ASBAB AN NUZUL




1.      Pengertian Nuzul Al- Qur’an
Kata nuzul Al- qur’an adalah gabungan dari dua kata, yang dalam bahasa Arab susunan semacam ini disebut dengan istilah tarkib idlafi, dan dalam bahasa Indonesia biasa diartikan dengan, turunnya Al- qur’an.
Dalam bahasa Arab, kata “nazala” dapat berarti: الهبوط من علوإلى سفل, yakni; “meluncur dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah”. Pengertian konteks semacam ini, misalnya, dapat disimak di dalam salah satu ayat Al- qur’an yang berbunyi:
و قل رب أنزلني منزلا مباركا وأنت خير المنزلين (المؤمنون:29)
Dan berdo’alah; Ya Tuhanku, turunkanlah aku pada tempat yang diberkahi, karena Engkau adalah sebaik- baik yang memberi tempat. Q.S. (23):29
Nuzul, juga secara etimologi dapat berarti singgah atau tiba di tempat tertentu. Makna nuzul dalam pengertian yang disebut terakhir ini dalam kebiasaan orang Arab menurut ‘Abdul ‘Azhim Al- Zarqaniy sebagai makna hakiki. Sehingga kata singgah, mampir atau tiba umpamanya, sering diungkapkan oleh orang Arab dalam formulasi seperti berikut ini yakni:نزل الأمير المدينة , yang bila dibahasa Indonesia menjadi “seorang penguasa singgah atau tiba di suatu tempat.
Dr. Ahmad Al- Sayyid Al- Kumi dan Dr. Muhammad Ahmad Yusuf Al- Qasim mengemukakan; setidak- tidaknya, ada lima makna nuzul, yaitu, dua diantaranya yang telah disebutkan di atas, sedangkan dua makna lainnya berarti; " الترتيب tertib, teratur”الاجتماعyang berarti “turun secara berangsur- angsur dan terkadang sekaligus”.
Dalam kaitannya dengan makna nuzul yang pertama di atas, ‘Abdul ‘Azhim al- Zarqaniy menegaskan:
ويطلق النزول إطلاقا أخر فى اللغة على اتحدار الشيئ من علو إلى سفل والمتعدى منه يكون معناه تحريك الشيئ من على إلى سفل
Menurut bahasa, kata nuzul dalam redaksi yang lain diformulasikan sebagai, pindahnya sesuatu dari atas ke bawah. Lebih dari itu, kadang- kadang nuzul juga diartikan bergeraknya sesuatu dari atas ke bawah.
Sudah pasti, tandas Al- Zarqaniy, bahwa pengertian nuzul semacam itu tidak layak diberikan untuk maksud diturunkannya Al- Qur’an oleh Allah, karena pengertian tersebut lebih tepat dan lazim digunakan dalam prihal yang berkenaan dengan tempat dan benda atau materi yang memiliki berat jenis tertentu. Sedangkan Al- Qur’an bukanlah semacam benda yang memiliki tempat perpindahan dari atas ke bawah, baik yang berkaitan dengan kalimat- kalimat ghaibiyat yang ,azali (kalam al- nafs) maupun Al- Qur’an dalam pengertian lafal- lafal yang mengandung i’jaz (kalam al- lafzhi). Kalau begitu, maka penggunaan kata nuzul dalam kaitannya dengan nuzul al- Qur’an dimaksudkan dalam pengertian yang mijazi, yaitu, sebagai ungkapan yang tidak harus dipahami secara harfiah. Selanjutnya, ia mengatakan:
واليكن المعنى المجازى لإنزال القرآن هو الإعلام فى جميع إطلاقاته
Dan agaknya pengertian majazi bagi lafal nuzul al-   Qur’an adalah pemberitahuan mengenai al- Qur’an dari segala segi dan aspek- aspeknya.
Oleh karena itu, pengertian nuzul al-Qur’an bukanlah tergambar dalam wujud berpindah atau turunnya al- Qur’an dari atas ke bawah, tetapi haruslah dipahami bahwa segenap penghuni langit dan bumi telah di ‘i’lamkan (diberitahukan) oleh Allah mengenai al-Qur’an dengan segala aspeknya. Dengan demikian, bila kata nuzul dita’wilkan dengan kata ‘ilam, maka akan hilanglah image tentang interpretasi nuzul dalam arti “perpindahan sesuatu dari atas ke bawah”. Sebab, pemberitahuan Allah mengenai apapun kepada siapa saja tidak terikat oleh arah tertentu atau tempat tertentu. Karena bila Allah hendak mengi’lamkan (memberitahukan) firman-Nya tidak harus dari atas, sebab Allah tidak mempunyai tempat tertentu sebagaimana makhluk-Nya. Atas dasar itulah, pena’wilan kata nuzul dengan kata i’lam, demikian al- Zarqaniy, adalah lebih relevan dengan kedudukan dan eksistensi serta didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut:
a.       Sesuatu yang pasti, bahwa al- Qur’an ialah kalam Allah, karena itu, kalam Allah tersebut sangat terkait dengan dalalah dan pemahaman. Dengan demikian, pena’wilan terhadap kata nuzul dengan artii’lam berarti kembali kepada suatu yang telah diketahui dan dipahami dari apa yang terkait tadi (dalalah dan pemahaman).
b.      Bahwa yang dimaksud dengan al-Qur’an berada di lauh al-mahfuzh dan di langit dunia (ba’it al-‘izzah) serta di dalam hati Nabi s.a.w., juga dalam arti bahwasannya al- Qur’an itu telah dii’lamkan oleh Allah kepada makhluk-Nya di bumi sesuai dengan kehendak Allah, sebagai petunjuk bagi manusia untuk mencapai kebenaran.
c.       Bahwa ditafsirkannya lafal inzal, nuzul dengan lafal i’lam dalam konteks ini, hanyalah tertuju kepada al- Qur’an dengan segala yang dikandungnya.
Dengan mengutip pernyataan al- Zarqaniy mengenai pemahaman lafal nuzul yang diartikan i’lam sebagai mana telah dikemukakan di atas, Rifaat Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan berkomentar.
Karena kata nuzul dalam kaitaannya dengan nuzul al-Qur’an dianggap sebagai ungkapan ; majaz, isti’arah tashriyah, yaitu menyamakan pemberitahuan dari seorang “atasan” kepada “bawahan” karena ada segi kesamaan antara keduanya, dalam arti datangnya sesuatu itu dari pihak yang bermartabat lebih tinggi kepada yang bermartabat lebih rendah, maka seakan- akan

B.     Pengertian Asbab An- Nuzul
Ungkapan asbab an- nuzul merupakan bentuk idhafah dari kata “asbab” dan “nuzul”. Secara etimologi, asbab an- nuzul adalah sebab- sebab yang melatarbelakangi terjadinya sesuatu dapat disebut asbab an- nuzul, dalam pemakaiannya, ungkapan asbab an- nuzul khusus dipergunakan untuk menyatakan sebab- sebab yang melatarbelakangi turunnya Al- Qur’an, seperti halnya asbab al- wurud secara khusus digunakan bagi sebab- sebab terjadinya hadis.
Banyak pengertian terminologi yang dirumuskan oleh para ulama’ di antaranya :
1.      Menurut Az- Zarqani:
Asbab an- nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat Al- Qur’an yangberfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi.”
2.      Ash- Shabuni:
“Asbab an- nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama.
3.      Shubhi Shalih:
ما نزلت الاية أو الايات بسببه متضمّنة له أو مجيبة عنه أو مبيّنة لحكمه زمن وقوعه.
Artinya:
“Asbab an- nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat Al- Qur’an yang terkandung menyiratkan suatu peristiwa, sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum- hukum ketika peristiwa itu terjadi.
4.      Mana’ Al- Qaththan:
ما نزل قران بشأنه وقت وقوعه كحادثة أوسؤال.
Artinya:
Asbab an- nuzul adalah peristiwa- peristiwa yang menyebabkan turunnya Al- Qur’an, berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.
            Kendatipun redaksi pendefinisian di atas sedikit berbeda, semuanya menyimpulkan bahwa yang disebut asbab an- nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al- Qur’an, dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah- masalah yang timbul dari kejadian tersebut. Asbab an- nuzul merupakan bahan sejarah yang dapat dipakai untuk memberikan keterangan terhadap turunnya ayat Al- Qur’an dan memberinya konteks dalam memahami perintah- perintahnya. Sudah tentu bahan- bahan sejarah ini hanya melingkupi peristiwa pada masa Al- Qur’an masih turun (‘ashr at- tanzil).
            Bentuk- bentuk peristiwa yang melatarbelakangi turunnya Al- Qur’an itu sangat beragam, di antarannya berupa konflik sosial, seperti ketegangan yang terjadi antara suku Aus dan Suku Khazraj; kesalahan besar, seperti kasus salah seorang sahabat yang mengimami shalat dalam keadaan mabuk; dan pertanyaan- pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang sahabat kepada Nabi, baik berkaitan dengan sesuatu yang telah lewat, sedang, atau yang akan terjadi.
            Persoalan mengenai apakah seluruh ayat Al- Qur’an memiliki asbab an- nuzul atau tidak, ternyata telah terjadi bahan kontroversi di antara para ulama’. Sebagaian ulama’ berpendapat bahwa tidak semua ayat Al- Qur’an memiliki asbab an- nuzul. Oleh karena itu, ada ayat Al- Qur’an yang diturunkan tanpa ada yang melatarbelakanginya (ibtida’), dan sebagian lainnya diturunkan dengan dilatarbelakangi oleh suatu peristiwa (ghair ibtida’).
            Pendapat tersebut hampir menjadi kesepakatan para ulama’. Akan tetapi, sebagian berpendapat bahwa kesejarahan Arabia pra- Qur’an pada masa turunnya Al- Qur’an merupakan latarbelakang makro Al- Qur’an, sedangkan riwayat- riwayat asbab an- nuzul merupakan latarbelakang mikronya. Pendapat ini berarti menganggap bahwa semua ayat Al- Qur’an memiliki sebab- sebab yang melatarbelakanginya.
C.    Urgensi Dan Kegunaan Asbab An- Nuzul
Az- Zarqani dan As- Suyuthi mensinyalir adanya kalangan yang berpendapat bahwa mengetahui asbab an- nuzul merupakan hal yang sia- sia dalam memahami Al- Qur’an. Mereka beranggapan bahwa mencoba memahami Al- Qur’an dengan meletakkannya dalam konteks historis itu sama dengan membatasi pesan- pesannya pada ruang dan waktu tertentu. Namun, keberatan seperti ini tidaklah berdasar karena tidak mungkin menguniversalkan pesan Al- Qur'an di luar masa dan tempat pewahyuan, kecuali melalui pemahaman yang semestinya terhadap makna Al- Qur’an dalam konteks kesejarahannya.
Sementara itu, mayoritas ulama’ sepakat bahwa konteks kesejarahan yang terakumulasi dalam riwayat- riwayat asbab an- nuzul merupakan satu hal yang signifikan untuk memahami pesan- pesan Al- Qur’an. Dalam satu pernyataannya, Ibn Taimiyah menyatakan:
معرفة سبب النّزول تعين على فهم الاية فإنّ العلم بالسّبب يورث العلم بالمسبّب.
Artinya:
Asbab an- nuzul sangat menolong dalam menginterpretasikan Al- Qur’an.
      Ungkapan senada dikemukakan oleh Ibn Daqiq Al’led dalam pernyataannya:
بيان سبب النّزول طريق قويّ فى فهم معاني الكتاب العزيز.
Artinya:
Penjelasan terhadap asbab an- nuzul merupakan metode yang kondusif untuk menginterpretasikan makna- makna Al- Qur’an.

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post