KAPITALISME, ANTARA KETANGGUHAN DAN KEBOBROKAN



Siapapun harus mengakui kepemimpinan kapitalisme saat ini. Kapitalisme telah mendominasi dunia dengan cara masuk hampir ke setiap sektor kehidupan. Bahkan, sekarang orang dengan bangga mendeklarasikan perjuangan untuk membela kapitalisme. Kapitalisme tidak lagi dianggap sebagai suatu yang tradisional. Kapitalisme juga berusaha dibedakan secara diametral dengan sistem feodalisme yang masih dirasa kumuh. Kapitalisme saat ini menjelma menjadi –menurut para pembelanya- sistem yang modern.

Mengapa hal ini terjadi? Padahal dunia telah menyaksikan sederetan manusia ramai-ramai telah mengkritik kapitalisme.

Hal itu dapat dijawab dengan dua kemungkinan. Pertama, kritik yang selama ini ada hanya kritik kulit kapitalisme. Kritik tersebut tidak mampu mengungkap kebobrokan genial dan absolut kapitalisme. Alih-alih bisa meluluhlantakan kapitalisme, justru semakin mengokohkan kedudukan kapitalisme di atas singgasananya. Kedua, kritik atas kapitalisme tidak disertai dengan solusi alternatif yang bisa dianggap lebih shohih ketimbang kapitalisme. Kritik atas kapitalisme terus berlangsung hingga kini, namun orang masih belum bisa mengemukakan –secara meyakinkan- konsepsi alternatifnya. Orang bisa saja mengemukakan sosialisme sebagai alternatif. Tetapi, ketika sistem itu dikemukakan, reaksi yang muncul adalah permintaan untuk menunjukan keunggulan sosialisme atas kapitalisme. Maka orang-orang akan membandingkan negara-negara yang mewakili paham sosialis, seperti Rusia, China, Korea Utara, atau Kuba, dengan negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Eropa Barat, Australia, dan Jepang. Dalam perbandingan yang selintas, akan terbayang negara-negara kapitalis yang makmur dan maju berhadapan dengan negara-negara yang, walaupun tidak bisa dikatakan miskin dan bahkan dapat disebut sebagai negara-negara industri yang cukup maju, namun tergambar sebagai negara yang rakyatnya terkekang, baik dalam kehidupan ekonomi apalagi politiknya. Pada faktanya, tidak ditemukan janji-janji sosialisme yang mengatakan bahwa kelas-kelas sosial-ekonomi telah lenyap. Bahkan yang menarik adalah sarjana Marxis sendiri tidak bisa mengatakan bahwa di negara-negara sosialis itu telah tercipta suatu masyarakat tanpa kelas –sekalipun dulu ketika Uni Soviet masih berdiri. Semuanya pada akhirnya semakin mengokohkan kedudukan kapitalisme dari saingan-saingannya.

Seorang kritikus ulung sekelas Kalr Marx sendiri pada akhirnya tidak bisa berbuat banyak ketika kritik yang diajukannya tidak sampai pada nilai substansi dari kapitalisme. Marx telah meramalkan pada suatu pertumbuhan kapitalisme yaitu terjadinya konsentrasi dan sentralisasi kekuatan kapital dan terciptanya kemiskinan yang cukup luas, khususnya pada belahan pertama abad ke-20 dan bahkan sesudah perang dunia kedua di negara-negara bekas koloni atau yang sedang berkembang. Ramalan pokok Marx yang tidak atau belum terjadi itu adalah runtuhnya kapitalisme, mula-mula di negara-negara inti kapitalisme seperti Inggris dan Prancis, dalam suatu bentuk revolusi proletariat. Seorang kritikus Marxis, Althusser, malah mengatakan bahwa revolusi -berbeda dengan ramalan Marx- cenderung terjadi pada mata rantai masyarakat kapitalis yang paling lemah. Dapat diakui, bahwa hal itu terjadi di Rusia pada tahun 1917 dan Yugoslavia sesudah Perang Dunia Kedua. Terbentuknya negara-negara sosialis di Eropa Timur memang tidak bisa disebut hasil dari revolusi proletariat. Sedangkan lahirnya negara-negara sosialis di dunia ketiga lebih merupakan revolusi nasional melawan kekuatan kolonial asing, walaupun memang partai komunis berperan besar. Bukti lain kalau revolusi sosial terjadi bukan di negara-negara di mana kapitalisme dapat berkembang melalui program pembangunan ekonomi adalah dengan terbentuknya rezim-rezim Marxis sesudah revolusi nasional dan pemerintah borjuis.

Kalangan neo-Marxis mencoba menjawab mengapa kapitalisme tak kunjung runtuh. Pembahasannya dimulai dari kenyataan bahwa kapitalisme mengalami metamorfosis dalam perjalanan sejarahnya. Kapitalisme yang dulu dikenal tentu sangat jauh berbeda dengan kapitalisme yang dapat dilihat dan dirasakan saat ini. Saya sendiri orang yang sepakat bahwa pada tataran permukaan, kapitalisme mengalami banyak perubahan, atau lebih tepatnya adalah penyesuain. Mampu bertahannya kapitalisme hingga kini bukan karena kehandalan kapitalisme dalam menyelesaikan berbagai problema, akan tetapi karena strategi –meminjam istilah Abdurrahman al-Maliki- tambal sulam dan pencakokan sosialisme yang dilakukan oleh kapitalisme.

Pertama, adalah teori di seputar tumbuhnya gagasan dan usaha untuk menciptakan konsep negara kesejahtreaan (walfare State) atau sering disebut juga konsep keadilan sosial (social justice). Gencarnya gagasan ini mulai terdengar pada akhir dasawarsa terakhir abad XIX, yaitu pada saat kapitaslime industri sedang memuncak. Beberapa pemikir yang boleh dibilang sebagai pelopor gagasan ini adalah seperti Sri Paus Leo ke 13 yang mengatakan bahwa problem sosial yang muncul pada waktu itu bukan semata-mata problem ekonomi, melainkan kejadian “non pasar”, yaitu moral. Secara ringkas, ia menyetujuai hak milik perseorangan, namun menolak individualisme. Tokoh lain adalah Hobson. Titik kritiknya adalah pada aspek monopoli dalam sistem kapitalisme yang merupakan sumber kepincangan pendapatan dan depresi ekonomi. Sementara itu Richad H. Tawney. Tititk tekan kritiknya adalah pada nilai moral yang harus secara serius diperhatikan. Ia mengatakan bahwa sejak nilai etik protestanisme berhasil menumbuhkan nilai kerja keras dan suskse materialis menjadi penting untuk dirinya sendiri, orang melakukan praktik ekonomi dan bisnis tanpa berpegang pada nilai moral. Suara ini semakin kencang dan menggema ketika didukunmg oleh para pemikir dan budayawan seperti George Bernad Shaw, Sidney Webb, Graham Wallas, Annie Besant. Adapula suara dari pengarang seperti H.C.Wells dan Beatrice Webb, disamping kritik terhadap situasi masyarakat industri, juga secara tegas mengusulkan peran negara sebagai instrumen kontrol sosial dan pelayan kepentingan umum.

Menurut pandangan ini, negera harus bisa memainkan fungsi sebagai pelayan kepentingan umum. Begitu hebatnya dampak dari industrialisasi, membuat ketimpangan di tengah mesyarakat sedemikian lebar. Terjadi barbagai eksploitasi yang membabibuta. Negara juga harus mampu melindungi masyarakatnya dari kemiskinan. Tentu saja kewajiban ini tidak bisa diserahkan kepada individu, perusahaan-perusahaan swasta, atau kelompok-kelompok masyarakat lain. Praktisnya, pemerintah bertanggung jawab untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dengan cara menarik pajak dari perusahaan-perusahaan dan warga negara secara umum. Atau dengan mendirikan organisasi-organisasi dan lembaga yang menjamin pelayanan umum, seperti asuransi dan berbagai tunjangan kepada mastarakat miskin, para penganggur, tambahan pendapatan bagi yang pendapatannya rendah, dana pensiun hari tua, penyediaan pelayanan kesehatan secara gratis atau dengan biaya minimal, menyelenggarakan pendidikan bebas biaya bagi keluarga miskin, atau menyediakan perumahan rakyat bersubsidi. Dengan starategi tambal sulam tersebut, proses pemiskinan (pauperization) yang dituduhkan Karl Marx tidak terjadi, sedangkan pada sisi lain perusahaan swasta masih tetap bisa meraup keuntungan dengan jumlah besar. Namun demikian, strategi tambal sulam kapitalisme tidak sampai di sana.

Kedua, adalah teori yang menyangkut status kewarganegaraan, yang diperkenalkan pertama kali oleh T.H. Marshall dan dikembangkan oleh Bendix. Teori ini adalah strategi kapitalisme dalam rangka membendung gerakan “kesadaran kelas” sosialisme yang revolusioner. Kapitalisme sangat menyadari bahwa tatanan masyarakat yang dibentuknya, lambat laun, akan memunculkan konflik. Ideologi kelas yang revolusioner akan memanfaatkan fenomena ini untuk melakukan perubahan yang sifatnya revolusioner. Kalau ini terjadi, berati kapitalisme telah tergeser singgasananya oleh ideologi sosialisme. Kapitalisme kemudian melakukan proses perluasan dan institusionalisasi hak-hak kewarganegaraan di bidang politik maupun sosial ekonomi, baik pada tataran individu maupun masyarakat. Proses ini membuka akses terhadap hak-hak dasar, termasuk akses terhadap kekuasaan akan mengintegrasikan golongan borjuis dengan para pekerja.

Hak-hak kewarganegaraan yang dimaksud di atas adalah hak-hak sipil, yaitu kemerdekaan berbicara dan persamaan di muka hukum; hak-hak berpolitik, yaitu hak untuk memilih dalam pemilihan umum dan menghimpun diri dalam partai-partai politik; dan hak-hak sosial ekonomi dalam bentuk jaminan kesejahteraan dan jaminan sosial bagi kaum buruh. Bentuk praktisnya adalah dengan dibentuknya lembaga-lembaga atau organisasi buruh, perundingan kolektif antara buruh dengan majikan, sestem asuransi dan berbagai kebijaksanaan lain yang menjamin kesejahteraan kamu buruh.

Gejala perluasan hak-hak kewarganegaraan ini sering juga disebut proses demokratisasi, baik dalam bidang politik maupun ekonomi. Atau dengan peristilahan lain sering disebut sebagai proses “institusionalisasi konflik”. (Rahardjo, 1987). Disebut sebagai institusionalisasi konflik, karena memang adanya penggusuran hak-hak buruh oleh majikan atau kaum borjuis yang memegang kendali industri. Dengan kalimat lain, terjadi perampasan hak tradisional, ikatan-ikatam sosial praindustri, dan peraturan-peraturan normatif lain. Ini terjadi pada awal perkembangan kapitalisme dan industrialisasi. Proses ini adalah usaha memisahkan antara lembaga-lembaga politik dengan lembaga-lembaga industri. Konsekuensinya, maka dibentuklah lembaga-lembaga khusus untuk memecahkan masalah dan mengatur konflik-konflik industri.

Upaya lain untuk mempertahankan sistem kapitalisme di tengah kondisinya yang menjelang keruntuhannya, adalah dengan mencakokkan sosialisme ke dalam kapitalisme. Ide sosialisme ini sering disebut sebagai sosialisme negara (state sosialism). Lebih rincinya, ide ini muncul ketika penderitaan masyarakat di negara yang diterapkan di dalamnya sistem kapitalis demikian memperihatinkan, yaitu di negara-negara Eropa dan Rusia. Penderitaan masyarakat ini dipandang karena tidak meratanya kepemilikan individu di antara manusia. Pada titik inilah pembahasan tentang kepemilikan dimulai. Maka, terobosan mutakhir dari kapitalisme adalah dengan mengamati setiap keadaan untuk dijadikan kepemilikan umum, yaitu mengubah kepemilikan individu (private property) menjadi kepemilikan umum (public property). Tidak aneh kiranya, jika sosialisme model ini dikatakan pula sebagai sosialisme semu (pseudo socialism). Peristilahan lain yang digunakan oleh Abdurrahman al-Maliki adalah gagasan nasionalisasi, yakni mengubah kepemilikan individu menjadi kepemilikan umum. Melakukan pembatasan (limitasi) terhadap kepemilikan individu, membuat peraturan yang membuat batas maksimal atas bunga dan sewa. Ide ini pernah diterapkan di Mesir pada zaman Jenderal Jamal Abdul Naseer setelah revolusi terhadap kekuasaan keluarga kerajaan pada tahun 1952.

Proses “metamorfosis” kapitalisme perlu terus berlangsung demi kelangsungan kapitalisme. Perubahan wujud kapitalisme ini merupakan sebuah keniscayaan dan merupakan conditio sine qua non, prasyarat mutlak, untuk mempertahankan kapitalisme. Jika tidak, kapitalisme bisa gulung tikar dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Daniel Bell dan S.M.Lipset, mencoba ikut menjawab pertanyaan di atas. Dalam teorinya, mengatakan bahwa ideologi lama tentang aliran kanan dan aliran kiri telah kehilangan relevansi maupun kekuatannya. Tiga perubahan penting telah terjadi. Perubahan pada hakikat kapitalisme, tumbuhnya partisipasi demokratis kelas buruh dalam politik, dan meningkatnya kesejahteraan umum.

Penerapan ideologi Kapitalisme telah menimbulkan problem kehidupan yang dahsyat. Rakyat dunia telah dan tetap terjajah dan dieksploitasi; kekayaan alamnya dikeruk; keringat dan darah mereka diperas. Semua itu demi kesejahteraan negara maju. Kekayaan dunia pun terpusat di negara maju dan para kapitalis. Jurang kemiskinan semakin dalam, termasuk di Amerika. Bencana badai Katrina telah menyingkap kemiskinan luas yang terjadi di Oregon dan perlakukan diskriminatif atas warga miskin yang mayoritas negro.

Realita kehidupan sosial juga sangat buruk. Pembunuhan, perkosaan, pencurian, perampokan, pelecehan, dan segala macam kejahatan terjadi setiap jam. Perilaku seks menyimpang semakin menyebar, institusi keluarga dan perkawinan hancur, penyakit AIDS dan lainnya menjadi ancaman, aborsi terjadi 2 juta/tahun atau 5.479 aborsi/hari di AS. Angka bunuh diri pun meningkat tajam. Itulah wajah kapitalisme.
Berbagai tambal sulam yang telah dilakukan tidak menghasilkan perbaikan berarti. Kerusakan masih akan terus berlanjut. Harapan akan perbaikan pun sangat kecil bahkan mustahil. Di sisi lain, masyarakat dunia telah lebih dulu menyaksikan runtuhnya ideology sosialisme-komunis.

Tidak dapat disangkal, bahwa kapitalisme tengah meluncur kearah yang mengerikan, yaitu titik dimana kapitalisme harus gulung tikar. Karena kita telah sadari bersama kalau bertahannya kapitalisme sampai saat ini, bukan karena kehandalan konsep kapitalisme, melainkan karena kapitalisme yang berusaha "bersusah-payah" untuk melakukan pembodohan publik secara sistematis. Dan ketika sosialisme tidak mampu menunjukkan keunggulannya –sebagaimana disadari sendiri oleh Marx - lantas akan ke mana kepemimpinan dunia ini mengarah? Kiranya sangat bijak dan fair kalau kita bersepakat untuk mempersilahkan dan memberikan kesempatan kepada Islam untuk mengambil-alih kepemimpinan dunia di masa mendatang.

Islam Tumpuan Harapan

Problem hidup akibat ideologi Kapitalisme terjadi secara multidimensional. Sebagai alternatifnya, haruslah dengan ideologi yang memberikan aturan/sistem menyeluruh yang menyelesaikan seluruh problem kehidupan itu. Sesungguhnya, Islam memiliki sistem yang mengatur semua dimensi kehidupan manusia. Sebab, Islam adalah akidah dan sistem aturan yang diberikan oleh Allah, Zat Pencipa manusia yang Mahatahu atas segala sesuatu. Allah telah menegaskan dalam al-Qur'an:
]ÙˆَÙ†َزَّÙ„ْÙ†َا عَÙ„َÙŠْÙƒَ الْÙƒِتَابَ تِبْÙŠَانًا Ù„ِÙƒُÙ„ِّ Ø´َÙŠْØ¡ٍ[

Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) sebagai penjelasan atas segala sesuatu. (Q.S. an-Nahl [16]: 89).

Islam merupakan rahmat bagi seluruh manusia. Artinya, syariat Islam menjamin dan secara riil mampu memberikan keadilan, kesejahteraan, dan ketenteraman hidup bagi semua orang, baik Muslim maupun non-Muslim yang hidup di bawah pengaturannya. Islam secara pasti akan menggeser kedudukan kapitalisme yang selama ini terus menerus mendatangkan keburukan dan ketidakadilan global bagi umat manusia.

Seandainya seluruh manusia menyadari kehandalan Islam dan kemandulan kapitalisme, maka manusia dipastikan akan berbondong-bondong beralih kepada Islam dan meninggalkan kapitalisme. Tidak ada kebaikan sama sekali yang diberikan oleh kapitalisme, yang ada hanyalah bencana global bagi umat manusia.

Kaum Muslim sebenarnya memiliki semua prasyarat untuk menjadi pemimpin dunia. Kaum Muslim memiliki SDA yang sangat melimpah, SDM yang berpotensi tinggi, dan ideologi yang agung. Namun, umat Islam masih 'ragu' untuk menerapkan aturan Islam secara menyeluruh. Umat Islam masih 'malas' untuk menjadi umat yang unggul. Seandainya aturan agung ini diterapkan, kita akan menyaksikan tiga belas abad perjalanan Islam telah menjadi bukti. Tegaknya kembali kehidupan Islam yang menerapkan aturan Islam merupakan kunci bangkitnya kaum Muslim. Kehidupan Islam dengan sistem aturannya yang adil, menyejahterakan, dan menenteramkan akan menggusur kapitalisme dan mencabut hegemoni Barat.

Ambil Contoh, Andalusia ketika diperintah kaum Muslim menjadi pusat peradaban. Universitasnya menjadi pusat pandangan para pelajar di seluruh Eropa. Kemajuan kaum Muslim jauh melampaui Eropa kala itu. Prof. Sigrid Hunke (Matahari Allah di atas Dunia Barat, hlm. 541) menyatakan:

Sungguh, Barat tetap dalam keterbelakangan secara kultural, pemikiran, dan ekonomi sepanjang waktu ketika Eropa mengasingkan dirinya dari Islam. Eropa belum mulai bersinar dan bangkit kecuali ketika Eropa mulai bersinggungan dengan Arab secara praktis, politik dan perdagangan. Pemikiran Eropa setelah tidur berabad-abad mulai bangun karena kedatangan sains, teknologi, dan sastra Arab. [ ]



Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post