Zakat Fitrah: 1/3 Buat Amil ???!!

Assalamualaikum Wr.Wb 

Bagaimana cara pembagian zakat fitrah yg benar pak ustad kira2 ilustrasinya sebagai berikut: Zakat fitrah yang terkumpul sekitar 600 kg beras, fakir miskin yang ada pada kampung itu 10 orang. Jumlah beras yang terkumpul dibagi menjadi tiga kelompok asnaf yang ada dikampung itu( fakir miskin, amil, dan fisabilillah ) masing-masing kelompok mendapatkan 200kg.

Kelompok amil dibagi rata-rata pada sepuh orang masing masing mendapat 20 kg untuk seterusnya disumbangkan ke kas masjid. Kelompok sabilillah dibagi rata untuk guru mengaji 5 orang dengan masing masing mendapatkan 40 kg seterusnya di sumbangkan ke kas masjid kelompok fakir miskin diberikan kepada 10 orang masing-masing 2,5 kg beras dan sisanya oleh panitia disumbangkan ke kas masjid.

Dari 600 kg beras yang terkumpul, yang diserahkan kefakir miskin hanya25 kg dan yang menjadi kas masjid 575 kg.benarkah cara pembagian tersebut?

Tterimakasih
Jawaban :
Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

I. Inti Jawaban  :

  • Harta zakat hanya untuk 8 asnaf yang telah ditetapkan dan tidak boleh untuk masjid dan lainnya.
  • Amil Zakat dan asnaf lainnya selain fakir miskin hanya boleh maksimal mendapat 1/8 bagian dari harta zakat
  • Amil Zakat punya tanggung-jawab bukan sebatas panitia zakat fitrah yang kerjanya setahun sekali, tetapi 365 dalam setahun, agar berhak mendapat jatah zakat.
II. Penjelasan Rinci :

Zakat adalah salah satu bentuk dan bagian terkecil dari beramal shalih lewat pengeluaran harta yang secara umum disebut shadaqah. Kalau sedekah boleh diberikan kepada siapa saja dan demi kepentingan apa saja, selama dianggap punya maslahat dan manfaat, maka zakat memang rada spesifik dan unik.

A. Zakat Tidak Sama Dengan Sedekah Secara Umum

Meski masih bagian dari sedekah secara umum, tetapi zakat adalah sebuah ibadah ritual yang segala ketentuannya telah ditetapkan secara unik oleh Allah SWT. Secara umum bisa kita uraikan perbedaan zakat dengan sedekah secara umum, antara lain :

1. Mustahik

Yang berhak atas harta zakat itu sudah ditetapkan Allah SWT, tidak boleh di luar dari yang telah ditetapkan.

2. Wajib Zakat

Yang dibebani kewajiban berzakat hanya pihak tertentu. Mereka yang di luar ketentuan, meski secara sekilas punya harta, tidak diwajibkan mengeluarkan harta zakat.

3. Waktu

Sedekah boleh diberikan kapan saja, tergantung cara kita menilai. Sedangkan harta zakat hanya wajib dikeluarkan pada jadwal yang telah ditetapkan.

4. Besaran

Sedekah dikeluarkan dengan nilai berapa saja, tidak ada batas minimal atau maksimal. Sebaliknya harta zakat ada ketentuan besaranya berdasarkan prosentasi, seperti 2,5% atau 5% atau 10% atau 20%.

5. Ketentuan Batas Minimal

Harta zakat tidak wajib dikeluarkan manakala belum memenuhi batas minimal, atau yang kita kenal dengan istilah nishab. Berbeda dengan sedekah yang tidak mengenal istilah nishab.

B. Penerima Zakat Tidak Boleh Di Luar 8 Asnaf

Seluruh ulama sepakat bahwa ketentuan yang harus paling  dipatuh dalam distribusi harta zakat adalah merupakan ketentuan yang baku. Harta zakat tidak boleh diberikan kepada sembarang orang, sebab ketentuannya telah ditetapkan hanya untuk 8 kelompok saja. Dan hal itu Allah SWT tegaskan di dalam Al-Quran :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu`allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. At-Taubah : 60) Kalau kita perhatikan ayat di atas, mereka yang berhak atas harta zakat itu tidak termasuk anak yatim, para janda, para siswa berperestasi, atau korban bencana. Sebab mereka itu tidak disebutkan dalam jajaran para mustahiq, padahal ayat di atas dimulai dengan kata (إنَّمَا). Fungsinya membatasi, dimana selain yang disebutkan, tidak berhak dan haram unmtuk menerima harta zakat.
Maka dana zakat juga haram untuk membangun masjid, mushalla, pesantren, jalan, jembatan, juga tidak dibenarkan untuk dijadikan modal pembiayaan sebuah usaha walau misalnya untuk rakyat kecil.
Sedangkan sedekah boleh diberikan kepada siapa saja, asalkan memang bermanfaat dan tepat guna.

C. Zakat Fithrah

Zakat fithrah dalam banyak hal agak berbeda dengan zakat mal lainnya. Zakat fithrah, sesuai dengan nama bakunya, yaitu zakat al- fithr, sesungguhnya bermakna zakat makanan. Karena Fithr itu artinya makan, sebagai lawan kata dari shaum yang artinya puasa.

Maka zakat al-fithr itu lebih ditujukan untuk memberi makan di hari raya Iedul Fithr, setidaknya jangan sampai di hari itu ada orang yang terpaksa berpuasa lantaran tidak ada yang bisa dimakan. Pesan yang tersirat di balik syariat zakat al-fithr adalah bahwa zakat itu lebih diutamakan untuk memberi makan mereka yang fakir dan miskin saja.

 Tidak seperti yang umumnya berlaku untuk harta zakat dari zakat mal, seperti zakat perdagangan, zakat pertanian, zakat peternakan, zakat emas, dan zakat-zakat lainnya. Zakat al-fithr sesungguhnya lebih diutamakan buat mereka yang fakir dan miskin, sebagai prioritas, karena esensi dan semangatnya memang memberi makan fakir dan miskin.

D. Pembagian Zakat Fithr

Para ulama memang berbeda pendapat tentang siapa yang sesungguhnya berhak atas makanan yang wajib diberikan menjelang masuknya hari Raya Iedul Fithr.

1. Hanya Untuk Fakir Miskin

Pendapat ini didukung oleh mazhab Al-Malikiyah, serta juga merupakan salah satu riwayat dari Imam Ahmad bin Hanbal. Al-Imam Ibnu Taymiyah juga berpendapat yang sama.

Mereka menyebutkan bahwa zakat fithr ini hanya khusus buat fakir miskin. Jadi hanya 2 asnaf dari 8 asnaf yang berhak menerima makanan itu. Amil, fi sabilillah, muallaf, gharimin, budak, dan ibnu sabil tidak boleh memakan makanan itu.

2. Boleh Untuk Semua Mustahik

Berbeda dengan pendapat di atas, Jumhur atau mayoritas ulama membolehkan apabila makanan zakat fithr itu dimakan juga oleh 8 asnaf, termasuk amil dan fi sabilillah. Jadi mereka tidak membedakan antara mustahik zakat fithr dengan zakat mal secara umum.

3. Wajib Diratakan Untuk Semua Mustahik

Al-Imam Asy-Syafi`i dalam mazhabnya berpendapat bahwa makanan zakat fithr itu wajib dibagi rata kepada 8 asnaf. Setidaknya, yang memang kita dapati di antara ke delapan asnaf itu.

Penjelasan masalah ini bisa kita lihat di dalam kitab Hasyiyah Ibnu Abidin  jilid 2 halaman 79, Al-Hasyiyah li Ad-Dasuqi 1 jilid halaman 508, Mughni Al-Muhtaj jilid 3 halaman 116 dan kitab Al-Furu` jilid 2 halaman 540.

E. Hak Amil Zakat

Amil zakat memang termasuk pihak yang telah ditetapkan untuk menerima zakat, sesuai dengan firman Allah SWT di dalam surat At-Taubah di atas. Namun ada beberapa catatan penting yang perlu untuk digaris-bawahi, antara lain :

1. Amil Tidak Boleh Menerima Lebih Dari 1/8

Ketentuan ini berangkat dari pembagian harta zakat yang ditetapkan untuk 8 asnaf. Masing-masing mendapat 1/8 bagian dari total harta zakat. Namun karena syariat zakat itu punya esensi utama memberi harta kepada fakir miskin, maka hak yang diberikan kepada fakir miskin memang istimewa. Kalau harta itu masih belum mencukupi hak-hak fakir miskin, maka asnaf yang lain harus dikalahkan demi kepentingan fakir miskin.

Hal ini berangkat dari sabda Nabi SAW kepada Muadz bin Jabal ketika diutus kepada bangsa Yaman :

Harta zakat itu diambil dari orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang faqir di antara mereka.

Maka bila asnaf tertentu tidak terdapat, hak mereka dikembalikan kepada pihak faqir dan miskin. Sehinnga para akhirnya, faqir dan miskin akan mendapatkan porsi paling besar. Sedangkan asnaf lainnya bila memang ada, haknya tetap 1/8 dan tidak boleh melebihi jatahnya itu.

Sehingga hasil akhirnya, meski beberapa asnaf yang lain tidak terdapat, bukan berarti yang ada itu dibagi rata sama besar sesama asnaf yang ada.

2. Amil Zakat

Sesungguhnya amil zakat itu diperuntukkan lebih utama untuk semua jenis zakat secara keseluruhan, dimana mereka bekerja keras membanting tulang 24 jam dalam hidupnya untuk dua tugas utama :

a. Mencari Orang Kaya

Tugas amil adalah berkeliling menelusuri rumah-rumah orang kaya, lalu membantu mereka untuk menghitungkan harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Intinya menjemput zakat, bukan duduk manis di sekretariat sambil kipas-kipas.

Kalau ada orang kaya sampai tidak didatangi atau terlewat, amil zakat berdosa. Lantaran mereka tidak teliti dalam tugasnya, dan membiarkan adanya kebatilan di depan mata. Setidaknya, amil zakat berkewajiban mengingatkan si orang kaya satu persatu bahwa dalam harta mereka ada hak yang wajib ditunaikan. Kalau orang kaya itu menampik, ingkar dan enggan bayar zakat, maka menjadi tanggung-jawab para amil untuk menyadarkannya.

b. Mencari Orang Miskin

Tugas amil lainnya adalah menelusuri rumah-rumah penduduk untuk melakukan penelitian yang mendalam tentang data-data orang fakir dan miskin. Agar jangan sampai harta zakat jatuh ke tangan mereka yang pada hakikatnya tidak berhak. Dan kalau hal itu terjadi karena para amil ini lalai, maka ada hukuman berat di akhirat sebagai orang yang tidak amanah.

Jangan sampai harta zakat hanya disebar dalam antrian panjang yang sekilas terlihat semarak, padahal jutaan masa itu ternyata bukan orang yang berhak atas harta zakat. Maka dosanya harus ditanggung para amil yang kurang profesional itu. Apalagi kalau sampai ada yang mati berjejalan karena rebutan, tentu harus ada pertanggung-jawaban hukum secara profesional.

Maka tugas amil adalah berkeliling mengantarkan harta zakat ke rumah-rumah para fuqara dan masakin yang telah mereka teliti dengan cermat.

Dengan tugas yang berat itu serta resiko dunia akhirat yang tidak main-main, maka para amil zakat ini berhak atas kerja keras yang mereka lakukan. Ada pun kerja amil zakat fitrah yang cuma setahun sekali, itu pun hanya duduk-duduk di sekretariat masjid sambil kipas-kipas, lantas tiba-tiba dapat bagian besar sekali dari harta zakat, melewati batas maksimal yang 1/8 itu, tentu ini sangat tidak bisa diterima.

Kalau demikian caranya, percuma orang-orang bayar zakat yang niatnya untuk fakir miskin, karena ternyata 1/3 dari harta itu cuma buat para amil, yang terkadang mereka sudah hidup berkecukupan, sementara kerjanya santai dan amat ringan tanpa resiko.

Kalau saya bayar zakat fithr Rp. 30.000, ternyata potongan buat amil sebesar Rp. 10.000? La haula wala quwaata illa billah.

F. Zakat Tidak Boleh Untuk Masjid

Di atas sudah dijelaskan bahwa harta zakat itu hanya untuk 8 asnaf saja. Ada pun masjid, bukan termasuk dari salah satunya. Rupanya para amil yang antum sebutkan itu menyiasati harta zakat yang tidak boleh untuk masjid itu dengan gaya PNS di semua kementerian, sesuai dengan naluri para koruptor.

Harta zakat itu digelembungkan buat para amil, dari yang harusnya hanya 1/8 bagian menjadi 1/3 bagian. Lalu semua amil menyumbangkan bagiannya untuk masjid.

Barangkali niatnya bagus, yaitu ingin memakmurkan masjid. Tapi ada yang rada salah kaprah dalam memahami syariat zakat, dan fenomena ini seringkali terjadi di berbagai bentuk ibadah maliyah lainnya. Seharusnya, kalau niatnya mau membangun masjid atau memakmurkannya, maka ajaklah masyarakat untuk semata-mata menyumbang masjid. Sehingga sejak awal para donatur memang tahu untuk apa harta mereka digunakan.

Sedangkan cara menyelewengkan dana zakat lalu disulap jadi dana buat masjid, selain rada licik dan khas para koruptor, disana terjadi pelanggaran amanah. Entah itu disengaja atau karena keawaman para amil saja.

Para amil itu wajib mengerti dan paham betul bahwa tiap bentuk ibadah maliyah itu memang punya misi sendiri-sendiri, dimana peruntukan dan ketentuannya memang telah ditetapkan Allah SWT. Misalnya harta zakat, jangankan untuk membangun masjid, untuk diberikan kepada anak yatim pun tidak boleh. Sebab anak yatim bukan mustahik zakat, lantaran Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sumber lain untuk anak yatim.

Mungkin para amil itu berargumen begini : kalau diajak menyumbang masjid umumnya orang kurang bersemangat, tetapi kalau buat zakat mereka rajin bayar. Argumentasi ini sekilas masuk akal, tetapi justru menurut saya kita perlu melihat lebih luas. Kenapa mereka ogah nyumbang masjid? Kenapa mereka semangat bayar zakat?

Jangan-jangan mereka sesunguhnya tahu kalau buat nyumbang masjid, paling-paling cuma buat meninggikan menara saja, yang sesungguhnya tidak penting-penting amat. Sebaliknya, kalau nyumbang buat fakir miskin, memang punya nilai pertolongan yang pasti.

Tetapi oleh para amil zakat yang kurang amanah, niat mau membantu fakir miskin malah dilecehkan dan dikhianati dengan trik-trik khas mafia PNS.

G. Zakat Buat Guru?

Guru dalam syariat Islam sangat dihargai. Bahkan di zaman Nabi, gaji guru termasuk gaji yang paling besar. Para tawanan Perang Badar diberikan pilihan, siapa yang bisa mengajarkan 10 orang yang buta huruf, dia akan mendapatkan kebebasannya. Padahal harga tebusan tawanan itu lumayan mahal. Sebab mereka bisa dijadikan budak untuk diperjual-belikan di pasar. Dan harga budak itu mahal sekali.

Sekedar perbandingan saja, ketika Bilal masih jadi budak dan disiksa oleh tuannya, Umayyah, Abu Bakar datang membebaskannya. Tahukan anda berapa harga Bilal saat itu? Ya, tidak kurang dari 200 dinar emas.

Lalu 200 dinar emas itu berapa duit ya?

Begini, pernah Rasulullah SAW meminta salah seorang shahabatnya untuk membelikan untuknya seekor kambing. Dan uang yang dititipkan oleh beliau ternyata 1 dinar. Oke, berarti kita tahu kira-kira harga 1 dinar setara dengan harga seekor kambing.

Nah, berapa harga seekor kambing hari ini? Anggaplah sejuta perak. Berarti Bilal dibebaskan dengan nilai kira-kira 200-an juta perak. Dan tawanan di Badar itu kalau tidak mau dijual jadi budak, diperintahkan untuk mengajar baca tulis kepada mereka yang buta huruf.

Bayangkan, berapa gaji yang diterima tiap guru baca tulis buat tawanan Perang Badar? Ya, asal bisa mengajar baca tulis buat 10 orang, kira-kira diberi honor 200 juta. Mahal kan?

Ini menunjukkan bahwa guru yang mengajarkan sekedar baca tulis saja sudah sebesar itu honornya, apalagi yang mengajarkan Al-Quran, hadits, fiqih, ushul fiqih dan ilmu-ilmu agama yang berguna buat dunia akhirat, seharusnya dapat lebih besar lagi.

 Maka umat Islam harus punya sumber dana khusus buat para guru yang memang berhak untuk dibayar mahal, tetapi bukan mengambil dari makanan buat fakir miskin alias mengambil dari dana zakat. Sebab dana zakat itu sudah ada peruntukannya secara khusus, di luar jatah untuk guru.

H. Kalau Tidak Boleh Dari Harta Zakat, Lalu Dari Mana?

Ini pertanyaan klasik sekaligus bikin puyeng. Sebab kita tahu hukum bahwa harta zakat itu hanya boleh untuk kepentingan tertentu saja. Sementara ada kebutuhan yang begitu beragam, sementara kesadaran masyarakat hanya di bidang zakat saja. Kalau diminta membayar zakat sangat rajin, tapi alau diminta sumbangan membangun masjid, menggaji guru dan lain-lain, tidak terlalu rajin.

Tetapi meski demikian, bukan berarti harta zakat boleh `dirampok` buat kepentingan yang lain. Adalah menjadi tugas para pengurus untuk memikirkan sumber-sumber dana sumbangan dan sedekah selain zakat.

Wallahu a`lam bishshawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

2 Comments

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post