang dalam ilmu yang sudah terbilang langka saat ini. Dalam hal sanad, dengan kegigihan beliau mengumpulkan sanad dari ratusan para ulama sehingga beliau dijuluki sebagai al-Musnid ad-Dunya.
Selain itu beliau juga mengarang berbagai kitab dalam ilmu sanad. Ada sekitar 70 buah karya dalam berbagai ukuran yang telah disusunnya terkait ilmu sanad. Karya-karya beliau ini membuktikan kemahiran dan kebijaksanaan beliau dalam bidang ilmu sanad. Disamping memperlihatkan kekreatifan beliau dalam sudut berbagai seni sanad.
Selain itu beliau juga gigih dalam menghimpun sanad para ulama-ulama sebelum beliau. Ini merupakan lazimnya dalam ilmu sanad, dimana kadang-kadang sanad seorang ulama dibukukan oleh muridnya atau orang-orang sesudahnya. Inilah diantara upaya yang dilakukan oleh Syaikh Yasin Al-Fadani terhadap beberapa tokoh ulama yang memiliki sanad, seperti al-Kuzbari, Ibn Hajar al-Haitami, Abdul Baqi al-Ba’li, Khalifah an-Nabhan, Sayyid Muhsin al-Musawi, Muhammad Ali al-Maliki, Umar Hamdan dan Ahmad al-Mukhallalati.
Dalam hal pengijazahan sanad Syaikh Yasin memiliki kekreatifan tersendiri, baik ijazah khash, ijazah ‘am dan ijazah muthlaq. Berkenaan dengan ijazah khash, beliau memberi perhatian istimewa kepada beberapa tokoh ulama dan orang-orang tertentu yang dirasakan kewibawaan mereka oleh beliau dengan menyusun kitab-kitab ijazah sanad yang khusus buat mereka.
Diantara ulama-ulama yang mendapatkan ijazah khash dari Syaikh Yasin ialah:
1. Prof. Dr. as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki2. Asy-Syaikh Aiman Suwaid3. Asy-Syaikh Dr. Yahya Ghautsani4. Asy-Syaikh Abdullah al-Jarafi5. Asy-Syaikh Muhammad Riyadh al-Malih6. Al-‘Allamah Muhammad Zabarah7. Al-Habib Abubakar Athas al-Habsyi,8. Asy-Syaikh Ismail Zain al-Yamani9. Al-Qadhi Muhammad al-‘Umari10. Asy-Syaikh Muhammad Taqiy al-Utsmani11. Al-Mufti al-Habib Ibrahim bin Aqil bin Yahya12. Asy-Syaikh Dr. Mahmud Sa’id Mamduh13. Asy-Syaikh Zakaria Bila14. As-Sayyid Muhammad al-Hasyimi15. Dan lain-lain.
Beliau telah menyusun kitab-kitab ijazah sanad yang khusus untuk mereka dan setiap satu dengan yang lainnya memiliki ciri yang tidak ada pada lainnya. Sebagai contoh, ijazah beliau kepada Syaikh Muhammad Riyadh al-Malih yang berjudul ar-Raudh al-Fa’ih. Beliau telah menghimpunkan di dalam kitab tersebut secara khusus semua guru-gurunya yang berasal dari negri Syam (Syiria, Libanon, Palestina dan Jordan) yang berjumlah hingga 101 orang serta semua sanad-sanad mereka, tidak termasuk yang lain.
Adapun dengan ijazah ‘am, Syaikh Yasin al-Faddani boleh dikatakan sebagai seorang ahli hadits yang pemurah. Berulang kali beliau menyebut dalam beberapa kitab sanadnya pernyataan tentang pengijazahan sanad kepada semua orang yang hidup di zamannya, dengan objektif untuk memberi manfaat kepada para penuntut ilmu dan menyebarluaskan sanad-sanad periwayatan. Sebagai contoh, di akhir kitab Waraqat fi Majmu’at al-Musalsalat wa al-Awa’il wa al-Asanid al-‘Aliyyah beliau menuliskan:
هذا وقد اجزنا بما فى هذه الورقات كل من اراد رواية ذلك عنا ممن ادرك حياتنا وكذا غيره مما تجوز لنا روايته وتثبت عنا معرفته ودريته
Dan di akhir kitab al-‘Ujalah fi al-Ahadits al-Musalsalah beliau menuliskan:
وقد اجزنا بها جميع اهل عصري ووقتى ممن اراد الرواية عني
Di akhir kitab an-Nafhat al-Miskiyyah fi al-Asanid al-Muttashilah lebih luas lagi beliau menyebutkan dengan ungkapan:
وقد أجزت بالأوائل السنبلية خاصة، وبهذه النفحة المسكية بأسانيدنا المتصلة بها، وكذا بجميع مؤلفاتي ومروياتي، كلّ مَن أرادجميع ذلك ممن أدرك حياتي، أو وُلد في السنين المتممة لعقد وفاتي.اهـ
Walaupun pengijazahan ‘am seperti ini masih dipersilisihkan di antara ulama, namun Syaikh Yasin lebih memilih pandangan yang mengharuskannya. Di sisi lain mayoritas ulama berpendapat bahwa ijazah demikian adalah jenis ijazah yang paling lemah.
Perhatian Syaikh Yasin terhadap kitab-kitab yang menghimpunkan sanad-sanad periwayatan seseorang ulama ahli hadis amat besar. Beliau sering menyebutnya dengan berbagai istilah, seperti thabat, fahrasah atau fihris, mu’jam, barnamij dan masyyakhah.
Menurut Syaikh Abdul Hayy bin Abdul Kabir al-Kattani: “Orang terdahulu memberikan istilah masyyakhah bagi kitab yang menghimpunkan nama-nama guru dan riwayat-riwayat seseorang ahli hadits, kemudian mereka menamakannya pula setelah itu sebagai mu’jam karena nama-nama guru disusun sesuai dengan urutan abjad huruf hijaiyyah. Penduduk Andalusia juga menggunakan istilah barnamij. Pada abad-abad belakangan, ahli hadits di daerah Timur hingga sekarang menyebutnya sebagai thabat, sedangkan ahli hadits di daerah Barat menyebutnya sebagai fahrasah.”
Syaikh Yasin al-Faddani mempunyai banyak riwayat bagi kitab-kitab yang berkaitan dengan kesanadan. Selain itu Syaikh Yasin juga memiliki perhatian besar dalam cabang ilmu hadits yang lain seperti periwayatan hadits musalsal, riwayat ‘ali, tash-hih dan tadh’if, ilmu rijal dan ruwah.
6. Karya-karya Syaikh Yasin Al-Faddani
Syaikh Yasin dikenal sebagai ulama yang produktif dalam menulis, karya beliau mencapai ratusan, sehingga al-Habib Saqqaf bin Muhammad Assegaf seorang ulama Hadhramaut memujinya dengan sebutan “Imam Suyuthi pada zamannya” lantaran karyanya yang demikian banyak.
Ulama kelahiran abad 20 ini menghasilkan karya-karya yang tak kurang dari 100 judul, yang semuanya tersebar dan menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam, pondok pesantren, baik itu di Mekkah maupun di Asia Tenggara. Sejumlah murid dan peneliti kini mulai berusaha menginventasrisir, mengkodifikasi dan menerbitkan karya-karya tersebut. Kabarnya hingga saat ini baru sebanyak 97 kitab (diantaranya 9 kitab tentang ilmu hadits, 25 kitab tentang ilmu dan ushul fiqih, 36 kitab tentang ilmu falak, dan sisanya tentang ilmu-ilmu yang lain).
Bahkan kitab beliau al-Fawaid al-Janiyyah dijadikan materi silabus mata kuliah ushul fiqh di Fakultas Syari’ah Universitas al-Azhar Mesir. Sebagaimana diakui oleh kalangan para ulama yang mengetahui kadar keilmuan beliau, faktor susunan bahasa yang tinggi dan sistematis serta isinya yang padat menjadikan karya Syaikh Yasin dijadikan oleh para ulama dan pelajar sebagai rujukan.
Meskipun Syaikh Yasin al-Faddani mampu bertutur dalam bahasa Melayu, namun beliau menulis seluruh karyanya dalam bahasa Arab. Karya beliau yang terdiri dari kitab fiqh, hadits, balaghah, tarikh, falak, sanad serta dalam cabang ilmu yang lain antara lain:
- Fath al-‘Allam fi Syarh Bulugh al-Maram
- Ad-Durr al-Madhud fi Syarh Sunan Abu Dawud 20 jilid
- Nail al-Ma’mul Hasyiyah ‘ala Ghayat al-Wushul ‘ala Lubb al-Ushul
- Al-Fawaid al-Janiyyah ‘ala Qawa’id al-Fiqhiyyah (terbit tahun 1417 H/1996 M)
- Syarh Jauhar Tsamin fi Arba’in Haditsan min Ahadits Sayyid al-Mursalin li al-‘Ajluni
- Syarh al-Musalsal bi al-‘Itrat ath-Thahirah
- Bulghat al-Musytaq fi ‘Ilm Isytiqaq
- Tashnif as-Sama’ fi Mukhtashar ‘Ilm al-Wadha’
- Hasyiyah ‘ala Risalah Hajar Zadah fi ‘Ilm Wadha’
- Idhah an-Nur al-Lami’ Syarh al-Kaukab as-Sathi’
- Hasyiyah ‘ala al-Asybah wa an-Nadzair fi Furu’ Fiqh asy-Syafi’i li as-Suyuthi
- Bughyat Musytaq Syarh al-Luma’ Abi Ishaq
- Ta’liqat ‘ala Luma’ Abi Ishaq asy-Syirazi fi ‘Ilm Ushul
- Hasyiyah ‘ala at-Talaththuf fi Ushul Fiqh
- Hasyiyah ‘ala al-Qawa’id al-Kubra li al-‘Izz bin Abdissalam
- Tatmim ad-Dukhul Ta’liqat ‘ala Madkhal al-Wushul ila ‘Ilm al-Ushul
- Ta’liqat ‘ala Syarh Mandzumah az-Zamzami fi Ushul at-Tafsir
- Taqrir al-Maslak li Man Arada ‘Ilm Falak
- Al-Khamaliyah Syarh Mutawasith ‘ala Tsamarat al-Wasilah
- Ar-Riyadh Nadzrah Syarh Nadzm al-‘Alaliy al-Muntatsirah fi al-Maqulat al-‘Asyrah
- Syarh ‘ala Risalah al-Adhud fi al-Wadha’
- Tatsnif as-Sami’ Mukhtashar fi ‘Ilm al-Wadh’i
- Syarh ‘ala Mandzumah Zubad li Ibni Ruslan fi al-Fiqh Syafi’i
- Kaukab al-Anwar fi Asma’ an-Nujum as-Samawiyah
- Al-Mukhtashar al-Muhadzdzab fi Istikhraj al-Auqat wa al-Qiblat bi ar-Rubu’ al-Mujayyab
- Manhal al-Ifadah Hawasyi ‘ala Risalah Adab al-Bahts wa al-Munadzarah li Thasy Kubra Zadah
- Ad-Durar an-Nadhid Hasyiyah ‘ala Kitab at-Tamhid li al-Asnawi fi Ushul Fiqh asy-Syafi’i
- Janiyy ats-Tsamar Syarh Mandzumah Manazil Qamar
- Thabaqat asy-Syafi’iyyah al-Kubra
- Thabaqat asy-Syafi’iyyah ash-Shughra
- Thabaqat ‘Ulama al-Ushul wa al-Qawa’id al-Fiqhiyyah
- Thabaqat ‘Ulama al-Falak wa al-Miqat
- Thabaqat Masyahir an-Nuhah wa Tasalsul Akhdzihim
- Al-Mawahib al-Jazilah Syarh Tsamrah al-Wasilah fi al-Fala
- Al-Fawaid al-Jamilah Syarh Kabir ‘ala Tsamarah al-Wasilah
- Husn ash-Shiqayah Syarh Kitab Durus al-Balaghah
- Risalah fi ‘Ilm al-Manthiq
- Ittihaf al-Khallan Taudhih Tuhfat al-Bayan fi ‘Ilm al-Bayan
- Ar-Risalah al-Bayaniyyah ‘ala Thariqat as-Sual wa al-Jawab
- Tanwir al-Bashirah bi Thuruq al-Isnad asy-Syahirah (terbit tahun 1403 H/1983 M)
- Al-Qaul al-Jamil bi Ijazah as-Sayyid Ibrahim bin Aqil
- Al-Isyadat fi Asanid Kutub an-Nahwiyyah wa ash-Sharfiyyah
- Al-‘Ujalah fi al-Hadits al-Mutsaltsal
- Asma al-Ghayah fi Asanid asy-Syaikh Ibrahim al-Hazazmi fi al-Qiraah
- Al-Asanid al-Kutub al-Haditsiyyah as-Sab’ah
- Al-‘Iqd al-Fard min Jawahir al-Asanid
- Ithaf al-Bararah bi Ahadits al-Kutub al-Haditsiyyah al-‘Asyrah (terbit tahun 1403 H/1983 M)
- Ithaf al-Mustafid bi an-Nur al-Asanid
- Qurrat al-‘Ain fi Asanid A’lam al-Haramain
- Ithaf Uli al-Himam al-‘Aliyyah bi al-Kalam ‘ala al-Hadits al-Musalsal al-Awwaliyyah
- Al-Waraqat fi Majmu’ah al-Musalsalat wa al-Awail wa Asanid al-‘Aliyyah (terbit tahun 1406H/1986M)
- Ad-Durr al-Farid min Durar al-Asanid
- Al-Muqtathaf min Ithaf al-Kabir bi Makkiy
- Ikhthiyar wa Ikhtishar Riyadh Ahli Jannah min Atsar Ahli as-Sunnah li ‘Abdul Baqi’ al-Ba’li al-Hanbali
- Al-Arba’un Haditsan min Arba’in Kitan ‘an Arba’in ‘an Arba’in Syaikhan (terbit tahun 1429 H/2008 M)
- Al-Arba’un al-Buldaniyyah Arba’un Haditsan ‘an Arba’in ‘an Arba’in (terbit tahun 1407 H/1987 M)
- Al-Arba’un Haditsan Mutsaltsal bi an-Nuhad ila al-Jalal as-Suyuthi
- As-Salasil al-Mukhtarah bi Ijazah al-Muarrikh as-Sayyid Muhammad bin Muhammad Ziyarah
- Fath ar-Rabb al-Majid fi Ma li Asyyakhi min Faraid al-Ijazah wa al-Asanid
- Ailsilah al-Wushlah Majmu’ah Mukhatarah min al-Hadits al-Mustalsal
- Faidh ar-Rahmani bi Ijazat Samahah al-‘Allamah al-Kabir Muhammad Taqi al-‘Utsmani (terbit tahun 1406 H/1986 M)
- Nihayat al-Mathlab fi ‘Ulum al-Isnad wa al-Adab
- Ad-Durar an-Nadzir wa ar-Raudh an-Nadzir fi Majmu’ al-Ijazah bi Tsabat al-Amir
- Al-‘Ujalah al-Makkiyyah
- Al-Waraqat ‘ala al-Jawahir ats-Tsamin fi al-Arba’in Haditsan min al-Hadits Sayyid al-Mursalin ; dan
- Ta’liqat ‘ala Kifayat al-Mustafiq li asy-Syaikh Mahfudz at-Turmusi
- Tahqiq al-Jami’ al-Hawi fi Marmiyat asy-Syarqawi
- Ittihaf ath-Thalib as-Sirri bi al-Asanid ila al-Wajih al-Kuzbari
- Al-Asanid al-Faqih Ahmad bin Hajar al-Haitami al-Makki (terbit tahun 1429H/2008M)
- Faidh ar-Rahman fi Tarjamah wa Asanid asy-Syaikh Khalifah bin Hamd an-Nabhan
- Al-Waslu ar-Rati fi Asanid Syihab Ahmad al-Mukhallati
- Faidh al-Muhaimin fi Tarjamah wa Asanid as-Sayyid Muhsin
- Madmah al-Wujdan fi Asanid asy-Syaikh Umar Hamdan
- Faidh al-Ilah al-‘Ali fi Asanid ‘Abdil Baqi al-Ba’li al-Hanbali
- Al-Maslak al-Jaliy fi Tarjamah wa Asanid asy-Syaikh Muhammad ‘Aliy (terbit tahun 1408 H/1988 M)
- Ithaf al-Ikhwan bi Ikhtishar Majma’ al-Wujdan (terbit tahun 1406H/1986M)
- Ittihaf al-Ikhwan bi Ikhtishar Madmah al-Wujdan fi Asanid asy-Syaikh Umar Hamdan
- Ittihaf as-Samir bi Auham Ma fi Tsabat al-Amir
- Ijazah as-Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliki
- Ijazah asy-Syaikh Aiman Suwaid
- Al-Irsyad as-Sawiyyah fi Asanid al-Kutub an-Nahwiyyah wa ash-Sharfiyyah
- Bughyat al-Muris fi ‘Ilm al-Asanid
- Ta’liqat ‘ala al-Awail as-Sunbuliyyah
- Al-Awail as-Sunbuliyah wa Dhailuha (terbit tahun 1427 H/2006 M)
- Ta’liqat ‘ala al-Awail al-‘Ajluniyyah
- Ta’liqat ‘ala Tsabat asy-Syanwani
- Ta’liqat ‘ala Tsabat asy-Syibrazi
- Ta’liqat ‘ala Tsabat al-Kazbari al-Hafidz
- Tsabat al-Kazbari (terbit tahun 1403 H/1983 M)
- Ta’liqat ‘ala Husn al-Wafa li Ikhwan ash-Shafa
- Ad-Durr an-Natsir fi Ittishal bi Tsabat al-Amir
- Ar-Raudh al-Fa-ih wa Bughyat al-‘Adi wa ar-Raih bi Ijazah al-Ustadz Muhammad Riyadh al-Malih
- Ar-Raudh al-Fa-ih wa Bughyat al-Ghadi wa ar-Raih (terbit tahun 1426H/2005M)
- Al-‘Ujlah fi Ahadits al-Musalsalah (terbit tahun 1405 H/1985 M)
- Al-‘Iqd al-Farid min Jawahir al-Asanid
- Uqud al-Lujain fi Ijazah Syaikh Ismail Zain
- Faidh al-Bari bi Ijazah al-Wajih as-Sayyid ‘Abdurrahman al-Anbari
- Faidh al-Mabdi bi Ijazah asy-Syaikh Muhammad ‘Audh az-Zabidi (terbit tahun 1429 H/2008 M)
- Al-Kawakib ad-Darari fi Ijazah Mahmud bin Sa’id al-Qahiri
- Al-Kawakib as-Siyarah fi Asanid al-Mukhtarah
- Masyjarah bi Asanid al-Fiqh asy-Syafi’i
- Al-Muqtathif min Ittihaf al-Akabir bi Asanid al-Mufti Abdul Qadir
- Al-Mawahib al-Jazilah wa al-‘Uqud al-Jamilah fi Ijazah al-‘Allamah al-Bahhatsah al-Musyarik asy-Syaikh Abi Yahya Zakaria bin Abdullah Bila
- An-Nafhat al-Maskiyyah fi Asanid al-Makkiyyah (terbit tahun 1409H/1989M)
- An-Nafhat al-Hasaniyyah (terbit tahun 1396 H/1976 M)
- Nahj as-Salamah fi Ijazah ash-Shafi Ahmad Salamah
- Al-Wafi bi Dzail Tadzkar al-Masafi bi Ijazah Syaikh Abdullah al-Jarafi (terbit tahun 1429 H/2008 M)
- Al-Washl ar-Ratibi fi Tarjamah wa Asanid Syihab Ahmad al-Mukhallati
- Al-Washl as-Sami bi Ijazah Sayyid Muhammad al-Hasyimi
- Dan masih banyak yang lainnya.
Semua kitab beliau dari no. 40 merupakan kitab dalam bidang ilmu sanad.
Namun sayang, agak sukar menjumpai karya-karya tersebut di tanah air. Karya beliau lebih banyak dicetak di Beirut dan Syiria. Selebihnya masih tersimpan dalam bentuk makhtutat di pustaka pribadi almarhum. Bahkan, karyanya yang fundamental dalam bidang hadits, Fath al-‘Allam dan ad-Durr al-Mandhud masih dalam bentuk manuskrip (penelitian tahun 2010).
Terkait karya ulama yang juga ahli fikih ini, ada beberapa perkara yang menarik. Pertama, Syeikh Fadani ternyata pernah menulis empat kitab arba’in (hadits 40) sekaligus. Kitab hadits 40 yang telah mencuri perhatian kaum muslimin selama berabad-abad ialah al-Arba’in an-Nawawiyyah karya Imam an-Nawawi (w. 676 H/1278 M). Sudah selayaknya juga, Syaikh Yasin yang menulis 4 versi kitab arba’in mendapat apresiasi yang sama dalam arti yang luas di kalangan umat Islam. Antara kitab arba’in beliau yaitu al-Arba‘un al-Buldaniyah, al-Arba’un Haditsan, Syarh al-Jauhar ats-Tsamin fi Arba’in Haditsan dan al-Arba’un Haditsan Musalsalah.
Kedua, karya Syaikh Yasin didominasi oleh kitab sanad yang ditulis dengan sangat teliti. Hampir dipastikan, setiap ilmu yang beliau tuntut ada susur galurnya hingga ke sumber pertama. Hal ini, setidaknya menyiratkan nilai ketekunan, ketulenan (otoritatif) dan keberkahan ilmu. Dengan ketekunan memelihara silsilah keilmuan itulah para ulama menyebutnya sebagai al-Musnid ad-Dunya (pemegang sanad di dunia) atau al-Musnid al-‘Ashr (pakar sanad zaman ini).
7. Pujian Para Ulama Kepada Syaikh Yasin Al-Faddani
Kealiman dan kepakaran Syaikh Yasin diakui oleh banyak para ulama dari seluruh penjuru dunia. Baik oleh para ulama semasa beliau maupun pada masa sesudahnya. Beliau banyak dipuji oleh para ulama dan para gurunya. Diantaranya adalah dari seorang ulama ahli hadits terkemuka dari Maroko, al-Muhaddits as-Sayyid Abdul Aziz al-Ghumari, yang menjuluki Syaikh Yasin sebagai ulama kebanggaan Haramain (Mekkah dan Madinah) dan sebagai muahaddits (pakar hadits) terkemuka.
Syaikh as-Sayyid Abdullah al-Ghumari, sebagaimana diceritakan oleh Syaikh Sa’id Mamduh: “Dalam suatu kesempatan berkumpul dengan Syaikh as-Sayyid Abdullah Shiddiq al-Ghumari pada musim haji tahun 1401 H/1991 M, beliau berkata kepada sekumpulan jamaah: “Kita sebelum ini telah mengakui Syaikh as-Sayyid Rafi’ at-Tahtawi sebagai al-Musnid al-‘Ashr. Namun sekarang, ketahuilah bahwa Syaikh Yasin al-Faddani adalah sebagai al-Musnid al-‘Ashr, tanpa diragukan lagi.” Suatu pengakuan yang tulus dari seorang pakar Islam yang kritis.”
Dalam muqaddimah kitab al-Fawaid al-Janiyyah kita akan temukan beberapa pujian ulama besar antara lain Syaikh Ismail Usman Zain al-Makki, Syaikh Abdullah bin Zaid al-Maghribi az-Zabidi (ulama Zabid Yaman, 1315 H-1389 H) yang merasa takjub dan kagum dengan kitab al-Fawaid al-Janiyyah, al-Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman al-Ahdal (Mufti Murawa’ah Yaman, 1307 H-1372 H) yang secara khusus menyusun sebuah syair panjang yang memuji SyeikhYasin diantara bait syair itu berbunyi:
أنت في العلم والمعاني فريد # وبعقد الفخار أنت الوحيد“Engkau tak ada taranya dalam ilmu dan hakekat. Dibangun orang kejayaan kaulah satu-satunya yang jaya.”
لــك عـز قــد اشـرقت بعـــــــلاه # شمس فضل لها الضياء يـريدعــــــــــلوم ابـدعـتـها بـمــفـهـوم # بحـــلاهـا تـــتوج المســــتـفـيدعصـــت فيــها عــلى فــرائد در # فـى نــحو الـحسـان هم العقودسـائرات كالشمس فى كــل قـطر # مشرقات والـجهل منـها يـبـيـدمن يضـاهى هـذا المـقام المــعلى # ان هــذا عـــن غــيـره لــعــيـدواذا انــتـمــى انـــاس لأصــــــل # انـت لـلســعـد اذ نسـبـت حفيد
Asy-Syaikh Fadhal bin Muhammad ‘Audh Bafadhal at-Tarimi juga memuji kitab karangan beliau dalam syairnya sebagai sebuah kitab yang dipenuhi permata. Diantara baitnya ia berkata dalam syairnya:
فيا طالب العلم لب نداء # ياسين وافرح بهذا القرى“Wahai pencari ilmu sambutlah panggilan Yasin. Bergembiralah dengan sajian yang ia sajikan.”
Prof. Dr. Ali Jum’ah salah satu Mufti Mesir dalam kitab Hasyiyah al-Imam al-Baijuri ‘ala Jauharat at-Tauhid yang ditahqiqnya, pada halaman 8 mengaku pernah menerima ijazah sanad hadits hasyiah tersebut dari Syaikh Yasin yang digelarinya sebagai Musnid ad-Dunya.
Syaikh Zakaria Abdullah Bila, teman dekat pendiri Nahdlatul Wathan yakni Tuan Guru KH. M. Zainuddin Lombok pernah berkata: “Waktu saya mengajar Qawa’id al-Fiqh di ash-Shaulatiyyah, seringkali mendapat kesulitan yang memaksa saya membolak-balik kitab-kitab yang besar untuk memecahkan kesulitan tersebut. Namun setelah terbit kitab al-Fawaid al-Janiyyah karangan Syaikh Yasin menjadi mudahlah semua itu, dan ringanlah beban dalam mengajar.”
Syaikh Umar Abdul Jabbar berkata di dalam surat kabar al-Bilad edisi hari Jum’at 24 Dzul Qa’dah tahun 1379H/1960M: “Bahkan yang terbesar dari amal bakti Syaikh Yasin adalah membuka madrasah putri pada tahun 1362 H. Dimana dalam perjalanannya selalu ada rintangan, namun beliau dapat mengatasinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan.”
Prof. Dr. Asy-Syaikh Yusuf Abdurrazzaq (Dosen kuliah Ushuluddin Universitas al-Azhar Kairo) juga memuji beliau dengan perkataan dan syi’ir yang panjang. Salah satu bait syairnya berbunyi:
أنت فينا بقية من كرام # لا ترى العين مثلهم إنسانا“Engkau di tengah kami orang terpilih dari orang terhormat. Tak pernah mata melihat manusia seumpama mereka.”
Al-Habib Saqqaf bin Muhammad Assegaf, seorang tokoh pendidik di Hadhramaut (1373 H) menceritakan kekaguman beliau terhadap Syaikh Yasin. Beliau menjulukinya sabagai “Sayuthiyyu Zamanihi” (Imam al-Hafidz as-Suyuthi pada zamannya). Beliau juga mengarang sebuah syair untuk memuji beliau, diantaranya berbunyi:
لله درك يا ياسين من رجل # أم القرى أنت قاضيها ومفتيهافي كل فن وموضوع لقد كتبا # يداك ما أثلج الألباب يحديها“Bagus perbuatanmu hai Yasin engkau seorang tokoh. Dari Ummul Qura engkau Qadhi dan Muftinya.Setiap pandan judul ilmu tertulis dengan dua tanganmu. Alangkah sejuknya akal pikiran rasa terhibur olehnya.”
Al-Muhaddits as-Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki sebagai guru Madrasah al-Falah dan Masjidil Haram, Syaikh M. Mamduh al-Mishri dan al-Habib Ali bin Syaikh Bilfaqih Sewun Hadhramaut dan para ulama lainnya, pernah memuji karangan-karangan beliau.
Prof. Dr. asy-Syaikh Yahya al-Ghautsani pernah menghadiri majelis Syaikh Yasin untuk mengkhatamkan Sunan Abu Dawud. Ketika itu hadir pula pakar hadits Maghribi (Maroko), asy-Syaikh as-Sayyid Abdullah bin Shiddiq al-Gumari, asy-Syaikh Abdussubhan al-Barmawi dan asy-Syaikh Abdul Fattah Rawah.
Pujian tersebut bukan hanya datang dari ulama Ahlussunnah, seorang ulama Wahabi Prof. Dr. asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Abi Sulaiman (Dosen Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummul Qura) di dalam kitab al-Jawahir ats-Tsaminah fi Bayan Adillat ‘Alam al-Madinah berkata: “Syaikh Yasin adalah muhaddits, faqih, mudir Madrasah Darul Ulum, pengarang banyak kitab dan salah satu ulama Masjidil Haram.”
Seorang tokoh agama Najd dari Ibukota Riyadh (pusat paham Wahabi), yaitu Jasim bin Sulaiman ad-Dausari pada tahun 1406 H pernah berkata:
أبلغوا مني سلاما من صبا نجد # ذكيالأبي الفيض فدانيمسند الوقت بعيد عن نزول # هابط أما لما يعلو فدانيفدى أسر الروايات فلوتنطق # لقالت: علم الدين فداني
Selain itu, pujian kepada beliau juga datang dari ulama India, Syaikh Muhammad Abdul Hadi serta ulama Seiwun Yaman, al-Habib Ali bin Syaikh Balfaqih al-‘Alawi.
8. Memperkenalkan Nama-nama Ulama Nusantara ke Dunia
Salah satu jasa besar Syaikh Yasin al-Faddani adalah memperkenalkan tokoh-tokoh ulama Nusantara ke dunia luar. Tanpa usaha beliau mungkin saja masyarakat luar Melayu tidak mengenali sama sekali peranan dan sumbangsih tokoh-tokoh ulama dari Nusantara. Melaluinya, perawi-perawi Arab dan non Melayu mengenal istilah “Kiyai” dalam bahasa Jawa yang bermakna syaikh, ustadz atau orang alim.
Diantara nama-nama ulama Nusantara yang disebutkan oleh Syaikh Yasin al-Faddani adalah sebagai berikut:
1. Syaikh Nawawi bin Umar al-Bantani2. Syaikh Abdushshamad bin Abdurrahman al-Falimbani3. Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy‘ari al-Jombangi4. Syaikh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani5. KH. Jam‘an bin Samun at-Tanqarani6. KH. Uhaid Ahyad bin Idris al-Bogori7. KH. Ma’shum bin Ahmad al-Lasemi8. KH. Baidhawi bin Abdul Aziz al-Lasemi9. KH. Baqir bin Nur al-Jogjawi10. KH. Mahfudz bin Abdullah at-Termasi11. KH. Khalil bin Abdul Lathif al-Bangkalani12. KH. Abdul Muhith bin Ya’qub as-Sidoarjowi13. KH. Umar bin Shalih as-Samarani14. KH. Ali bin Abdullah al-Banjari15. KH. Hasan bin Abdus Syakur as-Sarbawi16. Syaikh Zainuddin as-Sumbawi17. KH. Mahmud bin Kenan al-Falimbani18. KH. Arsyad bin Abdushshamad al-Banjari19. KH. Taib bin Ja‘far al-Falimbani20. KH. Abdullah bin Azhari al-Falimbani21. KH. Ahmad Marzuqi bin Hamid as-Suwahani22. KH. Muhammad bin Yasin al-Pekalongani23. KH. Abdul Hamid bin Zakaria al-Betawi24. Syaikh Muhsin bin Raden Muhammad as-Sirangi25. KH. Shiddiq bin Abdullah al-Lasemi26. KH. Hasan bin Syamsuddin al-Qanquni27. KH. Bakri bin Sida al-Bantani28. Qadhi Musa bin Ibrahim al-Melakawi29. Qadhi Abubakar bin Hasan al-Muari30. Syaikh Utsman bin Abdul Wahhab as-Sarawaqi31. Syaikh Muhammad Shalih bin Idris al-Kelantani32. Dan lain lain.
Ada juga tokoh Nusantara yang diberi gelar sebagai muhaddits (ahli hadits) oleh Syaikh Yasin al-Faddani, seperti al-Habib Syaikh bin Ahmad Bafaqih Botoputih Surabaya. Menurut Syaikh Yasin: “Muhaddits di zaman akhir bermakna seorang musnid (ahli sanad) yang luas periwayatannya serta banyak memperoleh kitab sanad dan fihris secara bersambung dari para ulama Timur dan Barat. Sekarang ini kira-kira terdapat 130 orang alim ulama Nusantara.”
Diantara ulama yang paling banyak sanad periwayatannya ialah Syaikh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani (1182 H), Syaikh Abdushshamad bin Abdurrahman al-Falimbani (1211 H), Syaikh Abdul Ghani bin Shubuh al-Bimawi, Syaikh Mahfudz bin Abdullah at-Termasi (1338 H), Syaikh Abdul Hamid Kudus, Syaikh Mukhtar bin Atharid al-Bogori dan al-Habib Salim bin Jindan.
9. Murid-murid Syaikh Yasin Al-Faddani
Murid-murid Syeikh Yasin sangat banyak sekali. Merekalah yang menjadi penyambung silsilah keilmuan yang beliau miliki dari para guru untuk para murid. Diantara murid-murid beliau antar lain:
1. Asy-Syaikh Muhammad Ismail Zain al-Makki al-Yamani2. Prof. DR. as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki3. Asy-Syaikh Muhammad Mukhtaruddin al-Falimbani4. Asy-Syaikh Muhammad Hamid Amin al-Banjari5. Al-Habib Umar bin Hafidz Tarim6. Al-Habib Muhammad Hamid al-Kaf Makkah7. Asy-Syaikh Ahmad Damanhuri al-Bantani8. KH. Abdul Hamid ad-Dari9. Asy-Syaikh Ahmad Muhajirin ad-Dari Bekasi10. Asy-Syaikh KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani (Guru Ijai) Martapura11. Asy-Syaikh Mu’allim KH. M. Syafi’i Hadzami12. DR. Burhanuddin Umar Lubis13. KH. Maimoen Zubair Rembang14. KH. Hasan Azhari15. KH. Sahal Mahfudz Pati16. KH. DR. Abdul Muhith Abdul Fattah17. KH. Zayadi Muhajir18. KH. Ahmad Junaidi19. KH. Idham Khalid20. KH. Thahir Rahili21. KH. Ahmad Muthohar Mranggen22. DR. Muslim Nasution23. KH. Yusuf bin Hasyim Asy’ari24. Prof. DR. Sayyid Agil Husain al-Munawwar25. Prof. DR. Muhibbudin Wali al-Khalidi26. Asy-Syaikh Muhammad Nuruddin Marbu al-Banjari27. DR. Yahya al-Ghaustani28. As-Sayyid Abdullah Shiddiq al-Ghumari29. Asy-Syaikh Abdus Shubhan al-Barmaw30. Asy-Syaikh Abdul Fattah Rawah31. Asy-Syaikh DR. Ali Jum’ah Mufti Mesir32. Asy-Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni Damaskus33. DR. Muhammad Hasan ad-Dimyathi34. Asy-Syaikh Hasan al-Qathirji35. Tuan Guru KH. Abdullah bin Abdurrahman Pondok Lubuk Tapah Kelantan36. Tuan Guru KH. Hasyim bin Abubakar Pondok Pasir Tumboh Kelantan37. Prof. Dr. M. Hasan ad-Dimasyqi38. Asy-Syaikh Isma’il Zain al-Yamani39. Dan masih banyak lagi.
Di Indonesia bisa dikatakan hampir semua ulama di Jakarta dan beberapa daerah lainnya yang seangkatan dengan beliau atau di bawah beliau merupakan murid beliau. Selain itu di Malaysia, Thailand dan Brunei juga tersebar murid-murid beliau yang sangat banyak.
10. Syaikh Yasin Al-Faddani Sosok yang Tawadhu’ dan Bersahaja
Meski dikenal sebagai seorang maha guru, Syaikh Yasin tetap bersikap tawadhu’ kepada siapa saja. Beliau tak segan untuk meminta ijazah dan ilmu dari para muridnya.
Syaikh Yasin juga sering berkunjung ke Indonesia, negeri asal nenek moyangnya. Dalam kunjungan beliau ke Indonesia beliau mengunjungi beberapa pondok pesantren antara lain di Jakarta, Padang, Palembang, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, NTB, Kalimantan, Ambon dan Manado. Setiap pesantren yang beliau kunjungi selalu dipenuhi oleh jamaah dari berbagai kalangan, ulama, santri maupun masyarakat awam. Dalam setiap kesempatan beliau selalu menyampaikan hadits sekaligus mengijazahkannya. Oleh karena itu banyak ulama menemui Syaikh Yasin hanya karena ingin dianggap sebagai murid olehnya dan meminta ijazah hadits.
Hal yang menarik dari sosok Syaikh Yasin adalah, sekalipun beliau adalah seorang ulama tradisional namun beliau memiliki wawasan yang luas. Beliau berpandangan belajar dan mengajar bagi kaum wanita juga wajib sebagaimana yang telah disabdakan Baginda Nabi Saw. Ini terbukti dengan usahanya mendirikan beberapa lembaga pendidikan untuk kaum wanita.
Setelah sekian lama menanamkan cita-citanya untuk membangun madrasah putri, pada tahun 1362 H/1943 M beliau mendirikan lembaga pendidikan untuk kaum wanita yang dinamainya dengan Madrasah Ibtidaiyyah lil Banat. Lembaga pendidikan ini merupakan yang pertama di Arab Saudi yang didirikan khusus untuk kaum hawa. Setelah sekolah ibtidaiyah telah banyak dan membutuhkan tenaga pengajar, Syaikh Yasin memandang perlu mendirikan lembaga pencetak guru wanita. Maka pada bulan Rabi’ul Akhir tahun 1377 H beliau mendirikan Ma’had lil Mu’allimat.
Dalam surat kabar al-Bilad edisi Jum’at 24 Dzul Qa’dah 1379 H/1960 M, Syaikh Umar Abdul Jabbar, seorang ulama dan kolumnis menulis esai sebagai berikut: “Bahkan yang terbesar dari amal bakti Syaikh Yasin adalah membuka madrasah putri pada tahun 1362 H/1943 M. Inilah sekolah pertama perempuan yang didirikan di Negeri Kerajaan Arab Saudi. Dalam perjalananya selalu ada rintanagn, namun beliau dapat mengatasinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan.”
Ketawadhu’an beliau juga terlihat sebagaimana diceritakan oleh murid beliau, Syaikh Mahmud bin Said Mamduh, bahwa karya Syaikh Yasin mengenai ushul fiqh, syarah al-Luma’ sebaganyak dua jilid yang tebal terpaksa tidak jadi dicetak lantaran guru beliau Syaikh Yahya Aman sudah terlebih dahulu mengirimkan naskah karyanya dalam hal yang sama ke percetakan. Tampaknya beliau berkaca pada kejadian sebelumnya, saat beliau mencetak kitab Hasyiyah at-Taisir karya beliau, yang ternyata karya serupa dibuat oleh guru beliau Syaikh Yahya Aman, yang akhirnya membuat karya Syaikh Yasin kurang dikenal.
11. Kesederhanaan Syaikh Yasin Al-Faddani
Karena sangat bersemangat dan giat dalam menuntut ilmu agama, Syaikh Yasin hampir saja lupa menikah. Beliau termasuk terlambat dalam membina rumah tangga. Hingga sampai pada usia empat puluh tahun beliau belum juga menikah. Hal ini membuat orangtuanya merasa prihatin dan khawatir, juga para guru dan rekan-rekan beliau. Mereka mengingatkan beliau bahkan ada yang ingin menjadikan beliau sebagai menantu. Karena orangtua beliau mengancam akan membakar kitab-kitab beliau dan beliau pun merasa takut durhaka kepadanya, akhirnya masa lajang beliau akhiri tepat pada usia 40 tahun.
Hal yang sangat menarik dari sosok Syaikh Yasin al-Fadani adalah kesederhanaannya. Walaupun beliau seorang ulama besar namun beliau tidak segan-segan untuk keluar masuk pasar memikul dan menenteng sayur mayur untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Dengan memakai kaos oblong dan sarung, Syaikh Yasin juga sering nongkrong di warung teh sambil menghisap Shisah (rokok Arab). Tak ada seorang pun yang berani mencelanya karena ketinggian ilmu yang dimiliki Syaikh Yasin.
KH. Sukarnawadi Husnuddu’at mengatakan: “Syaikh Yasin orangnya santai, sederhana, tidak menampakkan diri, sering muncul menggunakan kaos biasa, sarung, dan sering nongkrong di “Gahwaji” untuk nyisyah (menghisap rokok Arab). Tak seorangpun yang berani mencela beliau karena kekayaan ilmu yang beliau miliki. Yang ingkar kepada beliau hanyalah orang-orang yang lebih mengutamakan tampang dzahir daripada yang bathin.”
Jika musim haji tiba Syaikh Yasin mengundang para ulama dari seantero dunia dan para pelajar untuk berkunjung ke rumahnya untuk berdiskusi dan tak sedikit dari para ulama yang meminta ijazah sanad hadits dari beliau. Namun walau musim haji telah lewat, rumah Syaikh Yasin tetap selalu ramai dikunjungi para ulama dan pelajar.
12. Seorang Alim yang Menghargai Para Ahli Ilmu
Syaikh Yasin sering mengadakan kunjungan-kunjungan ke berbagai negara terutama di Indonesia yang merupakan asal dari nenek moyangnya. Tak sedikit dari para ulama yang bertemu Syaikh Yasin ingin dianggap sebagai murid oleh beliau dan meminta ijazah sanad hadits.
Salah satu kejadian yang menarik adalah sewaktu Syaikh Yasin berkunjung ke Indonesia. Banyak para ulama dari berbagai daerah di Indonesai berbondong-bondong menemui Syaikh Yasin untuk dianggap sebagai murid. Salah satu dari mereka adalah Mu’allim KH. Syafi’i Hadzami. KH. Syafi’i datang menemui Syaikh Yasin untuk diangkat sebagai murid. Namun Syaikh Yasin menolaknya, bukan karena tidak suka atau ada hal lain, namun Syaikh Yasin menganggap bahwa dirinya tidak pantas menjadi guru dan beliau mengatakan bahwa dirinyalah yang pantas menjadi murid KH. Syafi’i Hadzami.
Syaikh yasin menilai bahwa kedalaman ilmu yang dimiliki KH. Syafi’i Hadzami tak diragukan lagi. KH. Syafi’i Hadzami begitu terkenal namanya di Mekkah sebagai sosok ulama Indonesia yang memiliki keluasan ilmu. Begitulah sosok Syaikh Yasin al-Faddani yang sangat menghargai para ahli ilmu.
13. Tukang Sapu Makam Nabi Saw.
KH. Maimoen Zubair adalah murid senior Syeikh Yasin al-Faddani yang sekarang masih hidup. Sebagaimana diutarakannya, ia telah berguru pada Syaikh Yasin al-Faddani sejak tahun 1370 H/1940 M. Kepada Syaikh Yasin al-Faddani beliau mengaji kitab Sunan Abi Daud hingga tamat.
Syaikh Yasin pernah bercerita pada Mbah Maimenn tentang kisah Syaikh al-Ajrum yang melarang sebuah karyanya dicetak pada masa itu. Karya yang berjudul al-Ajrumiyyah baru dicetak setelah wafatnya dan menjadi kitab yang baku dalam pelajaran tata bahasa Arab dan termasyur di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Mungkin itulah sebab ada sebagian ulama yang melarang karyanya dicetak di masa itu. Mereka melihat dengan mata batinnya, kelak kitab itu dibutuhkan dan menjadi amal jariah setelah wafatnya.
Begitu pula dengan karya al-Qadhi Abu Syuja’, Matn at-Taqrib. Al-Qadhi Abu Syuja’ hidup selama 160 tahun lebih. 60 tahun digunakannya untuk mengajar, dan 100 tahun dari usianya ia abdikan sebagai Kannas Qabr an-Nabiy (tukang sapu makam Nabi Saw.). Ia senang dengan gelar itu sehingga ia tak mau dirinya disebut Syaikh atau ‘Allamah.
Acap kali saat membersihkan makam Nabi Saw., ia bermunajat agar dirinya diberikan keberkahan umur dan karyanya akan kelak berguna bagi umat. Dan di kemudian hari, kitabnya, Matn at-Taqrib, memang termasyur di kalangan para penuntut ilmu.
14. Karamah Syaikh Yasin Al-Faddani
Allah Swt. memang sangat mengasihi hambaNya yang shaleh dengan bentuk yang beragam. Ada yang diangkat derajatnya dengan diberikan ilmu agama yang mendalam dan ada pula yang diberikan kejadian yang luar biasa yang disebut dengan karamah. Syaikh Yasin dimuliakan Allah dengan kedua-duanya. Ini merupakan hasil istiqamah beliau dalam ilmu dan beramal. Ada beberapa kisah yang masyhur di kalangan pecinta beliau antara lain:
Pernah suatu ketika ada seorang tamu asal Syiria, Zakaria Thalib, mendatangi rumah Syaikh Yasin pada hari Jum’at. Ketika adzan Jum’at dikumandangkan, Syaikh Yasin masih saja di rumah. Akhirnya tamu tersebut keluar dan shalat di masjid terdekat.
Seusai shalat Jum’at, ia menemui seorang kawan dan ia pun bercerita pada temannya bahwa Syaikh Yasin tidak shalat Jum’at. Namun hal itu dibantah oleh temannya tersebut seraya berkata: “Kami sama-sama Syakh Yasin shalat di Nuzhah, yaitu di Masjid Syaikh Hasan al-Masysyath yang jaraknya jauh sekali dari rumah beliau.”
KH. M. Abrar Dahlan juga pernah bercerita: “Suatu hari Syaikh Yasin menyuruh saya membikin syai (teh) dan syisah (rokok Arab). Setelah saya bikinkan dan Syaikh Yasin mulai meminum teh, saya keluar menuju Masjidil Haram. Ketika kembali, saya melihat Syaikh Yasin baru pulang mengajar dari Masjidil Haram dengan membawa beberapa kitab. Saya menjadi heran, anehnya tadi di rumah menyuruh saya bikin teh, sekarang beliau baru pulang dari masjid.”
Pernah salah seorang murid Syaikh Yasin, KH. Abdul Hamid dari Jakarta, sewaktu beliau dihadapi kesulitan dalam mengajar ilmu fiqih “bab diyat”, sehingga pengajian terhenti karenanya. Malam hari itu juga, beliau mendapati sepucuk surat dari Syaikh Yasin. Begitu membuka isi surat tersebut ternyata isinya adalah jawaban dari kesulitan yang sedang dihadapinya. Ia pun merasa heran, dari mana Syaikh Yasin tahu, sedangkan ia sendiri tidak pernah menanyakan kepada siapapun tentang kesulitan ini.
Syaikh Mukhtaruddin Palembang juga bercerita: “Ketika Bapak Presiden Soeharto sedang sakit mata, beliau mengirim satu pesawat khusus untuk menjemput Syaikh Yasin. Akhirnya Pak Soeharto pun sembuh berkat doa beliau.”
15. Kewafatan Syaikh Yasin Al-Fadani
Setelah sekian lama membaktikan dirinya dalam pengembangan ilmu agama, Hadhratus Syaikh al-‘Allamah Abu al-Faidh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa al-faddani al-Makki berpulang ke hadhiratNya pada hari Jum’at Shubuh tanggal 27 Dzul Hijjah tahun 1410 H/20 Juli 1990 M dalam usia 75 tahun.
Dalam waktu singkat berita kewafatannya menyebar luas. Orang-orang pun berdatangan berduyun-duyun untuk bertakziyah. Roman wajah beliau ketika wafat tampak berseri-seri dan tersenyum.
Setelah dishalati usai shalat Jum’at jasad beliau dimakamkan di pemakaman Ma’la. Dan kebesaran Allah ditampakkan oleh para hadirin yang hadir dalam prosesi penguburan jenazah ulama besar tersebut. Begitu jenazah dimasukkan ke liang lahat, bukan liang yang sempit dan lembab yang tampak tapi liang tersebut berubah menjadi lapangan yang luas membentang disertai dengan semerbak wewangian yang harum mewangi nan menyegarkan.
Beliau meninggalkan satu orang istri dengan empat orang putra yaitu Muhammad Nur ‘Arafah, Fahd, Ridha dan Nizar.
16. Haul Syaikh Yasin Al-Faddani
Seperti biasanya jika telah datang tanggal 28 Dzul Hijjah maka banyak para murid al-Maghfrulah Syaikh Yasin bin Muhammad Isa al-Faddani menghadiri upacara haul peringatan wafatnya beliau yang biasanya diselenggarakan di rumah putra beliau.
Tepatnya di masjid Jami’ al-Amjad Jalan Prapanca Buntu, acara ini biasanya dipimpin oleh khalifah Syaikh Yasin yaitu al-Habib Hamid bin Alwi al-Kaff dan Syaikh Muhammad Husni Thamrin al-Banjari.