MEGINTAI FENOMENA JADZAB

Suatu maqom diluar kesadaran dalam dunia Tasawuf ” Oleh : M. ANWAR SALAFUDIN PROLOG Islam adalah kepatuhan lahiriah. Kepatuhan ini tidak dapat disempurnakan tanpa kepatuhan batiniah. Jika tidak kemunafikanlah yang terjadi, kepatuhan batiniah adalah keimanan yang diwujudkan kedalam perbuatan batin (qolbu) 1) .Al-Qolbu ada dua arti, pertama daging yang terdapat didada sebelah kiri yang berisi darah hitam, terdapat dalam manusia dan hewan . Kedua ia adalah bisikan Rabbaniyah Ruhaniyah yang punya hubungan dengan daging ini , bisikan ini yang mengenal Allah S.w.t dan memahami apa yang tak dapat dijangkau oleh khayalan dan angan-angan . andaikata yang dimaksud al-qolbu adalah jantung, tentulah ia terdapat pada setiap orang . Dikatakan bahwa bisikan hati ini seperti raja dan daging ini seperti gedung dan kerajaan, karena kalau hubunganya seperti halnya benda-benda, tentulah tidak bisa dikatakan, “ Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya “ ( QS. Al-Anfal : 24 ) ini yang disebut tasawuf. Tasawuf merupakan maqom yang menjadi puncak ajaran agama , yakni Ihsan, Taqwa, Tazkiyah pembersihan diri dan penyerapan Robbaniyah atau sifat-sifat ketuhanan. Dalam dunia tasawuf atau mistisme dalam Islam seluruh muara ajaranya akan berpuncak pada pengenalan dan pengetahuan tentang Allah (Ma’rifatulloh ), para Ulama sufi menunjukkan kepada para pengikutnya bagaimana jalan yang harus dilalui untuk menuju kepada Allah hingga mencapai “wushul “ dari pemikiran ini muncul berbagai macam aliran Thoriqoh, diantaranya : a. Thariqot Qodiriyah oleh Syekh Abdul Qodir Jaelani lahir 470 H di Baghdad dan meninggal 561 H (1164 M ) b. Thariqat Rifaiyyah oleh Syekh Ahmad bin Abul Hasan Arrifa”i meninggal 570 H ( 1175 M ) c. Syuhrowardiyyah oleh Syekh Abil Hasan Ali al-Syuhrowardi, meninggal 638 H ( 1240 M ) d. Syadziliyyah oleh Syekh Abil Hasan Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar As-sadzily meninggal 655 H (1256 M) e. Ahmadiyah2 oleh Syekh Ahmad Al-Badawy, meninggal 675 H (1276 M) f. Maulawiyah oleh Syekh Maulana Jalaluddin Ar-rumy meninggal 672 H (1273 M) g. Naqsyabandiyah oleh Syekh Muhammad Bahauddin Bukhory An-naqsyabandy. h. Haddadiyah oleh Syekh Abdullah Ba’lawy bin Alwi Al-hadad Al-hamdany, meninggal 1095 H 3. Para guru ( Mursyid) Thariqat yang menuntun para muridnya mencapai hakikat ibadah dengan diawali pensucian jiwa, mengosongkan segala sesuatu, menghilangkan akhlaq tercela (Takholli) dan mengisi dengan akhlaq yang mulia (Tajalli) . Murid (Salik) didalam melakukan perjalanan thoriqohnya ( suluk) menempati urutan kedua dalam ajaran tasawuf ( Syariat, Thariqat, Hakikat dan Ma’rifat) yang oleh para ulama adalah merupakan pengejawantahan dari firman Allah : Artinya : “ Dan jika mereka tetap berjalan lurus (menetapi / istiqomah ) diatas jalan itu, maka benar benar akan kami berikan kepada mereka minuman (air ) yang segar”. (QS : al-Jin:16) Suluk yang dilakukan oleh para salik berupa latihan atau riyadhoh yang telah ditetapkan oleh para guru (mursyid), dan para guru tersebut yang mengontrol perkembangan kerukhanian murid . sehingga dengan kemajuan ibadah dan tingkat ketaqwaannya dapat mendekatkan diri murid kepada Allah. Seorang yang mendekatkan diri kepada Allah, dikatakan oleh Allah : “ Barang siapa berjalan menuju kepada-KU, AKU akan berlari kepadanya, barang siapa mendekat kepada-KU sejengkal, maka AKU akan mendekat sehasta, siapa yang mendekat sehasta, AKU akan mendekat seperti nafas di tenggorokannya” Seperti firman ALLAH : Artinya : “ Dan Kami lebih dekat, tetapi engkau tiada melihat “ (QS:Al-waqi’ah:85) Setelah seorang salik dekat dengan ALLAH, maka ALLAH akan mencintainya, dijadikanlah ia sebagai kekasih-NYA dan wali-NYA, namun kadang di tengah perjalannya seseorang dapat tertarik oleh agungnya Cahaya ALLAH yang membuat dirinya lupa akan diri dan sekitarnya sehingga muncul perilaku yang nyeleneh (Khowariqul adah) yang oleh ulama tasawuf masyhur dengan sebutan “ JADZAB ” darinya kadang muncul perilaku dan perkataan yang membingungkan bahkan membahayakan bagi orang lain, karena upacan yang mengandung keajaiban namun berakibat buruk semisal ungkapan doa buruk terhadap seseorang, dan mungkin dapat membuat dirinya dijauhi orang karena takut, atau dianggap orang gila. Memang bila dicermati didalam tasawuf sendiri dapat dibagi dalam tiga klasifikasi, yang pertama Tasawuf Falsafi, Tasawuf Amali dan Tasawuf Akhlaqi, sedang perilaku JADZAB dapat digolongkan dalam Tasawuf Falsafi. Contoh Tokoh sufi yang mengalami dunia Jadzab seperti : Al-Husain bin Mansur Al-Hallaj yang terkenal dengan uacapan dalam ketidak sadaranya ( Syatokhat ) “ Anal Haq” 4) , ataupun yang terjadi ditanah Jawa dengan Syeh Siti Jenar. POKOK BAHASAN “ DEFINITIF “ Jadzab dalam kamus bahasa Arab Jadzaba-Yajdzibu-Jadzban ( ) yang berarti menarik, sedang obyek atau Maf’ul Majdzub ( ) orang gila yang berkeramat. Berbeda dengan orang gila yang dalam kamus bahasa Arab Janna-Yajunnu-Jannan ( ) artinya menutup, sedang Junna- Junuunan ( ) artinya gila, hilang akal , dan obyek atau maf’ul Majnuun artinya orang gila. Istilah Jadzab ditulis oleh Imam Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim bin Athoillah Assakandari ( 658 H/1259 M –709 H/1309 M) dalam kitab Al-Khikam 5) Artinya : “Terbukti adanya makhluk, atas adanya nama-nama ALLAH dan dengan nama-nama itu atas adanya sifat, dan denganya adanya sifat-sifat itu adanya Dzat ALLAH, sebab mukhal (tidak masuk akal) adanya sifat yang berdiri sendiri tanpa adanya Dzat, maka orang orang yang Majdzub pertama terbuka (terlihat) oleh mereka kesempurnaan dzat ALLAH, kemudian menurun melihat sifat-sifat ALLAH, dan menurun pula melihat (bersandar) kepada nama-nama ALLAH, sehingga menurun melihat makhluq buatan ALLAH, sebaliknya orang Salik dari bawah naik ke atas, maka puncak orang salik sampai ke permulaan orang majdzub, dan permulaan salik adalah penghabisan orang majdzub, tetapi tidak berarti sama dalam sega hal, hanya ada kalanya bertemu dijalanan yang satu ketika sedang mendaki dan yang lain sedang menurun “ . Adanya makhluq alam ini menunjukkan ( membuktikan) adanya nama-nama ALLAH : Qoodir, Aliem, Hakiem, Muried dan menunjukkan adanya sifat : Qudrat, Iradat, Ilmu dan adanya sifat pasti adanya dzat ALLAH. Sedang sifat makhluk (manusia) ada yang majdzub ( yakni dibukakan oleh ALLAH dan sampai kepada ilmu / mengenal ALLAH) bukan dari ALLAH bukan dari bawah / saluran umum, dan ada yang melalui jalan biasa dari bawah keatas yaitu yang disebut orang salik. Dan keduanya selama belum mencapai puncak akhiranna belum dapat dijadikan guru yang dapat ditiru. Orang majdzub jika belum mengetahui perjalanan orang salik dan orang salik jika belum sampai kepuncak yang didapat (dibukakan) bagi orang majdzub .6 Menurut keterangan KH. Misbah bin Zainal Mustofa dalam terjemah Hikam juga menyebutkan bahwa orang yang dapat diberikedekatan kepada ALLAH itu ada dua macam : yakni Salik dan Majdzub. Salik yaitu perjalanan usaha memperoleh dapat dekat kepada ALLAH mencapai ma”rifatulloh, dengan cara meningkatkan dan mengembangkan iman dengan menghilangkan akhlaq tercela menggantinya dengan akhlak yang terpuji, seperti halnya akhlak imaniyah atupun ijtimaiyyah ( kemasarakatan ) Majdzub yaitu orang yang ditarik ke hadirat ALLAH; dengan kehendak ALLAH, tanpa melewati urutan suluk dalam thariqat. Jika salik dapat menguasai akal sedang majdzub tidak bisa menguasai akal sebab tertutup oleh Nur ilahiyyah, maka terkadang majdzub sering meninggalkan kewajiban agama , dan menurut syar’i tidak berdosa sebab seperti orang gila. Sedang majnun hilang akal / gila sebab tertutup oleh Nur syayatiin. Secara syar’i orang Jadzab dan Majnun mungkin memiliki persamaan yaitu hilang akal dan dikatakan sebagai orang gila, dihukumi sama dalam arti tidak berkewajiban menjalankan syariat sebagaimana mestinya sebab hilang akalnya ( ‘Udzur ) . Jika ALLAH menghendaki untuk menyempurnakan majdzub maka akan diberi kesadaran akal. Jika salik berawal memahami Af’al ALLAH-Asma-asma ALLAH-Sifat-sifat ALLAH ( Khayat, Ilmu, Irodat, Qudrat, Sama’, Basor, dan kalam )- kemudian mengerti Dzat ALLAH, jadi salik naik secara sedikit sedikit . Majdzub langsung menyaksikan kesempuraan Dzat ALLAH menuju Sifat-sifat ALLAH-menuju kejadiyan makhluk dengan asma-asma ALLAH,menuju perubahan semua makhluq.7) TOKOH TASAWUF FALSAFI ( Yang mengalami Jadzab / ekstase ) 1. Abu Yazid Thaifur bin Isa Al-Butami lahir 188 H, Abu Yazib berkata “ Barang saiapa mengenal ALLAH maka sesungguhnya ia zuhud dari segala sesuatu yang mengganggu dirinya” Kezuhudan Abu Yazid menmbuhkan cinta yang mendalam ( Mahabbah) yang menghanyutkan ia tenggelam dalam kezuhudanya. Dalam keadaan ini ia beroleh ma’rifat hakiki : “ Aku mengenal ALLAH dengan ALLAH dan aku mengenal selain ALLAH dengan Nur ALLAH” dalam hal ini kemudian ia mencapai maqom fana :” Dia membuat gila pada diriku sehingga aku mati, kemudian membuat aku gila pada –NYA dan akupun hidup, aku berkata gila pada diriku adalah fana dan gila padamu adalah baqa “. Kemudian dia menyatu dengan Tuhan ( Ittihad ) dalam ucapan ( Syathohat ) : “ Tidak ada Tuhan selain Aku, Maha Suci Aku, Maha Suci Aku dan Maha Besar Aku” 8). 2. Abul Mughits Al-Husain bin Mansur Al-Khallaj lahir di Baiha Persia, ia mengajarkan bahwa Tuhan memiliki sifat Lahut dan Nasut, demikian jga manusia. Melalui maqomat manusia mampu ketingkat fana suatu tingkat dimana manusia telah mampu menghilangkan nasutnya dan meningkatlah lahut ang mengontrol menjadi inti kehidupan . yang demikian itu memungkinkan Khulul-nya Tuhan dalam dirinya, atau dengtan kata lain Tuhan menitis kepada hamba yang dipilih-NYA melalui roh. Sesuai dengan ajaranya tatkala ia mengatakan “ Aku adalah Al-Khaq” bukan ia yang mengatakan tapi roh Tuhan . fana menurutnya ada tiga , pertama memfanakan semua keinginan jiwa, kedua memfanakan semua pikiran dan menghilangkan (memfanakan) semua kekuatan pikir dan kesadaran. Kemudian berlanjut pada fana al-fana peleburan ujud manusia menjadi sadar Ketuhanan melarut dalam hulul, yang disadari hanya Tuhan 9). 3. Abu Bakar Muhammad Muhidin bin Arabi Hatimi Al-Thai, lahir di Mursieh, Spanyol bagian selatan 570 H /1165 M, ia menjelaskan “ Manusia itu bagi Tuhan adalah merupakan mata dengan mata, dimana mata dapat melihat dan dilihat. Penglihatan ini diibaratkan dengan pandangan hingga ia dinamakan manusia. Dengan manusia Tuhan memandang kepada makhluk dengan kasih sayang-NYA. Manusia itulah ang baru, yang melimpahm yang bekekalan , yang abadi. Dan jika tidak Zahir Tuhanpada benda-benda makhluq niscaya tidak ada sifat-sifat dan asma-NYA. Dan manakala sudah enal pada-NYA kitapun mengenal Dia dan melalui tajalli-NYA kita mengenal alam semesta “ Wujud alam ini bagi ibnu Arabi adalah satu jua.Segala sesuatu yang wujud dengan dzauq sufi akan memandang kesemestaan ini sebagai keberadaan tunggal “ A.l-Haq dan Al-Khaliq adalah satu”. Proses terjadinya baqo dan fana tidak lepas dari tajalli Wahid Al-Haq, maka dengan ini Ibnu Arabi memunculkan konsep Wihdatul wujud ( menyatunya antara makhluq dengan Tuhan )10 4. Dalam khazanah Islam di Indonesia oleh Syeh Stiti Jenar yang memiliki nama asli Abdul Jalil, melanjutkan teori-teori diatas dengan ajaranya “Manunggaling kawulo Gusti”, perkatannya pada saat dijemput oleh utusan dari Kesultanan Demak “ disini tidak ada Siti Jenar, adanya Syeh lemah abang, tidak ada syekh lemah abang adanya Gusti Alloh” Dia menganggap bahwa semua yang ada didunia adalah bangkai, yang hidup hanya Tuhan, sedang manusia akan hidup sesungguhnya bila ia sudah mati” maka hidup adalah kematian sementara . EPILOG Semua ajaran baik yang bersifat dhohir ataupun batin tidak akan memberi kemanfaatan jika tidak ditujukan untuk mengharap kedekatan kepada ALLAH, dan semua usaha akan sia-sia jika tidak diiringi dengan kebersihan jiwa, dengan kebersihan jiwa manusia dapat bersatu dengan Tuhan-nya (tempat kembali) karena kita berasal dari – NYA dan akan kembali kepadaNYA , sesuai dengan firman ALLAH : Artinya : “ sesungguhnya semua milik ALLAH, dan sesungguhnya kepada-NYA semua akan kembali “ Memang Tuhanlah yang Maha Suci, dan tidak akan bersatu dengan Tuhanya makhluq yang belum mensucikan dirinya. Penghulu para sufi Syekh Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani bin Abi Sholih Janka Dausat, lahir 471 H / 1077 M wafat 561 H / 1166 M 11), mengatakan : Artinya : “ Tidak akan diperkenankan ( duduk ) berdampingan ( dengan ) disisi ALLAH Ta’ala kecuali orang yang sudah membersihkan diri dari berbagai macam kotoran ( Suci Jiwanya ) ”. Semoga kita semua dikehendaki oleh ALLAH menjadi orang yang dekat, bahkan lebih dekat dari kita sendiri, dan dituntun oleh Qudrat dan Irodat ALLAH dengan Ilmu-NYA menuju Ma’rifat Uluhiyyah, hingga tersinari oleh cahaya Robbaniyyah, dan melebur dalam Sifat Khayat-NYA. Kepada ALLAH penulis memohon ampun atas segaa kekurangan dan kekhilafan, kepada cerdik pandai mohon saran dan kritikan , dengan harapan sekelumit tulisan ini bermanfaan bagi penulis dan pembaca pada umumnya . Sholawat serta salam semoga tercurah kepada manusia sempurna kekasih ALLAH, Muhammad bin Abdullah beserta keluarga dan sahabatnya, yang menarik kita dibawah benderanya. DAFTAR PUSTAKA Muhammad Zaki Ibrahim, “ Tasawuf Hitam Putih “, Tiga serangkai,Solo, th 2004. Drs. Imron abu amar “ Disekitar masalah Thariqat”, Menara Kudus,1980. Drs.H.M .Laily Mansur,L.PH, “Ajaran dan teladan para sufi”,PT.Raja Grapindo Persada, Jakarta,1999 H.Alim Bahreisy, “Terjemah Al-Hikam”, Madya,Surabaya, th1984. Kiyahi Misbah bin Zainal Mustofa, “ Tarjamah Matan Khikam “, Wisma pustaka, Surabaya,Tt. Abu Khalid, MA, “ Kisah Teladan dan Karomah Para Sufi “, CV. Pustaka Agung Harapan,Surabaya, th 1998.

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post