Jerman Berdebat Soal Jenis Kelamin Ketiga

Selama ini, masyarakat hanya mengenal dua jenis kelamin, yaitu pria dan wanita.

SELASA, 28 FEBRUARI 2012, 06:02 WIB
Denny Armandhanu, Indrani Putri

VIVAnews - Selama ini, masyarakat hanya mengenal dua jenis kelamin, yaitu pria dan wanita. Namun, tidak bagi Jerman, yang akhir-akhir ini disibukkan oleh perlu atau tidaknya mengenalkan jenis kelamin ketiga.

Bukannya tanpa alasan Jerman merasa perlu wacanakan pengenalan jenis kelamin ketiga. Seperti diberitakan Die Welt, setiap tahunnya diperkirakan 80 hingga 120 anak-anak lahir dengan jenis kelamin yang membingungkan di negara itu.

Anak-anak ini tidak memiliki kromosom seks spesifik, hormon yang fungsinya berbeda dari kebanyakan orang, bahkan memiliki alat kelamin yang tidak dapat dipastikan. Dengan ciri seperti ini, mereka disebut kaum interseksual. Hal ini tentu saja menimbulkan kebingungan di kalangan orang tua, dokter, masyarakat, dan pihak berwenang.

Salah satu contoh krisis gender adalah Diana Hartman yang dilahirkan pada 1965. Dokternya kala itu tidak dapat memastikan jenis kelamin Hartman. Dokter yakin dia adalah pria, namun ibunya bersikeras Hartman adalah wanita sehingga menamainya Diana.

Dokter ingin mengoperasi Hartman agar jenis kelaminnya jelas, namun ibunya menolak. Akibatnya, dia hidup dengan identitas interseksual hingga dewasa. "Tidak ada yang menyebut saya normal," kata Hartman. Dia ragu jika jenis kelamin ketiga diperkenalkan, akhirnya malah berujung dengan isolasi yang semakin parah terhadap orang-orang sepertinya karena tiadanya definisi yang jelas tentang perbedaan dari dua jenis kelamin lainnya.

Sejak Desember 2010, Dewan Etika Nasional Jerman telah mencari cara agar anak-anak dengan kasus seperti Hartman tetap dapat menjalani hidup mereka dengan baik. Mereka telah berkonsultasi dengan para pakar tentang isu perlu atau tidaknya jenis kelamin ketiga diperkenalkan, serta kapan dan dalam kondisi apa operasi kelamin boleh dilakukan.

Di masa lampau, anak-anak interseksual dioperasi saat usianya mencapai satu tahun menjadi pria atau wanita dengan pertimbangan menghindari trauma. Praktek ini masih berlangsung sampai sekarang.

"Seharusnya pertanyaannya adalah, apakah interseksual yang tidak dioperasi memiliki pengalaman hidup yang lebih buruk? Saya rasa kita harusnya fokus pada apa yang dirasa dapat membantu mereka menjalani hidup," kata sejarawan medis Ulrike Kloppel dari Humboldt University di Berlin.

Berdasarkan hukum Jerman modern, data bayi yang baru lahir, termasuk jenis kelamin, harus didaftarkan seminggu setelah kelahiran. Terdapat pengecualian pada beberapa kasus, namun hanya sebelum anak tersebut mencapai masa puber.

Kloppel sendiri menginginkan kolom jenis kelamin dihapus atau setidaknya pengisiannya bisa ditunda lebih lama untuk mengakomodasi anak-anak interseksual yang ingin menentukan sendiri jenis kelamin mereka. (adi)

• VIVAnews

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post