1. Pengertian pembelajaran tahfidz
Al-Qur’an
Pembelajaran
adalah suatu proses seseorang dalam belajar. Yang dimaksud dengan belajar
menurut pengertian secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan
yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan
dalam seluruh aspek tingkah laku.
Beberapa
ahli memberikan pengertian belajar seperti diuraikan dibawah ini:
a. Sardiman
A. M. bahwa belajar adalah rangkaian kegiatan jiwa raga, psikofisik menuju
keperkembangan pribadi manusia seutuhnya yang menyangkut unsur cipta, rasa, dan
karsa.[1]
b. Drs.
Slamet menjelaskan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sehingga hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya.[2]
c. Morgan,
dalam buku Intriduction to Psychology mengemukakan bahwa belajar adalah setiap
perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai
suatu hasil dari latihan atau pengalaman.[3]
d. Witherington,
dalam buku Education Psychology bahwa belajar adalah suatu perubahan didalam
kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.[4]
Berdasarkan
uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari interaksi dengan lingkungan.
Sedangkan
tahfidz Al-Qur’an terdiri dari dua suku kata, yaitu tahfidz dan Al-Qur’an, yang
mana keduanya mempunyai arti yang berbeda. Pertama tahfidz yang
berarti menghafal, menghafal dari kata dasar hafal yang dari bahasa arab hafidza
- yahfadzu - hifdzan, yaitu lawan dari lupa, yaitu selalu ingat dan sedikit
lupa.[5]
Menurut
Abdul Aziz Abdul Ra’uf definisi menghafal adalah “proses mengulang sesuatu,
baik dengan membaca atau mendengar”. Pekerjaan apapun jika sering diulang,
pasti menjadi hafal.”[6]
Kedua kata
Al-Qur’an, menurut bahasa Al-Qur’an berasal dari kata qa-ra-a yang
artinya membaca, para ulama’ berbeda pendapat mengenai pengertian atau definisi
tentang Al-Qur’an. Hal ini terkait sekali dengan masing-masing fungsi dari
Al-Qur’an itu sendiri.
Menurut
Asy-Syafi’i, lafadz Al-Qur’an itu bukan musytaq, yaitu bukan
pecahan dari akar kata manapun dan bukan pula berhamzah, yaitu tanpa tambahan
huruf hamzah di tengahnya. Sehingga membaca lafazh Al-Qur’an dengan tidak
membunyikan ”a”. Oleh karena itu, menurut Asy-syafi’i lafadz tersebut sudah
lazim digunakan dalam pengertian kalamullah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
Berarti
menurut pendapatnya bahwa lafazh Al-Qur’an bukan berasal dari
akar kata qa-ra-a yang artinya membaca. Sebab kalau akar
katanya berasal dari kata qa-ra-a yang berarti membaca,
maka setiap sesuatu yang dibaca dapat dinamakan Al-Qur’an.
Sedangkan
menurut Caesar E. Farah, Qur’an in a literal sense means ”recitation,”reading,[7]”. Artinya, Al-Qur’an dalam
sebuah ungkapan literal berarti ucapan atau bacaan.
Sedangkan
menurut Mana’ Kahlil al-Qattan sama dengan pendapat Caesar E. Farah, bahwa
lafazh Al-Qur’an berasal dari kata qara-a yang artinya
mengumpulkan dan menghimpun, qira’ah berarti menghimpun
huruf-huruf dan kata-kata yang satu dengan yang lainnya ke dalam suatu ucapan
yang tersusun dengan rapi. Sehingga menurut al-Qattan, Al-Qur’an adalah bentuk
mashdar dari kata qa-ra-a yang artinya dibaca.
Kemudian
pengertian Al-Qur’an menurut istilah adalah kitab yang diturunkan kepada
Rasulullah saw, ditulis dalam mushaf, dan diriwayatkan secara mutawatir tanpa
keraguan.[8] Setelah melihat definisi menghafal dan
Al-Qur’an di atas dapat disimpulkan bahwa Tahfidz Al-Qur’an adalah
proses untuk memelihara, menjaga dan melestarikan kemurnian Al-Qur’an yang
diturunkan kepada Rasulullah saw di luar kepala agar tidak terjadi perubahan
dan pemalsuan serta dapat menjaga dari kelupaan baik secara keseluruhan maupun
sebagiannya.
Sedangkan
program pendidikan menghafal Al-Qur’an adalah program menghafal Al-Qur’an
dengan mutqin (hafalan yang kuat) terhadap lafazh-lafazh
Al-Qur’an dan menghafal makna-maknanya dengan kuat yang memudahkan untuk
menghindarkannya setiap menghadapi berbagai masalah kehidupan, yang mana
Al-Qur’an senantiasa ada dan hidup di dalam hati sepanjang waktu sehingga
memudahkan untuk menerapkan dan mengamalkannya.[9]
2. Dasar dan hikmah menghafal Al-Qur’an
Secara
tegas banyak para ulama’ mengatakan, alasan yang menjadikan sebagai dasar untuk
menghafal Al-Qur’an adalah sebagai berikut :
a. Jaminan
kemurnian Al-Qur’an dari usaha pemalsuan.
Sejarah
telah mencatat bahwa Al-Qur’an telah dibaca oleh jutaan manusia sejak zaman
dulu sampai sekarang. Para penghafal Al-Qur’an adalah orang-orang yang di pilih
Allah untuk menjaga kemurnian Al-Qur’an dari usaha-usaha pemalsuannya.
Sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Al-Hijr ayat 9:
Artinya: “Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar
memeliharanya.”[10]
b. Menghafal
Al-Qur’an adalah fardhu kifayah.
Melihat
dari surat Al-Hijr ayat 9 diatas bahwa penjagaan Allah terhadap Al-Qur’an bukan
berarti Allah menjaga secara langsung fase-fase penulisan Al-Qur’an, tetapi
Allah melibatkan para hamba-Nya untuk ikut menjaga Al-Qur’an. Melihat dari ayat
di atas banyak ahli Qur’an yang mengatakan bahwa hukum menghafal Al-Qur’an
adalah fardhu kifayah, diantaranya adalah :
Ahsin W. mengatakan
bahwa hukum menghafal Al-Qur’an adalah fardhu kifayah. Ini berati
bahwa orang yang menghafal Al-Qur’an tidak boleh kurang dari jumlah
mutawatir sehingga tidak akan ada kemungkinan terjadinya pemalsuan dan
pengubahan terhadap ayat-ayat suci Al-Qur’an.[11]
Kemudian
menurut Abdurrab Nawabudin bahwa apabila Allah telah menegaskan bahwa Dia
menjaga Al-Qur’an dari perubahan dan penggantian, maka menjaganya
secara sempurna seperti telah diturunkan kepada hati Nabi-Nya, maka
sesungguhnya menghafalnya menjadi fardhu kifayah baik
bagi suatu umat maupun bagi keseluruhan kaum muslimin.[12]
Setelah
melihat dari pendapat para ahli Qur’an di atas dapat disimpulkan bahwa hukum
menghafal Al-Qur’an adalah fardhu kifayah, yaitu apabila diantara
kaum ada yang sudah melaksanakannya, maka bebaslah beban yang lainnya, tetapi
sebaliknya apabila di suatu kaum belum ada yang melaksanakannya maka berdosalah
semuanya.
Jadi wajar
jika manusia yang berinteraksi dengan Al-Qur’an menjadi sangat mulia, baik di
sisi manusia apalagi di sisi Allah, di dunia dan di akhirat. Kemudian berikut
ini ada beberapa hikmah menghaf Al-Qur’an :
a. Al-Qur’an
menjanjikan kebaikan, berkah dan kenikmatan bagi penghafalnya. Ini sesuai
dengan firman Allah swt. yang berbunyi:
Artinya: ”Ini
adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai fikiran”.[13] (QS. As-Shaad: 29)
b. Hafidz Qur’an
merupakan ciri orang yang diberi ilmu
c. Fasih
dalam berbicara dan ucapannya.
d. Al-Qur’an
memuat 77.439 kalimat. Jika seluruh penghafal Al-Qur’an memahami seluruh arti
kalimat tersebut berarti dia sudah banyak sekali menghafal kosa kata bahasa
arab yang seakan-akan ia menghafal kamus bahasa arab.
e. Dalam
Al-Qur’an banyak terdapat kata-kata hikmah yang sangat berharga bagi kehidupan.
Secara menghafal Al-Qur’an berarti banyak menghafal kata-kata hikmah.
f. Hafidz
Qur’an sering menjumpai kalimat-kalimat uslub atau ta’bir yang
sangat indah. Bagi seseorang yang ingin memperoleh rasa sastra yang tinggi dan
fasih untuk kemudian bisa menikmati karya sastra Arab atau menjadi satrawan
Arab perlu banyak menghafal kata-kata atau uslub Arab yang
indah seperti syair dan amtsar (perumpamaan) yang tentunya
banyak terdapat di Al-Qur’an.
g. Mudah
menemukan contoh-contoh nahwu, sharaf, dan juga balaghah dalam Al-Qur’an.
h. Dalam
Al-Qur’an banyak ayat-ayat hukum, dengan demikian secara tidak langsung seorang
penghafal Al-Qur’an akan menghafal ayat-ayat hukum. Yang demiakian ini sangat
penting bagi orang yang ingin terjun di bidang hukum.
i. Orang
yang menghafal Al-Qur’an akan selalu mengasah hafalannya. Dengan demikian
otaknya akan semakin kuat untuk menampung berbagai macam informasi.
j. Penghafal
Al-Qur’an adalah orang yang akan mendapatkan untung dalam perdagangannya dan
tidak akan merugi.
k. Al-Qur’an
akan menjadi penolong (syafa’at) bagi para penghafal Al-Qur’an.
Selain itu
ada beberapa tujuan pembelajaran tahfidzul Qur’an secara
terperinci yakni sebagai berikut:
a. Siswa
dapat memahami dan mengetahui arti penting dari kemampuan dalam menghafal
Al-Qur’an.
b. Siswa
dapat terampil menghafal ayat-ayat dari suratsurat tertentu dalam juz „amma
yang menjadi materi pelajaran.
c. Siswa
dapat membiasakan menghafal Al-Qur’an dan supaya dalam berbagai kesempatan ia
sering melafadzkan ayat-ayat Al-Qur‟an dalam aktivitas sehari-hari.[14]
Selain itu
juga tujuan yang terpenting yakni untuk menumbuhkan, mengembangkan serta
mempersiapkan bakat hafidz dan hafidzah pada
anak, sehingga nantinya menjadi generasi cendekiawan muslim yang hafal
Al-Qur’an.
3. Syarat menghafal Al-Qur’an
Menghafal
Al-Qur’an adalah pekerjaan yang sangat mulia. Akan tetapi menghafal Al-Qur’an
tidaklah mudah seperti membalikan telapak tangan, oleh karena itu ada hal-hal
yang perlu dipersiapkan sebelum menghafal agar dalam proses menghafal tidak
begitu berat.
Diantara
beberapa hal yang harus terpenuhi sebelum seseorang memasuki periode menghafal
Al-Qur’an ialah :
a. Mampu
mengosongkan benaknya dari pikiran - pikiran dan teori-teori, atau
permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan mengganggunya. Mengosongkan
pikiran lain yang sekiranya mengganggu dalam proses menghafal merupakan hal
yang penting. Dengan kondisi yang seperti ini akan memepermudah dalam proses
menghafal Al-Qur’an karena benar-benar fokus pada hafalan Al-Qur’an.
b. Niat
yang ikhlas. Niat adalah syarat yang paling penting dan paling utama dalam
masalah hafalan Al-Qur’an. Sebab, apabila seseorang melaukan sebuah perbuatan
tanpa dasar mencari keridhaan Allah semata, maka amalannya hanya akan sia-sia
belaka.
c. Izin
dari orang tua, wali atau suami. Semua anak yang hendak mencari ilmu atau
menghafalkan Al-Qur’an, sebaiknya terlebih dahulu meminta izin kepada kedua
orang tua dan kepada suami (bagi wanita yang sudah menikah). Sebab, hal itu
akan menentukan dan membantu keberhasilan dalam meraih cita-cita untuk
menghafalkan Al-Qur’an.[15]
d. Tekad
yang kuat dan bulat. Tekad yang kuat dan sungguh-sungguh akan mengantar
seseorang ke tempat tujuan, dan akan membentengi atau menjadi perisai terhadap
kendala-kendala yang mungkin akan datang merintanginya.[16] Sebagaimana
firman Allah swt berikut:
Arinya: “Dan
barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan
sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah orang-orang
yang usahanya dibalasi dengan baik.”[17] (QS.
Al-Israa’: 19)
e. Sabar.
Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor-faktor yang sangat penting bagi orang
yang sedang dalam proses menghafal Al-Qur’an. Hal ini disebabkan karena dalam
proses menghafal Al-Qur’an akan banyak sekali ditemui berbagai macam kendala.
f. Istiqamah. Yang
dimaksud dengan istiqamah adalah konsisten, yaitu tetap
menjaga keajekan dalam menghafal Al-Qur’an. Dengan perkataan lain penghafal
harus senantiasa menjaga kontinuitas dan efisiensi terhadap
waktu untuk menghafal Al-Qur’an.
g. Menjauhkan
diri dari maksiat dan perbuatan tercela. Perbuatan maksiat dan perbuatan
tercela merupakan sesuatu perbuatan yang harus dijauhi bukan saja oleh orang
yang sedang menghafal Al-Qur’an, tetapi semua kaum muslim umumnya. Karena
keduanya mempengaruhi terhadap perkembangan jiwa dan mengusik ketenangan hati,
sehingga akan menghancurkan istiqamah dan konseantrasi yang telah terbina dan
terlatih sedemikian bagus.
h. Mampu
membaca dengan baik. Sebelum penghafal Al-Qur’an memulai hafalannya, hendaknya
penghafal mampu membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, baik dalam Tajwid maupun makharij
al-hurufnya, karena hal ini akan mempermudah penghafal untuk melafadzkannya dan
menghafalkannya.
i. Berdo’a
agar sukses menghafal Al-Qur’an.[18]
4. Adab-adab penghafal Al-Qur’an
a. Menghindarkan
diri dari perbuatan menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber penghasilan pekerjaan
dalam kehidupannya.
Imam Abu
Sulaiman Al-Khatabi menceritakan larangan mengambil upah atas pembacaan
Al-Qur’an dari sejumlah ulama’, diantaranya Az Zuhri dan Abu Hanifah. Sejumlah
ulama’ mengatakan boleh mengambil upah bila tidak mensyaratkannya, yaitu
pendapat Ibnu Sirin, Hasan Bashri, dan sya’bi. Imam atha’, Imam Syafi’i, Imam
Malik dan lainnya berpendapat boleh mengambil upah, jika disyaratkan dan dengan
akad sewa yang benar.
b. Memelihara
bacaannya.[19]
Ulama’
salaf mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang berbeda dalam jangka waktu
pengkhataman Al-Qur’an. Ibnu Abi Dawud meriwayatkan dari sebagian ulama salaf bahwa
mereka mengkhatamkan Al-Qur’an dalam setiap bulan, ada juga yang khatam setiap
sepuluh hari, ada juga yang hanya seminggu mengkhatamkan Al-Qur’an, bahkan ada
juga yang khatam Al-Qur’an yang hanya ditempuh sehari semalam.
Diantara
yang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam sehari semalam adalah Utsman bin Affan r.a,
Tammim Ad-Daari Said bin Jubair, Mujahid, As-Syafi’i dan lainnya. Diantara yang
mengkhatamkan Al-Qur’an dalam tiga hari adalah Sali bin Umar r.a. Qadhi mesir
di masa pemerintahan muawiyah.
a. Khusu’ Orang
yang menghafal Al-Qur’an adalah pembaca panji-panji Islam. Tidak selayaknya ia
bermain bersama orang-orang yang suka bermain, tidak mudah lengah bersama
orang-orang yang lengah dan tidak suka berbuat yang sia-sia bersama orang-orang
yang suka berbuat sia-sia. Yang demikian itu adalah demi mengagungkan Al-Qur’an.
b. Memperbanyak
membaca dan shalat malam.
B. Membaca dan menghafal Al-Qur’an
1. Teori menghafal Al-Qur’an
Kata
menghafal dapat disebut juga sebagai memori, dimana apabila mempelajarinya maka
membawa kita pada psikologi kognitif, terutama pada model manusia sebagai
pengolah informasi.
Menurut
Atkinson yang dikutip oleh Sa’dullah mengatakan proses menghafal melewati tiga
proses yaitu:[20]
a. Encoding (Memasukan
informasi ke dalam ingatan) Encoding adalah suatu proses
memasukan datadata informasi ke dalam ingatan. Proses ini melalui dua alat
indera manusia, yaitu penglihatan dan pendengaran. Kedua alat indra yaitu mata
dan telinga, memegang peranan penting dalam penerimaan informasi sebagaimana
informasi sebagaimana banyak dijelaskan dalam ayat-ayat Al-Qur’an, dimana
penyebutan mata dan telinga selalu beriringan.
b. Storage (Penyimpanan) Storage adalah
penyimpann informasi yang masuk di dalam gudang memori. Gudang memori terletak
di dalam memori panjang (long term memory). Semua informasi yang
dimasukkan dan disimpan di dalam gudang memori itu tidak akan pernah hilang.
Apa yang disebut lupa sebenarnya hanya kita tidak berhasil menemukan kembali
informasi tersebut di dalam gudang memori.
c. Retrieval (Pengungkapan
Kembali) Retrieval adalah pengungkapan kembali (reproduksi)
informasi yang telah disimpan di dalam gudang memori adakalanya serta merta dan
adakalanya perlu pancingan. Apabila upaya mengingat kembali tidak berhasil
walaupun dengan pancingan, maka orang menyebutnya lupa. Lupa mengacu pada
ketidakberhasilan kita menemukan informasi dalam gudang memori, sungguhpun ia
tetap ada disana.
Selanjutnya,
menurut Atkinson dan Shiffrin sistem ingatan manusia dibagi menjadi 3 bagian
yaitu: pertama, sensori memori (sensory memory);
kedua, ingatan jangka pendek (short term memory); dan ketiga, ingatan
jangka panjang (long term memory). Sensori memori mencatat
informasi atau stimulus yang masuk melalui salah satu atau kombinasi panca
indra, yaitu secara visual melalui mata, pendengaran melalui telinga bau
melalui hidung, rasa melalui lidah dan rabaan melalui kulit. Bila informasi
atau stimulus tersebut tidak diperhatikan akan langsung terlupakan, namun bila
diperhatikan maka informasi tersebut ditransfer ke system ingatan jangka
pendek. Sistem ingatan jangka pendek menyimpan informasi atau stimulus selama ±
30 detik, dan hanya sekitar tujuh bongkahan informasi (chunks) dapat
dipelihara dan disimpan di sistem ingatan jangka pendek dalam suatu saat.
Setelah berada di sistem ingatan jangka pendek, informasi tersebut dapat
ditransfer lagi melalui proses rehearsal latihan/pengulangan)
ke system ingatan jangka panjang untuk disimpan, atau dapat juga informasi
tersebut hilang atau terlupakan karena tergantikan oleh tambahan bongkahan
informasi yang baru.[21]
Bagi
seorang tenaga pengajar atau guru, pengetahuan ini sangat bermanfaat karena
membantu dalam memonitor dan mengarahkan proses berfikir siswa. Dalam
pembelajaran menghafal Al- Qur’an, sejak dini anak perlu dilatih menghafal atau
mengingat secara efektif dan efisien. Latihan-latihan tersebut menurut Gie,
meliputi 3 hal yaitu: pertama, recall, anak
dididik untuk mampu mengingat materi pelajaran di luar kepala; kedua,
recognition anak dididik untuk mampu mengenal kembali apa yang telah
dipelajari setelah melihat atau mendengarnya; dan ketiga, relearning: anak
dididik untuk mampu mempelajari kembali dengan mudah apa yang pernah
dipelajarinya. Dalam pembelajaran menghafal Al-Qur’an Madrasah Ibtidaiyah/
Sekolah Dasar, tahap yang dilakukan adalah murid diupayakan untuk sampai pada
tingkat recall, yakni murid mampu menghafalkan Al-Qur’an di luar
kepala.[22]
2. Materi pembelajaran membaca dan
menghafal Al-Qur’an
Materi
pembelajaran adalah jabaran dari kemampuan dasar yang berisi tentang materi
pokok tau bahan ajar. Untuk urutan materi pembelajaran Tahfidzul Qur’an bagi
usia dini atau siswa usia Sekolah Dasar (SD) Madrasah Ibtidaiyah (MI) akan
lebih mudah jika dimulai dengan menghafal Juz Amma, tepatnya dari surat An-Naas
mundur ke belakang sampai surat An-Naba’. Baru setelah itu bisa dilanjutkan
dengan surat-surat pilihan, seperti Al- Mulk, Al Waqiah, Ar-Rahman dan
sebagainya. Atau bisa mulai dari Juz 1 atau Juz 29, dan seterusnya.[23]
3. Langkah-Langkah Praktis menerapkan
pembelajaran tahfidzul Qur’an
Menurut
Ahmad Salim Badwilan, ada beberapa langkah praktis dalam menerapkan
pembelajaran tahfidzul Qur’an, antara lain:[24]
a. Ambillah
air wudhu dan sempurnakan wudhu anda
b. Batasi
kuantitas hafalan setiap hari dan pembacaannya dengan tepat
c. Jangan
melampaui silabi hafalan harian anda hingga anda memperbagus hafalan tersebut
d. Janganlah
pindah pada silabi hafalan yang baru kecuali jika telah menyempurnakan silabi
hafalan lama
e. Janganlah
melampaui surat hingga anda mengikat yang pertama dengan yang terakhir
f. Konsistenlah
pada satu model untuk mushaf hafalan anda
g. Tulislah
apa yang anda hafal serta kenali tempat kesalahannya
h. Ulangi
apa yang telah anda hafal
i. Pada
hari berikutnya, bacalah apa yang telah anda hafal di luar kepala sekali lagi
sebelum memulai hafalan baru
j. Jadikan
satu hari dalam seminggu untuk mengulang-ulang apa yang telah anda hafal selama
satu minggu itu.
4. Metode Pembelajaran Membaca Dan
Menghafal Al-Qur’an
Metode
berasal dari bahasa Yunani (Greeca) yaitu “Metha” dan “Hados”,
“Metha” berarti melalui/melewati, sedangkan “Hados” berarti
jalan/cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu.[25] Menghafal
Al-Qur’an merupakan harta simpanan yang sangat berharga yang diperebutkan oleh
oleh orang yang bersungguh-sungguh. Hal ini karena Al-Qur’an adalah kalam Allah
yang bisa menjadi syafa’at bagi pembacanya kelak dihari kiamat. Menghafal
Al-Qur’an untuk memperoleh keutamaan-keutamaannya memiliki berbagai cara yang
beragam.
Metode atau
cara sangat penting dalam mencapai keberhasilan menghafal, karena berhasil
tidaknya suatu tujuan ditentukan oleh metode yang merupakan bagian integral
dalam sistim pembelajaran. Lebih jauh lagi Peter R. Senn mengemukakan,
“ metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang mempunyai
langkah-langkah yang sistimatis.” [26]
Berikut ini
secara terperinci metode membaca dan menghafal Al-Qur’an yaitu sebagai berikut:
a. Metode
membaca Al-Qur’an
Dalam
membaca Al-Qur’an terhadap metode belajar yang sangat variatif karena
belajar Al-Qur’an bukan sekedar mengenal huruf-huruf Arab beserta (syakal) yang
menyertainya, akan tetapi juga mengenalkan segala aspek yang
terkait dengannya. hal itu dikarenakan membaca Al-Qur’an yang
terdiri dari 30 juz memiliki kaidah–kaidah tersendiri yang telah ada
sejak diturunkan dengan demikian, Al-Qur’an dapat dibaca
sebagaimana mestinya, yakni sesuai dengan kaidah atau
aturan-aturan yang berlaku. Untuk tujuan
tersebut, maka diharapkan tersedianya materi-materi
yang dapat memenuhi kebutuhan itu, yaitu materi
yang komperehensip yang mampu mewakili seluruh jumlah ayat yang ada
dalam Al-Qur’an. Sehingga anak didik selesai
mempelajari materi-materi tersebut, maka dapat dipastikan bahwa anak didik
dapat membaca seluruh ayat-ayat Al-Qur’an dengan baik dan benar.
Khusus
dalam materi pembelajaran baca Al-Qur’an, secara umum dapat di kelompokkan ke
dalam lima kelompok besar, yaitu (1) Pengenalan huruf hijaiyyah
dan makhrajnya, (2) Pemarkah (Al-asykaal), (3)
huruf-huruf bersambung, (4) tajwid dan bagiannya, (5) Ghraaib (bacaaan yang
tidak sama dengan kaidah secara umum).
Menurut Samsul
Ulum dalam pengajaran membaca Al-Qur’an terdapat beberapa metode yang dapat
dilaksanakan dalam proses pengajaran membaca bagi pemula.
Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan
kekurangan, metode tersebut antara lain yaitu:
1) Metode Harfiyah
Metode
ini disebut juga metode hijaiyah atau alfabaiyah atau abajadiyah.
Dalam pelaksanaanya, seorang guru mengajarkan pengajaran huruf hijaiyah satu
persatu. Disini seorang murid membaca huruf dengan melihat teks/ huruf tertulis
dalam buku. Selain itu, siswa membaca potongan-potongan kata.
2) Metode Shoutiyah
Metode ini
terdapat kesamaan dengan metode harfiyah dalam hal tahapan
yang dilakukan, yaitu mengajarkan
potongan-potongan kata atau kalimat namun dapat perbedaan yang menonjol
yaitu: dalam metode harfiyah seorang guru dituntut untuk
menjelaskan nama, misalkan huruf shod, maka seorang guru harus
memberitahukan bahwa huruf itu adalah shod, berbeda dengan shoutiyah,
yaitu seorang guru ketika berhadapan dengan huruf shod dia
mengajarkan bunyi yang disandang huruf tersebut yaitu sha,
bukan mengajarkan hurufnya.
3) Metode Maqthaiyah
Metode ini
merupakan metode yang dalam memulai mengajarkan membaca diawali dari
potongan-potongan kata, kemudian dengan kata dilanjutkan dengan kata-kata uang
ditulis dari potongan kata tersebut. Dalam mengajarkan membaca,
harus didahului dengan huruf-huruf yang mengandung mad. Mula-mula siswa
dikenalkan alif , wawu, dan ya’, kemudian
di kenalkan dengan pada kata sepeti saa,
sii, suu, (terdapat bacaan mad), kemudian
dengan potongan kata tersebut dirangkai dengan potongan kata
yang lain, seperti saro, siirii, saari, siiroo, siisrii, dan
seterusnya. Terkadang menggunakan metode ini lebih baik dari metode
harfiyah atau metode shoutiyah, karena metode maqthoiyah dimulai
dari seperangkat potongan kata, bukan satu huruf atau satu
suara.
4) Metode Kalimah
Kalimah berasal dari bahsa Arab yang yang berarti kata.
Disebut metode kalimah karena ketika siswa belajar
membaca mula-mula langsung dikenalkan dengan bentuk kata. Kemudian
dilanjutkan dengan menganalisis huruf–huruf yang terdapat pada kata-kata
tersebut. Metode ini kebalikan dengan metode metode
harfiyah dan metode shoutiyah yang mengawali dari huruf
atau bunyi kemudian beralih kepada mengajarkan kata. Dalam
pelaksanaanya, seorang guru menunjukkan sebuah kata dengan konsep yang
sudah sesuai, kemudian pengajar menggunakan kata tersebut
nenerpa kali setelah itu diikuti siswa. Setelah itu guru menunjukkan
yang siswanya berupaya mengenalnya atau membacanya. Setelah siswa
tesebut mampu membaca kata, kemudian guru mengajak untuk
menganalisis huruf-huruf yang ada pada kata-kata tersebut.
5) Metode Jumlah
Kata jumlah berasal
dari bahsa Arab berarti kalimat. Mengajarkan membaca dengan metode ini
adalah dengan cara seorang guru menunjukkan sebuah kalimat singkat
pada sebuah kartu dengan cara dituliskan dipapan tulis, kemudian guru
mengucapkan kalimat tersebut dan setelah itu
diulang oleh siswa beberapa kali. Setelah itu,
guru menambahkan satu kata pada kalimat tersebut lalu membacanya dan
ditirukan lagi oleh siswa, seperti: Dzahaba al-walad, dzahaba al-walad.
Kemudian dua kalimat tersebut dibandingkan agar siswa mengenal
kata-kata yang sama dan kata yang tidak sama. Apabila siswa telah
membandingkan, maka guru mengajak untuk menganalisis kata yang ada sehingga
sampai pada huruf-hurufnya. Dari sinilah dapat diketahui bahwa metode jumlah
dimulai dari kalimat, kemudian kata, sampai pada hurufnya.
6) Metode Jama’iyah
Jamaiyah berarti keseluruhan, metode jama’iyah berarti
menggunakan metode yang telah ada, kemudian menggunakan sesuai dengan
kebutuhan karena setiap metode mempunyai kelebihan dan
kelemahan. Karena itu, yang lebih tepat adalah menggunakan seluruh metode yang
ada tanpa harus terpaku pada satu metode saja. [27]
b. Metode
Menghafal Al-Qur’an
Sebelum
penulis menjelasakan tentang apa saja metode menghafal Al-Qur’an penulis ingin
mejelaskan beberapa tata cara yang harus di penuhi dalam menghafal
Al-Qur’an, antara lain:
1) Keinginan
yang tulus dan niat yang kuat untuk menghafal Al-Qur’an
2) Pelajari
aturan-aturan membaca Al-Qur’an di bawah bimbingan seorang guru yang
mempelajari dan mengetahui dengan baik aturan aturan tersebut.
3) Terus
bertekad memiliki keyakinan untuk menghafal Al-Qur’an setiap hari, yaitu
dengan menjadikan hafalan sebagai wirid harian, dan hendakalah permulaanya
bersifat sederhana mulai menghafal seperempat juz, kemudian seper delapan, dan
seterusnya. Setelah itu memperluas hafalah, mungkin dengan menghafal dua seper
delapan pada hari yang sama, di seratai memilih waktu yang sesuai untuk
menghafal.
4) Mengulang
hafalan yang telah dilakukan sebelum melanjutkan hafalan selanjutnya disertai
dengan kesinambungan.
5) Niat
dalam menghafal dan mendalalami selayakanya di niatkan demi mencari ridlo Alloh
SWT bukan untuk tujuan dunia.
6) Mengerjakan
apa yang ada dalam Al-Qur’an, baik urusan-urusan kecil maupun yang besar dalam
kehidupan.
7) Ketika
Allah SWT memberi petunjuk kepada kita untuk kita, maka kita wajib
mengajarkannya kepada orang lain.[28]
Namun
dengan memahami metode menghafal Al-Qur’an yang efektif, pasti
kekurangan-kekurangan yang ada akan diatasi. Ada beberapa metode menghafal
Al-Qur’an yang sering dilakukan oleh para penghafal, diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Metode Wahdah,
Yang dimaksud metode ini, yaitu menghafal satu persatu terhadap ayat-ayat yang
hendak dihafalnya. Untuk mencapai hafalan awal, setiap ayat dapat dibaca sebanyak
sepuluh kali atau dua puluh kali atau lebih, sehingga proses ini mampu
membentuk pola dalam bayangannya.
b. Metode Kitabah,
Kitabah artinya menulis. Metode ini memberikan alternatif lain dari pada metode
yang pertama. Pada metode ini penulis terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang
akan dihafalnya pada secarik kertas yang telah disediakan untuk dihafal.
Kemudian ayat tersebut dibaca sampai lancar dan benar, kemudian dihafalkannya.
c. Metode Sima’i,
Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud metode ini adalah mendengarkan sesuatu
bacaan untuk dihafalkannya. Metode ini akan Sangat efektif bagi
penghafal yang mempunyai daya ingat extra, terutama bagi penghafal yang tuna
netra atau anak-anak yang masíh dibawah umur yang belum mengenal baca tulis
Al-Qur’an. Cara ini bisa mendengar dari guru atau mendengar melalui kaset.
d. Metode
Gabungan. Metode ini merupakan gabungan antara metode wahdah dan kitabah.
Hanya saja kitabah disini lebih mempunyai fungsional sebagai uji coba terhadap
ayat-ayat yang telah dihafalnya. Prakteknya yaitu setelah menghafal kemudian
ayat yang telah dihafal ditulis, sehingga hafalan akan mudah diingat.
e. Metode Jama’,
Cara ini dilakukan dengan kolektif, yakni ayat-ayat yang dihafal dibaca secara
kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh instruktur. Pertama si instruktur
membacakan ayatnya kemudian siswa atau siswa menirukannya secara bersama-sama.[29]
Sedangkan
menurut Sa’dulloh macam-macam metode menghafal adalah sebagai berikut :
a. Bi
al-Nadzar, Yaitu membaca dengan cermat ayat-ayat Al-Qur’an yang akan
dihafal dengan melihat mushaf secara berulang-ulang.
b. Tahfidz, Yaitu
menghafal sedikit demi sedikit Al-Qur’an yang telah dibaca secara
berulang-ulang tersebut.
c. Talaqqi,
Yaitu menyetorkan atau mendengarkan hafalan yang baru dihafal kepada seorang
guru.
d. Takrir,
Yaitu mengulang hafalan atau menyima’kan hafalan yang pernah dihafalkan/sudah
disima’kan kepada guru.
e. Tasmi’,
Yaitu mendengarkan hafalan kepada orang lain baik kepada perseorangan maupun
kepada jamaah.[30]
Pada
prinsipnya semua metode di atas baik semua untuk dijadikan pedoman menghafal
Al-Qur’an, baik salah satu diantaranya, atau dipakai semua sebagai alternatif
atau selingan dari mengerjakan suatu pekerjaan yang terkesan monoton, sehingga
dengan demikian akan menghilangkan kejenuhan dalam proses menghafal Al-Qur’an.
5. Metode yang Terpenting dalam
Menggerakan Siswa untuk Menghafal Al-Qur’an
Ada
beberapa metode penting yang menunjang dan mengerakan siswa untuk
menghafal Al-Qur’an yakni antara lain:
a. Mengikatnya
dengan kepribadian Nabi Muhammad SAW. Sebagai teladan.
Sesungguhnya
dengan mengikat siswa dengan kepribadian nabi Muhammad SAW. Dan berupaya
meneladaninya serta menanamakan kecintaan kepadanya di dalam hatinya termasuk
media paling penting yang bisa mendorong seorang siswa untuk berbuat dan
mengerahkan segala upayanya.
b. Pujian
Pujian
memberikan pengaruh yang efektif didalam jiwa. Ia bisa menghidupkan
persaan-persaan mati yang tertidur, meninggalakan kesan yang baik, menanamkan
kecintaan dalam hati, dan membangkitkan kesadaran diri, ia juga mendorong
seorang yang dipuji itu pada suatu perbuatan dengan penuh keseriusan dan rasa
santai pada saaat bersamaan.[31]
c. Kompetisi
Kompetisi
bisa menggerakan siswa potensi-potensi siswa yang tersembunyi yang tidak bisa
di ketahui pada waktu-waktu biasa. Potensi-potensi dalam diri siswa itu muncul
ketika diletakkan dalam kompetisi yang intens dengan orang lain.
d. Pemecahan
problem
Masa-masa
kemalasan dan keengganan terkadang datang kepada seorang siswa yang rajin. Hal
itu mungkin karena masalah yang meninmpanya. Sehingga, setiap masalah yang
terjadi harus harus di pecahkan agar ia bisa tetap kembali kepada
aktifitasnya tersebut.
e. Pemenuhan
kecenderungan dan perwujudan keinginan
Terkadang
seorang siswa mengerahkan upaya yang besar, mewujudkan suatu yang besar dalam
pandangannya, dan merasa ia telah memberikan sesuatu yang bernilai kepada
keluarga dan gurunya ketika ia memenuhi keinginan-keinginan mereka seperti
hafalan dan keunggulan, sehingga ia menunggu mereka memberikan kompensasi
sesuatu yang sama dengan memenuhi kecenderungan-kecenderunganya serta
mewujudkan keinginannya.[32]
6. Strategi Menghafal Al-Qur’an
Untuk
membantu mempermudah membentuk kesan dalam ingatan terhadap ayat-ayat yang
dihafal, maka diperlukan strategi menghafal yang baik. Ada beberapa strategi
yang digunakan dalam menghafal Al-Qur’an, yaitu:
1. Ikhlas.
Kita wajib mengikhlaskan niat, memperbaiki tujuan, dan menjadikan penghafalan
Al-Qur’an hanya karena Allah SWT.
2. Memperbaiki
ucapan dan bacaan. Hal itu bisa dilakukan dengan cara belajar langsung
dari seorang qori’ yang bagus atau penghafal yang sempurna.
3. Menentukan
presentase hafalan setiap hari. Seseorang yang ingin menghafal Al-Qur’an harus
mampu menentukan batasan hafalan yang disanggupinya setiap hari dan harus
dilakukan secara istiqomah.
4. Jangan
melampaui kurukulum harian hingga bagus hafalannya secara sempurna. Tujuannya
adalah agar hafalan menjadi mantap dalam ingatan.
5. Menggunakan
satu jenis mushaf. Alasannya adalah karena manusia mengingat dengan
melihat, sebagaimana ia juga mengingat dengan mendengar. Selain itu gambaran
ayat, juga posisinya dalam mushaf bisa melekat dalam pikiran. Apabila penghafal
berganti-ganti mushaf, maka hafalannya akan kacau dan sangat sulit
menghafalnya.
6. Memahami
ayat-ayat yang dihafalnya. Seorang penghafal harus membaca tafsir
ayat-ayat yang dihafal dan mengetahui aspek keterkaitan antara sebagian ayat
dengan ayat yang lainnya. Semua itu bisa mempermudah penghafalan ayat.
7. Menghafal
urutan-urutan ayat yang dihafalnya dalam satu kesatuan surat setelah
benar-benar hafal ayat-ayatnya.
8. Mengulang
dan memperdengarkan hafalannya secara rutin. Wajib mengulang dan
memperdengarkan hafalannya kepada orang lain, sebagai media untuk mengetahui
kesalahan-kesalahan dan sebagai peringatan yang terus-menerus terhadap pikiran
dan hafalannya.
9. Memperhatikan
ayat-ayat yang serupa. Dengan memberi perhatian khusus terhadap ayat-ayat
yang mengandung keserupaan (mutasyabihat). Maka hafalannya akan cepat
menjadi bagus.
10. Berguru
kepada yang ahli. Yaitu guru yang hafal Al-Qur’an, serta orang yang sudah
mantap dala segi agama dan pengetahuanya tentang Al-Qur’an.
11. Memaksimalkan
usia yang tepat untuk menghafal. Tahun-tahun yang tepat untuk menghafal yaitu
dari usia 5 tahun hingga kira-kira 23 tahun. Alasannya, manusia pada usia ini
daya hafalannya bagus sekali.[33]
Strategi di
atas juga berfungsi untuk meningkatkan mutu atau kualitas hafalan Al-Qur’an. Dengan
strategi mengahafal yang baik dalam proses pembelajaran menghafal Al-Qur’an
maka tujuan pembelajaran menghafal Al-Qur’an tercapai.
Selain
setrategi ada juga alat untuk menghafal Al-Qur’an, yang di maksudkan disini
adalah alat bantu yang digunakan dalam proses pembelajaran guna membantu untuk
mencapai suatu tujuan dari proses pembelajaran tersebut. Sumber adalah sesuatu
yang dapat digunakan sebagai tempat dimana bahan pengajaran itu didapat atau
asal untuk belajar seseorang.
Alat dan
sumber pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran Tahfizul Qur’an di
antaranya adalah alat multimedia seperti: (a) komputer/laptop beserta infocus;
(b) televisi dan VCD Player; (c) Tape dan kaset atau CD; (d)
Proyektor atau OHP. Buatlah bagan, dengan menggunakan power point untuk
diproyeksikan melalui OHP, namun jika tidak ada bisa langsung dengan dibuatkan
di papan tulis.
Jika tidak
ada, guru dapat memanfaatkan papan tulis dan beberapa spidol dengan bermacam
warna. Alat penutup untuk menutupi teks arabnya, dapat menggunakan penggaris
kayu atau kertas. Untuk sumber pembelajarannya gunakanlah mushaf Juz ‘amma
atau Mushaf bahriah, yang sangat praktis digunakan saat menghafal Al-Qur’an.[34]
C. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam
Pelaksanaan Metode Hafalan Al-Qur’an
Dalam
rangka meningkatkan kualitas hafalan bagi penghafal Al-Qur’an perlu
adanya sesuatu yang menunjang dari beberapa faktor antara lain factor intern
dan ekstern. Adapun penjelasan kedua factor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Faktor Pendukung dalam Pelaksanaan
Hafalan Al-Qur’an
a. Faktor
Internal
Faktor
internal adalah keadaan jasmani dan rohani siswa (santri).[35] Faktor
berasal dari dalam diri sendiri siswa, ini merupakan pembawaan masing-masing
siswa dan sangat menunjang keberhasilan belajar atau kegiatan mereka.
Beberapa
faktor yang yang berasal dari diri siswa antra lain sebagai berikut:
1) Bakat
Secara umum
bakat (aptitude) adalah komponen potensial seorang siswa untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang.[36] Dalam
hal ini siswa yang memiliki bakat dalam menghafal Al-Qur’an akan lebih tertarik
dan lebih mudah menghafal Al-Qur’an. Dengan dasar bakat yang dimiliki tersebut,
maka penerapan metode dalam menghafal Al-Qur’an akan lenih efektif. Minat Minat
secara sederhana berarti kecenderungan dan kegairahan yang sangat tinggi atau
keinginan besar terhadap sesuatu. Siswa yang memiliki minat untuk menghafal
Al-Qur’an akan secara sadar dan bersungguh-sungguh berusaha menghafalkan kitab
suci ini sebelum diperintah oleh kyai/ustadz. Minat yang kuat akan mempercepat
keberhasilan usaha menghafal Al-Qur’an.
2) Motivasi
Siswa
Yang
dimkasud dengan motivasi disini adalah keadaan internal organisme (baik manusia
atau hewan) yang mendorong untuk berbuat sesuatu. Siswa yang menghafalkan kitab
suci ini pasti termotivasi oleh sesuatu yang berkaitan dengan Al-Qur’an.
Motivasi ini bisa karena kesenangan pada Al-Qur’an atau karena bisa karena
keutamaan yang dimiliki oleh para penghafal Al-Qur’an. Dalam kegiatan menghafal
Al-Qur’an dituntut kesungguhan tanpa mengenal bosan dan putus asa. Untuk itulah
motivasi berasal dari diri sendiri sangan penting dalam rangka mencapai keberhasilan,
yaitu mampu menghafal Al-Qur’an 30 juz dalam waktu tertentu.
3) Kecerdasan
Kecerdasan
merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan dan menghafal
Al-Qur’an. Kecerdasan ini adalah kemampuan psikis untuk mereaksi dengan rangsangan
atau menyesuaikan melalui cara yang tepat.[37] Dengan
kecerdasan ini mereka yang menghafal Al-Qur’an akan merasakan diri sendiri
bahwa kecerdasan akan terpengaruh terhadap keberhasilan dalam hafalan
Al-Qur’an. Setiap individu mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda, sehingga
cukup mempengaruhi terhadap proses hafalan yang dijalani.
4) Usia
yang cocok
Penelitian
membuktikan bahwa ingatan pada usia anak-anak lebih kuat dibandingkan dengan
usia dewasa. Pada usia muda, otak manusia masih sangat segar dan jernih,
sehingga hati lebih fokus, tidak terlalu banyak kesibukan, serta masih belum
memiliki banyak problem hidup. Untuk itulah usia yang cocok dalam upaya
menghafal Al-Qur’an ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilannya dalam
menghafalnya. Adapun usia yang cocok adalah pada usia sekitar 5 tahun hingga 23
tahun.
b. Faktor
Esksternal
Faktor
eksternal adalah adalah kondisi atau keadaan dilingkungan sekitar siswa.[38] Hal ini berarti bahwa factor-faktor yang berasal
dari luar diri siswa juga ada yang bisa menunjang keberhasilan dalam menghafal
Al-Qur’an.
Adapun
faktor eksternal antara lain yaitu:
1) Tersedianya
guru qira’ah maupun guru tahfidz (Instruktur)
Keberadaan
seorang instruktur dalam memberikan bimbingan kepada siswanya sangat
berpengaruh terhadap keberhasilannya dalam menghafalkan Al-Qur’an. Faktor ini
sangat menunjang kelancaran mereka dalam proses belajarnya tanpa adanya
pembimbing, kemungkinan besar mutu hafalan para siswa hasilnya kurang
berkualitas dan kurang memuaskan. Jadi dengan adanya instruktur dapa diketahui
dan dibenarkan oleh instruktur yang ada.
2) Pengaturan
waktu dan pembatasan pembelajaran Al-Qur’an
Siswa dalam
menghafal Al-Qur’an diperlukan waktu yang khusus dan beban pelajaran yang tidak
memberatkan para penghafal yang mengikti tahfidzul Al-Qur’an, dengan adanya
waktu khusus dan tidak terlalu berat materi yang dipelajari para siswa (santri)
akan menyebabkan sisiwa lebih berkonsentrasi untuk menghafalkan Al-Qur’an.
Selain itu dengan adanya pembagian waktu akan bisa memperbaharui semangat,
motivasi dan kemauan, meniadakan kejenuhan dan kebosanan. Dengan adanya semua
ini, maka suatu kondisi kegiatan menghafal Al-Qur’an yang rileks dan penuh
konsentrasi.
3) Faktor
Lingkungan Sosial (Organisasi, pesantren, dan keluarga)
Lingkungan
adalah suatu faktor yang mempunyai peranan yang sangat penting terhadap
berhasil tidaknya pendidikan agama.[39] Hal ini
beralasan, bahwa lingkungan para siswa bisa saja menimbulkan semangat belajar
yang tinggi sehingga aktifitas belajarnya semakin meningkat. Masyarakat sekitar
organisasi, pesantren, keluarga yang mendukung kegiatan Tahfidzul Qur’an juga
akan memberikan stimulus positif pada para siswa sehingga mereka menjadi lebih
baik dan bersungguh-sungguh dan manteb dalam menghafal Al- Qur’an.
2. Faktor penghambat dalam pelaksaan
hafalan Al-Qur’an
a. Faktor
Internal
1) Kurang
minat dan bakat
Kurangnya
minat dan bakat para siswa dalam mengikuti pendidikan Tahfidzul Qur’an
merupakan faktor yang sangat menghambat keberhasilannya dalam menghafal
Al-Qur’an, diman amereka cenderung malas untuk melakukan tahfidz maupun takrir.
2) Kurang
motivasi dari diri sendiri
Rendahnya
motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri atupun motivasi dari orang-orang
terdekat dapat menyebabkan kurang bersemangat untuk mengikuti segala kegiatan
yang ada, sehingga ia malas dan tidak bersungguh-sungguh dalam menghafalkan
Al-Qu’ran. Akibatnya keberhasilan untuk menghafalkan Al-Qur’an menjadi
terhambat bahkan proses hafalan yang dijalaninya tidak akan selesai-selesai dan
akan memakan waktu yang relatif lama.
3) Banyak
dosa dan maksiat.
Hal ini
karena dosa dan maksiat membuat seorang hamba lupa pada Al-Qur’an dan melupakan
dirinya pula, serta membutakan hatinya dari ingat kepada Allah swt serta dari
membaca dan menghafal Al-Qur’an.
4) Kesehatan
yang sering terganggu
Kesehatan
merupakan salah satu faktor penting bagi orang yang menghafalkan Al-Qur’an.
Jika kesehatan terganggu, keadaan ini akan menghambat kemajuan siswa dalam
menghafalkan Al-Qur’an, dimana kesehatan dan kesibukan yang tidak jelas dan
terganngu tidak memungkinkan untuk melakukan proses tahfidz maupun takrir.
5) Rendahnya
kecerdasan
IQ
merupakan merupakan faktor yang sangat penting dalam kegiatan Tahfidzul Qur’an.
Apabila kecerdasan siswa ini rendah maka proses dalam lemah hafal Al-Qur’an
menjadi terhambat. Selain itu lemahnya daya ingatan akibat rendahnya kecerdasan
besa menghambat keberhsilannya dalam menghafalkan meteri, karena dirinya mudah
lupa dan sulit untuk mengingat kembali materi yang sudah dihafalkannya.
Meskipun demikian, bukan berarti kurangnya kecerdasan menjadi alasan untuk
tidak bersemangat dalam proses tahfidzul Qur’an. Karena hal yang paling penting
adalah kerajinan dan istiqomah dalam menjalani hafalan.[40]
6) Usia
yang lebih tua
Usia yang
sudah lanjut menyebabkan daya ingat seseorang menjadi menurun dalam
menghafalkan Al-Qur’an diperlukan ingatan yang kuat, karena ingatan yang lemah
akibat dari usia yang sudah lanjut menghambat keberhasilannya dalam
menghafalkannya.
b. Faktor
Eksternal
1) Cara
instruktur dalam memberikan bimbingan
Cara yang
digunakan oleh instruktur dalam memberikan materi pelajaran bimbingan besar
sekali pengaruhnya terhadap kualitas dan hasil belajar siswa.[41] Cara
instruktur tidak disenangi oleh siswa bisa menyebabkan minat dan motivasi
belajar siswa dalam menghafal menjadi menurun.
2) Masalah
kemampuan ekonomi
Masalah
biaya menjadi sumber kekuatan dalam belajaran sebab kurangnya biaya sangat
mengganggu terhadap kelancaran belajar siswa (santri). Pada umumnya biaya ini
diperoleh bantuan orang tua, sehingga kiriman dari orang tua terlambat akan
mempunyai pengaruh terhadap aktifitas siswa.[42] Akibatnya
tidak sedikitpun diantara mereka yang malas dan turun motivasinya dalam belajar
menghafal Al-Qur’an.
3) Padatnya
materi yang harus dipelajari siswa
Materi yang
terlalu banyak atau padat akan menjadi salah satu penghambat studi para siswa.[43] Keadaan ini beralasan sekali karena beban yang
harus ditanggung siswa menjadi lebih berat dan besar serta melelahkan.
Dengan
adanya berbagai faktor yang menghambat pelaksanaan belajar dalam metode-metode
menghafal Al-Qur’an, maka perlu adanya untuk memecahkannya. Menurut Oemar
Hamalik, ada beberapa cara mengatasi kesulitan dalam menghafal pelajaran adalah
sebagai berikut:
a. Apa
saja yang akan dihafal, maka terlebih dahulu hendaknya difahami dengan baik.
Jangan menghafal materi yang belum difahami, karena cara ini akan menyebabkan
kita akan bingung dan tidak bermanfaat. Kemungkinan besar juga akan mudah
terlupakan.
b. Bahan-bahan
hafalan senantiasa diperhatikan, dihubungkan dan di integrasikan dengan
bahan-bahan yang sudah dimiliki. Apa saja yang telah tersimpan dalam ingatan
saudara dapat dijadikan latar belakang dari pada hafalan baru, sehingga hafan
itu menjadi satu keseluruhan dan bukan sebagai tambahan yang lepas satu sama
lain. Cara demikian akan memudahkan untuk mengingat-ingat dan akan tahan lama.
c. Materi
yang sudah saudara hafalkan, supaya sering diperiksa, di reorganisasikan dan
digunakan secara fungsional dalam situasi atau perbuatan sehari-hari, seperti
dalam percakapan, diskusi atau dalam mengerjakan tugas.
d. Supaya
dapat mengungkapkan dengan mudah, maka curahkan perhatian sepenuhnya pada bahan
hafalan itu, Berkat kemauan dan keinginan yang kuat, maka perhatian dapat
dikonsentrasikan sepenuhnya.[44]
Berdasarkan
upaya diatas bila diartikan atau dihubungkan dengan kesulitan menghafal
Al-Qur’an, maka ada beberapa upaya untuk mengatasinya. Adapun upaya tersebut
dapat di terapkan di dalam hafalan antara lain:
a. Senantiasa
mengadakan pengulangan (Muraja’ah) dalam hafalan untuk memperkuat ayat-ayat
yang sudah dihafalkan.
b. Apa
yang hendak dihafal sebaiknya dipahami dahulu agar mudah untuk mengatasinya.
c. Senantiasa
menjaga kesehatan, karena kesehatan itu memegang peranan terpenting dalam
aktifitas belajar, misalkan makan bergizi, istirahat yang cukup, dan lakukan
olahraga secukupnya.
d. Pada
saat menghadapi kesulitan psikologis, hendaklah mengadakan konsultasi dengan
orang yang dipandang bisa membantu dan mengatasinya. Misalnya dengan kyai atau
orang tua.
Dengan
demikian diprlukan beberapa upaya untuk mengatasi kesulitan dalam menghfal
Al-Qur’an, karena dalam setiap kegiatan seseorang (termasuk siswa/ siswa) akan
selalu dihadapkan dengan permsalahan yang semuanya ini memerlukan jalan keluar
untuk memecahkannya. Dengan adanya pemecahan ini apa yang diharapkan dan apa
yang dilakukan baik oleh siswa maupun orang pada umumnya bisa berjalan dengan
lancar dalam rangka mencapai tujuanyang dicita-citakan.
D. Penelitian Terdahulu
Penelitian
terdahulu merupakan telaah terhadap karya terdahulu. Kajian pustaka pada
dasarnya digunakan untuk memperoleh suatu informasi tentang
teori-teori yang ada kaitannya dengan judul penelitian dan
digunakan untuk memperoleh landasan teori ilmiah.
Dalam
penelitian terdahulu ini peneliti akan mendeskripsikan penelitian
terdahulu yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini. Adapun
karya skripsi tersebut adalah:
Penelitian
yang dilakukan oleh Rosyidatul Ummah pada tahun 2013 yang berjudul “Aktivitas
Siswa Menghafal Al-Qur’an di SDN 1 Karangrejo (Studi Kasus Dalam Perspektif
Pendidikan Agama Islam)” yang membahas tentang proses pembelajaran tahfidz
siswa SDN 1 Karangrejo dalam menghafalkan surat-surat pendek. Keterkaitan
penelitian tersebut dengan skripsi ini adalah tentang bagaimana
cara memanaj suatu pembelajaran Tahfidzul Qur’an supaya
dapat diterima oleh anak-anak. Hasil skripsi tersebut lebih memfokuskan
pada aktifitas penghafalan Al-Qur’an di kalangan anak-anak serta faktor
pendukung dan penghambat dalam pelaksanaannya.[45]
Dari telaah
pustaka yang telah dilakukan, penulis ingin mengemukakan bahwa
penelitian ini (yang dilaksanakan) berbeda dengan penelitian yang
telah disebutkan di atas dan belum ada yang mengulasnya, yang membedakan
adalah fokus kajian serta tujuan dari penelitian ini yakni dari
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran Tahfidzul
Qur’an. Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa penelitian
ini layak diangkat.
E. Kerangka Berfikir
Melihat di
zaman modern ini semakin berkurangnya para penghafal Al-Qur’an
lingkungan sekitar kita. Disebabkan minat anak sekarang untuk
menjadi penghafal Al-Qur’an sangatlah jarang. Kebanyakan orang
bercita-cita ingin menjadi artis, penyanyi, model dan lain-lain.
Oleh karena itu kita sebagai umat islam harus menyiapkan orang yang
mampu menghafal Al-Qur’an pada setiap generasi yakni dengan
menumbuhkan bakat hafidz dan hafidzah dariusia
anak-anak. Hal itu harus kita lakukan krn mengingat hukum menghafal
Al-Qur’an adalah fardhu kifayah. Untuk menarik minat mereka
dibutuhkan inovasi pembelajaran menghafal Al-Qur’an yang fun dan
interaktif serta paham dengan kondisi psikologis Anak. Memang menyelenggarakan
pembelajaran menghafal Al-Qur’an bagi usia anak-anak bukanlah
persoalan mudah, melainkan dibutuhkan pemikiran dan analisis
mendalam dari hal perencanaan, metode, alat dan sarana prasarana,
target hafalan, evaluasi hafalan dan sebagainya. Oleh karena itu dibutuhkan
pula manajemen pembelajaran menghafal Al-Qur’an yang tepat dan betul-betul
dapat memahami kondisi anak.
Salah satu
sekolah yang mengajarkan pembelajaran Tahfidzul Qur’an yang
biasanya diterapkan di Pondok pesantren, ternyata mampu diterapkan
di Sekolah Dasar Islam Tahfidz (SDIT) Baitul Qur’an yang
terletak di Desa Mangunsari Kecamatan Kedungwaru Kabupaten Tulungagung. Dari
latar belakang masalah yang telah terdeskripsi secara rinci,
penelitian ini lebih menitik beratkan pada manajemen pembelajaran tahfidzul
Qur’an yang terdiri dari bagaimana bentuk perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi yang dilakukan oleh Sekolah Dasar Islam Tahfidz (SDIT) Baitul
Qur’an yang terletak di Desa Mangunsari Kecamatan Kedungwaru
Kabupaten Tulungagung.
Kerangka
pikir pada penelitian ini terpola pada suatu alur pemikiran yang terkonsep
seperti tampak pada gambar tabel berikut ini:
Bagan 2.1:
Kerangka Berpikir Tentang
Penerapan
pembelajaran Tahfidzul Qur’an
Berdasarkan
gambar bagan di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Gambar
panah menunjukkan arah adanya siklus (perputaran) dari satus item pemikiran ke
item pemikiran Sekolah Dasar Islam Tahfidz (SDIT) Baitul Qur’an Mangunsari
Kedungwaru Tulungagung yang mempunyai kedudukan dan hubungan erat yang
tidak dapat dipisahkan.
2. Gambar
kotak-kotak menunjukkan item-item pemikiran Sekolah Dasar Islam &
Tahfidz (SDIT) “Baitul Qur’an” Mangunsari Kedungwaru Tulungagung dalam
menerapkan program Pembelajaran tahfidzul Qur’an dalam rangka
menumbuhkan bakat hafidz dan hafidzah dari
usia anak-anak. Untuk membuat inovasi pembelajaran tahfidz yang
menarik dan sesuai dengan psikologis anak dibutuhkan analisis dan pemikiran
tentang materi, metode, alat dan sarana prasarana, target hafalan, evaluasi
hafalan dan sebagainya. Untuk itu pula dibutuhkan adanya suatu konsep
pembelajaran yakni yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
serta upaya-upaya penyelesaian dari masalah-masalah yang mungkin muncul guna
tercapainya tujuan pembelajaran tahfidz secara efektif dan
efisien.
[1]Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi
Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional, 1994), hal. 21
[2] Ibid.,
hal. 22
[3] Ngalim Purwanto, Psikologi
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000), hal. 84
[4] Ibid., hal.
87
[5]Mahmud
Yunus, Kamus Arab-Indonesia..., hal. 105
[6]Abdul Aziz
Abdul Rauf, Kiat Sukses Menjadi Hafizh Qur’an Da’iyah...,
hal. 49
[7] Caesar
Es. Farah, Islam Belief and Observances..., hal. 80
[8] Rosihan
Anwar, Ulumul Qur’an, (Bandung : Pustaka Setia, 2004),
hal. 31
[9]Khalid Bin
Abdul Karim Al-Lahim, Mengapa Saya Menghafal Al-Qur’an..., hal.
19
[10] Al-Qur’an dan terjemahnya,
(Semarang: Raja Publishing, 2011), hal. 262
[11]Ahsin W, Bimbingan
Praktis Menghafal Al-Qur’an..., hal. 24
[12] Abdu
al-Rabb Nawabudin, Metode Efektif Menghafal Al-Qur’an..., hal.
19
[13] Al-Qur’an
dan terjemahnya, (Semarang: Raja Publishing, 2011), hal. 455
[14] Ahmad
Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam, 2009), hal. 168-169
[15] Wiwi
Alawiyah Wahid, Cara Cepat Bisa Menghafal al-Qur’an, (Jogjakarta:
Diva Press, 2012), hal. 30
[16] Raghib
As-Sirjani & Abdurrahman A. Khaliq, Cara Cerdas Hafal Al-Qur’an..., hal.
63
[17] Al-Qur’an dan terjemahnya,
(Semarang: Raja Publishing, 2011), hal. 284
[18] Wiwi
Alawiyah Wahid, Cara Cepat Bisa Menghafal al-Qur’an..., hal.
41
[19] Imam
An-Nawawi, Adab dan Tata Cara Menjaga Al-Qur’an, (Jakarta : Pustaka
Amani, 2001), hal. 58-60
[20] Ibid., hal.
49-50
[21] Ahmad
Lutfi, Pembelajaran Al-Qur’an dan Hadits..., hal. 167
[22] Ibid., hal.
168
[23] Sa’dullah,
S. Q., 9 Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an (Jakarta : Gema
Insani, 2008), hal. 58
[24] Ahmad
Salim Badwilan, Panduan Cepat Menghafal Al-Qur’an, (Jogjkarta: DIVA
Press, 2009), hal. 117-119
[25] Zuhairini, Metodologi
Pendidikan Agama, (Solo : Ramadhani, 1993), hal. 66
[26] Mujamil
Qomar, Epistomologi Pendidikan Islam, (Jakarta : Erlangga, 1995), hal. 20
[27] M.Samsul
Ulum, Menangkap Cahaya Al-Qur’an, (Malang:UIN Malang Press,
2007), hal.82-85
[28] Ahmad
Salim Badwilan, Panduan Cepat Menghafal Al-Qur’an..., hal. 96-98
[29] Ahsin
Sakho Muhammad, Kiat-kiat Menghafal Al-Qur’an, (Jawa Barat :
Badan Koordinasi TKQ-TPQ-TQA, t.t.), hal.
63-65
[30] Sa’dulloh,
S. Q., 9 Cara Praktis Mengafal Al-Qur’an..., hal. 52-54
[31] Ahmad
Salim Badwilan, Panduan Cepat Menghafal Al-Qur’an…, hal
177-178
[32] Ibid,
hal. 184
[33] Ahmad Salim
Badwilan, Panduan Cepat Menghafal Al-Qur’an..., hal. 106-116
[34] Sa’dullah,
S.Q., 9 Cara Cepat Menghafal Al-Qur’an…, hal.
58
[35] Muhibbin
Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya,2000), hal.132.
[36] Ibid.,
hal.135-136
[37] Ibid.,
hal. 134
[38] Ibid.,
hal.132
[39] Zuhairini
dkk, Metodologi Pendidikan Agama, ( Solo:Ramadhani,1993), hal. 40
[40] Wiwi
Alawiyah Wahid, Cara Cepat Bisa Menghafal Al-Qur’an..., hal. 141
[41]Oemar
Hamalik, Metode Belajar Dan Kesulitan-Kesulitan Belajar,(Bandung:
Tarsito,1983), hal.115
[42] Ibid., hal.117
[43] Ibid., hal.
67
[44] Ibid.,
hal 115
[45] Rosyidatul
Ummah, Aktivitas Siswa Menghafal Al-Qur’an di SDN 1 Karangrejo (Studi
Kasus Dalam Perspektif Pendidikan Agama Islam), (Tulungagung: Skripsi
Tidak Diterbitkan, 2013), hal. 85-86.