Menarik sekali membahas tokoh yang satu ini, yang sejak dahulu selalu menuai kontroversi. Tulisan ini hanya merangkum dari berbagai nara sumber, hanya untuk mengetahui siapakah sebenarnya tokoh yang satu ini, yang sering mendapat tuduhan murtad, dan penganut agama lainnya.
Ibn Arabi – nama lengkapnya Muhammad Ibn ‘Ali Ibn Muhammad Ibn Arabi Al Thai Al Hatimi – adalah seorang tokoh sufi – filsuf kontroversial dari Andalusia, lahir 560 H/1165 M – 638H/1240M. Karya-karyanya dikenal memadukan antara syariat, rasio dan intuisi (dzauq). Diantaranya Futuhat Al Makiyyah (Penyingkapan Mekah), buku yang berisi 560 bab, berisi ajaran dari banyak topik, Fushus Al Hikam (Permata Kebijaksanaan) – berisi tentang sabda kenabian – keragaman – kesempurnaan yang mewujud pada masing-masing 27 nabi besar, Al Tadbirat al Illahiyah Fi Ishlah al Mamlakah al Insaniyah (Menata diri Dengan Tadbir Ilahi), Kunh Mala Budda Al Murid (Selamat Sampai Tujuan), Risalah al Anwar fi ma Yumnah Shahib Al Kalwah Min Al Asrar (Risalah Kemesraan, berisi panduan menjalani khalwat), Ruh al Quds (Jiwa Yang Suci), Al Durrat al Fakhrah (Butiran Permata Keagungan).
Ibn Arabi dipandang sebagai tokoh terbesar muslim dalam menyusun doktrin-doktrin metafisis, sehingga disebut sebagai Syeikhul Akbar yang artinya Syekh Yang Agung. Ada juga yang menyebutnya sebagai “Belerang Merah” (al Kabrit Al Ahmar) sebuah term kimiawi yang mengandung pengertian bahwa Ibn Arabi mampu mencipta suatu pengetahuan terlepas dari ketidak tahuannya sebagai belerang yang mampu membentuk kuning emas dari sebuah timah.
Tuduhan Murtad
Banyak kaum salafi yang menuduh bahwa dirinya adalah murtad dan pengikut Nasrani, apakah benar demikian? Lalu, kenapa sampai bisa dtuduh sedemikian rupa, adakah alasannya?
Tulisan Ibn Arabi banyak yang mengandung pengertian ganda, dan berapa corak kemusyrikan telah ditemukan didalam pemikirannya yang melahirkan bentuk keyakinan yang berlebihan. Karenanya, ia sering dituduh sebagai orang pantheisme. Hanya saja disini ada keanehan, andai kata saja ada kesalahan dalam pemikirannya Ibn Arabi, tetapi para pengikutnya mempertahankan dan tetap mempraktekannya, bahkan menolak untuk kompromi.
Tuduhan bahwa dia adalah penganut Nasrani karena konsep kesatuan hakikat agama. Menurutnya hakikat agama adalah sama atau satu, hanya saja bentuk luarannya yang berbeda-beda. Ia menjelaskan panjang lebar tentang hal itu, yang mana pada posisi tersebut ia memiliki sifat-sifat sebagaimana yang dimiliki Yesus.
Didalam syairnya pada kitab “Tarjuman Al Asywaq”, Ibn Arabi mengungkapkan sebagai berikut :
Hatiku terbuka untuk segala macam bentuk;
ia bagaikan padang rumput untuk kawanan rusa, dan bagaikan biara bagi pendeta-pendeta Kristen,
Bagaikan candi untuk sebuah berhala, dan sebagai Ka’bah untuk menjalankan perjalanan haji,
bagaikan lembaran Taurat dan sekaligus kitab suci Al Quran.
Milikku adalah agama cinta, kemanapun kabilah Allah bergerak, agama cinta akan tetap menjadi
agama dan keyakinanku.
Rasanya, syair di atas lah yang dijadikan rekomendasi oleh kalangan para Salafi, untuk menuduh bahwa Ibn Arabi adalah Nasrani.
Lalu, bagaimana dan alasan apa sampai dituduh bahwa Ibn Arabi itu SESAT dan Menyesatkan, terutama dengan konsep Kesatuan wujudnya (wahdatul wujud)?
Ibn Arabi merumuskan tentang konsep kesatuan wujud atau non dualitas, yang merupakan konsep Islam tentang Advaita Vedanta dan semakna dengang konsep Tao. Konsep itu menyatakan bahwa tidak ada satupun eksistensi yang terwujud melainkan hanya Allah.
Ajaran Ibn Arabi tentang wahdatul wujud ini meluas, dan menjadikan ajaran wahdatul wujud ini sebagai ajaran metafisika sufisme, pada masanya ajaran ini menyebar di mana saja, bahkan sampai ke Indonesia.
Setelah Ibn Arabi memunculkan konsep Wahdatul Wujud, kemudian diikuti oleh beberapa sufi lainnya yang terlibat dalam meng-estafetkan ajaran ini, sehingga seolah-olah Ibn Arabi ini menjadikan penghubung antara tradisi Sufi Spanyol-Maroko dengan tradisi sufi timur Mesir –Siria melalui muridnya Shadr Al Din Al Qunawi (1210). Di Persia atau Iran ajaran Ibn Arabi ditebarkan melalui Qutb Al Din Asy-Syaerazi, sehingga mempengaruhi tasawuf Persia secara umum. Ajaran sufi ini dilanjutkan oleh Abdul Karim Al Jilli, seorang pemimpin tharekat Al Syadzili, dan oleh Jalaluddin Rumi. Nah, pada jaman kemajuan pemikiran intelektualitas Islam ini, ajaran ini merebak sampai Aceh – Indonesia, nama Ibn Arabi dengan muridnya Ibn Athaillah cukup dikenali dengan baik. Menurut saya, ajaran Ibn Arabi ini ke Indonesia merebak melalui Tharekat Al Sadziliyah, yang mana Tharekat ini didirikan oleh Imam Syadzili, dan dilanjutkan oleh Ibn Athaillah(W.1309), putra salah seorang seorang sufi. Ibn Athaillah ini semula seorang fuqoha pengikut mazhab Malikiyah, dia seorang pengajar di Al Azhar Kairo, dan perguruan Al Manshuriyah tetapi waaupu dia putra seorang sufi tapi justru fikirannya berlawanan, bahkan memerangi tasawuf, terutama ditujukan kepada sufi Abu Abbas Al Mursi (w. 1288), tetapi pada tahun 1276 M, Ibn Athaillah mendatangi Al Mursi, dan menyatakan dirinya menjadi murid tharekat Al Shadziliyyah, bahkan Ibn Athaillah menulis sebuah karya besar dalam bidang Tashawuf, yakni Kitab Al Hikam yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran spiritual di kalangan murid-murid tasawuf. Kitab Al Hikam ini sangat populer di kalangan pecinta tasawuf di Indonesia.
Jadi benar, semula Ibn Athaillah melawan ajaran tasawuf tetapi selanjutnya dia justru berbalik, bahkan menjadi pecinta tasawuf dan mengembangkannya melalui berbagai karya tulisnya.
Kesimpulan :
Tuduhan para fuqoha (ahli fiqih), kaum salafi yang memegang teguh ajaran ajaran nabi hanya Al Quran dan al Hadits, dan kalangan Wahabi yang tidak mengakui keabsahan otoritas pandangan dan praktek setelah tabiin dan menganggapnya inovasi (bid’ah) yang tidak mendasar secara teoretis, walaupun dalam praktis tidak demikian, yang menjelaskan bahwa ajaran Ibn Arabi adalah sesat dan menyesatkan, tetap tidak terpecahkan, dalam arti kata masing masing memiliki ajarannya. Kalau boleh dimisalkan, itu seperti minyak dan air dalam satu wadah, walaupun tidak akan bersatu tetapi sebenarnya satu dan saling melengkapi, bisa jadi tasawuf dengan keaneka ragamananya adalah kekayaan Islam di ranah spiritual.
Adapun tentang wahdatul wujud, adalah merupakan ekpressi sufistik yang bisa dijangkau atau dipahami secara transendental yang umumnya tidak sembarangan dipaparkan di kalangan awam, biasanya pengajaran ini melalui suatu tharekat yang mengajarkan tahap demi tahap (maqamat) sampai memahami dan merasakan (dzauq). Untuk memahami ilmu hakikat, biasanya di awali dari Syariat, Tharikat, Hakikat sampai memahami akan makrifat (gnostik).
Tataran wahdatul wujud ini sudah masuk ke pemahaman makrifat, yang mana sudah tidak lagi menggunakan nalar atau akal fikiran, tetapi melalui peningkatan kesadaran. Kalau di ibaratkan, nalar adalah bumi, sementara makrifat adalah langit, tentunya membahas suatu langit kita harus berimijinasi dan berempathi tentang langit terlebih dulu, tidak semerta-merta menolak karena langit bukanlah bumi, atau mudah memurtadkan orang karena itu adalah kepicikan diri yang tak mampu mencerap, karena hakikat kebenaran adalah milik Yang Haq, dan yang memiliki hak prerogatif itu adalah Sang Haq itu sendiri.
Tetapi memahami Wahdatul Wujud ini memang sulit karena akan menjerumuskan di kalangan awam, banyak martir yang digantung oleh karenanya, tengoklah Al Hallaj di Baghdad atau Syekh Siti Jenar dengan konsep Manunggaling Kawula Gustinya di Nusantara ini.
Salam