Nasehat Ibnu Athailah tentang Dzikrullah
Posted by orgawam pada Maret 27, 2011
“Jangan engkau tinggalkan zikir kepada Allah, sebab lalaimu terhadap Allah tanpa adanya zikir adalah lebih berbahaya daripada lalaimu kepada Allah dengan masih tertinggal zikir di hatinya. Mudah-mudahan Allah mengingat kamu untuk berzikir dari suka melalaikan kepada sadar melaksanakan zikir. Dari zikir yang sadar meniadi zikir yang penuh kehadiran hati. Dari zikir dengan hadimya hati kepada zikir yang masuk kepada kegaiban. Tidaklah ada kesukaran bagi Allah tentang hal-hal seperti itu.”
.
Zikir itu sebenarnya tidak hanya dengan lisan. Setiap perilaku, tindakan untuk mengingatAllah boleh disebut zikir. Ada zikir dengan hati, ada dengan lisan, ada dengan pikiran dan ada dengan perbualgn. Boleh zikir dengan berjalan, dengan duduk, dengan bekerja, dengan berbaring, atau zikir dengan tegak, duduk, dan beberapa cara sehrnatidakbertentangan dengan sunah Nabi Muhammad Saw. Dijelaskan hal ini dalam surat Ali Imran ayat 191,
“Mereka adalah orang’orang yang mengingat Allah sambil berdiri duduk di waktu berbaring, sambil memikirkan terciptanya langit dan bumi …”
Zikir adalah jalan menuju Allah yang rahman, untuk mendalami wujud- Nya dengan mengingat dan menyebut sifat-sifat-Nya. Zikir dengan bermacam-macam cara, menghendaki agar zikir itu dilakukan dengan kehendak yang kuat, untuk mencari kekuatan yang dapat memberi ketenangan bagi manusia. Atau dapat menjadi’obat dan penawar bagi kesejukan hati sanubari. Allah Ta’ala menyebut zikir ini dalam Al Qur’an,
-Ingatlah akan Aku, tentu Aku akan ingat kepadamu, bersyukurlah pada-Ku dan jangan kamu ingkar. ” Allah Ta’ala berfirman
“Adapun orang-orang yang beriman hati mereka manjadi tenang dengan zikrullah, karena dengan zikrullah itu hati manusia menjadi tenang tnteram.”(QS. A” Ra’du: 29)
Ingat kepada Allah dengan sungguh-sungguh dengan konsentrasi jiwa dan hati, akan membentuk manusia yang tenang, dan hamba Allah yang istiqamah, dengan hidup yang tertempa, serta banyak lagi fadilah zikir yang akan diperoleh dan dirasakan oleh hamba yang suka berzikir (mengingat terus menerus). Maqam tertinggi yang diperoleh oleh hamba yang berzikir, adalah zikir yang hidup dengan sendirinya di dalam dirinya, yang sudah menjadi satu di sekujur anggota badannya. Setiap gerakannya adalah zikir, setiap ucapannya adalah zikir, senyum dan kerdipan mata, naikf turunnya napas adalah zikir. Antara Allah Ta’ala dengan hamba-Nya yang berzikir tidak ada batasnya, tidak dibatasi waktu, masa, jarak, antara si hamba dengan Allah Jalla Jalaluh.
Dalam suatu hadis Qudsi, Allah Swt. mengingatkan hamba-hamba-Nya yang berzikir:
“Aku (Allah) selalu mentiruti sangkaan para hamba terhadap- Ku. Aku (Allah) selalu menyertainya, bila ia ingat (zikir) kepada-Ku. Bila ia zikir dalam hatinya, maka Aku ingat kepadanya dalam zat-Ku. Bila ia zikir kepada-Ku di tempat ramai, niscaya Aku akan ingat kepadanya di tempat yanq Iebih ramai, dan lebih baik lagi ingatan-Ku kepadanya. Demikian iuga, apabila hamba-Ku mendekati Aku satu jengkal, maka Aku akan mendekatinya satu hasta. Bila ia dekat-dekat kepada-Ku satu hasta, Aku akan lebih dekat lagi kepadanya, satu depa. Jikalau ia datang kepada-Ku dengan berialan maka Aku akan dating kepadanya dengan berlari.”
Ibnu Abbas ra. berkata,
“Apabila Allah Ta’ala menetapkan suafu kewajiban kepada hamba-hamba-Nya, niscaya dibebankan kepadanya pula agar selalu ingat kepadaAllah pada setiap waktu dan ketika apa pun, seperti diingatkan Allah Ta’ala agar selalu ingat kepada Allah terus menerus, di wakfu duduk, berdiri, sedang tiduran, atau di wakfu malam dan siang, kEtika berada di darat atau di laut, bepergian atau tinggal di rumah. Demikian juga oleh omng kaya atau orang miskin, di wakhr sehat atau wakhr sakif secara diam- diam atau terang-terangan, ringkasnya pada segala waktu.”
Abu Qasim Al Qusairy mengingatkan,
“Zikir itu akan meningkatkan martabat iman dan mendekatkan kepada Allah, lambang kewalian, pelita penemng kalbu, jiwa dari semua amal, karena tujuannya untuk taqarrub kepada Allah.”
Dalam salah satu hadits Qudsi disebutkan,
“Aku (Allah) selalu mangikuti dugaan hamba-Ku terhadap diri-Ku dan Aku selalu menyertainya di waktu ia berzikir.”
Zikir itu berjalan sepanjang masa tanpa batas wakfu atau halangan, sebab ia diperbolehkan pada semua waktu.
wallahu a’lam.
.
sumber: Syaikh Ibn Athailah, Al Hikam, syarah syaikh Muhammad ibn Ibrahim Ibn ‘Ibad, versi terjemahan, Mutiara Ilmu, Surabaya, 1995.