Bab IV AGAMA MAYUSI (ZOROASTER)

Granth, adalah
kumpulan tulisan-tulisan Guru Gobind Singh. Kompilasi itu dengan
mudah dibagi menjadi empat bagian: mitologi, filosofi, otobiografi,
dan narasi. Sebagian besar adalah mitologi yang berisi ucapan
kembali Guru Gobind Singh tentang dewa-dewi Hindu. Bagian
filosofi termasuk karya terkenal dari Jap Sahib (berbeda dengan
Japji Guru Nanak). Alkal Ustat, Gyan Pobodh, dan Sabad Hazare.
Bagian otobiografi termasuk Bichitra Natak dan Zafar Nama.
Bagian narasi mencakup cerita-cerita yang diucapkan oleh Guru
Gobind Singh tentang bujuk rayu kaum wanita dan penuh dengan
halaman-halaman cabul.
Sebagai tambahan pada Granth, disana ada juga Janam Sakhis
atau biografi tradisional dari Guru Nanak. Kitab ini banyak berisi
perkara dongeng dan penuh kisah-kisah mukjizat serta keajaiban.
Dari kesemuanya ini yang paling dikenal adalah (i) Janam Sakhi
dari Bhai Bala, (ii) Vilayat Vali Janam Sakhi, dikatakan telah
ditulis pada tahun 1588 oleh Sewa Das, dan (iii) Hafizabad Vali
Janam Sakhi.
BAB IV
AGAMA MAJUSI (ZOROASTER)
LATAR BELAKANG
Bangsa Iran sangat erat hubungannya dengan bangsa Indo –
Arya, yang menyerbu anak benua Indo – Pakistan sekitar 1500 SM,
dan telah menulis Weda. Mereka tinggal bersama-sama selama
berabad-abad di Afghanistan, Bactria, dan Iran Utara. Bahasa asli
yang digunakan mereka adalah bahasa Arya kuno yang merupakan
bahasa yang digunakan untuk hymne Weda dan Gatha dari
Zarathushtra yang merupakan kedua cabangnya. Kemiripan yang
sangat dekat antara keduanya telah dicatat oleh setiap pelajar
tentang Aryanphilology.
Kedua cabang dari bangsa Arya ini (bangsa Iran dan Indo
Arya) mem-punyai tradisi agama yang sama. Kedua agama tersebut
suka melakukan pengorbanan untuk menyenangkan hati para dewa.
Api dinyalakan di atas altar yang dibangun khusus dan ke dalamnya
dilemparkan daging binatang, biji-bijian, dan susu perah, sementara
itu para pendeta mengalunkan pujian suci kepada para dewa
tersebut. Apa yang dianggap khusus menyenangkan para dewa
adalah persembahan berupa sari tanaman yang memabukkan, yang
disebut soma dalam hymne Weda dan homa dalam Avesta.
Penyembahan nenek moyang adalah gambaran lain yang
menonjol dari kepercayaan Arya kuno, di mana kedua cabang ini
mewarisi hal yang sama. Cerita ritual dalam persembahan ini
berbentuk sesajen untuk arwah para nenek moyang berupa suatu
kue yang disebut darun di antara bangsa Iran, dan purodasha di
kalangan Indo Arya.
72 AGAMA-AGAMA BESAR DUNIA
Bangsa Iran, seperti halnya Weda Arya, adalah politeisme.
Menyembah sekelompok besar dewa elemen api, air, udara, dan
bumi, serta cahaya, langit, matahari, bulan, dan bintang-bintang. Di
antara dewa-dewa yang ditokohkan secara menonjol dalam tradisi
keagamaan kedua bangsa ini adalah Mithra, dewa matahari, Bayu,
dewa angin, Armaiti dewa bumi. Namun ada juga nama-nama dewa
alam lainnya yang secara diametral bertentangan di antara kedua
bangsa ini. Yang paling penting ialah Ahura yang menjadi nama
Tuhan tertinggi dalam Avesta, tetapi dalam bahasa Sansekerta
bentuknya menjadi Ashura yang berarti setan. Sebaliknya, Deva,
yang dalam bahasa Avesta berarti setan tetapi dalam bahasa
Sansekerta berarti Tuhan. Indra adalah salah satu dewa terbesar
dalam kuil-kuil Weda, tetapi dalam Avesta dia dianggap kepala
penunjang kekuatan kejahatan. Jelas ada suatu konfilik keagamaan
di antara dua cabang Arya yang mengakibatkan masuknya beberapa
dewa purba menjadi setan di kalangan bangsa Iran, dan ruparupanya
ada balasan setimpal dari bangsa Arya. Hal ini juga
mendorong ke arah dipaksanya bangsa Arya untuk meninggalkan
negeri yang telah memberi kehidupan bersama dengan bangsa Iran,
dan mengakibatkan mereka pindah ke arah anak benua Indo-
Pakistan. Max Muller berpandangan bahwa perpecahan itu dimulai
oleh Zarathustra yang ingin merobohkan apa yang disebut dewadewa
alam dari tahta ketuhanannya, untuk selanjutnya diganti
dengan penyembahan Tuhan Yang Esa dan Sejati, yang sejak
awalnya dipandang sebagai kebenaran.
KEHIDUPAN ZARATHUSHTRA
Nama pribadi nabi bangsa Iran yang besar adalah Spitama
Zarathusthra (dalam bahasa Yunani berubah menjadi Zoroaster)
gelar yang diperoleh setelah dia mendakwahkan risalahnya, tepat
seperti Pangeran Siddharta Gautama yang setelah penerangannya
dikenal sebagai nama Buddha, dan Yesus sebagai Kristus atau
AGAMA MAJUSI (ZOROASTER) 73
Almasih. Dr. Taraporewala menerangkan arti nama Zarathusthra
sebagai “Dia yang memiliki cahaya keemasan”, yang tegasnya
suatu nama yang tepat diberikan kepada salah satu pembawa
Cahaya yang besar di dunia.
Ada perbedaan pandangan yang luas di antara para
cendikiawan mengenai hari dan tempat kelahiran Zarathusthra.
Professor Jackson dan Dr. West berpandangan bahwa Zarathustra
dilahirkan antara tahun 600 dan 583 SM. Tetapi dongeng-dongeng
Persia menceritakan setidak-tidaknya bahwa kelahirannya sudah
ribuan tahun sebelumnya. Ini kelihatannya fantastis, namun
menarik untuk dicatat bahwa orang-orang Yunani kuno percaya
bahwa Zoroaster telah hidup ribuan tahun sebelumnya. Jadi,
Xanthus dari Lydia, yang hidup di abad kelima sM menulis bahwa
Zoroaster telah hidup 6000 tahun sebelum Xerxes. Pandangan ini
diterima oleh penulis Yunani dan Romawi yang belakangan.
Namun, bila yang dikatakan Max Muller itu tepat, bahwa
perpecahan antara bangsa Iran dan Indo Arya terjadi karena
desakan Zarathusthra untuk mengesakan Tuhan dan pengutukan
politeisme Arya serta sistem pengorbanannya, maka kelahiran
Zarathusthra adalah sebelum gelombang pertama perpindahan
bangsa Arya ke anak benua Indo-Pakistan, yakni sekitar 1700 sM.
Seperti halnya beberapa pengajar agama lainnya, maka banyak
dongeng terkumpul disekitar kelahirannya dan kehidupan
Zarathusthra ini. Dikatakan bahwa ibunya waktu mengandung
merasakan keagungan Tuhan. Kelahirannya diikuti oleh
kegembiraan alam dan kegaduhan para setan yang terpukul
ketakutan. Kehadiran anak kecil ini ke dunia ditandai dengan tawaria,
dan bukannya tangisan seperti lazimnya bayi yang baru lahir.
Pengaruh jahat ber-usaha membinasakannya ketika dia masih
kanak-kanak, tetapi dia diselamatkan seperti ada campur tangan
gaib. Di tengah-tengah jalinan dongeng ini, betapa pun kita dapati
suatu berita yang baik dari sejarah yang sebenarnya.
74 AGAMA-AGAMA BESAR DUNIA
Dia berasal dari suatu keluarga yang terhormat dan terkemuka.
Ayahnya adalah Porushaspo yang dihormati, ibunya adalah
Dugdhova yang saleh dan ningrat. Pada saat kelahirannya, dunia
Arya bagian Timur sedang terbenam dalam kekacauan dan
kejahatan yang berlangsung tanpa terkendali. Kebenaran seolaholah
lenyap dari bumi, keserakahan dan penindasan terhadap yang
lemah adalah makanan sehari-hari. Para pendeta memerintah
kehidupan dan fikiran rakyat dengan menyebarkan takhayul jahat
untuk mencapai maksud-maksud mereka sendiri. Ayat-ayat
pembukaan dari Gatha pertama (Gatha Ahunavaiti)
menggambarkan meratanya kejahatan dan takhayul di dunia secara
puitis. Roh Dewi Bumi muncul di hadapan Yang Maha Tinggi dan
menghimbau Nya agar mengutus seorang Juru Selamat ke dunia.
Demikianlah jerit tangis dari kaum tertindas menggoncangkan aras
Tuhan, dan Dia dengan rahmat karunia Nya membangkitkan
Zarathusthra untuk meletakkan segala sesuatu pada tempatnya yang
benar, dan memberikan kedamaian kembali kepada roh Dewi
??
a, dan mempersiapkan tugas beratnya. Kemana dia pergi, dan apa
yang dia kerjakan tidak pernah dengan sepenuhnya dapat
diungkapkan. Dalam salah satu bab Avesta (Vendidad, 19) kita
1 The Gathas of Zarathushtra. Diterjemahkan oleh I.J.S. Taraporewala (diterbitkan oleh
pengarangnya dari 7, Vatchagandhi Road, Gamdewi Bombay, 1947)
AGAMA MAJUSI (ZOROASTER) 75
menemukan bahwa dia digoda oleh Angro Mainyu (Dia Yang
Jahat) – tepat seperti Buddha yang dicoba oleh Mara, dan Yesus
digoda Setan. Dia Yang Jahat akan menyerahkan seluruh kekuasaan
duniawi kepada Spitama untuk satu restu saja yang meluncur dari
bibirnya, demi “pencipta kejahatan”. Namun, Spitama tak
tergoyahkan oleh Dia Yang Jahat.
Ketika berusia tigapuluh tahun, beliau muncul sebagai utusan
Tuhan dan sejak itu dan selanjutnya menurut kisah-kisah agama
Majusi beliau menerima beberapa wahyu dari Ahura-Mazda, dan
dimulailah missi yang besar. Setelah menerima wahyu pertama,
beliau mulai mengajarkan agama yang benar. Selama sepuluh tahun
yang meletihkan, beliau menabur benih dan hanya berhasil mendapatkan
seorang pengikut, yakni saudara sepupunya sendiri,
Maidhyoimanha. Beliau menghadapi penganiyaan dan apa yang
tampak seperti menghadapi kegagalan saja. Kedukaan hatinya
tercurah seperti tampak jelas dalam kitab Gatha. Akhirnya pada
tahun keduabelas kenabiannya, beliau meninggalkan tanah
kelahirnya dan mengembara ke Timur, mula-mula ke Seista, dan
selanjutnya ke Bactria yang diperintah oleh seorang raja bijaksana,
Vishtaspa. Zarathushtra senantiasa menginginkan untuk
memperoleh pengikut yang bijak dan berkuasa untuk menunjang
missinya. Mengomentari hal ini, Prof. Jaeques Duchesne-Guilemin,
menulis:
“Tidak seperti Buddha yang meninggalkan urusan duniawi,
seorang Socrates yang menggoncangkan penguasa, seorang Yesus
yang menyerahkan kepada Kaisar perkara yang menjadi haknya,
dan kepada Tuhan apa yang menjadi milik Tuhan. Seseorang dapat
membandingkan Zarathushtra dengan Kong Hu Cu yang berkelana
dari satu daerah ke daerah untuk mencari Pangeran yang akan
meyakini kebenarannya yang bijaksana.”2
2 Jaeques Duchesne-Guillemin, The Hymns of Zarathushtra, Introduction, p. 5 (The
Wisdom of th East series, London, 1952)
76 AGAMA-AGAMA BESAR DUNIA
Raja Vishtaspa menerima Zarathushtra dengan ramah-tamah,
dan menun-jukkan bahwa dirinya condong kepada risalahnya.
Diriwayatkan bahwa Zarathushtra telah melakukan beberapa
mukjizat di hadapan Sang Raja dan para Menterinya, serta
melakukan diskusi yang lama dengan para cendekiawan di sana.
Perlahan tetapi pasti, kebenaran yang dinyatakannya telah
mendapat pijakan yang kuat di kalangan raja dan para
bangsawannya. Massa rakyat mengikuti kebangkitan para
pemimpinnya, dan agama Majusi segera tegak sebagai agama Iran.
Sukses yang mendadak dari agama yang baru ini memacu jalan
ke arah peperangan antara Iran dan Turan. Zarathushtra tidak
percaya dengan peng-gunaan senjata dalam menarik pengikut
kepada agamanya. Beliau hanya mengizinkan perang untuk
membela diri guna menjaga agama dan para pengikutnya dari
kekejaman orang lain. Prof. Wadia menulis:
“Majusi sendiri tidak memaksa dalam perkara agama. Dia
menyerahkan kepada itikad baik rakyat. Bila mereka menganutnya,
dia pasti akan bahagia, namum bila mereka tidak mengikutinya, dia
hanya menunjukkan akibat-akibat jalan yang akan dialaminya.”3
Setelah empatpuluh tujuh tahun dengan usaha yang tekun
menegakkan kebenaran, Nabi Besar Iran ini wafat dalam usia
tujuhpuluhtujuh tahun . Beliau hidup dalam kesetiaan yang tak
terbagi dan kebaktian kepada Tuhan yang bijaksana dan benar.
Beliau adalah seorang yang penuh kesalehan, dan agamanya tidak
bernafaskan lain kecuali kasih kepada yang menderita dan cinta
kepada kebenaran.
AJARAN-AJARAN ZARATHUSTHRA
Agama yang diajarkan oleh Zarathusthra telah dikenal sebagai
agama Zoraster, tetapi sesungguhnya nama yang diberikannya
3 A. R. Wadia, The Life and Teaching of Zoroaster, p. 15 (G. A. Natesan adn Co, Madras,
1938)
AGAMA MAJUSI (ZOROASTER) 77
sendiri adalah agama Mazhayasna, kebaktian kepada Mazda, yakni
Tuhan Maha Segala Yang Esa, Sejati, dan Maha Mengetahui.
Zarathusthra tidak mendakwahkan dirinya sebagai Nabi pertama
dari Mazdayasna. Di antara nabi-nabi terdahulu yang tersebut
dalam kitab-kitab Majusi, kami temukan nama-nama Yima
(belakangan disebut Jamshed), Tharaetaona (Faridun), dan
Kavaushan. Seseorang dapat membaca kisah-kisah dan dongengdongeng
tentang nabi-nabi Iran purba dalam buku syair Persia,
kumpulan epos sajak Firdawsi, Shahnama.
Pada saat kelahiran Zarathusthra agama yang murni dari nabinabi
ini telah dilupakan semuanya, dan tempatnya telah diganti oleh
politeisme dan upacara-upacara yang tidak keruan. Misi
Zarathusthra adalah membangkitkan kembali agama yang sejati
dengan tiga ajaran, yakni hoomta, hookhia, dan huvereshta, yakni
fikiran yang suci, kata-kata yang suci, dan tingkah laku yang suci.
Dan bagaimanakah hal ini dapat dicapai? Hanya melalui keimanan
kepada Ahura-Mazdha (belakangan disebut Ormuzd), Tuhan
Ketulusan. Nama Ahura Mazdha yang diberikan kepada Tuhan
Yang Esa dan Sejati, adalah berasal dari dua kata, Mazdha berarti
Yang Maha Tahu, Maha Bijaksana, dan Ahura berarti Tuhan Yang
Maha Kuasa.
Dari satu rangkaian pertanyaan yang mirip retorika, di mana
seolah-olah mereka sudah tahu jawaban sebelum Zarathusthra
menjelaskan Keesaan dan Kemurahan Tuhan, Ahura Mazdha
adalah Sang Pencipta dan Tuhan segala sesuatu:
“Inilah yang aku tanyakan , Ahura, katakanlah
padaku dengan sebenarnya
Siapakah Sang Pencipta Agung yang mendapatkan
tempat pada orang orang yang tulus?
Siapakah Bapak pertama dari Hukum Abadi?
78 AGAMA-AGAMA BESAR DUNIA
Dzat apa yang meletakkan jalannya matahari dan
bintang-bintang?
Siapakah penyebab bulan bersinar dan memudar
setiap waktu?
Segalanya ini dan seterusnya akan aku tanyakan,
wahai Tuhanku
Inilah yang aku tanyakan Ahura, katakan padaku
dengan sesungguhnya:
Siapakah yang berkenan memisahkan bumi dan
langit?
Siapakah yang akan menjaga air dan tanaman di
tempatnya?
Siapakah yang meniupkan angin ke arah yang tak
terduga?
Siapakah yang mengembangkan awan gelap yang
membawa air hujan dari kejauhan.
Dan siapakah yang mengilhami kecintaan kepada
fikiran kebajikan?
Inilah yang aku tanyakan, Ahura, katakan padaku
dengan sesungguhnya:
Arsitek manakah yang membangun kerajaan cahaya
Dan juga kerajaan kegelapan? Siapakah yang dengan
bijak merencanakan,
Untuk kita baik untuk tidur dan berjalan—beristirahat
dan bekerja?
Siapakah yang telah menciptakan fajar siang dan
malam,
Yang mengajarkan dengan bijak tujuan seluruh
kehidupan?”
(Gathas, Yasna 44: 3-5)
AGAMA MAJUSI (ZOROASTER) 79
Dan di sini dengan kata-katanya sendiri, dinyatakan bahwa inti
sari dari agamanya adalah penyerahan diri sepenuhnya kepada Satu
Tuhan yang Sejati dan berbuat kebajikan:
“Inilah yang aku tanyakan, Ahura, katakan padaku
dengan sesungguhnya:
Bagaimanakah membaktikan seluruh pribadiku
kepada Mu
Dalam kebaktian suci yang kulakukan dengan segala
dayaku?
Ini adalah agama kebijaksanaan yang telah diajarkan
kepadaku.
Para Pengabdi Mu yang tersayang akan menetap
bersama Mu
Kuat dalam pengabdian, cinta sesamanya dan
kebenaran”.
(Gathas, Yasna 44 : 9)
Enam asma utama dari Ahura Mazda, menurut Zarathushtra,
adalah Asha (Ketulusan dan Kebenaran), Vohu-mano (Fikiran
Kebajikan), Kshatra (Yang Maha Kuasa), Armaitti (diimani Yang
Pengasih dan Penyayang), Haurvatatat (Yang Sempurna atau Suci),
dan Ameretatat (Yang Abadi)
Agama Majusi dikatakan dualistis keimanan, padahal ini
bukanlah ajaran asli dari Zarathushtra. Memang benar Zarathushtra
berbicara mengenai dua kekuatan – Spento Mainyu (Roh yang
Baik) dan Angro-Mainyu (juga disebut Ahriman, Roh yang Jahat),
tetapi keduanya ciptaan Ahura Mazda yang mengatasi serta
meliputi kedua roh tadi. Mengutip Gathas:
“Yang mula diciptakan adalah dua roh kembar
Seperti si pekerja kembar, mereka mengungkap
dirinya;
80 AGAMA-AGAMA BESAR DUNIA
Namun dalam fikiran serta perbuatan keduanya
Tidak pernah bersetuju, satu baik, dan lainnya jahat
Dan dari keduanya inilah si bijak memilih yang tepat
Sedangkan si bebal tidak memilih demikian, dan
tersesat”
(Gathas, Yasna 30 : 3).
Ketika mengomentari ayat ini, Dr. Taraporewala menulis
dalam bukunya The Religion of Zarathushtra:
“Majusi mengajarkan dua roh, tetapi filsafatnya bukan
dualistis. Ide dualisme ini sesungguhnya merayap ke dalam agama
itu setelah tahap-tahap belakangan perkembangannya, tetapi pada
zaman Gurunya sendiri dan dari kata-katanya sendiri, ide yang
berkembang dan paling ditekankan bukanlah dualistis. Ini bukanlah
dualistis dalam makna yang bisa dimengerti, yakni timbulnya dua
tenaga yang sama-sama abadi, sejajar, satu baik dan lainnya buruk,
yang selalu bertempur selama-lamanya. Konsep Zarathushtra pada
dasarnya berbeda. Dia mengatakan bahwa ada dua roh – yang baik
dan yang jahat – selalu bertempur satu sama lainnya. Mereka
membentuk antitesis satu sama lain di setiap segi. Namun ada dua
hal yang terpenting dari ajarannya berbeda dengan pandangan
umum. Hal pertama yang harus diletakkan, bahwa pertentangan itu
terbatas dan ada akhirnya Buku-buku itu dan bahkan buku-buku
yang terbit belakangan bertanggung jawab atas semua kekaburan
pengertian, mengatakan bahwa kemenangan akhir dari roh yang
baik dan tenggelamnya si jahat ke bawah tanah. Dan nabinya
sendiri telah menyatakan bahwa di mana mana kejahatan itu pada
akhirnya akan musnah. Karena itu, jikalau salah satu dari kekuatan
yang dinamakan sistem dualistis itu akhirnya lenyap, tidaklah dapat
dikatakan bahwa sistem itu mengajarkan dua kekuatan yang sama
kekal dan sebanding. Dan memang dari sisi yang lainnya, dan
mungkin sisi yang lebih fundamental dari ajaran Majusi bukanlah
AGAMA MAJUSI (ZOROASTER) 81
dualistik. Dua roh tersebut tidak menciptakan dirinya sendiri,
sebagaimana yang dapat diperkirakan dalam sistem dualistik yang
sesungguhnya. Karena keduanya berasal dari ciptaan Ahura
Mazda.”4
Agama Zarasthushtra telah digariskan sebagai jalan Asha.
Istilah Asha dalam Avesta agaknya mempunyai arti yang sama
dengan istilah Rta dalam Weda, dan dalam bahasa China Tao
(sebagaimana digunakan Lao Tzu dalam Tao Te Ching). Dr.
Taraporewala memberi batasan sebagai berikut:
“Apakah selanjutnya arti Asha? Para cendekiawan
menterjemahkan dengan berbagai pengertian, seperti kesucian,
ketulusan, atau kebenaran, tetapi itu jauh lebih luas pengertiannya
daripada maksud yang biasa dipakai. Ini adalah Kebenaran Abadi,
Satu-Satu Realitas, dan darinya memancar segenap pengewantahan
dan segala evolusi. Adalah sangat sulit untuk melahirkan konsep itu
dengan sekedar kata-kata, itu harus direnungkan dan dinyatakan
sendiri dalam pribadi masing-masing. Kebenaran yang mendukung
pemahaman Tuhan itu sendiri. Adalah Hukum Yang Besar,
Rencana Ilahi , di mana Dia membangun alam semesta ini.”5
Jadi mengikuti jalan Asha adalah selaras dengan ketentuan
Sang Pencipta. Ahura-Mazda adalah tuhan Ketulusan dan agama
Majusi adalah agama akhlak. Karena itu, Zarathusthra menghapus
paham kuno yang meletakkan pada ritus-ritus, sesajen yang tidak
keruan bentuknya, dan pengorbanan serta menggantikan-nya
dengan agama baru tentang ketulusan – Jalan Asha. Prof. Jaques
Duchesne-Guillemin menulis:
“Majusi menolak pengorbanan darah dan menawarkan
minuman suci. Barang-barang yang mengambil bagian dalam
4 Dr. I.J.S. Taraporewala, The Religion of Zarathushtra, pp. 49-50 (Theosophical
Publishing House, Adyar, Madras 1926)
5 Ibid, pp. 42-43
82 AGAMA-AGAMA BESAR DUNIA
pengorbanan telah disantap seka-rang. Dia menghilangkannya,
bersama dengan dongeng yang mengikutinya.”6
Dan inilah apa yang dituliskan Prof. Wadia tentang masalah
yang sama:
“Reformasi terbesar yang dicapai oleh Majusi adalah di bidang
moralitas. Dengan mengidentifikasikan apa yang diinginkan oleh
Ahura-Mazda, dia meletakkan dasar-dasar keagamaan dan
membebaskan dari penyembahan berhala dalam ritual
keagamaan.”7
Menurut Prof. Wadia, etika Zorasterian adalah (1) tidak ada
pertapaan, dan (2) keberanian. Hal yang pertama berarti tidak ada
tempat bagi agama Majusi untuk biara, membujang, dan bunuh diri.
Mengenai hal kedua dari etika Majusi, ia menulis:
“Sejauh karakteristik lainnya, keberanian, diterapkan bahwa
seseorang dilahirkan tidak dengan dosa atau juga tidak dengan
kelemahan dirinya sendiri sehingga memerlukan penebus seperti
kemurahan Tuhan atau; Yesus dalam agama Nasrani. Majusi
sendiri tidak pernah menyatakan bahwa ada kekuatan yang
menyelamatkan seseorang, missinya adalah untuk menunjukkan
jalan yang benar, dan setiap laki-laki dan perempuan untuk
mengikuti jalan tersebut agar mengukir keselamatannya sendiri.”8
Tuhan memberkati manusia dengan urwan – kemampuan di
dalam dirinya untuk melakukan pilihan sendiri. Setiap manusia
adalah pribadi yang ber-tanggungjawab terhadap perbuatannya
sendiri, dan tidak seorang pun dapat menanggung dosa orang lain.
Agama Majusi adalah agama perbuatan. Ia berdiri langsung
bertarung menghadapi kejahatan. Pengikut Majusi yang sejati
adalah selalu mengatur dirinya dari sisi kebenaran dan siap
6 Jaeques Duchesne Guillemin, The Hymns of Zarathushtra, Introduction, p.14 (The
wisdom of the East series, London, 1952)
7 A.R. Wadia, The Life and Teaching of Zoroaster, p. 21 (G.A. Natesan and Co., Madras,
1938)
8 Ibid., p. 45
AGAMA MAJUSI (ZOROASTER) 83
membantu orang lain yang membutuhkan. Gambaran akhlak yang
dijelaskan dalam Gathas adalah berfikir suci, berkata benar, berbuat
tulus, dan melayani umat manusia. Selanjutnya berlaku baik kepada
hewan dan tumbuh-tumbuhan di tanah ini. Inilah yang tertulis
dalam Gathas:
“Singkirkan jauh-jauh kebencian darimu; jangan
memberi tempat sedikit pun dalam fikiranmu untuk
berbuat kekacauan; - berpegang teguhlah pada cinta:
guru-guru suci (yakni para nabi) yang membangun
jembatan ke Kebenaran, dan akan membimbingmu ke
kediaman O Tuhan, di mana ketulusan selalu menetap.”
(Gathas, Yasna 48:7)
“Engkaulah Tuhanku, O Yang Maha Kuasa; Engkaulah
yang akan menghabiskan yang pertama, saya tahu,
ketika hidup dimulai: semua fikiran, kata-kata, dan
perbuatan seseorang akan berbuah, seperti Engkau
tetapkan dalam hukum abadi Mu – jahat berbuah jahat,
berkah kebaikan akan berbuah kebaikan – Kebijakan
Mu lah yang akan selalu berkuasa sampai akhir waktu,”
(Gathas, Yasna 43 : 5)
Pahala dari perbuatan baik dan hukuman dari perbuatan jahat,
tidak hanya diceritakan di dunia ini. Di sana, hidup sesudah
kematian. Dalam Gahas, Zarathushtra menjanjikan surga bagi
kebaikan dan neraka untuk kejahatan. Dia juga berbicara tentang
pengadilan pada jembatan Chinvat, di mana jiwa yang telah mati
akan melewatinya. Bagi orang-orang yang tulus jembatan ini akan
mudah dilewati, tetapi bagi orang-orang jahat akan melewati ujung
pedang dan terjerumus ke dasar neraka.
84 AGAMA-AGAMA BESAR DUNIA
AKHIR AGAMA MAJUSI
Pengabdian dan semangat Vishtaspa, raja Bactria, membawa
agama Zarathushtra diterima di seluruh Iran dalam tempo yang
singkat. Dalam tempo yang singkat tersebut telah dihasilkan
kebudayaan terbesar di dunia, yakni kebudayaan Achaemenid. Baik
Cyrus yang Agung (558–529 SM), dan Darius yang Agung (521–
485 SM) adalah penganut agama Majusi. Dikatakan bahwa Darius
telah mengumpulkan seluruh kitab suci agama Majusi dan
menuliskan dalam surat emas. Seluruh kumpulan tersebut terbagi
sesuai pokok bahasan dalam 21 buku, disebut Nasks, dan disimpan
di Perpustakaan Kerajaan di Persepolis.
Sangat tidak mungkin untuk mengatakan berapa lama Agama
Majusi bertahan dalam ajarannya yang asli. Tetapi dengan
berlalunya waktu, komposisi dari Yasna dan agama Majusi telah
meninggalkan ajaran asli ketuhanan dari Majusi. Dari Gathas ke
bagian-bagian akhir Yasna, dari Yasna ke Vispered, dari Vispered
ke Yashts, dari Yashts ke Vendidad, dari kitab suci Avestan secara
keseluruhan menjadi kitab suci agama Pahlavi, terdapat bukti yang
tidak salah lagi bahwa terjadi kemerosotan agama Majusi. Prof.
Wadia menulis:
“Adalah suatu tragedi agama bahwa kesucian pendirinya tidak
dapat diper-tahankan oleh pengikutnya, dan kesegaran iman telah
hilang melalui kotoran yang tiada akhir. Agama Majusi tidak
terkecuali, mengikuti hukum ini. Oleh sebab itu, setelah berabadabad
ajaran nabinya pun telah dilakukan perubahan dengan
berbagai cara.”9
Suatu waktu setelah wafatnya Zarathushtra, kita melihat
kegawatan doktrin dua pencipta, atau ajaran dualistis. Tidak hanya
Ahura Mazda diindentifikasi sebagai Spento Mainyu, tetapi Spento
Mainyu dan Angro Mainyu dianggap sebagai pasangan abadi dan
9 The Life and Teaching of Zoroaster, p. 67.
AGAMA MAJUSI (ZOROASTER) 85
seimbang. Mereka berkeyakinan telah terjadi kerjasama pencipta di
alam semesta. Kadang kala, dunia diciptakan oleh Angro Mainyu
dan mengikutilah kebaikan, tetapi diwaktu lainnya diciptakan oleh
Angro Mainyu dan mengikutilah kejahatan. Doktrin Zarathushtra
yang esa dirusak dengan mengadopsi sejumlah besar dewa-dewa
yang imaginer. Enam atribut utama dari Ahura-Mazda
dipersonifikasikan dan dijadikan tuhan yang terpisah-pisah. Mereka
disebut Amesha Spentas, Kesucian yang Abadi. Dewa-dewa alam
kuno yang ditolak oleh Zarathushtra sebagai isapan jempol fikiran
ketakhayulan, dijadikan sandaran dan mulai disembah sebagai
Yazatas atau cerminan tuhan-tuhan (atau malaikat). Dan juga telah
dijadikan landasan penyembahan leluhur. Hari peringatan kematian
mulai diamati untuk kurang lebihnya dielaborasi dan sepuluh hari
terakhir tahun Zoroaster dijadikan penyembahan dari Fravashis,
yakni jiwa-jiwa atau malaikat-malaikat penjaga dari keluarga dan
teman-teman yang telah wafat .
Lorong waktu dari agama Zarathushtra menjadi sangat formal
dan ritual. Telah tumbuh secara meluas sistem kependetaan
(atharavano) yang membuat sistematika dan pengorganisasian
doktrin peribadatannya, dan meletakan dengan sedikit
pengembangan hukum-hukum Vendidad menjadi ritual murni.
Seluruh kehidupan dikuasai dengan ide pemurnian dan
pengrusakan; kegiatan besar kehidupan menghindari
ketidakmurnian dan selanjutnya jika tidak sengaja terjadi kontak,
maka untuk menyingkirkannya dilakukan perbaikkan secepat
mungkin. Peribadatan pada agama Majusi selanjutnya berpusat
sekitar api suci. Walaupun kurang tepat mengatakan bahwa agama
Majusi sebagai penyembah api, tetapi tidak diragukan lagi agama
Majusi telah sampai pada pemujaan berlebihan dan sebuah galaksi
dosa dikatakan telah berkumpul di sekitar api suci. Dalam
Vendidad dan Jamyad Yasht, Api dikatakan sebagai Putra Tuhan.
86 AGAMA-AGAMA BESAR DUNIA
Ia dijadikan simbol Tuhan dan digunakan dalam upacara
keagamaan sebagai perwujudan Tuhan. Prof. Wadia menulis:
“Jika sebelumnya kita melihat bahwa Zoroaster muncul
sebagai pembaharu agama besar melalui penghancuran tuhan-tuhan
alam dan membangun peribadatan kepada Tuhan Yang Esa, yakni
Tuhan Ketulusan. Dengan masuknya raja Vishtaspa, keimanan baru
telah mengakar di tanah Iran, tetapi semangat ajarannya tidak
dipegang dalam kesucian, dan kelompok pendeta yang biasa
melakukan pemujaan terhadap unsur-unsur alam memasukkan
kembali tuhan-tuhan lama dalam baju baru dengan lengkungan
malaikat atau malaikat dari Ahura-Mazda. Ini adalah pukulan
menguasai dari sejumlah pilihan, sehingga baru merupakan
sogokan dari yang lama, atau jika seseorang menginginkannya,
maka yang lama disogok ke yang baru. Dalam skema ini, api
didatangkan ke pusat tempat dan penyembahan api sebagai simbol
Tuhan digunakan untuk menyegarkan kehidupan, kemunduran ini
terus berlangsung sejauh sejarah Persia.”10
Di bagian dalam kuil-kuil Majusi diadakan pengorbanan,
masyarakat kelas atas dan bawah dilibatkan dalam upacara.
Sesajian terdiri dari daging, susu, roti, buah-buahan, bunga, dan
yang diolah. Dalam upacara pengorbanan itu, minuman
dipersiapkan dari tanaman homa dan mulai menjadi bagian utama
upacara tersebut.
Jadi, pada waktu penaklukkan Iran oleh Alexander Agung (330
SM), agama Majusi telah kehilangan vitalitas asli dan
kemurniannya. Dalam kegaduhan penaklukkan dari raja Macodonia
ini, telah dibakar istana Persepolis dan seluruh perpustakaannya
termasuk Kitab Suci agama Majusi, semuanya musnah dalam
kekacauan tersebut. Ini pukulan yang parah dan hampir dua abad
setelah penaklukkan Alexander, kita tidak menemukan catatan dari
agama Majusi. Tidak ragu lagi, belajar dari keadaan ini dan
10 The Life and Teaching of Zoroaster, p. 34
AGAMA MAJUSI (ZOROASTER) 87
pengabdian para pendeta, siapakah yang dapat bertahan dari
serbuan tersebut, dan mempertahankan iman yang hidup di dalam
hati masyarakat, serta harus juga mampu memelihara dalam ingatan
mereka tentang kebesaran kitab suci.
Bangkitnya Parthians atau Arsacids (249 SM) menandakan
abad baru dari sejarah Persia. Parthians awalnya bukan penganut
agama Majusi, tetapi akhirnya muncul mengadopsi keyakinan
Majusi. Penguasa Parthian berikutnya berusaha membawa bersama
catatan-catan suci dari kitab suci tua. Parthians digulingkan oleh
Sassanians tahun 226 M. Penguasa baru ini mempunyai peranan
penting dalam menghidupkan kembali agama Majusi, tetapi
kepustakaan kitab suci tinggal kepingan kecil-kecil yang dapat
diperbaiki. Mereka menterjemahkan ke dalam Pahlavi, yakni
bahasa penguasa Sassanians, dan tafsir yang panjang dituliskan
mereka. Tetapi dalam rasa iba dan semangat penguasa Sasasanian
awal, ajaran Majusi yang dihidupkan kembali bukanlah agama
Majusi, tetapi ajaran Majusi yang telah rusak pada masa-masa
akhir. Dr. Iliffe menulis:
“Catatan kedua dari kerajaan Sassanian adalah mereka
menciptakan Negara Gereja yang kuat. Ini adalah Mazdaisme,
menghidupkan kembali ajaran Majusi tua dari Achaemenids, yang
masih tetap ajaran Iran tradisional walaupun dilatarbelakangi
dengan masa agnostisme Parhian. Dalam bentuk baru ini, ia bukan
lagi monoteisme dengan Ahura Mazda sebagai satu-satunya Tuhan,
tetapi telah dibantu beberapa dewa, yang jika kita lacak pada masa
awalnya termasuklah didalamnya Mithras dan Anahita, sekarang
telah mengambil alih dewa Mazdaisme. Sebagai Negera Gereja,
Mazdhaisme mempunyai pimpinan tertinggi dan hirarki
kependetaan yang kuat, Magi, kata yang berarti hukum. Gambaran
sentral dari agama ini adalah Api Suci, yang tetap dipelihara pada
88 AGAMA-AGAMA BESAR DUNIA
setiap masyarakat dan rumah, dan juga di tiga tempat suci yang
diagungkan dan tersebar di kerajaan.”11
Pada masa akhir pemerintahan Sassanian, agama telah menjadi
tidak memuaskan dan keadaan sosial serta politik membingungkan.
Keimanan Majusi telah hilang dari kesucian dan kemuliannya.
Mengutip dari buku Dr. Tarapo-rewala, The Religion of
Zarathushtra:
“Tidaklah suatu bangsa dapat mempertahankan kehidupan
spiritualnya sampai dia dapat membersihan dan merasa malu serta
terobsesi keinginan kuat dari kelompoknya, demikianlah yang kita
baca dalam Vendidad. Hati ummat manusia membutuhkan roti dari
cinta Ilahi dan kemulianNya, dan Vendidad memberi landasan
tersebut. Tidak dapat diingkari bahwa Yashts yang lebih dahulu dan
Yasna serta Gathas yang lebih memuaskan tidaklah ada pada masa
itu, dan yang ada adalah penafsiran Pahlavi yang rasanya lebih
mewarnai semangat Vendidad.”12
Mungkin ada satu kecualian terhadap aturan umum tentang
kerusakan dan keinginan berkuasa sendiri pada masa akhir
penguasa Sassanian di Iran. Ini adalah Khusrav I, dan lebih dikenal
sebagai Noshirvan Bersahaja, yang meme-rintah dari 531 sampai
578. Ia adalah raja besar yang bersahaja dan bijaksana. Pada
masanya, Nabi Muhammad saw dilahirkan di Arab. Sesungguhnya,
Nabi besar Islam ini dilaporkan telah memberi kebanggaan dari
kenyataan kelahiran-nya berada pada masa kerajaan yang berbeda.
Setelah wafatnya Noshirvan, maka dengan cepat kemerosotan
dan kekacauan merebak di Iran, dan ini memberi kesempatan
penaklukkan Arab dan rakyatnya memeluk Islam. Dr. I.J.S.
Taraporewala, seorang cendikiawan Majusi yang terkemuka,
11 Dr.I.J.S. Taraporewala, The Religion of Zarathushtra, p. 144 (Theosophical Publishing
House, Adyar, Madras, 1926)
12 Dr. I.J. S. Taraporewala, The Religion of Zarathushtra, p. 144 (Theosophical
Publishing House, Adyar, Madras, 1926)
AGAMA MAJUSI (ZOROASTER) 89
memandangnya bahwa kesederhanaan, kemuliaan ajaran Islam, dan
praktik keseharian persaudaraan Muslim telah memenangkan
masyarakat Iran dan memeluk agama Islam. Dia dengan pasti
mengatakan tidak ada kekerasan yang digunakan oleh kaum
Muslimin:
“Diawal hukum Islam di berlakukan di Persia, para penganut
Majusi tidak ada yang diganggu karena keyakinannya atau dipaksa
untuk mengubah keyakinannya. Melalui semangat dan keinginan
menyebarkan keyakinannya, para pimpinan Arab menempatkan diri
sebagai pihak yang bertoleransi tinggi dan melahirkan semangat
demokrasi, sehingga tidak ragu lagi menolong mereka untuk
diterima pihak lain yang sama kemerdekaan beragamanya, dan
menerima dengan senang hati.”13
Walaupun demikian, setelah penarikan kembali bangsa Arab
sekitar akhir abad kesembilan, kaum muslim Persia mulai
mengganggu dan menyiksa penganut Majusi Persia, sehingga
sejumlah besar mereka bermigrasi dari Iran ke India, dan kita
menyaksikan bangkitnya masyarakat Parsi di sub benua Indo
Pakistan. Mereka menetap pertama kali di pulau Div, selanjutnya
ke Selatan Gujarat India. Di sini mereka membangun kuil api besar
untuk Shah Iran. Walaupun sedikit jumlah Majusi Persia yang
berperan dan masih berperan mengagumkan dalam kehidupan
ekonomi dan kebudayaan di anak benua Indo Pakistan. Mereka
termasyhur karena keanggunan, cara berbudaya, dan sumbangannya
terhadap masyarakat luas. Jumlah penganut Majusi di India dan
Pakistan sekitar ratusan ribu, dan yang tinggal di Iran sekitar
ratusan saja.
UPACARA PENGANUT MAJUSI
Ada tiga upacara penting dari penganut Majusi yang
berhubungan masa penandaan, perkawinan, dan kematian.
13 Ibid, p. 147
90 AGAMA-AGAMA BESAR DUNIA
Upacara penandaan atau Navjot (secara harfiah berarti
Kelahiran Baru) adalah perayaan ketika seorang anak diterima
masuk ke agama Majusi, selanjutnya dia diberikan simbolisasi
keimanan – baju (sudreh) dan korset (kusti). Upacara ini
berlangsung pada saat usia tujuh dan empatbelas tahun. Setelah
pemberian ini setiap penganut Zoroster, baik lelaki maupun wanita,
memakainya siang dan malam, dan ini menjadi baju yang
dikenakan ketika akhir hayatnya.
Upacara kedua berkaitan dengan perkawinan. Ini kewajiban
yang mengikat pengikut Majusi untuk kawin dan membesarkan
anak. Bagian terpenting dari upacara perkawinan tiga kali
pengucapan dalam akad perkawinan oleh pendeta resmi, diikuti
pemberkatan Tuhan, Amesha Spentas dan Yazatas pada pasangan
baru.
Perbedaan yang mencolok dari upacara Majusi berkenaan
dengan kematian. Setelah nyawa meninggalkan raganya, maka
badan jasmaninya dianggap tidak suci. Ia harus dihancurkan
secepat mungkin. Ia tidak boleh disentuh elemen suci – api, bumi,
dan air . Jadi tidak dibakar, dikubur, atau tidak juga dihanyutkan
kedalam air. Ia dibiarkan dimakan oleh burung bangkai. Mayatnya
diletakkan pada suatu tempat yang disebut Menara Kesunyian yang
menghadap matahari. Puncak menara dibiarkan terbuka untuk
memberi kebebasan burung-burung memakannya. Kejadian ini
cepat berlangsung sekitar setengah jam, dan kerangka mayat
memutih dibawah sinar matahari dan udara dalam waktu beberapa
hari. Ini kemudian dikumpulkan dan disimpan dalam terowongan di
pusat menara, dan disana mereka remuk menjadi debu. Kebiasaan
menghancurkan mayat ini tidak pernah terjadi pada saat
Zarathushtra atau pun pada awal masa Achaemenid. Herodotus
mengacu kebiasaan penguburan diantara bangsa Persia, dan
kuburan Cyrus masih ada sampai sekarang. Menara Kesunyian
(Dokhmas) datang sebagai hasil pengaruh Magi, pendeta dari
AGAMA MAJUSI (ZOROASTER) 91
Medes. Hal dipertahankan oleh pengikut Majusi dengan alasan
agama maupun sanitasi.
KITAB SUCI MAJUSI
Kitab Suci agama Majusi disebut Avesta. Beberapa
cendekiawan meng-acunya sebagai Zend-Avesta, dimana Avesta
menunjukkan kitab asli dalam bahasa Avestan dan Zend merupakan
terjemahan dan penjelasan yang sebagian besar ditulis dalam
Pahlavi.
Berbagai buku Avesta mempunyai perbedaan waktu yang
mendalam. Mereka dikelompokkan dalam empat kelompok.
Pertama dan bagian yang sangat penting disebut Yasna. Ia
terdiri dari 72 bab dan berisi teks yang dibacakan pendeta pada saat
upacara yasna, pengor-banan umum dalam menghormati semua
dewa. Pengaturan bab tersebut murni untuk tata peribadatan,
walaupun materinya tidak dilakukan dalam tindakan peribadatan.
Yasna terbagi dalam empat bagian, yang terpenting adalah Lima
Gathas: Gatha Ahunavaiti, GathaUstavaiti, Gatha Spenta Mainyu,
Gatha Vohu-Kshathra, dan Gatha Vahista Isti Mereka itu adalah
bagian tertua dari Avesta, dan dapat dikatakan isinya tetap, kecuali
beberapa perubahan kecil dan penyisipan di sana sini, dan
dipercayai mereka datang dari mulut Zarathushtra sendiri. Mereka
terdiri dari pembahasan, nasihat, puji-pujian, dan wahyu dari nabi
orang Iran tersebut. Disisipkan didalam Gathas adalah Yasna
Haptanhaiti, kemudian ke Gathas, merupakan bagian terkuno dari
Yasna.
Bagian kedua dari Avesta disebut Vispered. Ia merupakan
kumpulan dari persiapan doa-doa untuk digunakan sebelum
sembahyang dan pengorbanan.
Bagian ketiga adalah Vendidad, merupakan tata aturan
kependetaan Majusi, dan ditulis pada awal masa Sassanian. Ia
terdiri dari jenis dualistik penciptaan (bab 1), legenda Yima dan
92 AGAMA-AGAMA BESAR DUNIA
Abad Emas (bab 2), dan bab-bab sisanya mengenai ajaran agama
berkaitan dengan mengolah bumi, memelihara hewan yang
berguna, melindungi elemen-elemen suci (yakni bumi, api, dan air),
mencegah badan manusia dari kotoran, mengembangkan upacara
untuk kesucian, pertobatan, dan penjelasan rohaniawan. Tiga bab
kesimpulan dimaksudkan untuk pengobatan .
Bagian keempat dari Avesta disebut Yashts atau “Nyanyian
Pujian”. Mereka berisi doa-doa dari penggalan Yazatas. Mereka
digubah dari Rig Veda dan kaya dengan mitologi dan legenda.
Dalam Jamyad Yasht dan Parvadin Yasht, kami menemukan
ramalan kedatangan nabi besar yang disebut sebagai Saoshyant,
yang akan membasmi semua berhala dan praktik-praktik yang
salah, membangkitkan ummat manusia untuk ketinggian budi, dan
keberkahan untuk seluruh bangsa.
Bagian akhir dari Avesta disebut Khordah Avesta, yakni
Avesta Kecil. Ia merupakan kumpulan ringkas dari sembahyang
pendek bagi seluruh penganut – dan tidak hanya bagi pendeta – dan
diadaptasi dari berbagai kejadian dalam kehidupan biasa.
Pada masa Sassanian, seri baru dari kitab suci Majusi ditulis
dalam bahasa Pahlavi. Di antaranya Bundahish yang berisikan
kosmologi, Ard Viraf yang berisi eschatologi, dan mungkin satu
dari bagian tersebut membahas Surga dan Neraka; Dina-i-Mainog
Khirad, urutan wahyu; Shayast al-Shayast yang membahas ritual.
Disebutkan lainnya adalah Bahman Yasht dan Dasatir.
Aktivitas kreatif penganut Majusi berlangsung tanpa diragukan
selama pemerintahan Muslim berkuasa di Iran. Seri selanjutnya dari
kitab suci Majusi dalam Pahlavi dihasikan pada abad ketujuh dan
kedelapan. Di sini ditunjukkan pengaruh pemikiran agama Islam.
Di antara ini adalah Dinkard, Dadistan-i-Dinak, dan Zandparam.
Previous Post Next Post