Pada zaman dahulu Trenggalek
terkenal daerah yang tandus dan kering, sehingga banyak orang makan nasi tiwul
/ gaplek.Hal itu menjadikan rasa keprihatinan bagi punggawa pemerintahan
Kadipaten Trenggalek khususnya Adipati Minak Sopal.Karena rasa tanggung
jawabnya terhadap rakyatnya, maka Adipati Minak Sopal punya gagasan untuk
membangun Dam agar airnya bias mengaliri sawah-sawah yang ada di wilayah
Trenggalek yang dulu terkenal sawah tadah hujan.Dalam mewujudkan gagasan itu
Adipati Minak Sopal membangun Dam di daerah Bagong. Untuk
membangun Dam Bagong tidak mudah karena arus air dari kawasan utara sangat
besar sehingga Dam itu jebol dan rusak.Jebol dan rusaknya Dam itu ternyata
karena ulah dari Penguasa Kawasan Gunung Wilis yang terkenal sakti bernama Raja
Bedander.Konon Raja Bedander bermusuhan dengan Adipati Minak Sopal karena
perebutan wilayah. Untuk itu Raja Bedander mengancam Trenggalek akan
dimusnahkan dengan cara mendatangkan air yang besar dar4i sungai sebelah utara
Trenggalek. Karena ada ancaman dari Raja Bedander maka Adipati Minakm Sopal
berupaya menanggulangi dengan cara membuat Dam Bagong. Namun
sebelum mengulas tentang Dam Bagong perlu kita menyimak peristiwa permusuhan
Raja Bedander dengan Adipati Minak Sopal.Dulu Raja Bedander mempunyai wilayah
di kawasan lereng Gunung Wilis.Karena ambisinya dia ingin mengembangkan wilayah
ke selatan. Wilayah selatan adalah wilayah
kawasan Adipati Minak Sopal sehingga terjadi perebutan wilayah.Agar tidak
mengorbankan rakyatnya maka Adipati Minak Sopal mengajak bertanding Raja
Bedander adu kesaktian. Karena tantangan dari Adipati Minak Sopal maka Raja
Bedander beserta prajuritnya berangkat bersama-sama menuju Trenggalek, Karena
perjalanannya dari lereng Gunung Wilis sangat jauh, maka rombongan Raja
Bedander beristirahat di daerah Srabah dengan menancapkan payungnya di tanah
yang akhirnya sampai sekarang bekas istirahatnya Raja Bedander di Srabah
dinamai Watu Payung karena ada batu yang menyerupai payung. Usai
istirahat di Srabah berangkat ke selatan.Di selatan desa Srabah rombongan Raja
Bedander istirahat lagi sambil menghibur diri dengan diiringi gamelan.Rasa
capeknya sudah hilang rombongan berangkat lagi ke selatan. Namun
sebelum berangkat gamelan pengiring tadi Ia sabda jadi batu yang sekarang
dinamai “Batu Gong” atau batu gamelan, karena ada batu-batu yang menyerupai
alat gamelan. Di
sekitar Ngares tepatnya di tengah hutan Raja Bedander bertemu dengan Adipati
Minak Sopal.Mereka berkelahi adu kesaktian sampai berhari-hari. Karena
kelelahan mereka istirahat, usai istirahat mereka berdua mengajak bertanding
lagi dengan cara adu ayam. Ayam mereka berdua juga sangat sakti, karena setiap
adu cakar terjadi percikan api. Namun pada suatu saat ayam Adipati Minak Sopal
menghantam dan mencakar ayam Raja Bedander dengan kerasnya sehingga ayam itu
jatuh terduduk.Setelah jatuh terduduk ada kejadian aneh bahwa ayam Raja
Bedander menjadi batu dan ayam Adipati Minak Sopal menjadi bongkahan besi baja. Ternyata
karena kesaktian dari masing-masing penguasa itu, Raja Bedander menciptakan
ayam jago dari batu dan Adipati Minak Sopal menciptakan ayam jago dari besi
baja.Untuk itu sampai sekarang bekas tempat adu jago itu dinamai “Watu Jago”,
karena di situ ada batu menyerupai ayam jago. Nah
karena merasa belum kalah Raja Bedander mengajak lagi bertanding adu kesaktian.
Namun pada perkelahian kali ini Raja Bedander kena sabetan keris Adipati Minak
Sopal tepatnya mengenai kemaluannya sehingga putus. Akhirnya Raja Bedander lari
sambil memegangi kemaluannya dan darahnya tercecer di jalan. Dia istirahat
darah tetap mengalir sehingga tanah itu diberi nama “Lemah Bang” yang artinya
tanah merah. Raja Bedander walaupun sudah kalah tetap belum menerima kekalahannya
bahkanb akan mendatangkan banjir banding dari lereng Gunung Wilis. Untuk
menjaga ancaman dari Raja Bedander maka ada syarat yaitu harus membuat
bendungan air.Tempat yang cocok adalah di daerah Bagong, namun memerlukan
tumbal. Hal
ini diperoleh wisik (bisikan) dari orang tua Adipati Minak Sopal yang ayahnya
siluman Raja Buaya dan ibunya bernama Roro Amis. Dari saran orang tuanya itu
bahwa Dam (bendungan) tidak akan jebol apabila diberi tumbal gajah putih.
Padahal gajah putih yang punya hanya Mbok Roro Krandon dari Ponorogo, maka
suatu hari berangkatlah Adipati Minak Sopal ke Ponorogo mau pinjam gajah
putih.Karena mau dipinjam maka gajah putih diberikan pada Adipati Minak Sopal.
Gajah Putih sebelum dijadikan tumbal dikandangkan di daerah Gempleng yang
sampai sekarang peninggalannya diberi nama “Watu Kandang”. Pada
suatu hari Gajah Putih dibawa ke Dam Bagong untuk disembelih dan dibuang dalam
Dam (bendungan) itu.Wal hasil memang bendungan itu kuat dan tidak jebol.Namun
bagi Mbok Roro Krandon menjadi cemas karena gajah putih miliknya belum juga
dikembalikan sehingga mereka tunggu di Gunung perbatasan Ponorogo,
Trenggalek.Bahkan karena terlalu lama menunggu tongkat Mbok Roro Krandon
dimakan ngengat 9rayap), sehingga menjadi lapuk (bubuken).Wal hasil tidak
kunjung dating sehingga bekas tempat menunggu Mbok Roro Krandon itu dinamakan
“Gunung Sebubuk”. Mendengar
Gajah Putih miliknya disembeleih untuk tumbal bendungan atau Dam Bagong maka
mereka iklas demi keamanan dan kesejahteraan rakyat Trenggalek.Untuk itu sampai
sekarang adat menyembelih gajah, setiap tahunnya diganti dengan kerbau.Dimana
prose situ berlangsung sacral dan meriah.Pada hari itu di lokasi Dam Bagong
diadakan sembelih kerbau, kepala dan kaki dibuang ke bendungan Dam Bagong untuk
diperebutkan oleh orang-orang.Sedangkan dagingnya dimasak untuk menjamu para
undangan.Di malam hari diadakan pagelaran wayang kulit semalam suntuk hingga
pagi harinya dilaksanakan prosesi ruwatan dengan tujuan agar seluruh masyarakat
Trenggalek terhindar dari bencana dan ditingkatkan kesejahteraannya.Demikian
cerita tentang asal mula Dam Bagong yang berada di Kelurahan Ngantru Kecamatan
/ Kabupaten Trenggalek.
v
Nilai-nilai / Hikmah yang bias diambil dari cerita tersebut adalah :
Dengan
adanya Dam Bagong sawah-sawah yang ada di daerah Trenggalek bagian dataran yang
semula sebagai sawah tadah hujan dan mengalami kekeringan di musim kemarau,
namun dengan adanya Dam Bagong maka sawah itu berubah statusnya menjadi sawah
irigasi, sehingga pada musim kemaraupun dapat diolah sekaligus sebagai penahan
banjir di musim penghujan.
Sumber : Sesepuh Keraton Trenggalek