Lanjutan

melakukan hal yang sama kepada kuasa Gereja yang saat itu mendominasi hampir seluruh
aspek kehidupan mereka.

Ibn Rusyd adalah pemikir yang berusaha menghidupkan tradisi pemikiran bebas dalam pengertian yang kemudian dikembangkan para filusuf pencerahan di Eropah. Ia dilahirkan dan dibesarkan di Cordova, sebuah dinasti Islam di Sepanyol. Ia hidup di penghujung masa yang biasa dikenal “zaman keemasan Islam” (the Golden Age of Islam). Ibn Rusyd hidup sekitar satu abad sebelum Baghdad jatuh (1258) atau empat abad sebelum Granada, benteng terakhir umat Islam di Sepanyol, runtuh (1492).

Ibn Rusyd hidup di tengah kecenderungan kaum Muslim yang semakin antipati terhadap pemikiran rasional. Pada masa ini, di belahan Timur dunia Islam (masyriq) filsafat Islam mengalami gempuran sangat keras dari ulama konservatif yang merasa terancam dengan dominasi “ilmu-ilmu klasik” (‘ulûm al-awail) yang datang dari Yunani. Para teolog yang didominasi kaum Asy’ariyah menggempur kecenderungan teologi rasional, khususnya yang dimotori oleh Mu’tazilah.

Hidup di belahan barat (maghrib) yang cukup jauh terpisah dari kemurungan peradaban Islam, Ibn Rusyd melihat ada ketidaksesuaian dari perilaku kaum Muslim di Timur. Pada mulanya, ia turut memihak para ulama dan teolog (mutakallimun) yang berusaha “menghidupkan ilmu-ilmu agama” (ihya ‘ulum al-din) sebagai maklumbalas (counter attack) dari gelombang Helenisme yang dimotori oleh para filsuf Muslim dan kaum Mu’tazilah.

Simpatinya kepada Abu Hamid al-Ghazali (w.1111) disalurkannya dengan membuat sebuahtalkhis (ringkasan)al- Mustasyfa, salah satu karya penting al-Ghazali dalam bidang ushul fiqh. Tapi sesudah itu dia menyedari ada yang tidak lengkap dari al- Ghazali dan para teolog yang membabi-buta mengecam para filsuf Yunani dan para filusuf Muslim lainnya.

Sebuah peristiwa penting mengubah hidupnya. Dalam sebuah kesempatan, ia diperkenalkan Ibn Tufayl, filsuf Andalusia lainnya, kepada Khalifah Abu Yusuf Ya’qub, penguasa Marrakesh yang dikenal menggandrungi filsafat. Sang Khalifah bertanya pada Ibn Rusyd tentang pandangan para filsuf Yunani mengenai penciptaan alam.

Ibn Rusyd begitu malu dan gundah, karena ia tak mampu menjawab pertanyaan itu. Karena peristiwa inilah kemudian ia bertekad mempelajari filsafat Yunani secara lebih serius. Ia mempelajari Plato dan mendalami serta mensyarah karya Aristotles, sehingga kemudian dijuluki “Sang Pensyarah” (El Gran Comento). Ia beralih, dari penulistal khis buku al-Ghazali menjadi penulistal khis buku-buku Aristotles. Ia pun mulai mengkritisi

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post