Pemalsuan Sejarah

Diposting oleh : Admin
Kategori: Buletin Qum - Dibaca: 174 kali

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ (الحجرات:6)

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (Al Hujurat:6).

Dari dulu yang namanya pemalsuan sejarah sudah terjadi. Sampai sampai Kitab Suci pun tidak luput dari perbuatan tercel model ini. Sebut saja Kitab Bible. Kitab ini penuh dengan pemalsuan sejaran. Sebagai misal apa yang disebutkan dalam Kitab Kejadian 2:17:

“Tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."

Demikian pula pada Kitab yang sama pasal 3 ayat 3 dikatakan: “Tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman:

Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati."

Di kedua ayat ini Tuhan menyatakan bahwa bila Adam memakan buah larangan akan mati seketika. Firman ini dibantah oleh Ular (Syetan) yang mengatakan:

“Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.

" (Kejadian 3:4-5) Ternyata belakangan ketika Adam melakukan pelanggaran, yang benar adalah ucapan Ular; Adam dan Hawwa tidak mati. Perhatikan ayat ayat selanjutnya:

“Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya. Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat”.(Kejadian 3:6-7)

Orang yang berpikiran sehat pasti tidak akan percaya terhadap cerita Versi Perjanjian Lama ini. Betapa tidak, bagaimana mungkin Tuhan berdusta dan Syetan benar?. Nabi Sulaiman AS bahkan pernah menjadi korban pemalsuan sejaran ini. Gara-gara kelakuan para tukang sihir, selama berates tahun namanya enjadi hitam; ia dicatat sebagai Tukang Sihir Untunglah Allah SWT menurunkan firman-Nya meluruskan pemalsuan ini. (Al Baqarah:102)

Di tengah kaum Muslimin sepeninggal Rasulullah SAW kasus seperti ini banyak terjadi di antaranya dengan beredarnya Hadis Hadis palsu (Maudhu’). Ribuan ucapan, cerita dan laporan atas nama Rasulullah SAW dituliskan dan diriwayatkan secara turun temurun. Untunglah Allah SWT membangkitkan sejumlah Ulama yang memilikki rasa peduli untuk meneliti ulang informasi tersebut. Bangkitlah di sana Ibn Al Jauzi, As Suyuthi dan lainnya yang dengan berani mengungkapkan kepalsuan itu dan menyiarkannya di tengah publik.

Namun bukan berarti pamalsuan berakhir. Hingga hari ini pemalsuan terus berlangsung karena bagi sebagian orang memiliki nilai komoditi yang tidak kecil. Sebut saja nama daerah di Jakarta Pusat. Kawasan yang dinamakan dengan Paseban oleh sementara orang diklaim sebagai berasal dari kata Ba Syaiban, satu klan dari keturunan Arab. Padahal – sebagaimana dikatakan para ahli sejarah – kata Paseban berasal dari kata “Seba” yang berarti pertemuan dengan Raja. Ketika kata tersebut ditambah dengan awalan dan akhiran berubahlah menjadi “Pasebaan”. Selanjutnya seiring perjalan waktu orang mengucapkannya dengan yang lebih mudah: Paseban. Dinamakan Paseban karena memang dulu di tempat tersebut dilakukan pertemuan dengan Raja Matarm. Itu sebabnya tidak jauh Dari Paseban terdapat kawasan yang dinamakan Matraman, berasal dari kata Mataram atau Mataraman. (Lihat Gus Dur: Rahasia Kata Kata).

Yang paling mutakhir dari pemalsuan sejarah diduga adalah Kasus Mbah Priok. Peristiwa yang mengakbitakn banyak korban itu berawal dari buku tulisan orang yang menamakan dirinya Habib Muhammad bin Ahmad Al Haddad, Al Habib Muhammad bin Abdullah Alaydrus dan Al Habib Ali bin Abdurrahman Alaydrus yang berjudul Risalah Manaqib (Mbah Priok). Buku yang dicetak tanpa mencantumkan Penerbit dan tahun terbitan itu menceritakan yang intinya sebagai berikut:

1. Bahwa Mbah Priuk adalah Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad Al Husaini Asy Syafi’i sunni keturunan dari Sayyidina Quthbil Irsyad Wa Ghoutsil Ibad Al Imam Al Arif Billah al Habib Abdulloh bin Alwi al Haddad RA. Beliau lahir tahun 1727 di Palembang Sumatera Selatan dan meninggal dunia di atas kapal pada tahun 1756.

2. Bahwa Ia adalah seorang Ulama bahkan Waliyyullah penyebar Agama Islam di Betawi sebagaimana disebutkan dalam buku itu:

“Al Habib Hasan bin Muhammad Al Haddad adalah seorang Wali Allah yang mengabdikan hidupnya hanya mensyi’arkan agama Islam di dalam menegakkan kalimat Tauhid dari tanah kelahirannya hingg sampai keluar daerah (pulau Sumatera, Jawa dan lain sebagainya).”

3. Bahwa nama tanjung Priok berasal dari peristiwa tersebut. Tulisan tersebut belakangan diketahui merupakan Pemalsuan Sejarah.

Kepalsuannya diketahui setelah Majlis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama dengan Ahli Sejarah Alwi Sahab dan berbagai pakar Sejarah serta keluarga Al Haddad sendiri dari Palembang. Dalam kesimpulan pembahasan mereka diketahui bahwa yang namanya habib Hasan bin Muhammad Al Haddad adalah cicit dari Habib Hamid Mufti Palembang yang wafat pada 19 Juli 1820. Bagaimana mungkin kalau Mbah buyutnya (bapaknya kakek) wafat tahun 1820 sementara cicitnya sudah lahir tahun 1756 ?. bagaimana bisa terjadi cicitnya lahir lebih dahulu dari buyutnya?. Selain itu pihak keluarga juga menyatakan bahwa Al Marhum bukanlah seorang Ulama apalagi Waliyullah penyebar islam d Betawi. Menurut wakil keluarga Al Haddad dari Pelmbang (wawancara tanggal 31 Mei 2010 di Jakarta) kepergian Al Haddad dari Palembang bukanlah berdakwah, melainkan berdagang karena ia memang seorang pedagang yang menjajakan dagangan milik Sayyid Syekh bin Agil Madihij.

Tentang penamaan tanjung Priok sendiri yang disebut-sebut berasal dari cerita Al Haddad dengan sejumlah dongengnya, cukup mengundang tawa pakar sejarah asli Betawi, Ridwan saidi. Ada dua alas an sekurang-kurangnya membuat Ridwan Saidi merasa geli mendengar cerita tersebut. Pertama, istilah “Mbah” itu tidak dikenal di masyarakat Betawi karena itu merupakan istilah Jawa.

Lalu bagaimana orang Betawi menisbatkan kata tersebut kepada tokoh mereka?.Kedua, masyarakat Betawi mengetahui benar bahwa nam tanjung Priok sudah ada jauh sebelum masa Al Haddad. Dalam karya tulisnya bahkan Ridwan Saidi sudah mencantumkan bahwa: “Nama Tanjung Priok dikaitkan dengan nama Aki Tirem, penghulu atau pemimpin daerah Warakas yang tersohor sebagai pembuat Priok. Sedang kata tanjung merujuk kepada kontur tanah yang menjorok ke laut (tanjung). Seperti diteliti oleh Kees Green memang banyak tempat di Jakarta merujuk namanya dari kontur tanah, misalnya Tanah Abang Bukit, Tegal Alur, Rawasari, Bojong Gede dan lain lain..” (Lihat buku “Kasus Mbah Priok” halaman 18-19).

Satu lagi yang baru saja terjadi. Di kawasan Cikini dikabarkan memancar air dari dasar tanah. Melihat kejadian ini sepontan seseorang menisbatkannya kepada “satu tokoh” yang kemudian diproklamirkan sebagai “Mbah Cikini”.

Lalu apa sebenarnya motif dari pemalsuan ini?. Walahu A’lam. Tetapi yang jelas, para penegak Hukum nampaknya berdiam seribu basa tak mau membela hak hak orang yang terluka bahkan terbunuh dalam kasus tanjung Priok berdarah tahun 2010 lalu. Mana mungkin ada sejumlah orang terluka dan terbunuh tidak ada pelakunya. Mengapa pula penulis buku sejarah palsu itu belum diminta pertanggung-jawaban?. Ataukah karena pemimpin negeri ini telah menetapkan Cerita dusta itu sebagai “Situs” yang dianggap fakta?.

Yang jelas, seharusnya kejadian ini menyadarkan kita akan perlunya mengkaji ulang sejumlah karya tulis sejarah terutama yang terdapat perbedaan. Karena Sejarah bukan Khilafiyah melainkan catatan sebuah fakta. Kasus eks pemakaman Dobo Tanjung Priok itu telah menimbulkan korban akibat informasi yang dibuat orang-orang tidak bertanggung jawab. Pengkeramatan bekas kuburan – karena memang sudah kosong – itu masih saja berjalan. Adakah manusia yang memperhatikannya ?. Hasbunallah.

Oleh : KH Syarif Rahmat RA, SQ, MA

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post