MENIKMATI DISCO DI CAFE SUFI
Simponi musik Kafe Sufi terus berirama, disertai dengan lampu-lampu diskotik surgawi. Mereka yang hendak memasuki Kafe Sufi, pasti mendengarkan alunan merdunya suara qalbu, dengan hembusan tiupan ruh yang indahnya tiada tara. Lalu para pengkafe biasanya Mabuk Cinta, badannya bergerak tiada terasa, bukan sengaja digerakkan, karena seluruh iramanya adalah harmoni dalam paduan Af’al, Asm’a dan SifatNya.
Sembari menikmati menu-menu suci yang tersedia, ada cahaya lampu yang memantul dari dalam Qalbu mereka, hingga qalbu itu bagai pelita. Anggota badan mereka tunduk bagai terikat kuat, lisannya sibuk membaca Al-Qur’an, romannya menguning karena ketakutan akan jauh dari Allah swt, dan jiwanya tercurah bagi khidman pada Ar-Rahman, hatinya terpancari cahaya iman, jiwanya sibuk mencari, ruhnya sibuk mendekat Tuhan. Sedang pada ucapannya ada sifat menunjukkan kepada Ketuhanan Allah swt, pada tiang-tiang dirinya penuh kelanggengan khidmat, dan pada jiwanya ada pengaruh kehambaan, dalam hatinya ada kharisma Fardaniyah, dalam rahasia batinnya ada hasrat membubung ke Uluhiyah, sedang dalam ruhnya ada keterpesonaan pada Wahdaniyah. Oh….. amboi eloknya diskotik ini….
Ketika musik berdentang berirama Dzikrullah, bibir-bibir mereka senantiasa tersenyum kepadaNya. Mata mereka senantiasa memancar kepadaNya. Qalbu-qalbu mereka terus bergelayut kepada Allah swt, hasrat mereka sinambung kepadaNya, rahasia batin mereka terus menerus memandangNya. Mereka melemparkan dosa-dosa mereka ke samudera taubat, dan mereka menghamburkan kepatuhannya ke samudera anugerah. Mereka buang gerak gerik batinnya ke lautan Keagungan. Dan kehendak mereka terlempar ke lautan sucinya jiwa, bahkan hasrat mereka adalah samudera mahabbah. Ohhh…betapa indahnya…
Di medan pengabdian kepadaNya mereka berlalu lalang. Di bawah payung kemuliaan, mereka saling merenda keindahan. Dan di taman rahmatNya mereka merambat, lalu mereka mencium aroma anugerah yang wangi.
Entahlah, diskotik macam apa ini? Tak terbayangkan…..
Ketika musik sudah usai berbunyi. Tinggallah rasa indah yang terpancar, tertanam kuat, terkesan tak hilang. Tiba-tiba sunyi. Lalu mereka itu memandang dunia dengan mata perenungan, memadang akhirat dengan mata penantian, memandang nafsunya dengan mata hina, memandang taatnya dengan mata penuh kekurangan, bukan dengan mata merasa amal. Mereka memandang ampunan dengan mata kebutuhan, memandang ma’rifat dengan mata kegembiraan, memandang Yang Dima’rifati swt, dengan mata kebanggan. Mereka melemparkan nafsunya dalam negeri cobaan, dan melemparkan ruhnya ke negeri akhirat kemudian,qalbu-qalbu mereka menuju keluhuran dan rahasia batin mereka menuju Allah swt.
Subhanallaah….!
by. kanganwar.blogspot.com