Seperti yang kita ketahui, pada dasarnya manusia adalah makhluk individu dan sekaligus sosial. Adakalanya kita sebagai manusia merasa tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan yang lain, namun di sisi lain kita juga tak dapat begitu saja mengabaikan kepentingan diri sendiri yang paling pribadi. Keseimbangan antara kepentingan pribadi dan yang bersifat umum ini baik langsung maupun tidak pada akhirnya berpengaruh pada pola hubungan inter-manusiaEgo Jika keseimbangan tersebut belum dapat tercapai maka sebagai akibatnya hubungan antar manausia pun akan pula belum dapat dikatakan proporsional (ideal) disebabkan oleh dominasi ego yang berlebih (egoisme-?). -- yang menurut ilmu psikologi berarti bawah sadar – jika tidak dapat dikendalikan oleh Super Ego (yang berisi serapan nilai, norma dan aturan), maka dipastikan akan berpengaruh pada pernyataan identitas diri (ID) di hadapan realitas sosial..
Apa hubungan antara Ego, Super Ego dan ID ini pada hubungan sosial? Ego adalah keinginan yang terlahir dari diri kita yang ingin diwujudkan pada kehidupan nyata. Namun menyampaikan Ego secara telanjang seperti ini tidaklah mudah. Ego yang berisi keinginan murni tersebut selanjutnya akan ‘bertemu’ dulu dengan Super Ego yang berisi nilai nilai yang hidup di tengah masyarakat, yang berfungsi sebagai filter atas Ego. Setelah Ego disaring oleh Super Ego maka pada fase selanjutnya akan termanifestasikan sebagai identitas diri (ID). Dari ID inilah akan dapat dilakukan penilaian, apakah hubungan antar manusia sudah cukup seimbang. Jika Ego tidak banyak tersaring oleh Super Ego -- yang pada akhirnya memunculkan ID --, maka kepentingan pribadi (individual) akan menjadi lebih dominan tanpa pertimbangan kepentingan bersama (sosial).
Tanpa kita sadari seringkali Ego ini nyelonong begitu saja, melompat tanpa kendali Super Ego. Misal saja, karena urusan eksistensi kita lantas menepuk dada dan berjalan dengan pongah tatkala sedang merasa lebih mampu melakukan sesuatu dibanding orang lain. Keinginan bawah sadar kita (Ego) saat itu adalah sebuah pengakuan publik akan kemampuan yang kita miliki. Padahal bisa jadi keberhasilan tersebut tidak semata mata tercapai ansich oleh diri kita sendiri, melainkan disebabkan juga oleh ‘campurtangan’ faktor-faktor – termasuk orang lain -- yang mungkin mendukungnya, mungkin! Kebanggaan tidaklah salah dan kegembiraan meraih kemenangan bisa jadi daya dorong prestasi ke depan. Namun demikian rasa menang yang didorong oleh semangat Ego tanpa sentuhan Super Ego tentu akan bertabrakan langsung dengan nilai yang dipercaya suatu masyarakat dimana kita menjalani hidup, dan ini dapat dilihat dari ID sebagai pernyataan ‘jadi’. Pada titik ini kita dapat refleksikan bersama, betapa kita dapat lakukan apa saja berdasarkan keinginan dasar kita, namun yang harus diingat adalah bahwa kita tidaklah hidup sendirian saja. Kita menilai dan dinilai dalam berbagai perspektif yang berkembang yang mengantarkan kita selanjutnya-- dengan berdasar keseimbangan hubungan yang melibatkan Ego dan Super Ego ini – menjadi bagian dari diskursus pembentukan nilai-nilai yang kemudian akan diserap kembali oleh Super Ego dan memaklumkan keberadaan ID |