Muawiyah bin Abi Sufyan, salah satu sahabat yang banyak dijadikan sasaran kezaliman kaum muslimin dari masa ke masa. Terlebih ketika ajaran sekte syiah mulai banyak mempengaruhi pemikiran kaum muslimin. Semangat untuk mencela Muawiyah semakin berkobar.
Bagi syiah Indonesia, untuk bisa mencela Abu Bakar, Umar, dan Utsman butuh banyak mempertimbangkan risiko sebab kaum muslimin masih sangat loyal kepada mereka. Sebagai langkah awal, mereka arahkan pemikiran kaum muslimin untuk menjatuhkan karakter sahabat Muawiyah radhiyallahu ‘anhu, atas nama cinta ahlul bait. Setelah mereka berani mencela satu sahabat, selanjutnya mudah bagi syiah untuk mengarahkan mereka agar mencela sahabat lainnya.
Muawiyah radhiyallahu ‘anhu adalah gerbang kehormatan bagi sahabat lainnya.
Abu Taubah Al-Halabi mengatakan,
إن معاوية بن أبي سفيان سِترٌ لأصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم، فمن كشف السِّترَ اجترأ على ما وراءه
”Sesungguhnya Muawiyah bin Abi Sufyan adalah tabir bagi para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Siapa yang menyingkap tabir itu, dia akan menyakiti kehormatan orang yang berada di balik tabir.” (Al-Bidayah wa An-Nihayah, 8:139)
Hadits yang ”dituduh” mencela Muawiyah
Satu-satunya hadits shahih yang dianggap menjadi celaan bagi Muawiyah adalah hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu; beliau menceritakan,
”Saya bermain dengan anak-anak, lalu datang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku bersembunyi di balik pintu. Kemudian beliau mengusap punggungku. Beliau menyuruhku, ‘Panggilkan Muawiyah untuk menemuiku!’ Aku pun memanggilnya dan kembali kepada beliau, ’Dia sedang makan.’ Beliau mengulangi lagi, ‘Panggilkan Muawiyah untuk menemuiku!’ Aku pun memanggilnya dan kembali kepada beliau, ’Dia sedang makan.’ Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,
لا اشبع الله بطنه
‘Semoga Allah tidak mengenyangkan perutnya.‘” (HR. Muslim, no. 2604)
Hadits ini dijadikan dalil untuk mencela bahkan meng-kafir-kan Muawiyah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dianggap, ed.) mendoakan “keburukan” untuknya; semua yang didoakan keburukan oleh Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, sekalipun hanya “ancaman perut” berarti telah dimusuhi, oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Namun ternyata pemahaman ”kasar” semacam ini adalah pemahaman yang salah. Justru para ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil yang menunjukkan keutamaan Muawiyah. Mengapa bisa demikian?
1. Imam Muslim, mengumpulkan hadits ini dalam deretan hadits tentang orang yang dicela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam namun didoakan kebaikan untuknya. Dalam Shahih Muslim, hadits ini masuk dalam bab:
بَابُ مَنْ لَعَنَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَوْ سَبَّهُ، أَوْ دَعَا عَلَيْهِ، وَلَيْسَ هُوَ أَهْلًا لِذَلِكَ، كَانَ لَهُ زَكَاةً وَأَجْرًا وَرَحْمَةً
”Orang muslim yang dicela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau yang didoakan keburukan, sementara dia tidak berhak untuk itu, maka celaan dan doa buruk itu menjadi penyuci, sumber pahala, dan rahmat baginya.”
Dalam banyak riwayat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berdoa kepada Allah, yang itu menjadi syarat beliau di hadapan Allah,
اللهُمَّ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ، فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ سَبَبْتُهُ، أَوْ لَعَنْتُهُ، أَوْ جَلَدْتُهُ، فَاجْعَلْهَا لَهُ زَكَاةً وَرَحْمَةً
”Ya Allah, saya hanyalah manusia. Maka siapa pun kaum muslimin yang aku cela, yang kulaknat, atau yang kucambuk, jadikanlah itu penyuci dan rahmat baginya.” (HR. Muslim, no. 2601)
Dalam riwayat lain,
فَاجْعَلْهُ لَهُ زَكَاةً وَأَجْرًا
”Jadikanlah itu penyuci dan sumber pahala baginya.” (HR. Muslim, no. 2600)
An-Nawawi dalam Syarh Muslim mengatakan,
قد فهم مسلم رحمه الله من هذا الحديث أن معاوية لم يكن مستحقاً للدعاء عليه، فلهذا أدخله في هذا الباب، وجعله من مناقب معاوية لأنه في الحقيقة يصير دعاءً له
“Imam Muslim memahami dari hadits ini bahwa Muawiyah mengalami kasus ‘orang yang tidak berhak untuk mendapatkan doa keburukan’. Karena itulah, beliau masukkan dalam bab ‘Orang muslim yang didoakan keburukan, sementara dia tidak berhak’. Bahkan beliau jadikan hadits ini sebagai keutamaan Muawiyah, karena doa buruk itu menjadi doa kebaikan baginya.” (Syarh Shahih Muslim, 16:156)
Hal yang sama juga disampaikan oleh Al-Hafizh Adz-Dzahabi ketika menjelaskan hadits di atas,
لعل هذه منقبة لمعاوية لقول النبي صلى الله عليه وسلم:اللهم من لعنته أو شتمته فاجعل ذلك له زكاة ورحمة
“Barangkali ini keutamaan Muawiyah, berdasar doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Ya Allah, siapa saja yang aku laknat atau aku cela maka jadikanlah hal itu sebagai penyuci dan rahmat baginya.’” (At-Tadzkirah, 2:699)
Sebelumnya, perlu kita garis bawahi bahwa doa ini berlaku untuk mereka yang tidak berhak mendapatkan celaan, seperti para sahabat beliau yang beliau marahi disebabkan kekeliruan yang tidak disengaja. Sedangkan ada orang yang memang berhak mendapatkan doa buruk beliau, seperti orang kafir atau orang munafik.
2. Doa semacam ini juga terjadi pada sahabat yang lain, misalnya kalimat “tsaqilatka ummuk” (semoga ibumu kehilanganmu); ini doa agar dia mati. Atau doa “la kaburat sinnuk” (usiamu pendek). Doa-doa semacam ini merupakan doa keburukan, yang akan menjadi kebaikan bagi orang yang didoakan.
Hadits tentang keutamaan Muawiyah
Sebagian simpatisan syiah mengklaim, tidak banyak hadits yang menyebutkan keutamaan Muawiyah. Bahkan ada yang menegaskan ”tidak ada hadits shahih yang menyebutkan keutamaan Muawiyah sama sekali”. Tentu saja pernyataan kedua ini tidak bisa kita benarkan, karena kenyataannya terdapat hadits yang menjelaskan keutamaan Muawiyah.
Sementara pernyataan ”tidak banyak hadits tentang keutamaan Muawiyah” tidaklah menunjukkan celaan bagi Muawiyah. Justru ini pujian bagi beliau, karena Muawiyah radhiyallahu ‘anhu pernah menjadi Khalifah bani Umayyah, yang memimpin selama bartahun-tahun. Bisa saja, dia memerintahkan beberapa rakyatnya untuk membuat hadits palsu yang mengunggulkan dirinya atau menyebutkan tentang keutamaannya. Akan tetapi, beliau tidak melakukan hal ini. Berbeda dengan kelakuan orang syiah yang hobi berdusta atas nama Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian, terdapat beberapa hadits yang menyebutkan doa baik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Muawiyah. Di antaranya,
Pertama, hadits dari Abdurrahman bin Abi Amrah Al-Azdi radhiyallahu ‘anhu,
عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ ذَكَرَ مُعَاوِيَةَ، وَقَالَ: ” اللهُمَّ اجْعَلْهُ هَادِيًا مَهْدِيًّا وَاهْدِ بِهِ
”Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau pernah menyebut nama Muawiyah, lalu beliau mendoakan ‘Ya Alah, jadikanlah dia pemberi petunjuk yang terbimbing dengan petunjuk, dan berikanlah petunjuk (kepada orang lain) karena Muawiyah.’” (HR. Ahmad, no. 17895; Turmudzi, no. 3842. Sanad hadits ini dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth)
Dalam riwayat lain, yang disebutkan oleh Al-Ajurri dalam kitabnya, Asy-Syari’ah, terdapat tambahan,
ولا تعذبه
”Dan Engkau jangan menghukum Muawiyah.” (Asy-Syari’ah lil Ajurri, 5:2436)
Ibnu Hajar Al-Haitami mengumpulkan hadits ini dalam hadits tentang keutamaan Muawiyah yang yang paling menonjol. Kemudian beliau mengatakan,
ومن جمع الله له بين هاتين المرتبتين كيف يتخيل فيه ما تقوّله المبطلون ووصمه به المعاندون
”Orang yang Allah beri dua sifat ini pada dirinya – pemberi petunjuk yang terbimbing – bagaimana mungkin bisa dibayangkan seperti yang diucapkan penganut kebatilan dan orang yang menentang Islam?” (Tathhir Al-Lisan, hlm. 14)
Kedua, hadits dari Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu,
”Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil kami untuk sahur bersama di bulan ramadhan,
هَلُمَّ إِلَى الْغِدَاءِ الْمُبَارَكِ
‘Mari menyantap hidangan makana yang diberkahi (sahur).’
Kemudian aku mendengar beliau berdoa,
اللهُمَّ عَلِّمْ مُعَاوِيَةَ الْكِتَابَ وَالْحِسَابَ وَقِهِ الْعَذَابَ
‘Ya Allah, ajarkanlah Muawiyah menulis, perhitungan, dan lindungilah dia dari siksa neraka.’” (HR. Ahmad, no. 17162; Ibnu Hibban, no. 7210; Ibnu Khuzaimah, no. 1938;
Setidaknya ada dua keutamaan Muawiyah dalam hadits ini:
1. Beliau termasuk salah satu sahabat yang diundang untuk makan sahur bersama beliau, yang beliau sebut sebagai makanan berkah. Ini menunjukkan bahwa Muawiyah bukan orang munafik, karena orang munafik tidak shalat subuh. Sementara Muawiyah sudah ada di masjid sebelum subuh, bahkan ikut sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar Muawiyah diajari ilmu menulis, ahli dalam menghitung, dan dilindungi dari neraka.
Beliau didoakan agar pandai menulis, karena Muawiyah termasuk sahabat yang menjadi sekretaris Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam As-Sindi memberikan ulasan menarik tentang doa ini; beliau mengatakan,
قوله: الكتاب والحساب: لحاجة الأمراء إلى ذلك. وقه العذاب: بمغفرة ما يفرط في الإمارة، إذ من عادة لا تخلو عن شيء
”Doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar (Muawiyah, ed.) diajari menulis dan menghitung, karena para pemimpin butuh ilmu ini. Sementara beliau (Muawiyah, ed.) dimintakan perlindungan dari azab, artinya permohonan ampunan untuk segala pelanggaran dalam memimpin. Karena umumnya, hal-hal semacam ini tidak bisa lepas dari pemimpin.” (Ta’liq Musnad Ahmad, 28:382)