INDAHNYA BERTAFAKUR



الَّذينَ يَذكُرونَ اللَّهَ قِيٰمًا وَقُعودًا وَعَلىٰ جُنوبِهِم وَيَتَفَكَّرونَ فى خَلقِ السَّمٰوٰتِ وَالأَرضِ رَبَّنا ما خَلَقتَ هٰذا بٰطِلًا سُبحٰنَكَ فَقِنا عَذابَ النّارِ

"(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): ""Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." [Al-'Imran: 191 ]

Disebutkan di dalam hadits, bahwa tafakur sesaat adalah lebih baik daripada ibadah satu tahun. Dorongan untuk bertafakur, tadabur, berpikir, dan mengambil pelajaran dapat diketahui dari ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits. Tafakur adalah kunci untuk memperoleh cahaya, asas meminta pertolongan dan perangkap ilmu.

Keutamaan tafakur disebutkan Allah dalam bentuk pujian, “...dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.” (QS. Ali Imran (3): 191)


Ibn ‘Abbas berkata kepada suatu kaum, “Janganlah kamu memikirkan tentang Allah SWT.” Maka Nabi SAW bersabda, “Berpikirlah tentang penciptaan Allah, tetapi jangan kamu berpikir tentang Allah, karena kamu tidak akan mampu mengukur-Nya,”

Dari Nabi SAW., bahwa pada suatu hari ia keluar menuju suatu kaum. Mereka sedang bertafakur. Maka Nabi SAW bertanya, “Apa yang kamu sedang kerjakan sehingga kamu tidak berbicara?” Mereka menjawab, “Kami sedang memikirkan ciptaan Allah SWT.” Selanjutnya Nabi SAW bersabda, “Kalau begitu, maka lakukanlah. Berpikirlah tentang ciptaan Allah, tetapi janganlah kamu memikirkan tentang-Nya. Sesungguhnya di barat ini ada bumi yang putih cahayanya perjalanan matahari empat puluh hari. Di dalamnya terdapat makhluk dari makhluk-makhluk Allah. Mereka tidak pernah mendurhakai Allah sekejap mata pun. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, lalu dimana setan terhadap mereka? Beliau bersabda, “Mereka tidak tahu setan diciptakan atau tidak.” Mereka berkata, “Bagaimana dengan anak Adam?” Beliau bersabda, “Mereka tidak tahu Adam diciptakan atau tidak.”

Dari ‘Atha’: “Pada suatu hari aku dan ‘Ubaid bin ‘Umair pergi kepada ‘Aisyah ra. Di antara kami dan ia dipisahkan hijab. “Aisyah bertanya, ‘Wahai ‘Ubaid, apa yang menghalangimu dari mengunjungi kami?’ ‘Ubaid menjawab, ‘Sabda Rasulullah SAW., “Berkunjunglah, Tetapi jangan terlalu sering, niscaya hal itu akan menambah kepadamu kecintaan.”

Selanjutnya Ibn ‘Umair berkata, “Ceritakanlah kepada kami hal yang paling menakjubkanmu yang engkau lihat dari Rasulullah SAW.” Maka ‘Aisyah menangis, lalu berkata, “Setiap ihwalnya menakjubkan. Pada malam giliranku, ia datang kepadaku sehingga kulitnya menyentuh kulitku. Beliau berkata, ‘Biarkan aku shalat kepada Tuhanku.’ Maka beliau pergi ketempat air, lalu berwudhu. Kemudian beliau shalat. Maka beliau menangis sehingga basah janggutnya. Kemudian beliau sujud sehingga air matanya membasahi tanah. Selanjutnya beliau berbaring pada salah satu sisinya hingga datang Bilal menyeru shalat subuh. Maka Bilal bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apa yang menyebabkanmu menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu dan yang akan datang.’ Beliau menjawab, ‘Bagaimana kamu ini, wahai Bilal, apa yang mencegahku untuk menangis. Sesungguhnya pada malam ini Allah SWT telah menurunkan wahyu:
إِنَّ فى خَلقِ السَّمٰوٰتِ وَالأَرضِ وَاختِلٰفِ الَّيلِ وَالنَّهارِ لَءايٰتٍ لِأُولِى الأَلبٰبِ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal [Al-'Imran: 190 ]

Selanjutnya beliau bersabda, ‘Celakalah orang yang membacanya tetapi tidak memikirkannya.’”

Ada yang bertanya kepada Al Auza’i, “Apa tujuan memikirkan penciptaan langit dan bumi? Al-Auza’i menjawab, “Membaca ayat-ayat tersebut dan memahaminya.”

Al-Junaid ra., berkata, “Majelis yang paling mulia dan paling tinggi adalah duduk dengan memikirkan medan tauhid, hembusan angin makrifat, minum dengan gelas cinta dari lautan kasih dan pandangan dengan prasangka baik kepada Allah SWT.” Kemudian ia berkata, “Aduhai betapa agungnya majelis dan betapa lezatnya minuman. Bahagialah bagi orang yang dianugerahinya.”

HAKIKAT TAFAKUR DAN BUAHNYA

Ketahuilah, bahwa makna tafakur adalah menghadirkan dua makrifat di dalam hati agar dari keduanya membuahkan makrifat ketiga. Misalnya, seseorang mengetahui bahwa akhirat itu lebih baik dan lebih kekal. Berusaha memperoleh yang lebih baik dan lebih kekal adalah lebih pantas. Tujuan dari tafakur adalah membuahkan ilmu didalam hatinya. Maka hal itu menyebabkan keindahan. Kedua makrifat itu merupakan keselamatan. Keduanya merupakan buah dari ilmu dan ilmu merupakan buah dari tafakur.

OBJEK TAFAKUR

Ketahuilah, bahwa kadang-kadang hamba memandang dan memikirkan keadaan dirinya, sebagaimana telah dijelaskan. Kadang-kadang pula ia memandang kita, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan Allah SWT.

Memikirkan Zat Allah SWT tidak ada jalan lain selain dengan zikir semata.

Adapun memikirkan tentang sifat-sifat, kerajaan dan malakut-Nya, maka setiap kadar berpikir tentang kerajaan-Nya, MALAKUT-Nya, dan sifat-sifat-Nya bertambah pula kecintaan terhadap-Nya. Adapun memikirkan tentang ciptaan-Nya adlah untuk menyingkap ihwal-Nya. Hal itu dapat dilakukan dengan merenungkan makna nama-nama dan sifat-sifat-Nya, serata memikirkan langit, bumi, planet-planet, dan setiap sesuatu selain Allah SWT. Itu semua adalah ciptaan dan buatan-Nya.
Allah SWT berfirman,

سَنُريهِم ءايٰتِنا فِى الءافاقِ وَفى أَنفُسِهِم حَتّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُم أَنَّهُ الحَقُّ ۗ أَوَلَم يَكفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلىٰ كُلِّ شَيءٍ شَهيدٌ

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (QS. Fushilat : 53)

Dan juga firman-Nya,
وَفى أَنفُسِكُم ۚ أَفَلا تُبصِرونَ
"dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan?"
(QS. Adz-Dzariyyat (51): 21)

Maka objek tafakur adalah dirimu sendiri, kemudian segala ciptaan Allah SWT.

Pahamilah, maka engkau beruntung.

Mutiara Ihya Ulumuddin - Al-Ghazali.

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post