Mengembangkan ilmu lewat tarikat






Sabtu, 29 Januari 2011

MENGEMBANGKAN ILMU LEWAT TARIKAT

Nama : Adi Kuswanto
NIM : 05120020
Smt/Jur/Kls : IV/SKI/A

Berjarak lima ratus meter sebelum memasuki areal Pondok Pesantren Cabean, banyak pemandangan bisa dilihat disana. Di sebelah kiri jalan berjajar rambu lalu lintas yang tidak lazim di tempat umum. Rambu-rambu itu berbentuk empat persegi panjang dengan warna dasar hijau dan tulisan putih. Semuanya seragam.
Tapi jangan kaget soal isi rambu, bukan larangan parkir, larangan menyeberang atau larangan yang lain, tapi semuanya menganjurkan beribadah dengan memperbanyak bacaan. Rambu-rambu itu bertuliskan huruf Araf. Makanya ada yang bilang masuk lokasi Pondok Cabean yang terletak di Desa Cabean Kraton Kabupaten Pasuruan itu seperti berada di Negri Arab, karena seluruh rambunya berhuruf Arab. Rambu-rambu itu berisi anjuran berzikir, membaca lafadz Allah Allah, istighfar, shalawat, basmalah, dsb. Luar biasa memang.
Lebih seru lagi, tulisan-tulisan itu tidak hanya berada di tepi-tepi jalan, tapi turut serta menghiasi seluruh bangunan tembok. Mulai dari pagar, tembok depan, kamar tamu, ruang pertemuan, kamar mandi, masjid, ruang kelas, rumah kiai, dan seluruh bangunan lainnya. Semuanya tak lepas dari lukisan dan anjuran berzikir.
Di sebelah, satu ruang sekolah pondok putrid misalnya, seluruhnya dikelilingi lukisan bambu dan taman-taman indah. Dibagian atas dipenuhi dengan belasan khat Arab dengan berbagai anjuran. Ada basmalah yang harus dibaca 786 kali, ada shalawat yang harus dibaca 1.000 kali, ya Fattah ya razzaq di baca 1.000 kali, ya hayyu ya qayyum di baca 1.000 kali, hauqalah dibaca 300 kali, fatihah di baca 100 kali, Allah Allah di baca 1.000 kali, dsb. Masih banyak lagi pemandangan yang tak lazim itu, tentu saja akan membuat kagum bagi mereka yang belum pernah menyaksikannya, mengasyikkan memang.
Tampaknya, penuhnya dinding pondok dengan anjuran berzdzikir itu sekaligus menjadi ciri khas pondok Cabean, yang saat ini mengasuh seratusan santri putra dan 300 santri putri. Meskipun Kiai. HJ. Aly Bahruddin, pengasuh pondok pesantren Cabean mengakui semula hal itu berangkat dari ketidak sengajaan belaka.
Konon menurut Kiai Aly, ada salah seorang warga yang datang ke pondoknya. Ia mengadukan anaknya yang memiliki hoby melukis di rumah-rumah orang Cina dan di gedung-gedung bioskop. Orang tua itu tampak resah, karena semakin lama anaknya semaikn menjauh dari nilai-nilai agama. Oleh Kiai Aly anak itu disarankan untuk dibawa ke pondok Cabean yang diasuhnya untuk belajar agama.
Setiba di pondok Cabean, ia diperlakukan khusus. Agar bisa tetap betah di pondok, ia diberi kebebasan mengembangkan bakatnya melukis, dengan biaya dari pondok. Santri itu dipersilahkan melukis sepuas hatinya dengan gambar apa saja dan diletakan dimana saja di areal pondok, asalkan bukan gambar binatang dan manusia.
Dan ternyata lukisan hasil karya santri ini benar-benar memukau banyak orang. Banyak yang terperanjat dengan keindahan lukisannya yang tampak benar-benar hidup. Lokasi pun diperlebar. Jika semula hanya melukis di satu gedung, akhirnya terus berkembang hingga di gedung-gedung yang lain. Dan tak lupa sebagian santri diminta untuk membantu. Ada yang meneruskan, ada yang kebagian membersihkan lokasi, ada yang mengaduk cat, dsb. Tak lama setelah menorehkan banyak lukisan di dinding pondok, santri istimewa itupun wafat.
Beruntung, para santri yang biasanya mendampingi dan melayani kebutuhan santri pelukis, sedikit demi sedikit sudah diajari cara melukis. Mereka pun melanjutkan bakat itu. Dan akhirnya bakat itu menjadi turun temurun antar santri Cabean. Hingga kini, tak satupun dinding pondok Cabean yang tersisa dari lukis.

Mengembangkan Ilmu Lewat Tarekat
Tarekat ternyata bukan monopoli kaum tua. Anak-anak muda belia pun bisa melakukannya oleh para santri di pondok pesantren Al-Taqwa Cabean. Mereka sejak dini sudah diwajibkan mengikuti Tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah, yang berpusat di Cukir, Jombang sebagaimana Kiai mereka.
Menurut Kiai. Hj. Aly para santri di pondoknya sengaja dikenalkan tarekat sejak dini, agar para santri kelak menjadi orang yang cerdas dan berperilaku benar. Sebab saat ini diakui mencari orang yang berperilaku benar semakin sulit. “Kalau hanya mencari orang pintar sudah terlalu banyak jumlahnya”. Kata Kiai Aly.
Oleh karena itulah sejak awal mereka sudah dibiasakan dengan wirid-wirid tertentu untuk membersihkan hati. Sebagaimana dalam ajaran tarekat, pada tempat-tempat tertentu di dalam tubuh manusia seringkali menjadi tempat mangkal setan. Setan-setan itu bisa digembur dari posisinya dengan wirid yang memiliki metode tersendiri. Dan metode itu sudah digariskan oleh para guru mursyid tarekat secara turun temurun dan diyakini juga menyambung kepada Rasulullah Saw.
“Dulu anak pintar dan kreatif, sekarang malah nakal-nakal, bebal, dan susah diatur. Makanya mental mereka perlu dibenahi lewat tarekat agar hatinya menjadi jernih, pikiran mereka bersih, dan ilmunya bermanfaat”.
Masih menurut Kiai yang juga aktif di tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah ini, anak perlu dibiasakan dengan wirid-wirid tarekat sejak usia dini. Supaya mereka selalu ingat, perlu ditulis besar-besar disetiap sudut pondok. Karena dengan banyak melihat, diyakini akan banyak mengingat, dan dengan banyak mengingat akan diyakini akan banyak sadar. Paling tidak menurut Kiai Aly, dengan mata melihat tulisan itu saja sudah termasuk ibadah. Belum lagi nanti akan berfikir. Lalu membaca, dan menghayati. Sekurang-kurangnya tangan yang menuliskan juga beribadah dan tempatnya nanti akan menjadi saksi di Akhirat. Telah dipakai untuk kebenaran. Makanya mata perlu dibiasakan melihat tulisan-tulisan semacam itu agar hatinya tergugah dan bibirnya mau membaca dzikir sebanyak mungkin.
Ternyata dzikir-dzikir yang diajarkan dalam tarekat Qadiriyyah Naqsyabandiyyah, menurut Kiai Aly, memiliki makna tersendiri. Selain untuk membersihkan hati yang kotor, mencerdaskan pikiran, dan agar ilmunya bermanfaat, dzikir-dzikir dalam tarekat ternyata berbeda dengan dzikir pada umumnya. Sekalipun bacaannya sama, namun bacaan dalam tarekat memiliki berbeda kwalitas. Selain diyakini sebagai ijazah guru yang sudah turun temurun, guru tarekat ibarat dokter yang telah mengerti dosis obat pasien. Logikanya, sekalipun obatnya sama, jika tidak mengerti ukuran dosis pemakaian juga berbahaya.”kalau dalam tarekat para guru yang akan membimbingnya”.
Sekalipun demikian, pondok tetap menyediakan sarana belajar untuk para santrinya. Hingga kini pondok Cabean mengelola unit pendidikan dari TK, MI, MTS, dan MA. Namun tidak ada keharusan untuk mengikuti dua pendidikan. Bagi yang mampu dipersilahkan sekolah dobel.



Bambu Dan Warna Hijau
Bila diamati lebih jauh lukisan pemandangan yang ada di seluruh dinding pondok Cabean banyak dihiasi gambar bambu dengan paduan dominan warna hijau. Kiai Aly Bahruddin tak menampik dominasi keduanya. Menurut alumnus pondok pesantren Sidogiri itu, bambu memang memiliki makna tersendiri dibandingkan pohon-pohon yang lain. Bila diamati labih jauh, ternyata seluruh bagian bambu bisa dimanfaatkan orang, termasuk bambu mudanya.
Kedua, bambu juga memiliki tuah tersendiri. Makanya semasa perjuangan melawan penjajah, para Kiai menggunakan bambu runcing sebagai senjata. Dalam dunia mistik juga dikenal ada nama pring temu rose yang diyakini memiliki tuah tersendiri. Dari situlah diharapkan para santri nantinya memiliki sifat-sifat bambu yang banyak memberikan manfaat bagi orang lain.
Tentang dominasi warna hijau, menurut Kiai Aly, karena warna hijau itulah kesukaan Rasulullah semasa hidupnya. Paduan warna hijau dan putih, memiliki banyak keistimewaan, diantaranya untuk menguatkan mata, mencerdaskan pikiran, dan menambah awet muda.

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post